Camelia mengerutkan keningnya menatap ranjangnya di samping sudah kosong. Camelia mengendarkan pandangan ke sekitar, melihat dirinya masih berada di kamar Dominic. Harusnya Camelia terbangun dengan keadaan melihat Dominic di sampingnya, tapi ternyata Camelia harus menelan kekecewaannya, karena Dominic sudah tidak ada. Mungkin saja Dominic sedang berada di ruang kerjanya. Itu yang ada di dalam pikiran Camelia. Sesaat, Camelia terdiam dengan raut wajah yang seperti tengah memikirkan sesuatu. Sesuatu hal yang mana telah membuat hati Camelia seakan tertusuk-tusuk. Ya, Camelia tak pernah mengira kalau dirinya hampir membunuh Dominic. Jika saja tadi malam, Camelia tak mendorong cake itu, entah apa yang akan terjadi pada Dominic. Sungguh, Camelia menyesali dirinya yang hampir melenyapkan nyawa Dominic. Yang memicu Camelia tak jadi membunuh Dominic karena hati Camelia tak sanggup. Camelia tidak bisa melihat Dominic tidak ada di dunia. Meskipun Camelia tahu dirinya telah mengecewakan ayahnya
Bahu Camelia bergetar hebat dan wajah yang menunjukan jelas ketakutannya. Mata Camelia memerah nyaris mengeluarkan air mata akibat rasa cemas yang menelusup ke dalam dirinya. Tatapan Camelia menatap tak percaya melihat Dominic begitu akrab dengan tiga singa yang berukuran sangat besar itu. Sungguh, tubuh Camelia sampai tak bisa berkutik sedikit pun. Gadis itu masih dalam kondisi bersimpuh di tanah. Dominic melepaskan pelukan ketiga singa yang sejak tadi mengajaknya bermain. Pria itu mengusap punggung tiga tersebut sambil memberikan kecupan. Lantas, tatapan Dominic teralih pada Camelia yang masih bersimpuh di tanah dengan wajah yang begitu takut. Dominic melangkah menghampiri Camelia. “Bangunlah,” ucapnya seraya mengulurkan tangannya di hadapan Camelia. “D-Dominic—” Camelia memundurkan tubuhnya. Tepat disaat Dominic sudah mendekat, tiga singa di belakang Dominic pun ikut mendekat. Membuat tubuh Camelia semakin bergetar ketakutan. “Mereka tidak akan memakanmu kecuali aku yang memint
Camelia menggigit bibir bawahnya, menahan desahan agar tak lolos di bibirnya kala jemari Dominic terus mengusap-usap puncak dadanya begitu lembut. Tubuh Camelia seakan tersengat listrik tegangan tinggi. Menggelinjang merasakan geli bercampur nikmat yang membuat titik sensitive Camelia basah dan berkedut. “D-Dominic … j-jangan, a-aku mohon h-hentikan,” pinta Camelia dengan tatapan memohon, meminta Dominic menghentikan sentuhan itu. Dominic tersenyum misterius. Pria itu mendekatkan bibirnya dan berbisik ke telinga Camelia dengan nada serak, “Kenapa sekarang kau menolak, hm?” “A-aku—” Dominic mengecupi bibir Camelia dan memberikan gigitan kecil di bibir gadis itu. “Bibirmu menolak, tapi tubuhmu memberikan respon, Camelia. Munafik.” “D-Domini, a-aku, ah—” Camelia menjerit mendesah kala Dominic mencubit kedua puncak dadanya. “Jawab aku sekarang; dulu kau bilang kau pernah menyukai seorang pria? Katakan siapa pria itu?” bisik Dominic tajam di telinga Camelia. Pertanyaan yang sudah sej
“Ah.” Camelia meringis kesakitan kala dirinya sudah membuka mata. Rasa sakit seluruh tubuhnya seperti benar-benar telah menusuk hingga ke tulang. Setiap kali Camelia bergerak, pasti dia selalu merasakan nyeri di titik sensitive-nya. “Sakit sekali.” Camelia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit itu. Camelia berusaha untuk menahan, tapi rasanya terlalu perih. Beberapa detik, Camelia memilih untuk memejamkan mata sambil memijat tengkuk leher. Lalu … “Kau sudah bangun?” Suara berat menegur Camelia, sontak Camelia mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. “D-Dominic?” Raut wajah Cemelia sedikit berubah. Pipinya merona malu melihat Dominic memaka celana training panjang, dan bertelanjang dada. Tubuh pria itu sangat bagus membuat Camelia selalu malu-malu setiap kali melihat pria itu bertelanjang dada. Tapi, tunggu! Seketika itu juga ingatan Camelia mulai mengumpul menjadi satu. Gadis itu mengingat kejadian kemarin. Kejadian di mana pertama kali, Camelia merasakan adegan deta
“Ah, sakit sekali.” Camelia mengeluh kala dirinya sudah duduk di sofa. Camelia merasakan perih di bagian titik sensitive-nya. Setiap kali bergerak terkadang Camelia masih merasa tidak nyaman. Akan tetapi, meski demikian, tak bisa dipungkiri setiap moment kebersamaannya dengan Dominic, sangatlah Camelia sukai. Bahkan hingga detik ini Camelia masih terus terbayang-bayang akan sentuhan Dominic padanya. Camelia tersenyum malu-malu ketika dirinya kembali membayangkan sentuhan Dominic yang begitu mendamba. Ya, kini gadis itu tengah duduk di sofa kamar, memakai celana pendek dan kemeja wanita dengan motif flannel. Setelah tadi Camelia mandi di sungai bersama dengan Dominic, ada seorang pelayan membawakan pakaian untuknya. Tentu, Camelia tahu pasti Dominic yang memerintahkan sang pelayan untuk membawakan pakaian. Mengingat dirinya masih berda di tengah hutan, tidak mungkin ada toko baju di sekitar sini. “Camelia.” Dominic melangkah masuk ke dalam kamar. Refleks, Camelia mengalihkan pandanga
Dua hari sudah, Camelia tinggal di rumah kayu di tengah hutan bersama dengan Dominic. Itu adalah sebuah pengalaman baru sekaligus indah untuknya. Camelia tidak pernah mengira akan memiliki moment-moment manis bersama dengan Dominic yang membekas di hati, dan selalu terngiang di memori ingatannya. Semuanya sangat indah tak bercelah sedikit pun. Apalagi setiap kali Dominic menyentuh Camelia, gadis itu selalu berbunga-bunga. Sentuhan itu sangat candu, tak pernah bisa untuk Camelia tolak. Bagi Camelia, Dominic adalah pusat kehidupannya. Hanya bersama dengan Dominic, Camelia bisa melupakan segalanya, seolah Dominic adalah sumber kehidupan Camelia. Ya, semua wajar terjadi karena Camelia baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Tak pernah ada satu pun pria yang singgah di hati Camelia, hanya Dominic seorang yang hadir pertama kali, dan memberikan angin kesejukan kebahagiaan untuk Camelia. “Camelia.” Dominic melangkah mendekat ke halaman belakang, menatap Camelia yang tengah menatap keindah
Dominic menatap Camelia yang terlelap di ranjang dengan memakai lingerie warna hitam transparan. Kilat mata Dominic penuh damba melihat keindahan tubuh Camelia. Kulit gadis itu sangat putih bersih. Layaknya porselen yang tak memiliki noda. Dan hal itu membuat Dominic tak bisa melepas matanya dari keindahan tubuh Camelia. Dominic membaringkan tubuhnya di samping Camelia, menarik pelan dan hati-hati tangan gadis itu—masuk ke dalam pelukannya. Dominic membawa tangannya, membelai pipi mulus Camelia, menelusuri indahnya wajah gadis di hadapannya itu. “Cantik,” gumam Dominic pelan. Kilat mata Dominic menatap dua gundukan kembar di dada Camelia yang sangat indah. Bulat, padat, menantang. Perlahan senyuman di wajah Dominic terlukis melihat masih ada bekas tanda kemerahan di dada Camelia. Tanda yang sengaja Dominic berikan untuk gadis kecil itu. “Hmmm—” Camelia menggeliat dari dalam pelukan Dominic. Dada gadis itu bergesek-gesek di dada Dominic, membuat puncak dada gadis itu terlihat jelas.
Tubuh Dominic membeku. Sepasang iris mata cokelat gelapnya berkilat memancarkan kobaran api amarah. Aura kekejaman dan bengis Dominic terlihat menyeramkan. Gigi gerahamnya mengencang, menunjukan rahang yang mengetat. Kemarahan dan emosi menyelimuti pria itu seakan ingin meledakan seluruh isi ruangan. Napas Dominic sedikit memburu. Laporan Eldon layaknya membangkitkan singa yang tidur. “Jangan main-main dengan ucapanmu, Eldon,” desis Dominic tajam. Eldon menundukan kepala kala sudah melihat amarah di wajah Dominic. “Tuan, kita memiliki anak buah yang sangat kompeten dalam mengidentifikasi zat-zat yang terkandung dalam makanan dan minuman. Racun di makanan dan minuman sudah sering kita temui ketika musuh berusaha menjebak kita. Jujur, saya sendiri terkejut dengan laporan yang saya terima. Tapi kenyataannya memang seperti itu, Tuan. Cake yang dibuat Nona Camelia mengandung racun yang tidak berbau dan tidak berwarna. Racun itu tidak memiliki penawar. Orang yang sampai memakan racun itu,
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli