Diana masih tetap bergeming dengan kedua tangan mengepal yang ditempelkan ke sebelah pipi. Perlahan ia meringis senyum.
"Annyeong ...," sapanya kemudian dengan menahan banyak malu, menurunkan kedua tangannya yang hendak membuat aegyo. Lalu, ia membalikkan badan untuk merutuki dirinya dengan menajamkan matanya sesaat seraya memukul kepalanya dengan sebelah tangan. "Pabo!"
Chanyeon mengulas senyum meremehkan seraya mengakhiri sesi memvideonya, memasukkan ponselnya lagi ke saku celana jeans-nya. Sedangkan Bae Hyun, Sehan, dan Kyung Seo mengendus-ngendus mendapati bau sesuatu yang menyengat.
"Agassi," sebut Kyung Seo dari arahnya. Diana masih saja diam memunggungi.
"Agassi," sebut lagi seraya beranjak ke arah Diana. Ia sudah berifirasat sesuatu yang kurang baik.
"Kau masih memasak? Sepertinya masakanmu gosong, Agassi!" Kini Bae Hyun tanpa basa-basi berseru.
Sepasang mata Diana langsung membulat mendengar seruan itu, membalikan tubuhnya cepat, melepas earphone-nya, meletakkannya sembarang di top table.
"Omo!" Histeris mendapati tumis cumi pedasnya gosong, menjadi hitam legam, dan kering.
Diana menutupi mulutnya yang terbuka lebar dengan sebelah tangan sesaat, lalu tergesa meraih spatula sintesis dan mengoreknya cepat, mematikan api.
"Jadi, begini caramu memasak?" komentar Chanyeon yang sudah berada di sisi top table dapurnya.
"Aish! Sayang sekali, padahal sebenarnya itu kelihatan enak," timpal Bae Hyun yang pula sudah berada sebelah top table samping Chanyeon. Entah kenapa ia jadi membasihi bibirnya dengan lidahnya, lalu meneguk ludah, mendapati tumis cumi pedas di wajan itu hitam lekat nan kering dan bau khas gosong, masih mengepul pula.
"Aku sudah membayangkan sebelumnya hendak memakan kimbap dengan tumis cumi pedas selama perjalanan ke sini. Tapi ...." Wajah Sehan berubah kecewa dengan masih mengamati wajan yang tengah dikorek Diana tergesa dengan raut panik.
"Tidak apa. Kita bisa membuatnya lagi, Sehan, Bae," sahut Kyung Seo seraya beranjak memutar sekitar top table, mendekat ke sebelah Diana tepat yang masih sibuk sendiri.
"Persediaan cuminya masih ada, 'kan, Agassi?" lanjutnya.
Diana memberhentikan laju tangannya, melengokkan wajahnya ke arah Kyung Seo. "Hmm, tapi tinggal sedikit." Menggigit bibir bawahnya. Teriring lenguh lesu Sehan dan Bae Hyun.
"Ya! Anna! Kau harus bertanggung jawab. Mereka telah mengaharapkan sesuatu yang semu darimu!" decak Chanyeon. Lalu membalikkan tubuhnya, malas banyak berdiam di situ, meraih ponsel.
"Sepertinya lebih baik kita makan makanan pesanan online saja." Seraya berajalan, mengotak-ngatik ponselnya, membuka aplikasi jasa pesan makanan online.
Wajah Diana melengok ke arah muara Chanyeon. "Jangan lupa pesan dengan makanan halal, Oppa!" serunya.
"Mwo?" Chanyeon melengokkan wajah pula ke arah Diana.
"Makanan halal ...." Nyengir.
"Tidak! Karena kau telah membuat kesalahan, aku akan memesan pork! Dwaeji Bulgogi, sepertinya akan sangat lezat dimakan siang ini." Raut Chanyeon membayangkan Dwaeji Bulgogi itu, pork yang dibumbui gochujang, dimasak seperti BBQ. Ia membasahi bibirnya dengan lidahnya. Sudah tak sabaran segera memakan.
"Itu ide bagus, Chan," sahut Bae Hyun bersemangat.
Sehan mengangguk cepat. Kyung Seo terlihat bergeming pikir.
"Ya! Kau jangan seperti itu, Oppa!"
Dengan cepat Diana melangkah ke arah Chanyeon yang kini sigap memainkan ponselnya. Mulai memilih menu.
"Kau tidak boleh begitu," sangkal Diana seraya dengan cepat layaknya kilat mengambil paksa ponsel Chanyeon, mencoba memeriksa pesanan.
"Ya!" Chanyeon segera mencoba merebut ponselnya. Namun, Diana berhasil menangkas sebelah tangannya dengan sigap.
"Ingat perjanjian! Kau tidak boleh seenaknya begini!" sungut Diana, mendongak menatap Chanyeon di hadapannya persis yang jangkung itu.
Chanyeon mencibir dalam geming. "Ponselku. Sopan sekali kau mengambil paksa dariku!" Merampas ponselnya cepat.
"Aku sudah tidak sabar memesan Dwaeji Bulgogi." Chanyeon menukik senyum jail, langsung mengotak-atik ponselnya lagi.
Diana membuang napas kasar. Tiga yang lain memilih menyimak.
"Jangan seperti itu!" Bersungut lagi. Diana mencoba mengambil paksa ponsel Chanyeon lagi, tapi dengan cekatan sebelah telunjuk tangan Chanyeon menahan badannya dengan menempelkan, menekan kuat jidatnya yang lebar, menjaga jarak. Sebelah tangannya yang lain berselancar di ponselnya.
Diana mulai kesal, ia tak mau kalah begitu saja, menampol cepat telunjuk di jidatnya itu dengan sebelah tangannya.
"Jangan lakukan itu!" cicit Diana lagi seraya tubuhnya cepat menggeser posisi mendekat ke arah Chanyeon, mencoba mengambil ponsel Chanyeon.
Chanyeon menatap tajam Diana. Bibirnya tetap diam penuh tuntutan ketidakbolehan. Sebelah tangannya itu yang memegang ponsel, ia olengkan ke samping, menjauhkan dari arah tangan Diana yang rewel.
"Jangan lakukan. Jebal ...." Wajah Diana berubah memberengut. Kedua tangannya beralih saling mengatup dan ditempelkannya ke wajahnya. Sepasang mata bulatnya menyorot keinginan belas asih dari lelaki jangkung di hadapannya.
"Jebal ...," ulangnya lagi.
Chanyeon tersenyum mengejek mendapati laku kasihan Diana.
"Kenapa aku harus melakukan itu untukmu, hmm?" ledeknya lagi seraya memainkan ponselnya kembali. Pura-pura menilik menu di restoran online aplikasi.
Wajah Diana tambah memberengut saja. Ia terlihat kesal dan payah bersamaan. Kedua tangannya masih pula masih saling mengatup di depan wajahnya.
"Karena kita sudah saling berjanji satu sama lain. Kau tidak boleh melanggarnya begitu saja. Aku akui aku sangat teledor barusan. Mianhae, jeongmal mianhae ...."
"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang untuk teman-temanku yang sedang berkunjung dan kelaparan, hmm?"
"Aku bisa memasaknya kembali."
"Memang ada sisa berapa cumi sekarang?"
Diana bergeming sesaat. Meneguk ludahnya.
"Sa ... tu ...."
Chanyeon yang sedari tadi menginterogasi dengan pura-pura sibuk akan ponselnya, kini melirik ke arah Diana.
"Satu? Kau pikir itu cukup untuk--"
"Dia bisa memasak dengan menu lain, Chan." Kyung Seo mendadak menginterupsi dari arahnya yang kini tengah memeriksa isi kulkas di dapur.
"Mwo?" Chanyeon melirik ke arah Kyung Seo. Diana menghembuskan napas panjang.
"Benar, Chan. Tidak apa-apa. Jangan menyulitkannya," sahut Bae Hyun.
"Hmm, aku juga sudah hilang mood untuk makan tumis cumi pedas, Hyeong." Kini Sehan.
"Mwo? Kenapa kalian jadi membela gadis ini? Aish!" decak Chanyeon. Sebalnya berliku ke arah temannya kini.
Di tempatnya, Diana menyempatkan menunduk untuk mengulas senyum.
"Ya! Jangan melebarkan bibirmu di hadapanku, Anna!"
Polah Diana ketahuan. Senyumnya yang tengah mekar itu langsung menguncup paksa.
"Sudahlah. Nanti dia menagis, Chan. Kaum perempuan rawan baper," timpal Bae Hyun yang langsung mendapat lengokan Diana dengan kilatan tajam macam kanibal kelaparan, menjadikan Bae Hyun, bahkan Sehan di sampingnya itu meneguk ludah. Lalu saling tatap. Saling memberi siasat. Mengerikan!
Kyung Seo "Si Irit Bicara", ia lebih tak acuh akan itu, terus memeriksa persediaan sayur-mayur, ikan, dan daging di kulkas. Dan sesaat kemudian sepasang mata sipit jernihnya berbinar.
"Ya! Agassi! Mari kita mengolah ini!" ajaknya seraya memamerkan ikan salmon segar yang diambilnya dari kulkas.
***
Kyung Seo adalah seorang member dari EXE yang paling suka dan lihai memasak, sampai-sampai dijuluki Chef-nya EXE, pasalnya semua member sangat menyukai apa pun jenis makanan yang diolah Kyung Seo ini. Bahkan, ia pula mendapat kesan apik dalam bidang satu ini oleh tim tentara Angkatan Darat Korea Selatan saat dirinya menjalani wajib militer yang baru selesai satu bulan lalu, sampai-sampai ditunjuk menjadi juru masak di barak sana. Daebak!
Pula, member dengan porsi tubuh lebih kecil dari delapan member lainnya ini ternyata sangat terobsesi dengan kebersihan, kerapihan, sampai-sampai ia melakukan penyortiran barang berdasarkan warna, merek, dan jenis pakaian dalam lemarinya.
Aish! Diana sungguh merasa gagal menjadi sosok perempuan kali ini. Setelah mendapati cerita-cerita dari Sehan dan Bae Hyun yang ikut rusuh memasak. Bukan membantu mengolah, mereka malah sibuk mendongengi Diana yang tengah membantu Kyung Seo. Apalagi Bae Hyun, mulut dengan bibir tipis lembapnya itu sangat lincah bercerita, sampai-sampai Diana kewalahan. Cerewet sekali!
Menu pengganti tumis cumi pedas siang ini adalah Salmon Teriyaki ala Chef Kyung. Ya! Bukan Chef Kyung Ji guru les memasak Diana, tapi Chef Kyung Seo EXE.
Setelah sepertinya Bae Hyun dan Sehan kehabisan topik cerita, mereka berdua segerah enyah, menyusul Chanyeon yang dari awal tidak ada minat membantu sedikitpun, ia malah sibuk main gim di ponselnya di ruang tengah.
Kini Diana tengah menuangkan kecap manis, saus teriyaki, perasan jeruk nipis, dan minyak sayur ke dalam mangkok panjang kaca yang sudah diisinya dengan irisan daging salmon. Sesuai interuksi Kyung Seo di sampingnya, kemudian ia meratakan bumbu yang dituangnya tadi dengan spatula sintesis, lalu membumbuinya lagi dengan gula dan garam secukupnya, aduk hingga rata dan mengental.
Tidak sampai 15 menit, proses pembuatan Salmon Teriyaki selesai. Dan tak lupa, Kyung Seo juga membuat menu tambahan dengan dubu jorim, tahu yang ditumis lalu dicampur dengan saus.
Setelah menyajikannya di meja makan, Diana bersegera memanggil Chanyeon, Sehan, dan Bae Hyun di ruang tengah untuk segera makan siang.
"Makan siang sudah siap, Oppa," sapa Diana dengan tukikan senyum lebar setelah sampai di ruang tengah. Mereka bertiga yang tengah asyik memainkan gim dalam satu ponsel yang diletakkan di meja depannya tetap tak acuh. Wajah mereka terlihat serius sekali dengan jemari telunjuk berselancar ketus dalam satu layar ponsel.
Diana menghempaskan napas kasar. Bertanya-tanya dalam benak, gim apakah gerangan yang tengah dimainkan para idol EXE sebegitu seriusnya hingga tak acuh dengan suara riangnya mengajak makan siang, padahal--katanya--sebelumnya mereka sungguh lapar.
"Ya! Kalian mau makan siang atau tidak?" Mencoba mengalihkan perhatian lagi.
Nihil. Mereka tetap tak acuh. Bahkan jari telunjuk mereka semakin ketus berselancar di atas layar ponsel. Mendadak tertawa berjamaah pula, bahkan Bae Hyun sampai menjitak kepala Chanyeon.
Diana memdengkus. Geregetan. Penasaran gim macam apa yang berhasil membuat mereka sekhidmat itu, sampai melupakan rasa laparnya.
"Baiklah. Kalian tidak mau makan siang, ya? Huh, padahal Salmon Teriyaki masakan Kyung Seo oppa enak kali!"
Tak ada respon apa pun. Diana ber-huh sebal.
"Terserah. Aku akan makan siang sekarang bersama Kyung Seo Oppa. Jangan salahkan jika Salmon Teriyaki-nya akan libas habis olehku. Porsi makanku besar. Aku sanggup melahap semua salmon lembut itu, bahkan kimbap-nya juga." Mencoba menggertak, tapi nyatanya tak sesuai atensi, mereka malah bertambah khusuk ngegim. Sehan tertawa bahak sekarang seraya melirik ke arah Chanyeon dan Bae Hyun yang berubah lenguh lesu.
Geram sudah. Diana mengepalkan kedua tangannya. Harus bertindak dengan cara lain!
Dengan kilatan matanya yang menajam, Diana melangkah tanpa derap, gesit nian ke arah mereka bertiga yang malah duduk lesehan di depan sofa dengan mengerubungi meja depannya yang tergeletak satu ponsel "Si Biang Kerok".
Satu, dua, tiga langkah kaki Diana. Dan hap, secepat kilat ia langsung berhasil mengambil alih ponsel "Si Biang Kerok" itu seperti tanpa halang rintang.
"Ya!" Mereka bertiga langsung berseru berjamaah.
Diana nyengir menang. Sebelah tangannya yang memegang ponsel, ia beringsutkan ke belakang punggungnya, sembunyikan dari arah pandang mereka.
"Aish! Kau mengacaukan sekali, Anna! Sehan baru saja hampir kalah di sesi turnamen terakhir!" cicit Chanyeon.
Sehan tertawa. "Sepertinya Dewi Fortuna sedang memihak kepadaku."
"Ya! Kau licik Sehan, kau terus saja mengambil ayam di kandangku! Dasar!" decak Bae Hyun. Sebelah tangannya menjitak kepala Sehan.
Diana bingung mendengar percakapan itu. Tentang gim itu perihal turnamen, mengambil ayam di kadang. Ia melipat dahinya. Semakin penasaran gim jenis apa yang para idol ini mainkan.
"Benar, Bae. Yang harusnya kalah adalah dia. Aku tidak mau menerima hukuman untuk ini. Dia licik sekali!"
"Ya! Tidak ada kata licik dalam permainan ini, Hyeong!"
"Tidak! Kau licik! Seharusnya kau didiskualifikasi dan mencuci piring sebagai hukuman!" Chanyeon tetap saja tak terima.
Bae Hyun malah tertawa. "Terserah yang penting aku aman." Bangga sekali. Menjitak Sehan dan Chanyeon secara bergantian. Dan mereka berdua otomatis berdecak, "Ya!"
Diana mendengkus mendapati adu mulut itu dan Bae Hyun yang suka sekali menjitaki yang lain.
Sesaat kemudian, Diana ber-huh lagi. Membiarkan mereka terus berdebat sengit. Dan sebelah tangannya yang di balik punggung itu ia beringsutkan lagi ke depan, menilik gim itu yang masih terbuka di layar ponsel.
Benar, masih terbuka. Diana dengan cerdik, di balik menyembunyikan ponsel Chanyen itu, jemarinya terus berselancar otomatis tanpa jeda di layar ponsel agar tidak mati dan terkunci. Agar dengan mudah meniliknya, supaya tak usah mencari nomor pin, pola, atau bahkan scan wajah.
Diana menukik senyum, tetapi batinnya tertawa jahat penuh kemenangan. Sepasang matanya mulai membulat menatap gim di layar ponsel Chanyeon yang disitanya.
Sepasang manik mata Diana semakin membulat jeli mendapati gim macam apa yang baru saja didapatinya. Kemudian, pipinya menggembung menahan untuk jangan tertawa. Namun, nyatanya ia gagal melakukan usaha itu. Tawanya meledak membuat adu mulut mereka bertiga terhenti, melengok ke arahnya bersamaan.
"Ya! Ada apa denganmu, Agassi?" tanya Bae Hyun, melipat dahinya.
"Benar. Ada apa dengannya?" Sehan terlihat bingung.
Diana tak acuh. Ia malah tertawa pingkal hingga sebelah tangannya memegangi perut. Chanyeon tersenyum meremehkan seperti biasa, hingga hempaskan napas kasar, baru tawa Diana surut perlahan.
"Ya! Jadi, maksud kalian dengan turnamen, menangkap ayam, itu pertarungan Wild West dalam permainan Stickman Party?" Diana tertawa. Ia sungguh tak habis pikir, bagaimana bisa sosok idol nafsu sekali memainkan gim offline tanpa bea ini. Ia pikir, para idol ini tengah memainkan gim online mahal seperti Point Black Online, Black Dessert Online, PUBG, atau Marvel Future Fight, yang tengah marak di Korsel.
Sehan dan Bae Hyun langsung mengangguk serempak. Chanyeon, ia menatap tajam dalam gemingnya.
"Mwo? Memang kenapa? Salah, hmm?!" cicit Bae Hyun. Wajah tetap saja terlihat lawak walau sudah pura-pura mimik marah.
"Bahagia itu simpel, Agassi," timpal Sehan, diperkuat dengan anggukan Bae Hyun.
"Hmm, baiklah." Diana mengangguk, mengalah.
Namun, Diana tetap tak habis pikir saja karena ini. Memang, permainan Stickman Party ini sungguh seru. Ia pula pernah memainkannya dengan Kak Juna di apartemen hingga saling jitak dan sikut. Apalagi, pas bagian di Wild West, menangkapi ayam yang berlarian di sekitaran peta. Seru, pake baddas!
Bahagia memang sungguh simpel seperti yang barusan dikatakan Sehan. Sesederhana gim Stickman Party ini dengan pengaplikasian yang sungguh mudah dipahami. Gim manusia stik dengan berbagai mode permainan yang dapat dipilih. Juga dapat diatur berapa banyak pemain dalam permainannya. Saat bermain dalam mode multipemain, kita dapat melawan bot yang dikendalikan AI atau melawan teman dari perangkat yang sama. Ada juga mode turnamennya untuk bertanding dalam berbagai gim mini dan melihat siapa yang mendapatkan poin terbanyak.
"Seru! Seseru main petak umpet dalam dunia nyata! Bahagia memang sungguh simpel," cecar Diana dalam benak.
Lupa akan tawa gelinya barusan, mendadak Diana menjadi melamun begitu. Malah menyendu sendiri.
"Bahagia itu simpel!" Diana berseru lagi dalam benak.
Atas lamunnya itu, Diana menjadi tidak "ngeh" jika Chanyeon sedang beringsut ke arahnya dengan kilatan mata sipitnya yang masih saja menajam. Hingga lamunannya buyar ketika Chanyeon meraih sebelah tangannya, menariknya menajauh dari ruang tengah itu, tertumpu pada ruang makan.
Diana tersentak akan polah tiba-tiba Chanyeon itu. Wajahnya penuh akan mimik kebingungan, hingga akhirnya ia canggung mengulurkan ponsel Chanyeon yang sedari tadi berada di tangannya.
"Hmm, mianhae ...."
Chanyeon tetap saja bergeming, ia sama sekali tak menanggapi uluran tangan Diana akan ponselnya itu. Malah semakin nyaman menatap wajah Diana yang canggung nan bingung, beralih gugup.
"Kau ...."
Suara berat penatap tajam itu mulai menginterupsi.
"Kenapa kau masih memakai kalung itu?" Sorotan mata Chanyeon mengarah ke arah kalung bandul tetes air yang dikenakan Diana. Kedua mata Diana langsung membulat dengan wajah yang langsung beringsut ke arah kalung bandul tetes air di sekitaran lehernya. "Ini sudah menjadi milikku. Ada masalah apa kau dengan kalung ini? Aku suka memakainya," ketus Diana. "Kau tidak boleh memakainya. Kalung itu sungguh jelek di lehermu!" "Ya! Ada apa denganmu? Jika kau tak suka melihat kalung ini di leherku, sebaiknya kau selalu memejam mata saja saat berhadapan atau pun berpapasan denganku!" jawab Diana seraya memegang bandul tetes air kalungnya. Tersenyum masam. Chanyeon menghempaskan napas kasar. "Kalung itu kubeli bersama Bae. Aku bilang jika kalung itu kubeli untuk eomma-ku. Jadi, bisakah kau jangan memakainya jika ada Bae dan teman-teman EXE yang lain?" Akhirnya bersikap jujur.
Malam terlarut, cahaya putih melintang yang mengikuti lintang ufuk Timur--akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer--telah terlakoni sedari lama, fajar shidiq menyongsong, waktu subuh sudah tiba sejam lalu. Sebelum memasak sarapan pagi, setelah selesai salat subuh dan berdoa, Dan tadarus al-Quran hingga 2 juz, Diana segera melepas dan melipat mukenah yang dikenakannya, menaruhnya di pinggiran kasur. Dengan cekatan ia mencepol rambutnya, meraih tablet pemonitor rumah di atas nakas, lalu bergegas ke kamar Chanyeon. Uh! Menerima opsi kedua dari Chanyeon ini sungguh membuatnya menjadi seperti budak saja. Mengapa pula ia juga harus membangunkan lelaki happy virus palsu itu setiap hari. Menambah pekerjaan saja. Merepotkan. Dan benar-benar lelaki dewasa yang tidak mandiri. Jangan ditiru! Dan jika ingin memilih pasangan hidup jangan sampai memilih lelaki macam dia!
Kini, di bawah langit menyerbuk salju Desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau. Diana menyempatkan menggigit bibir bawahnya yang kenyal sebelum melangkah mendekat ke arah gerbang kayu bercat putih di hadapannya itu untuk lantas memencet tombol hubung interkom di sisi gerbang. Berjalan pelan mendekat tanpa menderapkan sebatu boots-nya, Diana menyempatkan membaca basmalah, sebelah telunjuk tangannya ia mainkan memencet tombol interkom, tetapi tertahan, ponselnya berderit. Gerak telunjuknya tertahan berganti kepal, merutuki ponselnya yang berdering tanpa sopan santun itu dalam senyap, mengambilnya cepat dalam sling bag-nya. "Kembali ke Seoul!" Tanpa sapaan yang lebih ramah, penelepon itu langsung bicara dengan nada tinggi memekakkan rungu Diana.
Butir salju terus membumbuh tanah Seoul. Di halaman rumah Chanyeon dengan desain dinding material batu bata itu, dengan butiran salju yang terus menjatuhi tubuh mereka berdua, Diana melerai pelukannya setelah Chanyeon berhenti menepuk lembut pucuk kepalanya. Diana mendongak menatap Chanyeon dengan jarak sangat dekat itu. "Gomawo," lirihnya. Chanyeon tetap bergeming, menikmati manik mata cokelat di hadapannya itu yang masih menyendu dengan sedikit bekas air mata di sudut kelopak matanya. Perlahan, Diana mengembangkan bibirnya, membentuk lengkung sempurna untuk menyirnakan kesedihan yang menyesakkan dadanya barusan. "Kau benar-benar Happy Virus, Oppa. Kau menenangkanku saat ini. Gomawo. Akhirnya aku sudah dapat tersenyum lebar lagi." Mimik wajah Diana langsung bertransfomasi cepat, semringah nian menyusutkan lara yang singgah. Bibirnya mengulang lengkung sempurna yang sempat us
Malam menggulung siang musim dingin. Lesap berubah kelam. Pula tengah tiada gemintang. Hitam legam di atas sana terbentang. Salju tipis menggugur tanpa enggan. Di sebuah rumah hanok di desa tradisional Bukchon, tampak sosok wanita paruh baya tengah mengencangkan penggesek biola--bow. Jemarinya memutar skrup yang ada pada bagian ujung bow. Memutarnya hingga tercipta jarak antara rambut dengan tangkai bow sekira lebar lingkaran pensil. Lalu, menggosokkan bulu bow dengan rosin secara lembut dari ujung ke ujung, menyetem senar biola dengan putar pasak tuning yang berada pada ujung leher biola hingga mendapatkan nada yang tepat. Selesai. Seulas senyum baru saja terulas dari bibir wanita paruh baya itu yang telah berhasil mengurus biola di pangkuannya sebelum ia mainkan. Keningnya terlihat mengerut sesaat setelahnya, memikirkan lagu apa yang akan ia bawakan kini untuk menemani malamnya.
Boygroup EXE tengah menjalani masa hiatus dikarenakan beberapa anggota tengah melaksanakan tugas wajib militer. Boygroup dengan sembilan member ini yang ditinggal Shou, Xiu, Dae, pula sebelumnya juga Kyung Seo untuk wajib militer, sebagian melakukan debut solo. Tak lain adalah Baehyun, Key, dan Liu. Sisanya, Chanyeon dan Sehan membentuk unit SeChan. Pula mereka mengambil peran sebagai aktor. Layaknya Chanyeon, kini lelaki bertubuh jangkung itu tengah disibukkan dengan aktifitas main perannya dalam sebuah film berjudul "Stay Alive", berkisah tentang bertahan hidup di tengah-tengah virus mematikan yang sulit dikendalikan oleh manusia, menyebar liar layaknya sihir, memakan banyak korban di seluruh penjuru dunia, mengakibatkan sebuah pandemi layaknya flu spanyol di masa silam. Dalam temaram rumah Chanyeon, Diana pulang dengan langkah pelan nian. Sehati-hati mungkin ia berjalan
BANDUNG~INDONESIA~2024 Langit masih gelap, padahal pagi semakin matang. Masih tersisa mendung akibat hujan lebat semalaman. Jam delapan pagi yang seharusnya suhu mulai menghangat sungguh belum terasa. Di kondisi seperti ini malah terasa masih seperti jam setengah enam pagi. Itulah pula alasan kenapa Diana menjadi telat bangun pagi, selain memang sedang datang bulan, kondisi seperti ini sungguh membuatnya lalai akan waktu, ditambah pula libur dinas kerja di akhir pekan. Aish, sudahlah, ini sungguh posisi wenak! Diana melenguh lesu mendapati hendak mandi, malah persediaan pembalutnya habis. Terpaksa menanggalkan mandinya, melempar handuk di bahunya sembarang ke kasur, meraih kardigan rajut panjangnya di gantungan baju lemari untuk membalut baju tidur pendek bahan baby terry yang dikenakan, baru beranjak pergi ke mini market terdekat d
SEOUL~KORSEL~2021 "Mwo?" Diana menaikkan tekanan suaranya. Sebelah tangannya di atas meja restoran, perlahan mengepal. Netra sipit sosok lelaki di depan Diana melirik ke arah sebelah tangannya yang mengepal itu, menukik senyum tanpa sopan santun. "Sepertinya kau sangat menikmati drama ini?" sulut Diana seraya menatap sebal tukikan senyum lelaki di depannya itu. "Hmm, sangat." "Aish! Aku sungguh merasa dibodohi selama ini." "Wae?" "Selama ini aku kebanyakan mendengar cerita-cerita teman di kampus tentangmu tanpa cela sedikitpun. Katanya kau adalah seorang happy virus yang jika berada di dekatmu, mereka akan bahagia. Namun, nyatanya semua itu hanya bualan, omong kosong. Aku sungguh dibodohi oleh cerita-ceri
Boygroup EXE tengah menjalani masa hiatus dikarenakan beberapa anggota tengah melaksanakan tugas wajib militer. Boygroup dengan sembilan member ini yang ditinggal Shou, Xiu, Dae, pula sebelumnya juga Kyung Seo untuk wajib militer, sebagian melakukan debut solo. Tak lain adalah Baehyun, Key, dan Liu. Sisanya, Chanyeon dan Sehan membentuk unit SeChan. Pula mereka mengambil peran sebagai aktor. Layaknya Chanyeon, kini lelaki bertubuh jangkung itu tengah disibukkan dengan aktifitas main perannya dalam sebuah film berjudul "Stay Alive", berkisah tentang bertahan hidup di tengah-tengah virus mematikan yang sulit dikendalikan oleh manusia, menyebar liar layaknya sihir, memakan banyak korban di seluruh penjuru dunia, mengakibatkan sebuah pandemi layaknya flu spanyol di masa silam. Dalam temaram rumah Chanyeon, Diana pulang dengan langkah pelan nian. Sehati-hati mungkin ia berjalan
Malam menggulung siang musim dingin. Lesap berubah kelam. Pula tengah tiada gemintang. Hitam legam di atas sana terbentang. Salju tipis menggugur tanpa enggan. Di sebuah rumah hanok di desa tradisional Bukchon, tampak sosok wanita paruh baya tengah mengencangkan penggesek biola--bow. Jemarinya memutar skrup yang ada pada bagian ujung bow. Memutarnya hingga tercipta jarak antara rambut dengan tangkai bow sekira lebar lingkaran pensil. Lalu, menggosokkan bulu bow dengan rosin secara lembut dari ujung ke ujung, menyetem senar biola dengan putar pasak tuning yang berada pada ujung leher biola hingga mendapatkan nada yang tepat. Selesai. Seulas senyum baru saja terulas dari bibir wanita paruh baya itu yang telah berhasil mengurus biola di pangkuannya sebelum ia mainkan. Keningnya terlihat mengerut sesaat setelahnya, memikirkan lagu apa yang akan ia bawakan kini untuk menemani malamnya.
Butir salju terus membumbuh tanah Seoul. Di halaman rumah Chanyeon dengan desain dinding material batu bata itu, dengan butiran salju yang terus menjatuhi tubuh mereka berdua, Diana melerai pelukannya setelah Chanyeon berhenti menepuk lembut pucuk kepalanya. Diana mendongak menatap Chanyeon dengan jarak sangat dekat itu. "Gomawo," lirihnya. Chanyeon tetap bergeming, menikmati manik mata cokelat di hadapannya itu yang masih menyendu dengan sedikit bekas air mata di sudut kelopak matanya. Perlahan, Diana mengembangkan bibirnya, membentuk lengkung sempurna untuk menyirnakan kesedihan yang menyesakkan dadanya barusan. "Kau benar-benar Happy Virus, Oppa. Kau menenangkanku saat ini. Gomawo. Akhirnya aku sudah dapat tersenyum lebar lagi." Mimik wajah Diana langsung bertransfomasi cepat, semringah nian menyusutkan lara yang singgah. Bibirnya mengulang lengkung sempurna yang sempat us
Kini, di bawah langit menyerbuk salju Desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau. Diana menyempatkan menggigit bibir bawahnya yang kenyal sebelum melangkah mendekat ke arah gerbang kayu bercat putih di hadapannya itu untuk lantas memencet tombol hubung interkom di sisi gerbang. Berjalan pelan mendekat tanpa menderapkan sebatu boots-nya, Diana menyempatkan membaca basmalah, sebelah telunjuk tangannya ia mainkan memencet tombol interkom, tetapi tertahan, ponselnya berderit. Gerak telunjuknya tertahan berganti kepal, merutuki ponselnya yang berdering tanpa sopan santun itu dalam senyap, mengambilnya cepat dalam sling bag-nya. "Kembali ke Seoul!" Tanpa sapaan yang lebih ramah, penelepon itu langsung bicara dengan nada tinggi memekakkan rungu Diana.
