Aria dan Florithe segera menjauh dari pemakaman dan pergi sedikit ke arah utara, menunggu pasukan jendral Ordioth yang datang. Tidak perlu menunggu lama agar Aria bisa melihat banyak pasukan yang memakai atribut kerajaan Ordioth yang berwarna merah. Terdapat seseorang yang mencolok di antara pasukan itu. Orang itu dibawa oleh dua ekor kuda dan dia duduk di kursi delmannya yang mewah. Itu mengingatkan Aria tentang sosok Iskandar. Pasukan itu berhenti setelah melihat sosok Aria dan Florithe yang berdiri di tengah padang rumput. Orang yang mencolok tersebut berdiri di atas delmannya dan bertanya kepada Aria, "apakah kau orang yang menghajar pasukanku?" Suaranya begitu berat. Sangat cocok sebagai pria yang memiliki tubuh yang besar dan berotot. Pria itu berdiri dengan gagah sambil menyilangkan kedua tangannya. Gambaran Iskandar semakin jelas terlihat pada dirinya. Tidak gentar dengan sosoknya yang besar, Aria berbalik bertanya. "Apakah kau adalah pemimpin yang memimpin pasukan de
Iquain yang tidak percaya memunculkan uratnya dari dalam kulitnya. Ia tampak marah karena pasukan roh api yang ia kendalikan dengan penyihir lain di belakangnya hilang dan tidak melukai musuh di depannya. "Panggil yang lebih besar lagi! Benar juga, panggil makhluk itu! Jawitz!" Pasukan manusia yang menutupi wajahnya dengan kain langsung merapalkan mantranya secara bersamaan. Butuh waktu sekitar 6 detik hingga mereka berhenti berbicara. Setelahnya muncul gumpalan api yang membesar dan berbuah menjadi sosok yang besar. Tubuhnya sedikit berbatu dan api di dalamnya yang seperti sedang melelehkan tubuh sosok tersebut dari dalam. Di bagian kepalanya, sosok yang Iquain sebut sebagai Jawitz terdapat pelindung kepala yang cukup besar. Sosok itu membawa sebuah senjata di tangan kanannya dan sebuah tameng di sebelah kirinya. Itu adalah roh tempur yang memiliki kekuatan yang besar. Sosok itu meraung dan terbang di atas udara. "Bagaimana dengan itu! Salah satu sosok yang aku sukai. Membutu
Di depan mereka, terdapat tempat yang gelap dan memancarkan aura membunuh yang sangat kuat. Aura yang keluar dari tempat itu keluar bagaikan udara, meresap ke dalam tubuh dan pikiran.Pohon-pohon besar yang menutupi matahari hutan itu juga warnanya berbeda jika dibandingkan dengan pohon yang ada di sekitar. Bukan sudah tua ataupun rapuh tidak terkena matahari, pohon-pohon tersebut menyimpan mana yang warga sekitar meyakini terdapat arwah jahat yang terkandung di sana.Itu bukan tanpa alasan, sering sekali para warga yang melintasi daerah itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak ada tanda-tanda juga tidak ada saksi yang bisa memverifikasi kejadian aneh itu."Aku mengerti kenapa hutan ini ditakuti banyak orang."Dari segala mitos yang beredar, jawaban yang pasti tentang orang hilang bukan karena arwah jahat menunggu di pohon-pohon tersebut, melainkan jawaban yang logis banyaknya monster tanaman di sana.Death Forest. Tempat yang paling dihindari warga, bahkan para prajurit dan petu
Pohon-pohon itu juga mulai tidak berjajar dengan rapi, akar mereka mulai muncul tak terkoordinasi. Kabut mulai mendatangi tempat Aria dan Florithe berada. Ruang asli Death Forest mulai memunculkan identitas dirinya yang begitu menyeramkan. Tidak ada bau yang menyengat, tapi Aria bisa merasakan tempat ini sangat mengancam. Dirinya seperti mengikuti uji nyali di tempat yang sepi dan tua. Kesan hutan yang ditinggali penyihir kejam sangat terlihat saat ini. "Ah, benar juga. Ini adalah yang seharusnya. Rasa orisinal hutan ini." ucap Aria melihat pemandangan yang tidak asing di matanya.Tapi Florithe yang di sebelahnya tidak menanggapi dan hanya fokus ke sekitar. "Banyak yang mulai bermunculan." "Apakah kau takut hantu, Florithe?" "Bukankah sebaliknya?" jawab Florithe dengan cepat.Merasa menanyakan hal yang salah, Aria hanya merasa bodo. "Benar juga. Ayo kembali jalan." Aria dan Florithe kembali menyusuri hutan itu. Jalan mereka tidak semulus seperti tadi. Bukan karena monster yang
