“Ah, maaf.” Cang Er mundur selangkah, wajahnya merah padam.Long Wei mengalihkan pandangan, dia pun merasa malu ketika tiba-tiba dipeluk oleh seorang gadis.Keadaan canggung pun datang tanpa diundang.“Yah ... intinya aku datang ke sini untuk menyelamatkanmu. Nanti aku ceritakan bagaimana aku bisa sampai sini kalau kau memang penasaran,” ujar Long Wei memecah kecanggung. Pemuda itu menunjuk ke atas, tempat atap tadi sudah berlubang. “Ayo lewat sana.”“Kakak Long.” Panggilan ini segera mengalihkan perhatian Long Wei.“Ya?”Cang Er menunjuk kakinya, terlihat rantai besi di sana yang mengikat kedua kaki gadis itu. Ujung rantai tersebut tertanam di dinding kuat sekali, membuat Cang Er mampu bergerak bebas tapi hanya dalam ruangan ini, tak bisa pergi ke luar. Gadis itu menggeleng lemah.“Aku tidak bisa keluar,” katanya murung.Long Wei baru menyadari rantai tersebut. “Mereka memperlakukanmu seperti ini?”Cang Er hanya menunduk.“Maaf kalau aku tidak sopan, aku mendengar kalau Zhu Ren akan
Keterkejutan yang menghantam diri Long Wei kali ini benar-benar terlalu keras. Sesaat ia seperti kehilangan keseimbangan diri, kakinya seolah melayang dan itu membuatnya terkejut lagi. Karena rasa kaget yang saling bertumpuk ini membuat kaki Long Wei terpeleset di genteng itu walau keadaannya masih duduk. Kakinya menggesek genteng terlalu keras—terlalu keras bagi telinga tajam Pek Sian.Gesekan kecil itu sudah cukup bagi Pek Sian untuk melompat keluar melalui jendela dan menerjang atap.“Penguntit!”Terdengar dentuman teredam sebelum salah satu bayangan terlontar ke taman gelap. Itu adalah tubuh Pek Sian sendiri.“Siapa kau?” Pek Sian memandang ke puncak pondok yang masih menjadi tempat berdiri Long Wei. Perlahan dia mengeluarkan senjatanya yaitu sebuah pedang.Cang Er melompat keluar pula, berdiri saling berhadapan dengan Pek Sian di taman tersebut.“Bagaimana?” tanya Long Wei yang sudah siap dengan tongkat bambunya. “Bereskan dia?”Cang Er menggelengkan kepala ke arahnya sebelum men
Satu hal yang mengejutkan mereka yaitu ikut bergabungnya orang-orang penghuni komplek selir Zhu Ren. Para wanita yang datang berjumlah satu lusin. Long Wei yakin itu bukan jumlah total, tapi dia tak bisa menutupi rasa kagum karena di antara para selir banyak juga yang ahli silat.“Cu Lim, kau urus lelaki itu, biar aku menghukum Nona Lu yang mencoba melarikan diri.”Cang Er menatap sinis kepada Pek Sian yang baru saja mengatakan itu. Di sisi lain Long Wei segera memusatkan perhatian kepada lelaki serba biru yang tadi dipanggil Cu Lim. Orang itu telah bersiap dengan pedangnya.“Cang Er bagianku. Urusanku dengannya belum selesai,” ujar Shi tak terima.Gadis itu bersikap waspada karena menjadi incaran dua orang.Pengepungan makin rapat, mereka sudah mencabut senjata masing-masing yang berbagai bentuk. Pedang, tombak, golok, ruyung, kapak, semua telah siap meminum darah lawan.“Haaaahhh!”Teriakan Cu Lim ini seolah menjadi pembuka pertempuran. Berbareng dengan itu, pedang yang tadi tergeng
Waktu Long Wei sedang sibuk menghindari tusukan-tusukan pasak Shi saat Cu Lim menebasnya dari jauh. Pemuda itu merundukkan badan dengan kaki kiri ditekuk sedangkan kaki kanan diluruskan, secara bersamaan tusukan Shi dan tebasan Cu Lim luput.Shi menusuk ke bawah mengarah ubun-ubun. Namun, Long Wei yang sudah dapat menduga gerakan itu mampu mengatasinya dengan tangkapan menggunakan tangan kiri. Ia mengerahkan hawa Im yang kuat sekali sehingga tubuh Shi menggigil.Long Wei menotok ulu hati sebagai serangan susulan. Shi tak mau meremehkan serangan itu dan dia memilih untuk melompat mundur. Tiga orang ini lantas saling pandang dengan napas yang sama-sama memburu.“Murid siapa kau?” Cu Lim memicingkan mata. Sejenak diliriknya sang kekasih dan beberapa wanita lain yang duduk kesakitan. Satu dua orang sudah ada yang rebah dengan napas kesusahan, hampir mati. “Kuakui kau sungguh luar biasa. Bergabunglah dengan kami.”“Murid siapa aku tidak penting. Untuk tawaranmu, maaf aku menolak. Aku punya
Mereka menguburkan para mayat anak buah Zhu Ren dibantu oleh para warga pagi hari berikutnya. Mereka dengan suka cita melakukan itu karena kini sudah terbebas dari belenggu Zhu Ren yang kejam. Beberapa hari kemudian, semua orang sepakat kalau Hartawan Tung yang menjadi kepala desa Cin Wu karena orang itu yang selama ini selalu bersikap baik di tengah tirani seorang Zhu Ren.Beruntung ada murid-murid Taring Naga. Bagi orang-orang yang tidak mati dalam pertempuran, mereka lepaskan dengan janji tak akan mengulangi perbuatan sesat lagi atau seluruh anak keturunan dan leluhur akan terkutuk. Karena kehadiran murid Taring Naga pula, tak ada orang yang berani bersikap buruk kepada para mayat itu seberapa pun mereka ingin.“Sayang sekali dia mati.” Siauw Ki memandang mayat Hartawan Cia yang digotong oleh empat orang lelaki dewasa.Long Wei yang mendengar itu mengerutkan kening. “Ada apa dengan orang itu?”Siauw Ki menggeleng. “Dia orangnya pemerintah.”“Apa?”“Karena keberadaan orang itu pula,
Tujuan Long Wei berikutnya adalah mencari keberadaan Tangan Maut untuk masalah yang sama seperti Zhu Ren, membereskan urusan lama. Sembari melangkah, Long Wei juga mencari informasi ke setiap tempat yang memungkinkan baik itu kota atau desa bahkan warung-warung pinggir jalan. Semua informasi itu mengarahkan kakinya terus ke barat.Semakin dekat ke barat, banyak sekali orang-orang membicarakan tentang satu perkumpulan yang katanya paling anti pemerintah. Mereka adalah para pejuang rakyat yang bergerak dari balik bayangan, menggempur pemerintahan lalim yang mengabaikan rakyat sendiri karena terlalu sibuk dengan Giok Langit dan perang melawan suku-suku di utara. Nama perkumpulan ini adalah Perkumpulan Singa Emas.Long Wei terus-terusan merasa kagum atas sepak terjang perkumpulan itu yang ia dengar dari mulut banyak orang. Mereka selalu menggambarkannya bagai sosok pahlawan yang dengan gagah berani menentang kejahatan. Diam-diam Long Wei ingin sekali bertemu mereka.Malam itu Long Wei har
Long Wei sudah bersiap untuk melakukan sesuatu apa pun yang diperlukan seandainya lima orang Singa Emas itu menyerang. Namun, mereka justru bersembunyi makin jauh ke dalam bayangan ketika kereta kuda yang dinaiki gadis cantik itu keluar dari pintu gerbang belakang.Tiga orang dari Pedang Api ikut mengawal menggunakan kuda masing-masing sedangkan kusir dari kereta kuda tersebut bukan lain adalah Ceng Tok sendiri.Lima orang dari perkumpulan Singa Emas itu mengikuti dari jauh. Long Wei pun melakukan hal yang sama. Dia yakin sekali kalau malam ini akan menemukan rahasia mengenai pertikaian mereka, atau setidaknya mendapat sedikit informasi apa pun itu.Kereta kuda keluar dari kota Shengyin menuju hutan belantara. Salah satu penunggang kuda menyalakan obor sebagai penerangan. Mereka bergerak cepat menembus kegelapan hutan.Lima orang dari Singa Emas tersebut mempercepat langkah, begitu pula dengan Long Wei.Akan tetapi, Long Wei kaget sekali ketika rombongan pembawa kereta kuda itu sampai
Xu Qinghe melompat ke tempat Long Wei rebah. “Kau sungguh kurang ajar, apa kau tak tahu sedang berhadapan dengan siapa?”Lagi-lagi kejengkelan Long Wei bangkit. Pemuda ini langsung mendudukkan diri dengan wajah kurang ramah. “Xu Qinghe, putri tunggal kepala pengiriman barang Pedang Api, Xu Liangchen,” ucap Long Wei mengulangi perkataan gadis itu sendiri beberapa saat lalu.Xu Qinghe menunjukkan wajah marah. “Kalau sudah tahu, kenapa kau tak punya sopan santun sama sekali? Apa kau tidak bisa melihat tingginya gunung yang sedang berdiri di hadapanmu?”Kini Long Wei melompat bangun. “Hei Nona marga Xu, kutanya padamu, kereta kuda itu milik siapa?”“Milik Pedang Api.”“Kuda itu milik siapa?”“Milik kami.”“Lalu yang namanya Nona Xu Qinghe milik siapa?”“Putri kepala pengiriman barang Pedang Api, milik Pedang Api pula.”“Itu semua milik Pedang Api, apa hubungannya dengan aku? Kau bisa bawa sendiri kereta itu pulang sampai ke rumahmu dan ceritakan semuanya. Tenang saja, kau tak perlu menyeb
Serangan Cang Er dan Liang Kun yang datang dari kanan kiri itu sama sekali tidak membuat orang ini menjadi gugup. Justru ia segera melawan dengan cara memutar tubuh cepat sekali. Saking cepat putaran tubuh itu, dalam sekali putar pedang mereka sudah berhasil kena tangkis bahkan hampir terpental. Cang Er terpekik kaget karena merasakan tangannya panas sedikit kesemutan.Orang ini melanjutkan serangan dengan menubruk Liang Kun yang paling dekat. Pedangnya membacok, menusuk dan menebas. Tujuh kali serangan berturut-turut yang datang seolah tanpa pola berhasil membingungkan Liang Kun. Namun, pemuda itu dengan ilmunya Pedang Pembelah Langit mampu memecah semua serangan itu.Karena Liang Kun menangkis sambil terus memundurkan badan, maka otomatis mereka semakin dekat dengan pedang orang itu yang tadi berhasil dijatuhkan. Pada serangan kesepuluh, dia menebaskan pedang kuat sekali sampai Liang Kun terdorong dua langkah.“Jangan biarkan dia ambil pedang!” seru Cang Er yang khawatir kalau semua
Bergerak hanya bermodalkan refleks, ia meloncat keluar dari jendela dan langsung berlari cepat menuju sumber suara. Pada waktu yang hampir bersamaan, Jit Kauw juga mengikuti langkah Cang Er dengan suitan-suitan panjang selama perjalanan.Suitan-suitan ini membangunkan kawan-kawannya yang sedang tidur nyenyak di bangunan mirip gudang itu. Diturut pula oleh Liang Kun yang sudah terbangun dan melesat cepat.Teriakan dengan suara serak ini entah dikeluarkan oleh siapa, yang jelas asalnya dari rumah tabib desa tempat Siauw Ki dirawat. Setelah suitan-suitan nyaring ini, seluruh kawan-kawan Jit Kauw yang mendengar segera berkumpul.Cang Er yang tadi berlari di depan otomatis tiba lebih dulu. Dalam keremangan malam, ia mampu melihat Siauw Ki bertempur melawan seorang siluet lelaki. Buru-buru ia cabut pedang untuk menerjang.“Pengecut hina, beraninya melawan orang sakit!”Menggerakkan pedang berdasarkan ilmu Bintang Jatuh, pedangnya membacok dengan pengerahan hawa tenaga dalam kuat sekali.Ora
Andai saja tidak berwajah terlalu pucat dan mengeluarkan banyak darah, orang itu sejatinya memiliki bentuk wajah yang tampan. Cang Er bisa mengenalnya karena dulu waktu pembasmian kelompok Zhu Ren orang itu juga ikut serta bahkan menjadi salah satu tokoh penting. Dia bukan lain adalah Siauw Ki, seorang murid Perguruan Taring Naga yang lihai.Pemuda itu terbaring lemas dengan napas pendek-pendek. Sesekali ia meringis kesakitan saat kakek tabib mengoleskan sesuatu ke lukanya. Keadaan Siauw Ki amat memprihatinkan, jika saja dia bukan seorang yang lihai, kiranya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan saat ini dia pasti sudah mati dengan luka seperti itu.“Biar kubantu.” Jit Kauw maju ke tepi pembaringan. Tanpa permisi dan minta persetujuan, ia langsung menggerakkan telunjuk jari tangan yang bergerak cepat menotok sana-sini. Seketika darah yang tadi mengucur berhenti mengalir. Ini memudahkan tabib tersebut.“Air panas,” kata tabib itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri panci di atas meja.
Mereka diberi kuda-kuda terbaik yang dimiliki Gagak Putih serta bekal selama perjalanan. Mereka tidak tahu seberapa lama perjalanan ini akan berlangsung karena tempat itu demikian jauh, Cao Yin memperkirakan tak mungkin kurang dari dua bulan. Maka dari itu mereka juga mengantongi banyak uang.Tindakan itu sebenarnya sedikit mengkhawatirkan mengingat keadaan saat ini yang serba kacau. Namun, itu perintah guru mereka, apa boleh buat.Pagi hari itu Cang Er dan Liang Kun sudah meninggalkan wilayah Gagak Putih untuk menuju utara. Kepergian dua murid pribadi ketua perguruan tentu diiringi lambaian tangan dan sorak-sorai membahana. Semua orang mendoakan agar mereka lekas pulang dalam keadaan selamat tentunya.Dalam perjalanan ini, berbagai desa dan kota dilewati. Sungai-sungai kecil dan besar diseberangi. Beberapa kali ada bandit menghadang, tapi hanya berakhir tumbang entah tanpa nyawa atau sengaja dilepaskan. Dua tokoh Perguruan Gagak Putih ini selama perjalanan juga terus melatih ilmu sil
Ia mainkan ilmu silat Berkah Dewi khas milik Gagak Putih. Seharusnya tampak cahaya bersinar terang di masing-masing tangan ketika siapa pun mainkan ilmu silat ini. Akan tetapi, Cang Er mendapati satu keanehan pagi hari itu. Ketika ia berlatih di hutan belakang Perguguran Gagak Putih, saat ia mengerahkan tenaga dari Berkah Dewi tangan kanannya diliputi cahaya putih sedangkan tangan kirinya terselubung cahaya hitam.Cang Er bahkan sampai ngeri melihat perubahan dalam dirinya sendiri. Ketika ia mencoba memukul roboh sebatang pohon yang tak begitu tinggi, hasilnya pun luar biasa lain. Saat terkena tangan kanan, pohon itu langsung pecah berhamburan dan tumbang. Namun, ketika ia memukul menggunakan tangan kiri yang bercahaya hitam, pohon itu tumbang perlahan-lahan. Walau begitu efek yang ditimbulkan tangan kiri ini lebih mengerikan karena saat batang pohon itu tumbang, bagian dalamnya sudah menghitam seperti terbakar dan berubah jadi semacam bubuk halus.“Gila, dari mana kekuatan terkutuk i
Liang Kun sudah berulang kali memberitahunya untuk tetap berdiam di kamar selama beberapa waktu, tapi rasa penasaran yang mengeram di hati seolah sudah tidak sabar untuk dikemukakan.Cang Er selalu merasa gelisah dalam kamarnya ketika mengingat kata-kata Zhu Ren. Bajak laut itu dengan lancang berani bilang kalau gurunya juga seorang pengecut karena meminta bantuan golongan hitam untuk menggempur bajak laut Hantu Samudera. Tentu saja Cang Er tidak percaya begitu saja, maka dari itu malam ini dia dengan langkah buru-buru mendatangi tempat Cao Yin.Pintu diketuk tiga kali dan membuka perlahan. Di sana tampak Cao Yin yang mengenakan jubah serba putih sedang duduk bersila di atas bantalan empuk. Tanpa ragu, Cang Er masuk lantas menjura hormat.“Guru.”Cao Yin mengelus jenggot panjangnyanya. Dengan muka tenang, ia berkata. “Kau masih belum sembuh, kenapa malam-malam justru memaksakan diri untuk datang ke sini?”“Sebenarnya saya sudah ingin mengatakan ini kepada guru sejak pertama kali kami
