Rasanya matahari pagi ini tidak bersinar seterang pagi sebelumnya. Rasanya langit yang membentang sejauh mata memandang tidak sebiru seperti hari kemarin. Rasanya kicau burung yang selalu berisik itu tidak sesunyi hari ini. Entah kenapa, Long Wei merasakan beberapa perbedaan di sekelilingnya. Atau semua itu berubah karena perasannya yang juga ikut berubah?Selama tujuh tahun Long Wei tinggal di sini, hidup berdua dengan Yang Feng untuk menuntut ilmu. Pada tahun-tahun awal, Long Wei selalu berpikir “Aku ingin balas dendam.” Seiring berjalannya waktu, pikirannya berubah menjadi “Aku ingin jadi pendekar.” Kemudian hari ini, tepat beberapa waktu lalu, belum terlalu lama, hatinya berbisik “Kakek ini guruku.”Bertahun-tahun ia hidup bersama Yang Feng, bahkan melakukan perjalanan jauh mencari tempat sembunyi, menjadi buronan, kini harus berakhir di sini. Setelah bertahun-tahun, baru kali inilah Long Wei mengakui Yang Feng sebagai sosok guru setelah selama ini bersikeras dengan pesan mendiang
Hal pertama yang ia ingin lakukan adalah mencari musuh-musuh lamanya yaitu Zhu Ren pemimpin bajak laut Iblis Laut. Kemudian Pertapa Putih dan Tangan Maut. Long Wei rasanya belum bisa menjadi seorang anak yang berbakti seandainya belum menghabisi nyawa ketiga orang tersebut.Dari barat, dia menuju timur ke kawasan sungai Bai He. Tempat Desa Mingxia dan persembunyian mereka sudah menyeberangi sungai tersebut, maka ketika Long Wei tiba sana, ia berada di sisi barat.Pemuda ini mengikuti arus sungai dengan berjalan kaki. Di wilayah ini memang sepi sekali manusia karena masih jarang terdapat desa. Jika sekali waktu nampak seseorang, mungkin adalah orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Jika hanya nelayan pencari ikan di sungai, agaknya tak mungkin sampai di tempat seperti ini.Ketika sedang berjalan itulah dia melihat satu perahu yang cukup besar lewat perlahan dari arah utara ke selatan mengikuti arus sungai. Perahu itu kelihatan kokoh kuat dan terawat. Long Wei mengamati penuh perh
Dari lima belas orang yang Long Wei lihat, tiga di antaranya dalam keadaan berdiri dan tiga orang ini pula yang tadi membentak preman terakhir. Mereka masih muda-muda, umurnya mungkin sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahun.Sedangkan untuk dua belas biksu lain yang seumuran dan lebih tua, masih duduk menikmati hidangan di atas meja. Semuanya berupa sayur, tidak ada daging.“Kau juga bagian dari mereka?” tanya salah satu biksu yang sedang berdiri itu. “Kalau iya, sebaiknya lekas bawa kawan-kawanmu pergi dari sini.”Long Wei terkejut dan spontan melihat dirinya sendiri. Jubah putih sederhana, apakah menandakan kalau dia bagian dari mereka yang berpakaian kasar-kasar seperti para bajak itu?Pemuda itu mengangkat tangan. “Bukan, aku pengunjung di sini,” katanya diakhiri senyum tipis.Tiga biksu itu masih memicingkan mata sampai salah satu dari mereka, orang muda tapi yang sikapnya lebih dewasa, menegur. “Biarkan saja. Kalau dia bagian dari mereka pun, biarlah asal tidak mengganggu.” Pr
Di sisi lain sungai itu, lebih tepatnya di selatan, terdapat pula desa nelayan yang keadaannya jauh lebih baik dari tempat Long Wei berada. Desa ini lebih besar dan otomatis lebih ramai. Namanya adalah Desa Cin Wu, sebuah desa nelayan yang masih berada dalam naungan bajak laut Iblis Laut pimpinan Zhu Ren.Jika desa tempat Long Wei berada selalu ketakutan dengan sosok bernama Hartawan Cia, maka di sini yang mereka takuti langsung adalah Zhu Ren atau yang biasa mereka panggil Raja Zhu. Lelaki ini memimpin desanya dengan sedikit lebih baik ketimbang Hartawan Cia, tapi tetap saja kejam dan semena-mena. Aturan yang dibuat bersifat mutlak dan tak bisa ditawar lagi. Hal ini membuat banyak orang di sana selalu menundukkan kepala dengan murung.Siang itu mereka kedatangan tamu dari tempat jauh, seorang gadis berjubah merah dengan motif bunga teratai. Rambut hitam panjangnya digelung di atas kepala, membiarkan beberapa hela berjuntai menutupi dahi di sisi kanan dan kiri. Matanya walau tampak le
Maka terlupakanlah segala rencana tadi. Bersama tujuh pengawal yang dibawa Xi Yan sebelumnya, Cang Er pergi menuju pondok yang dimaksudkan.Tempat tinggal Zhu Ren berada di sisi timur desa. Di sana terdapat satu komplek bangunan yang dikelilingi tembok tinggi, sudah seperti istana saja kelihatannya. Semua orang tahu di balik tembok tinggi itu terdapat raja bajak laut yang selama ini sudah terkenal namanya, Zhu Ren.Ini juga termasuk dalam tugas Cang Er untuk datang ke desa ini. Dia mendapat perintah dari Cao Yin untuk meluruskan sepak terjang Zhu Ren yang sudah belok. Gadis ini telah mendengar secara singkat betapa beberapa tahun lalu ada satu bajak laut besar yang bernama Hantu Samudra. Bajak laut itu hancur setelah Cao Yin sendiri terjun dalam pertarungan dibantu oleh bajak laut lain yaitu bajak laut milik Zhu Ren.Sudah ada perjanjian pula bahwa setelah itu Zhu Ren tak akan membajak orang dengan semena-mena lagi kecuali para pejabat korup atau orang kaya yang berlaku seenaknya. Nam
Suara jerit tertahan menyusul setelah bunga api terlontar ke mana-mana. Kepala pengawal tadi yang menangkis lemparan pasak lawan dengan pedangnya yang langsung patah seketika. Namun, akibat perbuatannya ini serangan itu berhasil dibelokkan.“Terima kasih.” Cang Er buru-buru bangkit lalu keluar dari ruangan membawa Xi An diikuti oleh kepala pengawal.Di depan, lima orang pengawal sudah berkumpul dengan sikap tegang menanti-nanti apa yang akan terjadi. Ketegangan menjalar ke segenap sendi dan seluruh aliran darah mereka. Beberapa orang bahkan sampai kesulitan mengatur napas, satu hal yang wajar saat menghadapi maut di depan mata.“Kalian bawa Nona Xi An ini kepada Paman Xi.” Cang Er menyerahkan gadis tersebut. “Biar kutahan dia.”Lagi-lagi kepala pengawal membantah. “Kubilang jangan gegabah, dia kuat sekali. Lebih baik kita pergi dari sini sekarang.”Gadis itu merasa jengkel juga bahwa setiap keputusan yang diambilnya selalu mendapat bantahan dari orang ini. Cang Er ingin memberontak ka
Dengan kemarahan yang ditahan-tahan, Cang Er tidak punya pilihan lain selain ikut bersama rombongan tersebut. Dia meletakkan pedang dengan pasrah, membiarkan seorang tukang pukul mengambil dan mengaguminya kemudian tiga orang lain mengikat tangannya.Shi dan pria berkumis panjang tadi masih memperdebatkan soal Cang Er dan Xi An.“Kalian juga membunuh para pengawal Nona ini, kenapa tidak membiarkanku membunuhnya?” Shi membantah.“Mereka hanya pengawal tak berguna. Dua Nona ini pasti lebih berguna, makanya jangan dibunuh.”“Dasar penjilat!” bentak Shi jijik. “Kau hanya ingin menyerahkan mereka kepada raja agar mendapat keuntungan.”Wajah pria berkumis tadi menandakan kejengkelan luar biasa. Terpaksa orang itu hanya mampu menelan kemarahan dan berbalik pergi memimpin rombongan menuju komplek Zhu Ren.Dari jauh Shi bersorak. “Pek Sian Si Penjilat!”Pria berkumis itu, yang ternyata bernama Pek Sian, melontarkan sumpah serapah sambil terus berjalan. Mereka melewati tempat mayat-mayat para p
Setelah menginap di desa tersebut selama satu malam, Long Wei bersama lima belas biksu Taring Naga bersiap melanjutkan perjalanan. Pada saat itulah Long Wei kaget sekali ketika melihat keributan di luar. Ternyata dia adalah Gu Peng, orang yang membantu menyeberangkan Long Wei, sedang dikelilingi oleh orang-orang desa.Mereka berseru-seru seolah bergembira karena sesuatu. Long Wei menduga mereka tentu senang sekali setelah kepergian para tukang pukul itu.Salah satu warga terdengar berteriak nyaring. “Kepala desa kembali!”Tanpa terasa pula Long Wei terhenyak. “Kepala desa?”Pada saat itu ia bersama rombongan Taring Naga berdiri di parahu besar tempat menginap mereka tadi malam, dan mereka menonton keramaian itu dari air.“Kau kenal dia?” Siauw Ki, pemuda yang menjadi pimpinan rombongan ini, yang sejak kemarin memperlihatkan sikap lebih bijak daripada teman-temannya, bertanya.“Dia yang menyeberangkanku kemarin.”“Oh?”“Dia mengaku hanya sebagai orang biasa,” lanjut Long Wei. “Tak kusa
Orang yang kurus tadi tertawa terbahak-bahak. “Lihat, kan? Sebentar lagi kita bisa pergi dari sini dan jadi kaya raya.”Kekehan si tinggi besar bersenjata golok terdengar memuakkan telinga. “Kita harus bisa menangkap Dewi Teratai Merah.”Pria kurus itu mengangguk-angguk membenarkan. Ia kembali memandang ke arah Cang Er dan Liang Kun. “Jadi, siapa anak muda ini?”Liang Kun melintangkan pedang di depan dada dan spontan maju selangkah di hadapan Cang Er. “Aku Liang Kun, kakak seperguruannya.”“Pasti lebih kuat,” komentar si tinggi besar.“Kalian siapa dan mau apa? Lalu apa maksudnya Dewi Teratai Merah?” Liang Kun memandang tajam penuh kecurigaan.“Hahaha, bahkan kakak seperguruannya sendiri tidak tahu kalau adiknya sudah terkenal di kalangan kita!” si kurus berkata kepada si besar.“Benar-benar menggelikan.” Si tinggi besar tertawa sampai perutnya bergerak naik turun.Cang Er merapatkan tubuh ke belakang Liang Kun. “Kakak, aku sama sekali tidak mengenal mereka dan tidak tahu apa maksud d
Setelah pergi cukup jauh dari Danau Yueya, mereka berdua memperlambat laju kuda masing-masing. Jalanan memang lebar, tapi mereka memilih untuk tidak terlalu buru-buru untuk menikmati keadaan alam sekitar sekaligus beristirahat dari lelahnya tugas yang baru saja dijalankan.“Cang Er, apakah kau yakin baik-baik saja,” tanya Liang Kun yang sudah menjajari kuda Cang Er.Gadis itu tersentak dari lamunannya. Memang tadi dia sedang melamun tentang segala kejadian di Desa Cin Wu baru-baru ini. “Kenapa?”“Wajahmu selalu tampak murung.”Kembali Cang Er menunduk dan merenungkan semuanya. “Sebenarnya, ada satu hal yang sedang kupikirkan dan kusesali.”“Apakah yang kauceritakan kepada Gak Tai Ciangkun tadi itu bohong?” tanya Liang Kun penuh selidik.Gadis itu cepat-cepat menggeleng. “Tidak sama sekali. Semua itu benar. Hanya saja ada beberapa bagian yang aku rahasiakan.”Liang Kun mengembuskan napas panjang. “Sudah kuduga,” ucapnya yakin. “Aku memang merasa ada yang janggal dengan dirimu sejak tad
Perjalanan ke barat kali ini sedikit jauh. Menaiki kuda tunggangannya, ia menyusuri jalan-jalan setapak sempit sepanjang hutan untuk sampai ke tempat tujuan. Tentu saja, dalam hutan-hutan yang lebat ini terdapat banyak para bandit beserta segala macam orang jahat. Di tengah jalan ini Cang Er banyak bertarung untuk menumpas mereka. Kadang ada yang dibunuh, kadang ada yang dibiarkan lolos dengan membuat mereka setengah cacat atau sumpah paksaan.Setelah beberapa hari ke arah barat, Cang Er sedikit membelok. Kini ia menuju barat daya. Tujuannya adalah Danau Yueya yang terkenal dengan keindahan sekaligus keunikan tempat tersebut. Pasalnya, danau itu memiliki ciri khas tersendiri dalam bentuknya yang melengkung seperti bulan sabit raksasa. Jika dipandang dari bukit terdekat ketika sore hari, maka airnya akan berwarna merah terang. Ketika dipandang saat malam hari, maka Danau Yueya memantulkan gambar bintang dan bulan dari langit.Tiga hari berikutnya, Cang Er tiba di danau tersebut saat so
Gerakan Long Wei lebih cepat. Dia menangkis tusukan itu dengan cara menekan pedang ke bawah. Sebelum Zhen Yu mampu berekasi, Xu Qinghe melancarkan serangan berupa bacokan yang langsung ditangkis oleh pemuda itu dengan tangan kiri. Suara beradu dua logam terdengar, ternyata tangan kiri Zhen Yu juga dilapisi sarung tangan besi.Long Wei tak bisa membantu lebih jauh lagi karena ia merasakan bahaya dari belakang. Begitu berbalik, ternyata sudah ada lima orang yang menyerang. Begitu pula dengan Ceng Tok, ia sudah sibuk menghadapi mengeroyokan para Singa Emas.Xu Qinghe berteriak keras, menyerang dengan dua kali tebasan ke leher dan dada. Zhen Yu mampu menangkis sekaligus menghindar. Pemuda itu melakukan serangan balik berupa tusukan tangan kiri yang seolah bisa mengambil jantung Xu Qinghe jika tangan itu berhasil menembus dada.Trang ....“Kau kurang kuat!” seru Zhen Yu.Trang ... Trang ....“Kau masih takut!”Trang ... Sraat ....Darah keluar dari luka gores di pipi Zhen Yu.“Kau lengah!”
Tiba-tiba hujan turun deras. Tanah yang tadi kering kini benar-benar basah dalam waktu amat singkat. Genangan air tercipta di sudut-sudut yang biasanya tak terlalu diperhatikan, atau bahkan di kumpulan rumput taman atau halaman depan.Long Wei memandangi beberapa genangan kecil yang ada di sekelilingnya dan dia bertanya-tanya dalam hati. Setelah lewat malam ini, apakah genangan air itu masih keruh karena tercampur tanah? Atakaukah akan berubah warna? Merah, mungkin?Suitan nyaring terdengar. Long Wei tahu itu suara Ceng Tok yang bersuit dari atas gerbang depan. Suitan tanda bahaya yang seolah menarik siapa saja dari pelukan mimpi indah. Berturut-turut pintu kamar terbuka lebar, semuanya berlari keluar.Terjangan air hujan besar-besar tak mereka pedulikan. Mereka semua tahu ini pasti ada hubungannya dengan pertempuran di kaki bukit beberapa hari lalu. Mereka semua siap mempertaruhkan nyawa.“Singa Emas datang menyerang!” teriak Ceng Tok dan tahu-tahu di tembok tinggi yang mengelilingi
Dia merasa bingung sendiri, kenapa tadi ia begitu teropsesi dengan Giok Langit sampai mengabaikan Xu Liangchen. Dia terlalu fokus kepada Lin Dong untuk mengejar Han Rui yang telah membawa cincin itu. Dia terlalu fokus pada Giok Langit.Long Wei memandang Xu Qinghe yang memangku kepala ayahnya sambil mengucurkan air mata. Dua Raja Singa yang tersisa memanfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri. Long Wei sama sekali tak menghiraukan mereka.Dia lebih memikirkan dirinya sendiri.Apa yang terjadi padaku? batinnya. Perasaan apa itu tadi?Jerit Xu Qinghe yang semakin keras mengalihkan perhatian pemuda itu. Ia cepat mendekat untuk melihat luka-luka yang diderita Xu Liangchen. Beberapa saat kemudian, Long Wei menggelengkan kepalanya lemah. Racun itu sudah menyebar terlalu jauh. Mungkin hanya Setan Sakti yang mampu menangani ini.Agaknya Xu Liangchen tadi terlalu gegabah sehingga terlalu banyak menangkis serangan para musuh sehingga racun itu berhasil masuk.“Aku tahu aku tak akan selamat,
Xu Qinghe menangkis dan terpental, jatuh bergulingan. Pedang beronce merahnya terlempar jauh setelah menerima hantaman pedang milik Han Rui. Wanita dengan jubah serba merah itu lantas menerjang lagi, menusuk dada.“Setan betina!” pekik Xu Liangchen.Han Rui sedikit terkejut lalu menarik kembali serangan. Dia mampu melihat sinar berkelebat yang hampir menggorok lehernya. Ternyata itu adalah pedang berkilau yang entah sejak kapan sudah berada di tangan Xu Liangchen.Tak lama kemudian, datang pula seorang lelaki berjubah serba hitam. Ia memiliki wajah tegas, alis tebal dan kepala botak. Di tangannya membawa rantai panjang yang di ujungnya terdapat bola besi berduri.“Oh ... pertemuan yang kurang menyenangkan, menurutku.” Han Rui terkekeh menatap Xu Liangchen. “Apa kabarmu, orang tua?”Satu Raja Singa terpental tepat di depan muka Han Rui saat Long Wei dengan murka menyepaknya keras. Wanita itu buru-buru memandang untuk menemukan muka Long Wei yang membayangkan kemurkaan luar biasa.“Bagu
Xu Qinghe memerintahkan selusin orang yang ia rasa memiliki kepandaian tinggi. Saat itu juga, bersama Long Wei, mereka pergi menyusul Xu Liangchen yang pasti sudah cukup jauh dari Kota Shengyin. Dengan naik kuda-kuda berkualitas baik, mereka membelah jalanan kota dan berhasil mengejutkan para warga.Di tengah perjalanan, Long Wei hanya menjelaskan kalau mungkin Xu Liangchen dalam bahaya. Entah mendapat serangan atau apa pun.“Kalau Ular Darah sengaja melakukan ini untuk merebut perhiasan itu.” Long Wei sengaja menyebut perhiasan karena saat ini mereka tidak sendiri. “Apakah kau tidak berpikir kalau mungkin sekali kekacauan antara Pedang Api dan Singa Emas adalah siasat mereka pula untuk merebut perhiasan?”Napas Xu Qinghe berhenti sejenak. “Itu ... itu masuk akal juga.”“Aku khawatir ayahmu di perjalanan mendapat serangan,” ucap Long Wei. “Entah dari Singa Emas atau dari Ular Darah atau dari keduanya.”“Kita harus cepat!”Keadaan memang gawat sekali. Ini adalah masalah pelik yang mung
Long Wei mencoba menyamai langkah kaki Xu Qinghe yang melintasi lorong entah menuju ke mana. Gadis itu sama sekali tidak menjawab ketika terus didesak Long Wei. Hingga ketika Xu Qinghe berbelok, ternyata mereka sampai di taman belakang yang lumayan luas.Xu Qinghe berhenti tiba-tiba dan membalikkan tubuh dengan sebal. “Kau kenapa mengikutiku terus? Apa tak ada yang perlu kaulakukan?”“Tidak, kalau kau bertanya,” jawab Long Wei cepat. “Yang pasti, kau harus menjelaskan kenapa kalian menerima permintaan itu? Apa kalian tidak tahu siapa itu Ular Darah?”Xu Qinghe menggembungkan pipi sebelum berbalik dan pergi. Beberapa saat kemudian, dia berhenti lagi lalu mengempaskan diri ke kursi taman yang berada di bawah naungan pohon besar.Long Wei menyusul. “Jawab aku!”Xu Qinghe masih memasang muka jengkel.Long Wei ingin mendesak lagi, tapi gadis itu sudah mendahuluinya dengan bentakan. “Kau di sini diminta untuk menjagaku, bukan menanyaiku macam-macam apalagi urusan Pedang Api!”Tangan pemuda