Memang keadaan Yang Feng mengenaskan sekali. Kakek yang sudah tua dan bertubuh kurus itu kini sedang terkapar di bawah anak tangga. Rambut dan jenggot panjangnya yang putih sudah berubah warna menjadi merah karena darahnya sendiri. Tangannya putus satu, yaitu tangan kanan. Tongkat pusaka yang menjadi senjatanya masih tergenggam di tangan yang putus itu.Long Wei tidak tahu apa yang terjadi, benar-benar tidak tahu, dan dia pun tidak mengenal siapa adanya tiga orang itu sampai memusuhi gurunya. Namun, Long Wei segera memutar otak dan mencapai satu kesimpulan. Kemungkinan besar mereka datang ke sini dan melakukan pembunuhan adalah untuk mencari Giok Langit. Apalagi yang masuk akal? Sudah dua kali dia mengalami kericuhan yang berujung kepada Giok Langit. Yang pertama adalah di Desa Qinglan, dan yang kedua adalah tentang Si Maut Kembar.“Aku tidak tertarik dengan segala apa yang kalian cari. Aku pergi,” ujar Shi Yu, seorang kakek sepuh berpakaian sederhana itu sebelum berjalan dengan tenan
Rasanya matahari pagi ini tidak bersinar seterang pagi sebelumnya. Rasanya langit yang membentang sejauh mata memandang tidak sebiru seperti hari kemarin. Rasanya kicau burung yang selalu berisik itu tidak sesunyi hari ini. Entah kenapa, Long Wei merasakan beberapa perbedaan di sekelilingnya. Atau semua itu berubah karena perasannya yang juga ikut berubah?Selama tujuh tahun Long Wei tinggal di sini, hidup berdua dengan Yang Feng untuk menuntut ilmu. Pada tahun-tahun awal, Long Wei selalu berpikir “Aku ingin balas dendam.” Seiring berjalannya waktu, pikirannya berubah menjadi “Aku ingin jadi pendekar.” Kemudian hari ini, tepat beberapa waktu lalu, belum terlalu lama, hatinya berbisik “Kakek ini guruku.”Bertahun-tahun ia hidup bersama Yang Feng, bahkan melakukan perjalanan jauh mencari tempat sembunyi, menjadi buronan, kini harus berakhir di sini. Setelah bertahun-tahun, baru kali inilah Long Wei mengakui Yang Feng sebagai sosok guru setelah selama ini bersikeras dengan pesan mendiang
Hal pertama yang ia ingin lakukan adalah mencari musuh-musuh lamanya yaitu Zhu Ren pemimpin bajak laut Iblis Laut. Kemudian Pertapa Putih dan Tangan Maut. Long Wei rasanya belum bisa menjadi seorang anak yang berbakti seandainya belum menghabisi nyawa ketiga orang tersebut.Dari barat, dia menuju timur ke kawasan sungai Bai He. Tempat Desa Mingxia dan persembunyian mereka sudah menyeberangi sungai tersebut, maka ketika Long Wei tiba sana, ia berada di sisi barat.Pemuda ini mengikuti arus sungai dengan berjalan kaki. Di wilayah ini memang sepi sekali manusia karena masih jarang terdapat desa. Jika sekali waktu nampak seseorang, mungkin adalah orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Jika hanya nelayan pencari ikan di sungai, agaknya tak mungkin sampai di tempat seperti ini.Ketika sedang berjalan itulah dia melihat satu perahu yang cukup besar lewat perlahan dari arah utara ke selatan mengikuti arus sungai. Perahu itu kelihatan kokoh kuat dan terawat. Long Wei mengamati penuh perh
Dari lima belas orang yang Long Wei lihat, tiga di antaranya dalam keadaan berdiri dan tiga orang ini pula yang tadi membentak preman terakhir. Mereka masih muda-muda, umurnya mungkin sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahun.Sedangkan untuk dua belas biksu lain yang seumuran dan lebih tua, masih duduk menikmati hidangan di atas meja. Semuanya berupa sayur, tidak ada daging.“Kau juga bagian dari mereka?” tanya salah satu biksu yang sedang berdiri itu. “Kalau iya, sebaiknya lekas bawa kawan-kawanmu pergi dari sini.”Long Wei terkejut dan spontan melihat dirinya sendiri. Jubah putih sederhana, apakah menandakan kalau dia bagian dari mereka yang berpakaian kasar-kasar seperti para bajak itu?Pemuda itu mengangkat tangan. “Bukan, aku pengunjung di sini,” katanya diakhiri senyum tipis.Tiga biksu itu masih memicingkan mata sampai salah satu dari mereka, orang muda tapi yang sikapnya lebih dewasa, menegur. “Biarkan saja. Kalau dia bagian dari mereka pun, biarlah asal tidak mengganggu.” Pr
Di sisi lain sungai itu, lebih tepatnya di selatan, terdapat pula desa nelayan yang keadaannya jauh lebih baik dari tempat Long Wei berada. Desa ini lebih besar dan otomatis lebih ramai. Namanya adalah Desa Cin Wu, sebuah desa nelayan yang masih berada dalam naungan bajak laut Iblis Laut pimpinan Zhu Ren.Jika desa tempat Long Wei berada selalu ketakutan dengan sosok bernama Hartawan Cia, maka di sini yang mereka takuti langsung adalah Zhu Ren atau yang biasa mereka panggil Raja Zhu. Lelaki ini memimpin desanya dengan sedikit lebih baik ketimbang Hartawan Cia, tapi tetap saja kejam dan semena-mena. Aturan yang dibuat bersifat mutlak dan tak bisa ditawar lagi. Hal ini membuat banyak orang di sana selalu menundukkan kepala dengan murung.Siang itu mereka kedatangan tamu dari tempat jauh, seorang gadis berjubah merah dengan motif bunga teratai. Rambut hitam panjangnya digelung di atas kepala, membiarkan beberapa hela berjuntai menutupi dahi di sisi kanan dan kiri. Matanya walau tampak le
Maka terlupakanlah segala rencana tadi. Bersama tujuh pengawal yang dibawa Xi Yan sebelumnya, Cang Er pergi menuju pondok yang dimaksudkan.Tempat tinggal Zhu Ren berada di sisi timur desa. Di sana terdapat satu komplek bangunan yang dikelilingi tembok tinggi, sudah seperti istana saja kelihatannya. Semua orang tahu di balik tembok tinggi itu terdapat raja bajak laut yang selama ini sudah terkenal namanya, Zhu Ren.Ini juga termasuk dalam tugas Cang Er untuk datang ke desa ini. Dia mendapat perintah dari Cao Yin untuk meluruskan sepak terjang Zhu Ren yang sudah belok. Gadis ini telah mendengar secara singkat betapa beberapa tahun lalu ada satu bajak laut besar yang bernama Hantu Samudra. Bajak laut itu hancur setelah Cao Yin sendiri terjun dalam pertarungan dibantu oleh bajak laut lain yaitu bajak laut milik Zhu Ren.Sudah ada perjanjian pula bahwa setelah itu Zhu Ren tak akan membajak orang dengan semena-mena lagi kecuali para pejabat korup atau orang kaya yang berlaku seenaknya. Nam
Suara jerit tertahan menyusul setelah bunga api terlontar ke mana-mana. Kepala pengawal tadi yang menangkis lemparan pasak lawan dengan pedangnya yang langsung patah seketika. Namun, akibat perbuatannya ini serangan itu berhasil dibelokkan.“Terima kasih.” Cang Er buru-buru bangkit lalu keluar dari ruangan membawa Xi An diikuti oleh kepala pengawal.Di depan, lima orang pengawal sudah berkumpul dengan sikap tegang menanti-nanti apa yang akan terjadi. Ketegangan menjalar ke segenap sendi dan seluruh aliran darah mereka. Beberapa orang bahkan sampai kesulitan mengatur napas, satu hal yang wajar saat menghadapi maut di depan mata.“Kalian bawa Nona Xi An ini kepada Paman Xi.” Cang Er menyerahkan gadis tersebut. “Biar kutahan dia.”Lagi-lagi kepala pengawal membantah. “Kubilang jangan gegabah, dia kuat sekali. Lebih baik kita pergi dari sini sekarang.”Gadis itu merasa jengkel juga bahwa setiap keputusan yang diambilnya selalu mendapat bantahan dari orang ini. Cang Er ingin memberontak ka
Dengan kemarahan yang ditahan-tahan, Cang Er tidak punya pilihan lain selain ikut bersama rombongan tersebut. Dia meletakkan pedang dengan pasrah, membiarkan seorang tukang pukul mengambil dan mengaguminya kemudian tiga orang lain mengikat tangannya.Shi dan pria berkumis panjang tadi masih memperdebatkan soal Cang Er dan Xi An.“Kalian juga membunuh para pengawal Nona ini, kenapa tidak membiarkanku membunuhnya?” Shi membantah.“Mereka hanya pengawal tak berguna. Dua Nona ini pasti lebih berguna, makanya jangan dibunuh.”“Dasar penjilat!” bentak Shi jijik. “Kau hanya ingin menyerahkan mereka kepada raja agar mendapat keuntungan.”Wajah pria berkumis tadi menandakan kejengkelan luar biasa. Terpaksa orang itu hanya mampu menelan kemarahan dan berbalik pergi memimpin rombongan menuju komplek Zhu Ren.Dari jauh Shi bersorak. “Pek Sian Si Penjilat!”Pria berkumis itu, yang ternyata bernama Pek Sian, melontarkan sumpah serapah sambil terus berjalan. Mereka melewati tempat mayat-mayat para p
Serangan Cang Er dan Liang Kun yang datang dari kanan kiri itu sama sekali tidak membuat orang ini menjadi gugup. Justru ia segera melawan dengan cara memutar tubuh cepat sekali. Saking cepat putaran tubuh itu, dalam sekali putar pedang mereka sudah berhasil kena tangkis bahkan hampir terpental. Cang Er terpekik kaget karena merasakan tangannya panas sedikit kesemutan.Orang ini melanjutkan serangan dengan menubruk Liang Kun yang paling dekat. Pedangnya membacok, menusuk dan menebas. Tujuh kali serangan berturut-turut yang datang seolah tanpa pola berhasil membingungkan Liang Kun. Namun, pemuda itu dengan ilmunya Pedang Pembelah Langit mampu memecah semua serangan itu.Karena Liang Kun menangkis sambil terus memundurkan badan, maka otomatis mereka semakin dekat dengan pedang orang itu yang tadi berhasil dijatuhkan. Pada serangan kesepuluh, dia menebaskan pedang kuat sekali sampai Liang Kun terdorong dua langkah.“Jangan biarkan dia ambil pedang!” seru Cang Er yang khawatir kalau semua
Bergerak hanya bermodalkan refleks, ia meloncat keluar dari jendela dan langsung berlari cepat menuju sumber suara. Pada waktu yang hampir bersamaan, Jit Kauw juga mengikuti langkah Cang Er dengan suitan-suitan panjang selama perjalanan.Suitan-suitan ini membangunkan kawan-kawannya yang sedang tidur nyenyak di bangunan mirip gudang itu. Diturut pula oleh Liang Kun yang sudah terbangun dan melesat cepat.Teriakan dengan suara serak ini entah dikeluarkan oleh siapa, yang jelas asalnya dari rumah tabib desa tempat Siauw Ki dirawat. Setelah suitan-suitan nyaring ini, seluruh kawan-kawan Jit Kauw yang mendengar segera berkumpul.Cang Er yang tadi berlari di depan otomatis tiba lebih dulu. Dalam keremangan malam, ia mampu melihat Siauw Ki bertempur melawan seorang siluet lelaki. Buru-buru ia cabut pedang untuk menerjang.“Pengecut hina, beraninya melawan orang sakit!”Menggerakkan pedang berdasarkan ilmu Bintang Jatuh, pedangnya membacok dengan pengerahan hawa tenaga dalam kuat sekali.Ora
Andai saja tidak berwajah terlalu pucat dan mengeluarkan banyak darah, orang itu sejatinya memiliki bentuk wajah yang tampan. Cang Er bisa mengenalnya karena dulu waktu pembasmian kelompok Zhu Ren orang itu juga ikut serta bahkan menjadi salah satu tokoh penting. Dia bukan lain adalah Siauw Ki, seorang murid Perguruan Taring Naga yang lihai.Pemuda itu terbaring lemas dengan napas pendek-pendek. Sesekali ia meringis kesakitan saat kakek tabib mengoleskan sesuatu ke lukanya. Keadaan Siauw Ki amat memprihatinkan, jika saja dia bukan seorang yang lihai, kiranya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan saat ini dia pasti sudah mati dengan luka seperti itu.“Biar kubantu.” Jit Kauw maju ke tepi pembaringan. Tanpa permisi dan minta persetujuan, ia langsung menggerakkan telunjuk jari tangan yang bergerak cepat menotok sana-sini. Seketika darah yang tadi mengucur berhenti mengalir. Ini memudahkan tabib tersebut.“Air panas,” kata tabib itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri panci di atas meja.
Mereka diberi kuda-kuda terbaik yang dimiliki Gagak Putih serta bekal selama perjalanan. Mereka tidak tahu seberapa lama perjalanan ini akan berlangsung karena tempat itu demikian jauh, Cao Yin memperkirakan tak mungkin kurang dari dua bulan. Maka dari itu mereka juga mengantongi banyak uang.Tindakan itu sebenarnya sedikit mengkhawatirkan mengingat keadaan saat ini yang serba kacau. Namun, itu perintah guru mereka, apa boleh buat.Pagi hari itu Cang Er dan Liang Kun sudah meninggalkan wilayah Gagak Putih untuk menuju utara. Kepergian dua murid pribadi ketua perguruan tentu diiringi lambaian tangan dan sorak-sorai membahana. Semua orang mendoakan agar mereka lekas pulang dalam keadaan selamat tentunya.Dalam perjalanan ini, berbagai desa dan kota dilewati. Sungai-sungai kecil dan besar diseberangi. Beberapa kali ada bandit menghadang, tapi hanya berakhir tumbang entah tanpa nyawa atau sengaja dilepaskan. Dua tokoh Perguruan Gagak Putih ini selama perjalanan juga terus melatih ilmu sil
Ia mainkan ilmu silat Berkah Dewi khas milik Gagak Putih. Seharusnya tampak cahaya bersinar terang di masing-masing tangan ketika siapa pun mainkan ilmu silat ini. Akan tetapi, Cang Er mendapati satu keanehan pagi hari itu. Ketika ia berlatih di hutan belakang Perguguran Gagak Putih, saat ia mengerahkan tenaga dari Berkah Dewi tangan kanannya diliputi cahaya putih sedangkan tangan kirinya terselubung cahaya hitam.Cang Er bahkan sampai ngeri melihat perubahan dalam dirinya sendiri. Ketika ia mencoba memukul roboh sebatang pohon yang tak begitu tinggi, hasilnya pun luar biasa lain. Saat terkena tangan kanan, pohon itu langsung pecah berhamburan dan tumbang. Namun, ketika ia memukul menggunakan tangan kiri yang bercahaya hitam, pohon itu tumbang perlahan-lahan. Walau begitu efek yang ditimbulkan tangan kiri ini lebih mengerikan karena saat batang pohon itu tumbang, bagian dalamnya sudah menghitam seperti terbakar dan berubah jadi semacam bubuk halus.“Gila, dari mana kekuatan terkutuk i
Liang Kun sudah berulang kali memberitahunya untuk tetap berdiam di kamar selama beberapa waktu, tapi rasa penasaran yang mengeram di hati seolah sudah tidak sabar untuk dikemukakan.Cang Er selalu merasa gelisah dalam kamarnya ketika mengingat kata-kata Zhu Ren. Bajak laut itu dengan lancang berani bilang kalau gurunya juga seorang pengecut karena meminta bantuan golongan hitam untuk menggempur bajak laut Hantu Samudera. Tentu saja Cang Er tidak percaya begitu saja, maka dari itu malam ini dia dengan langkah buru-buru mendatangi tempat Cao Yin.Pintu diketuk tiga kali dan membuka perlahan. Di sana tampak Cao Yin yang mengenakan jubah serba putih sedang duduk bersila di atas bantalan empuk. Tanpa ragu, Cang Er masuk lantas menjura hormat.“Guru.”Cao Yin mengelus jenggot panjangnyanya. Dengan muka tenang, ia berkata. “Kau masih belum sembuh, kenapa malam-malam justru memaksakan diri untuk datang ke sini?”“Sebenarnya saya sudah ingin mengatakan ini kepada guru sejak pertama kali kami
Orang itu menoleh sedikit, sayang Long Wei tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tak ada penerangan sama sekali kecuali sebatang lilin kecil yang menyala redup di meja sebelah kiri orang itu.“Maaf lancang masuk tanpa izin,” kata Long Wei seraya menundukkan badan dengan hormat.Orang itu seolah tak mempermasalahkan sama sekali. Dia kembali ke posisi semula dan mencelupkan kuas ke tempat tinta sebelum menulis lagi di atas kertas panjang.Long Wei merasakan keanehan sikap orang, tapi dia tidak terlalu mempermasalahkan. Pemuda itu berbalik lalu mengintip di celah jendela, tampak banyak orang berlari kacau balau di tengah kekacauan kebakaran gedung-gedung besar.“Kau tidak ikut lari?” Setelah waktu yang cukup lama hanya saling diam, Long Wei akhirnya buka suara.Terdengar suara kekehan orang itu. Ia menjawab. “Pertanyaan yang sama bisa kuajukan padamu pula.”Menurut Long Wei setelah mendengar suaranya, orang itu umurnya tentu tidak lebih dari empat puluh tahun. Melihat kulit tanga
Karena maklum dengan kepandaian Long Wei, Shi tidak mau terlalu gegabah. Satu pasak lagi dikeluarkan maka kini ia memegang sepasang pasak yang ampuh sekali.Jika Shi menjadi lebih waspada, berbeda dengan dua orang lainnya. Mereka belum mengenal sejauh apa kepandaian Long Wei, sehingga saat bertongkat ataupun tidak di mata mereka sama saja.Ming Zhao Yu yang melakukan serangan lebih dulu. Lelaki bertopeng itu merangsek maju dengan tombak siap menusuk mengarah titik-titik vital. Hampir secara bersamaan, Lonceng Surga menyerang menggunakan tapak tangan kiri yang mengeluarkan asap hitam, ilmu khas Ular Darah.Long Wei hanya melirik sesaat serangan-serangan mereka lalu mulai bergerak.Walau yang menyerang lebih dulu adalah Ming Zhao Yu, tapi yang lebih dekat adalah Lonceng Surga sehingga serangannya yang mendarat lebih dulu. Long Wei menghadapinya dengan tenang. Ia miringkan tubuh ke belakang untuk menghindar dan bersiap melakukan serangan balik.Akan tetapi, memang pantas jika orang ini m
Tanpa sungkan lagi Long Wei mainkan ilmu Guntur Peruntuh Mega. Tangannya yang berisi tenaga dalam sepenuhnya bergerak cepat untuk memukul ke kanan dan kiri. Dalam sekali gebrakan ini, dua pengeroyok tumbang seketika.Di sisi lain, tanpa sarung tangan besinya, Zhen Yu juga mengamuk tak kalah hebat. Dia bersilat dengan ilmu silat yang kelihatan agak aneh, gerakannya lebih sering menunduk dan menubruk atau melakukan cakaran ke arah mata. Namun, sejatinya di situlah letak keampuhan ilmu tersebut. Gerakan yang mirip singa itu selalu berhasil menipu mata lawan, seolah hendak bergerak ke kanan padahal ke kiri atau sebaliknya. Tak jauh berbeda dari Long Wei, dalam sekali bergebrak beberapa prajurit sudah jatuh tumbang.Ah Cui walau tidak terlalu menonjol, tapi ternyata dia memiliki ilmu silat yang lumayan juga. Gerakannya hampir mirip dengan Zhen Yu walau tidak sekuat pemuda itu. Akan tetapi, dia tetap merupakan sosok merepotkan bagi para prajurit.“Hyaaaahhh!”Menyusul bentakan ini, tiga ora