Orang itu menoleh sedikit, sayang Long Wei tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tak ada penerangan sama sekali kecuali sebatang lilin kecil yang menyala redup di meja sebelah kiri orang itu.“Maaf lancang masuk tanpa izin,” kata Long Wei seraya menundukkan badan dengan hormat.Orang itu seolah tak mempermasalahkan sama sekali. Dia kembali ke posisi semula dan mencelupkan kuas ke tempat tinta sebelum menulis lagi di atas kertas panjang.Long Wei merasakan keanehan sikap orang, tapi dia tidak terlalu mempermasalahkan. Pemuda itu berbalik lalu mengintip di celah jendela, tampak banyak orang berlari kacau balau di tengah kekacauan kebakaran gedung-gedung besar.“Kau tidak ikut lari?” Setelah waktu yang cukup lama hanya saling diam, Long Wei akhirnya buka suara.Terdengar suara kekehan orang itu. Ia menjawab. “Pertanyaan yang sama bisa kuajukan padamu pula.”Menurut Long Wei setelah mendengar suaranya, orang itu umurnya tentu tidak lebih dari empat puluh tahun. Melihat kulit tanga
Karena maklum dengan kepandaian Long Wei, Shi tidak mau terlalu gegabah. Satu pasak lagi dikeluarkan maka kini ia memegang sepasang pasak yang ampuh sekali.Jika Shi menjadi lebih waspada, berbeda dengan dua orang lainnya. Mereka belum mengenal sejauh apa kepandaian Long Wei, sehingga saat bertongkat ataupun tidak di mata mereka sama saja.Ming Zhao Yu yang melakukan serangan lebih dulu. Lelaki bertopeng itu merangsek maju dengan tombak siap menusuk mengarah titik-titik vital. Hampir secara bersamaan, Lonceng Surga menyerang menggunakan tapak tangan kiri yang mengeluarkan asap hitam, ilmu khas Ular Darah.Long Wei hanya melirik sesaat serangan-serangan mereka lalu mulai bergerak.Walau yang menyerang lebih dulu adalah Ming Zhao Yu, tapi yang lebih dekat adalah Lonceng Surga sehingga serangannya yang mendarat lebih dulu. Long Wei menghadapinya dengan tenang. Ia miringkan tubuh ke belakang untuk menghindar dan bersiap melakukan serangan balik.Akan tetapi, memang pantas jika orang ini m
Tanpa sungkan lagi Long Wei mainkan ilmu Guntur Peruntuh Mega. Tangannya yang berisi tenaga dalam sepenuhnya bergerak cepat untuk memukul ke kanan dan kiri. Dalam sekali gebrakan ini, dua pengeroyok tumbang seketika.Di sisi lain, tanpa sarung tangan besinya, Zhen Yu juga mengamuk tak kalah hebat. Dia bersilat dengan ilmu silat yang kelihatan agak aneh, gerakannya lebih sering menunduk dan menubruk atau melakukan cakaran ke arah mata. Namun, sejatinya di situlah letak keampuhan ilmu tersebut. Gerakan yang mirip singa itu selalu berhasil menipu mata lawan, seolah hendak bergerak ke kanan padahal ke kiri atau sebaliknya. Tak jauh berbeda dari Long Wei, dalam sekali bergebrak beberapa prajurit sudah jatuh tumbang.Ah Cui walau tidak terlalu menonjol, tapi ternyata dia memiliki ilmu silat yang lumayan juga. Gerakannya hampir mirip dengan Zhen Yu walau tidak sekuat pemuda itu. Akan tetapi, dia tetap merupakan sosok merepotkan bagi para prajurit.“Hyaaaahhh!”Menyusul bentakan ini, tiga ora