Tubuh Dominic membeku. Sepasang iris mata cokelat gelapnya berkilat memancarkan kobaran api amarah. Aura kekejaman dan bengis Dominic terlihat menyeramkan. Gigi gerahamnya mengencang, menunjukan rahang yang mengetat. Kemarahan dan emosi menyelimuti pria itu seakan ingin meledakan seluruh isi ruangan. Napas Dominic sedikit memburu. Laporan Eldon layaknya membangkitkan singa yang tidur. “Jangan main-main dengan ucapanmu, Eldon,” desis Dominic tajam. Eldon menundukan kepala kala sudah melihat amarah di wajah Dominic. “Tuan, kita memiliki anak buah yang sangat kompeten dalam mengidentifikasi zat-zat yang terkandung dalam makanan dan minuman. Racun di makanan dan minuman sudah sering kita temui ketika musuh berusaha menjebak kita. Jujur, saya sendiri terkejut dengan laporan yang saya terima. Tapi kenyataannya memang seperti itu, Tuan. Cake yang dibuat Nona Camelia mengandung racun yang tidak berbau dan tidak berwarna. Racun itu tidak memiliki penawar. Orang yang sampai memakan racun itu,
Dominic menegak vodka di tangannya hingga tandas. Raut wajahnya menunjukan jelas kemarahan yang tak terkendali. Sejak tadi umpatan lolos di bibir Dominic. Pria itu mencengkram kuat gelasnya, nyaris menghancurkan. Sorot mata tajam, menusuk, layaknya singa yang baru saja menuntaskan emosinya. “Sialan!” Tangan Dominic mengepal begitu kuat, memukul keras meja. Dominic tak pernah menyangka kalau Camelia berani ingin membunuhnya. Gadis itu rupanya menuruti keinginan ayahnya yang ingin melenyapkannya. Mengingat itu semua membuat amarah dalam diri Dominic seakan semakin membakar dirinya. “Tuan.” Eldon mendekat pada Dominic yang tampak begitu kacau. Malam ini Dominic menghabiskan waktunya minum alkohol di ruang kerja pribadinya yang ada di klub malam milik pria itu. “Ada apa kau ke sini?” Dominic menatap dingin dan tajam Eldon yang ada di hadapannya. Eldon menundukan kepala. “Tuan, saya tahu Anda pasti marah pada Nona Camelia. Tapi menurut saya, Anda harus lebih bijak menyikapi ini semua.
Dominic mengisap rokok dengan kuat, mengembuskan asap ke udara. Pria itu berdiri di balkon kamar dengan sorot tatapan tajam ke depan. Dua botol wine di depannya sudah habis ditegaknya. Raut wajahnya menunjukan emosi tapi bercampur dengan frustrasi. Sudah satu jam lamanya, Dominic mengunci Camelia di gudang, harusnya dia puas menghukum gadis itu. Akan tetapi, alih-alih puas malah Dominic terus terngiang-ngiang akan bayang-bayang Camelia. Terlebih terakhir kali Camelia merintih kesakitan dan memohon ampun padanya. “Shit!” Dominic memejamkan mata singkat. Yang membuat emosinya semakin menyulut adalah dirinya memikirkan Camelia. Ini pertama kalinya Dominic memikirkan orang yang telah mengkhianatinya. Sejak dulu, Dominic tak pernah mengenal kata ampun pada orang yang telah berani mengkhianatinya. Tapi sekarang semua berbeda. Dominic seakan berat atas hukuman yang telah dia berikan pada Camelia. Dominic menepis pikirannya. Berusaha tak memikirkan gadis itu lagi. Apa yang telah dirinya pu
Camelia meringkuk lemah di dalam pelukan Dominic. Baru saja gadis itu mendapatkan suntikan Vit C dari dokter, guna meningkatkan daya tahan tubuh. Selang infus sudah sejak tadi tak lagi terpasang. Hanya saja, Camelia masih merasa sedikit perih akibat suntikan. Memang Camelia sangat takut pada suntikan. Dan hanya pelukan Dominic yang bisa membuat Camelia tenang. Seperti saat ini. “Mulai sekarang, kau harus makan lebih banyak. Tubuhmu terlalu kurus. Kau seperti orang yang tidak diberikan makan saja,” ucap Dominic dingin, dan penuh ketegasan. Camelia mengangguk dari dalam pelukan Dominic. Tangan lentik dan halus Camelia, melingkar di pinggang Dominic erat. “Iya, aku akan makan banyak,” jawabnya patuh. Dominic menarik dagu Camelia, menatap dalam manik mata abu-abu Camelia. “Jangan ulangi kesalahanmu. Aku tidak akan pernah memaafkanmu, jika sampai kau berani mengulanginya.” Nada bicara Dominic rendah, dan penuh ancaman.Camelia menggigit bibir bawahnya. Tatapan Camelia, menatap Dominic
Kondisi kesehatan Camelia berangsur-angsur membaik. Dokter masih kerap datang memeriksa keadaan Camelia. Tak hanya itu saja, tapi dokter juga mengatur makanan apa saja yang baik dikonsumsi oleh Camelia. Sedangkan Camelia, tentu tidak bisa melakukan apa pun selain patuh. Meski kondisi kesehatan Camelia sudah membaik, tetap saja ada yang membuat mengganjal hati Camelia, yaitu larangan berbicara dengan ayahnya. Hingga detik ini, Camelia tetap merasakan keresahan yang selalu dia tutupi. Tak menampik, Camelia tak bisa putus hubungan dengan ayahnya. Bagaimanapun, Camelia menyayangi ayahnya yang selalu menjaganya sejak kecil. Akan tetapi, semua rumit karena Dominic membenci ayahnya. Camelia bagaikan berada di dua pilihan jalan. Jalan yang sama-sama menampilkan kegelapan, dan tak bisa diprediksi apa isi dari jalanan tersebut. Itu yang sekarang Camelia rasakan. Dilema telah melingkupinya. Yang Camelia tahu, dirinya sangat mencintai Dominic, tapi juga menghargai ayahnya. “Camelia.” Dominic
Dominic mengetuk meja kerjanya menggunakan telunjuk kiri. Tangan kanan pria itu menyesap vodka, dan menatap lurus ke depan. Aura wajah dingin Dominic terlukis. Sorot mata tajam pria itu menyimbolkan kekejaman. Di hadapan Dominic ada Eldon—asistennya. Baru saja Eldon mengabarkan padanya, bahwa ada mata-mata yang hendak menyusup dikala Dominic dan Camelia berada di hutan. Hanya saja penyusup itu tak bisa masuk ke dalam hutan, karena akses di hutan banyak ranjau dan juga banyak pengawal. “Apa di CCTV area hutan, tertangkap wajah penyusup itu?” tanya Dominic dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. “Tidak, Tuan. Dia memakai topeng, tapi saya yakin kalau pasti itu adalah anak buah Burke Moore. Karena tak banyak orang tahu tentang hutan yang Anda dan Nona Camelia,” ujar Eldon memberitahu. Dominic meletakan gelas yang berisikan vodka ke meja. “Berikan aku rekaman CCTV itu. Aku ingin melihatnya langsung.” Eldon menurut. Dia segera mengambil ponselnya dari balik jasnya, memutar rekaman CCT
“Dominic, kenapa kau ingin kita makan malam di kamar? Kenapa tidak di ruang makan saja?”Camelia bertanya seraya menikmati makan malam, bersama dengan Dominic. Mereka tengah makan malam di kamar. Ini yang membuat Camelia bingung. Sangat jarang, Dominic mengajaknya makan di kamar. Apalagi tadi pun, Dominic tidak terlalu pulang terlambat. “Aku sedang ingin makan di kamar,” jawab Dominic dingin dan datar. Nampak jelas ada hal yang Dominic tutupi, tapi Camelia sama sekali tak curiga. Camelia menganggukan kepalanya. “Oh, ya, Dominic. Tadi kau menggunakan bahasa apa?” tanyanya ingin tahu, sekaligus penasaran.“Russia,” jawab Dominic lagi singkat. “Menggunakan bahasa Russia? Kau bisa bahasa Russia? Hebat sekali!” Mata Camelia melebar memuji Dominic. Camelia tak mengira kalau Dominic mampu menguasai bahasa Russia. Dominic hanya diam dan tetap memasang wajah dingin dan datar, kala Camelia memujinya. Sejak dulu, Dominic tak pernah haus akan pujian. Jika ada orang yang memujinya, maka Domini
Mata Camelia mengerjap beberapa kali, kala gadis itu terbangun di tengah malam. Camelia menyeka matanya pelan menggunakan punggung tangannya, object pertama yang Camelia lihat saat dirinya membuka mata adalah Dominic—tengah berkutat pada ponsel di tangan pria itu. Tampak, kening Camelia mengerut, padahal Camelia pikir Dominic sudah tertidur pulas. “Dominic, kenapa kau belum tidur?” tanya Camelia pelan, dengan suara khas seperti baru bangun tidur. Mendengar suara Camelia, membuat Dominic mengalihkan pandangannya, menatap Camelia. Dominic meletakan ponselnya, ke atas nakas. Lalu pria itu membelai lembut pipi Camelia. “Aku belum mengantuk. Kenapa kau malah bangun? Ini masih malam.” Camelia membenamkan wajahnya di dada Dominic. “Aku tidak tahu kenapa bangun di tengah malam. Sepertinya, aku diminta untuk menemanimu.” Dominic tersenyum samar. Dominic, membawa tangannya mengusap punggung tangan Camelia. “Ada sesuatu hal yang ingin aku katakan padamu.” “Ada apa?” Camelia mendongakan kep
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli