Home / Romansa / Go Away / Gwaenchanha?

Share

Gwaenchanha?

Author: Dian Haura
last update Last Updated: 2021-01-29 08:26:11

Kini, di bawah langit menyerbuk salju Desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau.

Diana menyempatkan menggigit bibir bawahnya yang kenyal sebelum melangkah mendekat ke arah gerbang kayu bercat putih di hadapannya itu untuk lantas memencet tombol hubung interkom di sisi gerbang.

Berjalan pelan mendekat tanpa menderapkan sebatu boots-nya, Diana menyempatkan membaca basmalah, sebelah telunjuk tangannya ia mainkan memencet tombol interkom, tetapi tertahan, ponselnya berderit.

Gerak telunjuknya tertahan berganti kepal, merutuki ponselnya yang berdering tanpa sopan santun itu dalam senyap, mengambilnya cepat dalam sling bag-nya.

"Kembali ke Seoul!" Tanpa sapaan yang lebih ramah, penelepon itu langsung bicara dengan nada tinggi memekakkan rungu Diana.

"Kembali ke Seoul? Tidak bisa. Aku sudah mengeluarkan banyak won untuk naik KTX hari ini."

Terdengar decakan si penelepon yang tak lain adalah Juna, paman Diana yang bekerja menjadi konsultan keungan di salah satu perusahaan di Seoul. Sebelumnya Diana tinggal bersama pamannya yang masih berumur 31 tahun ini di salah satu apartemen di Seoul. Pula yang dengan terpaksa menjadi wali sah Diana atas pernikanan konyol dengan Chanyeon.

"Hanya 56.000 won, pulang-pergi 112.000 won, aku bisa menggantinya. Cepat pulang!"

"Tidak. Aku tidak bisa pulang sebelum menemuinya."

"Jangan bengal, kau mau aku beri tahu ibumu, hah?! Beri tahu kelakuanmu ini, agar dia menangis lagi?!"

Diana meneguk ludahnya. "Kak ...," sebutnya. Paman Juna-nya lebih suka dipanggil kakak daripada paman.

"Cepat kembali ke Seoul!"

"Kak ...." Suara Diana tambah memelas.

"Cepat kembali ke Seoul, aku hanya tak ingin kau kecewa lagi. Aku tak ingin kau menangis untuk ke sekian kalinya, Di." Oktaf biacara Juna menurun, ia melas.

"Kak ...."

"Ini untuk kebaikanmu. Anggap saja dia tidak pernah hadir dalam hidupmu, Di."

Sepasang netra cokelat Diana mulai mengembun, pasalnya Juna selalu seperti ini ketika tahu dirinya menginjakkan kaki ke Busan, ke Desa Gamcheon ini, ke sebuah rumah bercat warna-warni yang sekarang di hadapannya.

Diana lebih mengatupkan kedua bibirnya untuk menahan kesal kepada Juna, tepatnya lebih pada keadaan yang selalu saja tak mau berbaik hati membuat kerinduannya berujung.

"Menyerahlah, Di. Lepaskan kenangan di masa lalu itu. Lupakan dia. Toh, dia tak pernah peduli padamu selama ini, lalu untuk apa kau bersusah payah untuk mencoba peduli padanya?"

Dada Diana langsung berasa sesak. Melepaskan kenangan di masa lalu? Melepaskan untuk melupakan? Rasanya ia tak sanggup akan itu. Rasanya ia lebih baik selalu merasa sakit hati kerap kembali berkunjung dari Gamcheon. Rasanya ia lebih baik berkeras kepala untuk tetap melakukan tindakan yang sama berulang-ulang seperti ini daripada mengindahkan permohonan Juna, pula Mama.

"Bagaimana bisa, Kak?" Pertanyaan itu terucap lemah dengan dirinya yang terus mencoba tetap kuat untuk tidak menumpahkan bendungan air matanya.

"Kau bisa, Di. Percaya padaku, ya?"

Diana tetap bergeming, hatinya tetap menolak kuat, sampai akhirnya ia memejamkan matanya perlahan mencoba meraih ketenangan sejenak seraya menghela napas. Namun, saat ia mulai menikmati ketenganan sesaat dalam kelam yang menenangkan itu, mendadak terasa sesuatu keras, lalu melembek, mengenai pundaknya.

Masih dalam mengejam, Diana meneguk ludahnya. Pasalnya, ia sudah dapat menyana sesuatu apa yang barusan terlepas ke arah coat-nya. Tak salah lagi, sebutir telur. Selalu sama dari waktu ke waktu perlakuan ini.

"Pergi!"

Suara itu langsung membuat Diana mengerjap, membuka mata, menemukan tatapan penuh amarah sosok gadis remaja umur 17 tahun hendak melemparinya lagi dengan sebutir telur.

"Pergi! Dasar pembawa sial!" sentak gadis itu dengan amarah lebih, melempari Diana lagi dengan sebutir telur, mengenai jidatnya.

Diana tetap bergeming. Sedangkan, Juna yang menyimak kegaduhan dalam telepon itu ikut berseru.

"Ada apa, Di? Kau baik-baik saja? Yuri melemparimu lagi dengan telur, hah?!"

Diana tetap membisu, ia mematikan sambungan telepon Juna begitu saja, memasukan ponselnya ke dalam sling bag.

"Pergi!"

Diana tetap abai, padahal gadis itu, Yuri semakin galak dengan sepasang mata sipit yang kini melotot ke arahnya. Diana justru dengan santai menggerakkan kepalanya ke samping, mencari celah melihat tembus ke rumah bercat warna-warni di hadapannya dengan gerbang kayu putih yang telah terbuka. Mencari kemungkinan, menemukan sosok yang selama ini tengah dirindukannya dengan teramat sangat.

"Pergilah. Kau tak akan pernah bisa menemui seseorang yang kau rindukan itu. Dia membencimu, seperti halnya kami membencimu!" decak Yuri mendapati laku Diana yang abai itu, lalu ia tergesa masuk ke rumahnya lagi, menutup kasar gerbang kayu, takut-takut jikalau laku kasarnya kepergok oleh tetangga, bahkan wisatawan yang kebetulan lewat.

Sepasang kaki terbalut boots itu kelu untuk beranjak. Tetap menatap nanar rumah di hadapannya, Diana mengusap lelehan telur yang berada di jidatnya, meluas ke wajahnya.

"51 kali menginjakkan kaki di Gamcheon, belum pula bisa menemukanmu. 102 kali telur dipecahkan ke arah tubuhku, belum pula menjadi ganjaran terbaikku agar dapat bersua denganmu. Tidak apa, aku akan tetap gigih akan laku egoisku ini. Tidak apa, aku baik-baik saja, dan aku belum lelah untuk berusaha lagi." Mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Aku sungguh baik-baik saja di sini. Kuharap kau juga begitu ...."

Usahanya gagal lagi, Diana akhirnya membalikkan tubuh berjalan menjauh dari rumah barusan setelah melepas coat dan syal rajut-nya yang kotor akibat lelehan telur.

Terus berjalan menuruni perumahan warna-warni perbukitan itu dengan langkah pelan dan tatapan kosong. Dan udara semakin dingin, bahkan perlahan turun hujan salju.

Setelah menuruni tangga sempit berapit rumah dan rumah, Diana menyempatkan menghentikan langkah, mendongak menatap langit yang menurunkan salju itu, membiarkan wajahnya tersinggahkan akan butiran putih dingin itu sesaat. Melanjutkan langkah lagi.

Menumpang KTX kelas ekonomi agar lebih irit. Dengan formasi kursi empuk berderet empat-empat, Diana duduk di salah satu bagan samping jendela, menyajikan pemandangan luar Negeri Gingseng yang dipenuhi perbukitan.

Hingga sampailah Diana ke rumah Chanyeon dengan menumpang taksi sebagai transportasi setelah KTX.

Dua netra cokelat Diana menangkap Chanyeon tergesa keluar dari pintu utama rumahnya, melangkah cepat, setelah berhasil masuk gerbang utama.

"Ya!" Chanyeon tersentak mendapati tubuh Diana itu yang menghalangi jalannya, hampir saja ditabraknya karena sedari tadi berjalan menunduk seraya fokus ke arah ponsel di sebelah tangannya.

"Ya! Singkirkan tubuhmu! Aku mau lewat!" decak Chanyeon angkuh, padahal sebenarnya tinggal menggesarkan tubuh jangkungnya sedikit saja, ia bisa lewat, longgar banyak.

Diana tetap bergeming dengan tatapan kosong. Ia justru menggeser pelan kakinya ke depan, mendekat ke tubuh jangkung di hadapannya itu.

"Ya! Cepat menyingkir! Aku tidak banyak waktu untuk meladeni ulahmu, Anna! Aku se--" Decakan Chanyeon tertahan, wajah Diana mendadak bersandar di dada bidangnya yang terbalut turtleneck hitam.

"Ya! Apa-apaan ka--" Kedua tangan Chanyeon sudah mendatar di kedua lengan atas Diana untuk mengenyah dekat dari tubuhnya. Lagi, tertahan, mendapati Diana mendadak menangis dengan wajahnya yang malah lebih tenggelam dalam dada bidangnya.

Chanyeon tetap bergeming, tangis Diana semakin menderas saja.

"Gwaenchanha?" Angkuhnya pupus sudah, Chanyeon tak bisa lagi bersikap apatis jika sudah mendapati sosok wanita menangis memilukan seperti ini.

Tak ada respon apa pun, selain monoton tangis itu sendiri, dan semakin kencang saja. Sebelah tangan Diana yang tidak memegang coat dan syal rajutnya yang terkena pecahan telur terangkat, meremas kerah jaket mustang hitam Noir Larms yang membalut turtleneck hitam yang dikenakan Chanyeon.

"Bisakah kau percaya padaku?" tanpa mendongak, Diana menanyakan itu penuh keputusasaan.

"M-mwo?" Chanyeon terbata dalam bingungnya. Wajahnya berubah tampak bodoh dengan ketidakpahaman.

"Jawab saja. Apa kau mau mempercayaiku?" Kini seraya mendongakkan wajahnya menatap Chanyeon.

Masih dengan kebingungan, Chanyeon menimpali tatapan netra cokelat sendu di hadapannya itu. "Hmm, aku mempercayaimu, Anna," jawabnya kemudian dengan kebingungan yang belum pula sirna. Namun, ia sedikit paham, ini pastilah tentang patah hati.

"Gomawo," sahut Diana, lalu malah memeluk erat Chanyeon.

Chanyeon enggan, ia hendak berkelit menyingkirkan tubuh Diana itu lagi dengan kedua tangannya. Namun, lagi, tertahan.

"Sebentar saja," pinta Diana, merekatkan pelukannya lagi yang sempat longgar.

Di Seoul, tepatnya di atas langit membubuh salju tipis rumah Chanyeon yang mencerminkan pola terlihat di istana Kyongbok, Chanyeon mengalah. Membiarkan tubuh kecil Diana mendekap nyaman tubuh jangkungnya.

"Tidak apa-apa," ucap Chanyeon kemudian seraya mengelus lembut pucuk kepala Diana.

Dian Haura

Gwaenchanha? : kau baik-baik saja?

| Like

Related chapters

  • Go Away   Persistence

    Butir salju terus membumbuh tanah Seoul. Di halaman rumah Chanyeon dengan desain dinding material batu bata itu, dengan butiran salju yang terus menjatuhi tubuh mereka berdua, Diana melerai pelukannya setelah Chanyeon berhenti menepuk lembut pucuk kepalanya. Diana mendongak menatap Chanyeon dengan jarak sangat dekat itu. "Gomawo," lirihnya. Chanyeon tetap bergeming, menikmati manik mata cokelat di hadapannya itu yang masih menyendu dengan sedikit bekas air mata di sudut kelopak matanya. Perlahan, Diana mengembangkan bibirnya, membentuk lengkung sempurna untuk menyirnakan kesedihan yang menyesakkan dadanya barusan. "Kau benar-benar Happy Virus, Oppa. Kau menenangkanku saat ini. Gomawo. Akhirnya aku sudah dapat tersenyum lebar lagi." Mimik wajah Diana langsung bertransfomasi cepat, semringah nian menyusutkan lara yang singgah. Bibirnya mengulang lengkung sempurna yang sempat us

    Last Updated : 2021-01-29
  • Go Away   Mrs. Jung's Secret

    Malam menggulung siang musim dingin. Lesap berubah kelam. Pula tengah tiada gemintang. Hitam legam di atas sana terbentang. Salju tipis menggugur tanpa enggan. Di sebuah rumah hanok di desa tradisional Bukchon, tampak sosok wanita paruh baya tengah mengencangkan penggesek biola--bow. Jemarinya memutar skrup yang ada pada bagian ujung bow. Memutarnya hingga tercipta jarak antara rambut dengan tangkai bow sekira lebar lingkaran pensil. Lalu, menggosokkan bulu bow dengan rosin secara lembut dari ujung ke ujung, menyetem senar biola dengan putar pasak tuning yang berada pada ujung leher biola hingga mendapatkan nada yang tepat. Selesai. Seulas senyum baru saja terulas dari bibir wanita paruh baya itu yang telah berhasil mengurus biola di pangkuannya sebelum ia mainkan. Keningnya terlihat mengerut sesaat setelahnya, memikirkan lagu apa yang akan ia bawakan kini untuk menemani malamnya.

    Last Updated : 2021-01-29
  • Go Away   Taste

    Boygroup EXE tengah menjalani masa hiatus dikarenakan beberapa anggota tengah melaksanakan tugas wajib militer. Boygroup dengan sembilan member ini yang ditinggal Shou, Xiu, Dae, pula sebelumnya juga Kyung Seo untuk wajib militer, sebagian melakukan debut solo. Tak lain adalah Baehyun, Key, dan Liu. Sisanya, Chanyeon dan Sehan membentuk unit SeChan. Pula mereka mengambil peran sebagai aktor. Layaknya Chanyeon, kini lelaki bertubuh jangkung itu tengah disibukkan dengan aktifitas main perannya dalam sebuah film berjudul "Stay Alive", berkisah tentang bertahan hidup di tengah-tengah virus mematikan yang sulit dikendalikan oleh manusia, menyebar liar layaknya sihir, memakan banyak korban di seluruh penjuru dunia, mengakibatkan sebuah pandemi layaknya flu spanyol di masa silam. Dalam temaram rumah Chanyeon, Diana pulang dengan langkah pelan nian. Sehati-hati mungkin ia berjalan

    Last Updated : 2021-03-08
  • Go Away   Prologue

    BANDUNG~INDONESIA~2024 Langit masih gelap, padahal pagi semakin matang. Masih tersisa mendung akibat hujan lebat semalaman. Jam delapan pagi yang seharusnya suhu mulai menghangat sungguh belum terasa. Di kondisi seperti ini malah terasa masih seperti jam setengah enam pagi. Itulah pula alasan kenapa Diana menjadi telat bangun pagi, selain memang sedang datang bulan, kondisi seperti ini sungguh membuatnya lalai akan waktu, ditambah pula libur dinas kerja di akhir pekan. Aish, sudahlah, ini sungguh posisi wenak! Diana melenguh lesu mendapati hendak mandi, malah persediaan pembalutnya habis. Terpaksa menanggalkan mandinya, melempar handuk di bahunya sembarang ke kasur, meraih kardigan rajut panjangnya di gantungan baju lemari untuk membalut baju tidur pendek bahan baby terry yang dikenakan, baru beranjak pergi ke mini market terdekat d

    Last Updated : 2021-01-21
  • Go Away   Choose

    SEOUL~KORSEL~2021 "Mwo?" Diana menaikkan tekanan suaranya. Sebelah tangannya di atas meja restoran, perlahan mengepal. Netra sipit sosok lelaki di depan Diana melirik ke arah sebelah tangannya yang mengepal itu, menukik senyum tanpa sopan santun. "Sepertinya kau sangat menikmati drama ini?" sulut Diana seraya menatap sebal tukikan senyum lelaki di depannya itu. "Hmm, sangat." "Aish! Aku sungguh merasa dibodohi selama ini." "Wae?" "Selama ini aku kebanyakan mendengar cerita-cerita teman di kampus tentangmu tanpa cela sedikitpun. Katanya kau adalah seorang happy virus yang jika berada di dekatmu, mereka akan bahagia. Namun, nyatanya semua itu hanya bualan, omong kosong. Aku sungguh dibodohi oleh cerita-ceri

    Last Updated : 2021-01-22
  • Go Away   The First Day

    "Menikah denganku ...," sebut Diana itu akan permohonan memilih satu opsi dari Chanyeon. Kilatan matanya terfokus ke arah lelaki jangkung rupawan, namun menjengkelkan itu dengan jemawa. Sepertinya benar jika keangkuhan bisa lumpuh dengan keangkuhan pula. Bibir Chanyeon yang semula menukik senyum arogan karena merasa yakin sekali akan bisa mengindahkan permohonan Diana, kini mengurai pasrah. Sesaat ke depan Chanyeon pula bermonoton geming dengan tatapan kosong ke arah Diana. "Sepertinya aku memang hendak memenangkan adu keangkuhan saat ini." Batinnya penuh kepuasan. "Mianhae, Oppa. Aku seorang perempuan muslim, sangat tidak diperbolehkan jika aku harus tinggal serumah hanya berdua dengan lelaki yang tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun. Pula--" "Apa yang harus aku lakukan jika aku menikah denganmu?" tukas Chanyeon Menatap tajam Diana.

    Last Updated : 2021-01-23
  • Go Away   Aish!

    "Kalung itu terlihat jelek di lehermu," ungkap Chanyeon dengan bibirnya sedikit maju, mencibir setelah mengamati leher Diana dari arahnya. "Hmm?" sahut Diana tak bisa berkata apa pun. Perlahan wajahnya turun, sepasang manik matanya mengilat ke arah kalung berlian model princess, berbandul tetes air. Meneguk kegetiran. Tak apa! Diana mencoba menguatkan hatinya akan cibiran itu. Perlahan mengangkat wajahnya lagi. Seperti kilat, Chanyeon sudah hilang dari arah pandangnya dengan derap langkah kakinya yang masih bisa ia dengar. Diana menghembuskan napas kasar karena kesalnya. "Dasar Happy Virus Palsu!" bentaknya pada senyap. Mencoba melengahkan akan kekesalannya pada Chanyeon, Diana memilih beringsut ke

    Last Updated : 2021-01-26
  • Go Away   You

    Diana masih tetap bergeming dengan kedua tangan mengepal yang ditempelkan ke sebelah pipi. Perlahan ia meringis senyum. "Annyeong ...," sapanya kemudian dengan menahan banyak malu, menurunkan kedua tangannya yang hendak membuat aegyo. Lalu, ia membalikkan badan untuk merutuki dirinya dengan menajamkan matanya sesaat seraya memukul kepalanya dengan sebelah tangan. "Pabo!" Chanyeon mengulas senyum meremehkan seraya mengakhiri sesi memvideonya, memasukkan ponselnya lagi ke saku celana jeans-nya. Sedangkan Bae Hyun, Sehan, dan Kyung Seo mengendus-ngendus mendapati bau sesuatu yang menyengat. "Agassi," sebut Kyung Seo dari arahnya. Diana masih saja diam memunggungi. "Agassi," sebut lagi seraya beranjak ke arah Diana. Ia sudah berifirasat sesuatu yang kurang baik. "Kau masih memasak? Sepertinya masakanmu gosong, Agassi!" Kini Ba

    Last Updated : 2021-01-26

Latest chapter

  • Go Away   Taste

    Boygroup EXE tengah menjalani masa hiatus dikarenakan beberapa anggota tengah melaksanakan tugas wajib militer. Boygroup dengan sembilan member ini yang ditinggal Shou, Xiu, Dae, pula sebelumnya juga Kyung Seo untuk wajib militer, sebagian melakukan debut solo. Tak lain adalah Baehyun, Key, dan Liu. Sisanya, Chanyeon dan Sehan membentuk unit SeChan. Pula mereka mengambil peran sebagai aktor. Layaknya Chanyeon, kini lelaki bertubuh jangkung itu tengah disibukkan dengan aktifitas main perannya dalam sebuah film berjudul "Stay Alive", berkisah tentang bertahan hidup di tengah-tengah virus mematikan yang sulit dikendalikan oleh manusia, menyebar liar layaknya sihir, memakan banyak korban di seluruh penjuru dunia, mengakibatkan sebuah pandemi layaknya flu spanyol di masa silam. Dalam temaram rumah Chanyeon, Diana pulang dengan langkah pelan nian. Sehati-hati mungkin ia berjalan

  • Go Away   Mrs. Jung's Secret

    Malam menggulung siang musim dingin. Lesap berubah kelam. Pula tengah tiada gemintang. Hitam legam di atas sana terbentang. Salju tipis menggugur tanpa enggan. Di sebuah rumah hanok di desa tradisional Bukchon, tampak sosok wanita paruh baya tengah mengencangkan penggesek biola--bow. Jemarinya memutar skrup yang ada pada bagian ujung bow. Memutarnya hingga tercipta jarak antara rambut dengan tangkai bow sekira lebar lingkaran pensil. Lalu, menggosokkan bulu bow dengan rosin secara lembut dari ujung ke ujung, menyetem senar biola dengan putar pasak tuning yang berada pada ujung leher biola hingga mendapatkan nada yang tepat. Selesai. Seulas senyum baru saja terulas dari bibir wanita paruh baya itu yang telah berhasil mengurus biola di pangkuannya sebelum ia mainkan. Keningnya terlihat mengerut sesaat setelahnya, memikirkan lagu apa yang akan ia bawakan kini untuk menemani malamnya.

  • Go Away   Persistence

    Butir salju terus membumbuh tanah Seoul. Di halaman rumah Chanyeon dengan desain dinding material batu bata itu, dengan butiran salju yang terus menjatuhi tubuh mereka berdua, Diana melerai pelukannya setelah Chanyeon berhenti menepuk lembut pucuk kepalanya. Diana mendongak menatap Chanyeon dengan jarak sangat dekat itu. "Gomawo," lirihnya. Chanyeon tetap bergeming, menikmati manik mata cokelat di hadapannya itu yang masih menyendu dengan sedikit bekas air mata di sudut kelopak matanya. Perlahan, Diana mengembangkan bibirnya, membentuk lengkung sempurna untuk menyirnakan kesedihan yang menyesakkan dadanya barusan. "Kau benar-benar Happy Virus, Oppa. Kau menenangkanku saat ini. Gomawo. Akhirnya aku sudah dapat tersenyum lebar lagi." Mimik wajah Diana langsung bertransfomasi cepat, semringah nian menyusutkan lara yang singgah. Bibirnya mengulang lengkung sempurna yang sempat us

  • Go Away   Gwaenchanha?

    Kini, di bawah langit menyerbuk salju Desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau. Diana menyempatkan menggigit bibir bawahnya yang kenyal sebelum melangkah mendekat ke arah gerbang kayu bercat putih di hadapannya itu untuk lantas memencet tombol hubung interkom di sisi gerbang. Berjalan pelan mendekat tanpa menderapkan sebatu boots-nya, Diana menyempatkan membaca basmalah, sebelah telunjuk tangannya ia mainkan memencet tombol interkom, tetapi tertahan, ponselnya berderit. Gerak telunjuknya tertahan berganti kepal, merutuki ponselnya yang berdering tanpa sopan santun itu dalam senyap, mengambilnya cepat dalam sling bag-nya. "Kembali ke Seoul!" Tanpa sapaan yang lebih ramah, penelepon itu langsung bicara dengan nada tinggi memekakkan rungu Diana.

  • Go Away   About Longing

    Malam terlarut, cahaya putih melintang yang mengikuti lintang ufuk Timur--akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer--telah terlakoni sedari lama, fajar shidiq menyongsong, waktu subuh sudah tiba sejam lalu. Sebelum memasak sarapan pagi, setelah selesai salat subuh dan berdoa, Dan tadarus al-Quran hingga 2 juz, Diana segera melepas dan melipat mukenah yang dikenakannya, menaruhnya di pinggiran kasur. Dengan cekatan ia mencepol rambutnya, meraih tablet pemonitor rumah di atas nakas, lalu bergegas ke kamar Chanyeon. Uh! Menerima opsi kedua dari Chanyeon ini sungguh membuatnya menjadi seperti budak saja. Mengapa pula ia juga harus membangunkan lelaki happy virus palsu itu setiap hari. Menambah pekerjaan saja. Merepotkan. Dan benar-benar lelaki dewasa yang tidak mandiri. Jangan ditiru! Dan jika ingin memilih pasangan hidup jangan sampai memilih lelaki macam dia!

  • Go Away   Happy Virus

    "Kenapa kau masih memakai kalung itu?" Sorotan mata Chanyeon mengarah ke arah kalung bandul tetes air yang dikenakan Diana. Kedua mata Diana langsung membulat dengan wajah yang langsung beringsut ke arah kalung bandul tetes air di sekitaran lehernya. "Ini sudah menjadi milikku. Ada masalah apa kau dengan kalung ini? Aku suka memakainya," ketus Diana. "Kau tidak boleh memakainya. Kalung itu sungguh jelek di lehermu!" "Ya! Ada apa denganmu? Jika kau tak suka melihat kalung ini di leherku, sebaiknya kau selalu memejam mata saja saat berhadapan atau pun berpapasan denganku!" jawab Diana seraya memegang bandul tetes air kalungnya. Tersenyum masam. Chanyeon menghempaskan napas kasar. "Kalung itu kubeli bersama Bae. Aku bilang jika kalung itu kubeli untuk eomma-ku. Jadi, bisakah kau jangan memakainya jika ada Bae dan teman-teman EXE yang lain?" Akhirnya bersikap jujur.

  • Go Away   You

    Diana masih tetap bergeming dengan kedua tangan mengepal yang ditempelkan ke sebelah pipi. Perlahan ia meringis senyum. "Annyeong ...," sapanya kemudian dengan menahan banyak malu, menurunkan kedua tangannya yang hendak membuat aegyo. Lalu, ia membalikkan badan untuk merutuki dirinya dengan menajamkan matanya sesaat seraya memukul kepalanya dengan sebelah tangan. "Pabo!" Chanyeon mengulas senyum meremehkan seraya mengakhiri sesi memvideonya, memasukkan ponselnya lagi ke saku celana jeans-nya. Sedangkan Bae Hyun, Sehan, dan Kyung Seo mengendus-ngendus mendapati bau sesuatu yang menyengat. "Agassi," sebut Kyung Seo dari arahnya. Diana masih saja diam memunggungi. "Agassi," sebut lagi seraya beranjak ke arah Diana. Ia sudah berifirasat sesuatu yang kurang baik. "Kau masih memasak? Sepertinya masakanmu gosong, Agassi!" Kini Ba

  • Go Away   Aish!

    "Kalung itu terlihat jelek di lehermu," ungkap Chanyeon dengan bibirnya sedikit maju, mencibir setelah mengamati leher Diana dari arahnya. "Hmm?" sahut Diana tak bisa berkata apa pun. Perlahan wajahnya turun, sepasang manik matanya mengilat ke arah kalung berlian model princess, berbandul tetes air. Meneguk kegetiran. Tak apa! Diana mencoba menguatkan hatinya akan cibiran itu. Perlahan mengangkat wajahnya lagi. Seperti kilat, Chanyeon sudah hilang dari arah pandangnya dengan derap langkah kakinya yang masih bisa ia dengar. Diana menghembuskan napas kasar karena kesalnya. "Dasar Happy Virus Palsu!" bentaknya pada senyap. Mencoba melengahkan akan kekesalannya pada Chanyeon, Diana memilih beringsut ke

  • Go Away   The First Day

    "Menikah denganku ...," sebut Diana itu akan permohonan memilih satu opsi dari Chanyeon. Kilatan matanya terfokus ke arah lelaki jangkung rupawan, namun menjengkelkan itu dengan jemawa. Sepertinya benar jika keangkuhan bisa lumpuh dengan keangkuhan pula. Bibir Chanyeon yang semula menukik senyum arogan karena merasa yakin sekali akan bisa mengindahkan permohonan Diana, kini mengurai pasrah. Sesaat ke depan Chanyeon pula bermonoton geming dengan tatapan kosong ke arah Diana. "Sepertinya aku memang hendak memenangkan adu keangkuhan saat ini." Batinnya penuh kepuasan. "Mianhae, Oppa. Aku seorang perempuan muslim, sangat tidak diperbolehkan jika aku harus tinggal serumah hanya berdua dengan lelaki yang tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun. Pula--" "Apa yang harus aku lakukan jika aku menikah denganmu?" tukas Chanyeon Menatap tajam Diana.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status