Kota Rienna merupakan pusat kota atau juga ibu kota dari wilayah Count Reginald Vol-Sisenna, Rummberg yang letaknya ada di barat daya Kerajaan Brimmid.Luasnya yang hampir setara dengan luas bangsawan yang memegang titel Duke membuat Rienna yang menjadi pusat kota sangat ramai. Kota Rienna juga menjadi kota transit para pedagang untuk pergi melanjutkan ke ibu kota Brammid Kingdom, Arrnasche, atau ke Empire yang berada di tenggara benua.Tempat yang menjadi tempat tinggal Count Reginald Vol-Sisenna juga berada di Kota Rienna. Sebagai seorang penguasa dan bangsawan tinggi di sana, Count Reginald menempati kastil yang megah yang letaknya tepat berada di tengah kota."Terima kasih telah datang, Tuan Aria."Setiap 6 bulan sekali, sebagai seorang penguasa dan bangsawan, Count Reginald membuka kastelnya sebagai acara tata krama dan etika bangsawan.Open house tersebut akan dihadiri oleh para bangsawan yang lain di atas maupun di bawah tingkatan Count Reginald.Ruangan yang sudah disiapkan
"Apa!?" Tentu mereka akan terkejut akan hal tersebut. Death Forest merupakan salah tempat yang paling dihindari bahkan oleh para paladin Empire. Dikatakan monster-monster di Death Forest sangat berbeda dengan yang ada di hutan atau daerah luar tembok pada umumnya. Ditambah menjelajahi seluruh hutannya? Mereka tahu Aria merupakan seorang petualang, tapi peringkatnya masih sangatlah kecil, yaitu silver. Bahkan tingkat tertinggi tidak mampu dan menghindari untuk menjelajah Death Forest. Kebanyakan dari mereka akan hilang atau lengannya terputus satu. "Tuan Aria. Maafkan aku. Bukannya aku tidak menghormati anda, tapi anda masihlah seorang petualang berperingkat Silver. Menjelajahi seluruh Death Forest itu agak sedikit..." Count Reginald memasang wajah yang sedikit kesusahan dan mempertanyakan kewarasan Aria. Apakah dia sudah gila mengkhayal hal tersebut? "Tidak masalah. Aku tidak berharap kalian untuk cepat percaya apa yang aku katakan. Tapi aku benar-benar sudah menjelajah Deat For
Di sebuah kastil di Ibukota Brimmid, Arrnasche, Raja dan para pengikutnya sedang duduk di meja yang pajangnya cukup sampai belasan orang. Diantara yang duduk terdapat menteri-menteri, beberapa jendral, juga beberapa bangsawan Grand-Duke bersama dengan raja yang memimpin rapat tersebut. Raja tersebut duduk memakai pakaian raja dengan jubah berwarna merah dengan garis luar putih yang diisi motif bunga berwarna hitam. Raja itu juga memakai mahkota yang cukup besar sebagai penanda bahwa ia adalah penguasa di sana. Rambutnya cukup panjang begitu juga dengan janggut serta kumisnya yang sudah berwarna abu-abu, menandakan usia raja tersebut yang sudah menua. Meski begitu, badannya masih terlihat tegap dan auranya sebagai pemimpin masih belum hilang. "Rajaku Yang Agung, Hector Regillensis V. Kerajaan Ordioth kembali mengambil desa-desa kecil di bagian barat kerajaan. Kita harus segera melakukan sesuatu." Raja itu bernama Hector Regillensis. Angka di belakan
Beberapa orang yang memegang gelar yang sama seperti dirinya juga beberapa duke yang hadir mengangguk membenarkan hal tersebut. Ghilmar langsung memegang dagunya. "Lanjutkan, Emmeric." "Baik, Raja." Emmeric segara membaca laporan yang ia pegang tadi. "Ada beberapa spekulasi tentang siapa pelakunya. Kelompok penculik yang berasal dari Ordioth, kelompok kriminal dari Kekaisaran, atau kelompok kriminal dari dalam Brimmid sendiri. Tetapi setelah beberapa penyelidikan lebih lanjut, hal itu mengarah ke arah yang lain." "Hal yang lain?" "Ya, penyelidikan mengarah kepada sebuah aliran kepercayaan. Saya tidak mendapatkan informasi mengenai nama mereka, tetapi aliran kepercayaan tersebut melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi dan berpindah-pindah." "Apakah teokrasi juga ikut campur?" Emmeric menggelengkan kepalanya. "Mereka berdiri di Brimmid. Tapi kapan dan siapa yang membuatnya tidak ada informasi mengenai hal itu." "Bagaimana mungkin al
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal