Beranda / Pendekar / Giok Langit / Bab 15 : Desa Mingxia

Share

Bab 15 : Desa Mingxia

Penulis: Adidan Ari
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 07:02:50

“Kenapa Giok Langit jadi bahan rebutan? Mereka tak berguna kalau tidak bersatu kedelapan-delapannya.”

Yang Feng mengedikkan bahu. “Singkatnya begini. Kalau aku berhasil mengumpulkan kedelapan-delapannya, maka naga yang akan turun menjadi milikku.”

“Sumpah naga kepada kaisar.” Long Wei merasa bingung karena itu berbeda dari cerita yang ia dengar.

“Mungkin siapa pun yang memanggilnya akan mendapat naga,” ungkap Yang Feng. “Tapi naga sudah bersumpah, sekali bersumpah akan tetap dipegangnya terus. Mungkin karena kesaktian naga membuat kedelapan giok tak pernah dapat disatukan sebelum menemukan pewaris kaisar yang pantas.”

“Jadi semua ini juga masuk ke dalam permainan sang naga?” Tiba-tiba Long Wei merasakan kemarahan. “Kita dipermainkan!”

“Kau salah ... kau salah ....” Dengan lagak seorang bijak, Yang Feng mengibas-ngibaskan tangan kanannya. “Begini cara berpikirnya. Bagaimana kalau kedelapan Giok Langit jatuh ke tangan orang jahat dan sang naga dimanfaatkan untuk berbuat semena-mena?”

“K
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Giok Langit   Bab 16 : Si Maut Kembar

    Gerakan Yang Feng cepat sekali. Baru saja keluar dari pintu rumah, Long Wei hanya mampu melihat bayangan putih yang melesat semakin jauh. Diam-diam dia mengeluh dalam hati karena sampai saat ini belum mampu menggunakan ilmu meringankan tubuh. Walau begitu, gerakan Long Wei sudah sangat cepat dibanding gerakan orang biasa karena pemuda ini tidak sadar bahwa latihan-latihannya dalam ilmu Silat Sakti Im-Yang juga ikut andil dalam hal melatih kecepatan.Mata Long Wei yang tajam terus mengikuti bayangan putih Yang Feng sampai mereka tiba di sebuah rumah besar yang keadaannya terang sekali. Obor-obor di pasang pada setiap sisi tembok rumah, begitu pula di dalam rumah pun keadaan amat terang. Dari jauh, suara-suara gaduh itu semakin jelas terdengar saat mereka kian mendekat.“Tahan senjata!” Long Wei yang masih belum masuk ke halaman mendengar seruan Yang Feng.Seruan ini disusul suara berkelontangnya beberapa logam dan teriakan-teriakan kaget. Ketika Long Wei melompat masuk ke halaman, ia m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Giok Langit   Bab 17 : Wejangan Yang Feng

    Long Wei sudah mengitari seluruh rumah pondok itu untuk tidak menemukan apa-apa. Keadaan pondok nyaris tak ada yang berubah kecuali lantai depan yang bersimbah darah dan goresan-goresan di beberapa sisi sebagai tanda kalau beberapa waktu lalu ada pertempuran berlangsung.Api unggung di depan sudah hitam dan berasap tipis, mungkin sudah dimatikan saat malam tadi.Yang Feng yang memeriksa mayat Beng Sui memperkirakan matinya belum begitu lama.“Tidak ada dua batang dupa yang lalu,” katanya dengan sedikit murung karena suling pusaka Setan Sakti sudah lenyap.Long Wei melebarkan mata. “Sungguh?”Kakek itu mengangguk.“Itu artinya baru saja terjadi dan si pembunuh belum pergi terlalu jauh.” Long Wei mengamati mayat keduanya yang menggeletak kaku di halaman pondok. Tampak sepasang mata Beng Sui yang terbelalak lebar. “Kira-kira apa yang pembunuh itu dapat setelah membunuh mereka?”“Sepertinya aku bisa menebak,” ujar Yang Feng serius. “Aku belum menceritakan kejadian sepuluh tahun lalu ketik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Giok Langit   Bab 18 : Mengasingkan Diri

    “Jadi dia juga pernah menjadi pemilik Giok Langit?” Long Wei setengah tidak percaya saat mengatakannya.“Dia pemilik Giok Langit bentuk kalung, warisan dari gurunya yang menurunkan ilmu pengobatan sakti itu. Namun ketika bentrok dengan Si Maut Kembar, selain pusaka yang tercuri, juga Giok Langit miliknya.”Kini semua jadi masuk akal, batin Long Wei. Wajar saja bila Setan Sakti amat percaya padanya sampai menurunkan satu ilmu hebat, ternyata dulu dia juga pewaris Giok Langit.Yang Feng mengembuskan napas panjang. “Sejak saat itulah sikapnya jadi agak gila seperti. Dia merasa malu karena tak sanggup melindungi pemberian gurunya yaitu pusaka dan Giok Langit. Kemudian dia pergi entah ke mana, ketika aku bertemu lagi dia sudah berjuluk Setan Sakti dan menjadi orang seperti yang kaulihat.”Long Wei berhenti sejenak. Pikirannya mencerna semua yang dikatakan Yang Feng barusan. Sungguh ini merupakan pengalaman yang amat luar biasa. Baru saja dia tertimpa mala petaka yaitu hancurnya kelompok ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Giok Langit   Bab 19 : Setuju

    Di luar kota Hunnan, kurang lebih dua li di sebelah timur, berdiri bangunan megah yang dikelilingi tembok tinggi. Seluruh bangunan itu didominasi oleh warna putih. Empat menara besar berdiri di setiap sudut tembok dengan mengibarkan bendera bergambar gagak. Tempat inilah markas dari Perguruan Gagak Putih, tempat berkumpulnya para pendekar gagah yang namanya sudah tersohor sekali di Kekaisaran Tian.Lu Cang Er menahan seruannya saat dari jauh sudah melihat kemegahan bangunan itu yang seolah bersinar karena tertimpa cahaya matahari. Di sebelahnya, Liang Kun tersenyum tipis menyadari reaksi gadis tersebut. Tentu saja ada rasa bangga di hatinya.Rombongan keluarga Xi sudah berhenti di kota sebelumnya sehari yang lalu, kemudian mereka melanjutkan perjalanan panjang menuju Kota Hunnan menggunakan kuda.“Selamat datang di tempat kami,” berkata Cao Yin ketika mereka sudah tiba di pintu gerbang.Tak lama kemudian, gerbang besar dari kayu berkualitas itu membuka perlahan, menampakkan halaman l

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Giok Langit   Bab 20 : Yang Tak Terduga

    Giok Langit dipercaya sebagai pusaka yang melindungi Kekaisaran Tian ini dari apa pun. Banyak pula yang percaya bahwa Giok Langit yang membuat kejayaan kekaisaran ini seolah tak pernah padam sejak zaman kaisar pertama.Akan tetapi, tiba-tiba Giok Langit lenyap entah ke mana tanpa ada yang tahu. Yang pasti, sejak hilangnya Giok Langit, naga pelindung pun lenyap dan Kekaisaran Tian mengalami kemerosotan. Dua ratus tahun terakhir ini kekisaran terus melemah. Setiap kaisar yang duduk di takhta bersusah payah mengumpulkan kedelapan giok tersebut tapi tak pernah mendapatkan hasil.Demikian pula dengan keadaan saat ini. Kekaisaran Tian sedang digempur hebat oleh suku-suku dari utara. Yang menjadi kaisar saat ini adalah Kaisar Tian Hu, dia pun memiliki tujuan yang sama seperti para pendahulunya yaitu mengumpulkan kedelapan Giok Langit, tapi sampai kini pun tak pernah dapat satu pun. Padahal keadaan di utara semakin genting.Bahkan dengan bantuan orang-orang pandai dunia persilatan, hasilnya te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Giok Langit   Bab 21 : Yang Berhasil Lolos