Malam terlarut, cahaya putih melintang yang mengikuti lintang ufuk Timur--akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer--telah terlakoni sedari lama, fajar shidiq menyongsong, waktu subuh sudah tiba sejam lalu. Sebelum memasak sarapan pagi, setelah selesai salat subuh dan berdoa, Dan tadarus al-Quran hingga 2 juz, Diana segera melepas dan melipat mukenah yang dikenakannya, menaruhnya di pinggiran kasur. Dengan cekatan ia mencepol rambutnya, meraih tablet pemonitor rumah di atas nakas, lalu bergegas ke kamar Chanyeon. Uh! Menerima opsi kedua dari Chanyeon ini sungguh membuatnya menjadi seperti budak saja. Mengapa pula ia juga harus membangunkan lelaki happy virus palsu itu setiap hari. Menambah pekerjaan saja. Merepotkan. Dan benar-benar lelaki dewasa yang tidak mandiri. Jangan ditiru! Dan jika ingin memilih pasangan hidup jangan sampai memilih lelaki macam dia!
"Kenapa kau masih memakai kalung itu?" Sorotan mata Chanyeon mengarah ke arah kalung bandul tetes air yang dikenakan Diana. Kedua mata Diana langsung membulat dengan wajah yang langsung beringsut ke arah kalung bandul tetes air di sekitaran lehernya. "Ini sudah menjadi milikku. Ada masalah apa kau dengan kalung ini? Aku suka memakainya," ketus Diana. "Kau tidak boleh memakainya. Kalung itu sungguh jelek di lehermu!" "Ya! Ada apa denganmu? Jika kau tak suka melihat kalung ini di leherku, sebaiknya kau selalu memejam mata saja saat berhadapan atau pun berpapasan denganku!" jawab Diana seraya memegang bandul tetes air kalungnya. Tersenyum masam. Chanyeon menghempaskan napas kasar. "Kalung itu kubeli bersama Bae. Aku bilang jika kalung itu kubeli untuk eomma-ku. Jadi, bisakah kau jangan memakainya jika ada Bae dan teman-teman EXE yang lain?" Akhirnya bersikap jujur.
Diana masih tetap bergeming dengan kedua tangan mengepal yang ditempelkan ke sebelah pipi. Perlahan ia meringis senyum. "Annyeong ...," sapanya kemudian dengan menahan banyak malu, menurunkan kedua tangannya yang hendak membuat aegyo. Lalu, ia membalikkan badan untuk merutuki dirinya dengan menajamkan matanya sesaat seraya memukul kepalanya dengan sebelah tangan. "Pabo!" Chanyeon mengulas senyum meremehkan seraya mengakhiri sesi memvideonya, memasukkan ponselnya lagi ke saku celana jeans-nya. Sedangkan Bae Hyun, Sehan, dan Kyung Seo mengendus-ngendus mendapati bau sesuatu yang menyengat. "Agassi," sebut Kyung Seo dari arahnya. Diana masih saja diam memunggungi. "Agassi," sebut lagi seraya beranjak ke arah Diana. Ia sudah berifirasat sesuatu yang kurang baik. "Kau masih memasak? Sepertinya masakanmu gosong, Agassi!" Kini Ba
"Kalung itu terlihat jelek di lehermu," ungkap Chanyeon dengan bibirnya sedikit maju, mencibir setelah mengamati leher Diana dari arahnya. "Hmm?" sahut Diana tak bisa berkata apa pun. Perlahan wajahnya turun, sepasang manik matanya mengilat ke arah kalung berlian model princess, berbandul tetes air. Meneguk kegetiran. Tak apa! Diana mencoba menguatkan hatinya akan cibiran itu. Perlahan mengangkat wajahnya lagi. Seperti kilat, Chanyeon sudah hilang dari arah pandangnya dengan derap langkah kakinya yang masih bisa ia dengar. Diana menghembuskan napas kasar karena kesalnya. "Dasar Happy Virus Palsu!" bentaknya pada senyap. Mencoba melengahkan akan kekesalannya pada Chanyeon, Diana memilih beringsut ke
"Menikah denganku ...," sebut Diana itu akan permohonan memilih satu opsi dari Chanyeon. Kilatan matanya terfokus ke arah lelaki jangkung rupawan, namun menjengkelkan itu dengan jemawa. Sepertinya benar jika keangkuhan bisa lumpuh dengan keangkuhan pula. Bibir Chanyeon yang semula menukik senyum arogan karena merasa yakin sekali akan bisa mengindahkan permohonan Diana, kini mengurai pasrah. Sesaat ke depan Chanyeon pula bermonoton geming dengan tatapan kosong ke arah Diana. "Sepertinya aku memang hendak memenangkan adu keangkuhan saat ini." Batinnya penuh kepuasan. "Mianhae, Oppa. Aku seorang perempuan muslim, sangat tidak diperbolehkan jika aku harus tinggal serumah hanya berdua dengan lelaki yang tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun. Pula--" "Apa yang harus aku lakukan jika aku menikah denganmu?" tukas Chanyeon Menatap tajam Diana.