    Memang keadaan Yang Feng mengenaskan sekali. Kakek yang sudah tua dan bertubuh kurus itu kini sedang terkapar di bawah anak tangga. Rambut dan jenggot panjangnya yang putih sudah berubah warna menjadi merah karena darahnya sendiri. Tangannya putus satu, yaitu tangan kanan. Tongkat pusaka yang menjadi senjatanya masih tergenggam di tangan yang putus itu.Long Wei tidak tahu apa yang terjadi, benar-benar tidak tahu, dan dia pun tidak mengenal siapa adanya tiga orang itu sampai memusuhi gurunya. Namun, Long Wei segera memutar otak dan mencapai satu kesimpulan. Kemungkinan besar mereka datang ke sini dan melakukan pembunuhan adalah untuk mencari Giok Langit. Apalagi yang masuk akal? Sudah dua kali dia mengalami kericuhan yang berujung kepada Giok Langit. Yang pertama adalah di Desa Qinglan, dan yang kedua adalah tentang Si Maut Kembar.“Aku tidak tertarik dengan segala apa yang kalian cari. Aku pergi,” ujar Shi Yu, seorang kakek sepuh berpakaian sederhana itu sebelum berjalan dengan tenan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Giok Langit   Bab 22 : Mengembara [Season 1]

    Rasanya matahari pagi ini tidak bersinar seterang pagi sebelumnya. Rasanya langit yang membentang sejauh mata memandang tidak sebiru seperti hari kemarin. Rasanya kicau burung yang selalu berisik itu tidak sesunyi hari ini. Entah kenapa, Long Wei merasakan beberapa perbedaan di sekelilingnya. Atau semua itu berubah karena perasannya yang juga ikut berubah?Selama tujuh tahun Long Wei tinggal di sini, hidup berdua dengan Yang Feng untuk menuntut ilmu. Pada tahun-tahun awal, Long Wei selalu berpikir “Aku ingin balas dendam.” Seiring berjalannya waktu, pikirannya berubah menjadi “Aku ingin jadi pendekar.” Kemudian hari ini, tepat beberapa waktu lalu, belum terlalu lama, hatinya berbisik “Kakek ini guruku.”Bertahun-tahun ia hidup bersama Yang Feng, bahkan melakukan perjalanan jauh mencari tempat sembunyi, menjadi buronan, kini harus berakhir di sini. Setelah bertahun-tahun, baru kali inilah Long Wei mengakui Yang Feng sebagai sosok guru setelah selama ini bersikeras dengan pesan mendiang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Giok Langit   Bab 23 : Hartawan Cia

    Hal pertama yang ia ingin lakukan adalah mencari musuh-musuh lamanya yaitu Zhu Ren pemimpin bajak laut Iblis Laut. Kemudian Pertapa Putih dan Tangan Maut. Long Wei rasanya belum bisa menjadi seorang anak yang berbakti seandainya belum menghabisi nyawa ketiga orang tersebut.Dari barat, dia menuju timur ke kawasan sungai Bai He. Tempat Desa Mingxia dan persembunyian mereka sudah menyeberangi sungai tersebut, maka ketika Long Wei tiba sana, ia berada di sisi barat.Pemuda ini mengikuti arus sungai dengan berjalan kaki. Di wilayah ini memang sepi sekali manusia karena masih jarang terdapat desa. Jika sekali waktu nampak seseorang, mungkin adalah orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Jika hanya nelayan pencari ikan di sungai, agaknya tak mungkin sampai di tempat seperti ini.Ketika sedang berjalan itulah dia melihat satu perahu yang cukup besar lewat perlahan dari arah utara ke selatan mengikuti arus sungai. Perahu itu kelihatan kokoh kuat dan terawat. Long Wei mengamati penuh perh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • Giok Langit   Bab 53 : Surat [Season 2]

    Tak ada pilihan lain bagi Liang Kun untuk membawa pulang tubuh Cang Er selain menggendongnya. Ini bukan pekerjaan sulit, tapi selama perjalanan itu dia tak pernah berhenti merasa cemas.Sampai di markas Gagak Putih, ia disambut dengan seruan-seruan kaget sekaligus heran. Liang Kun menjawab seadanya kalau saat ini Cang Er sedang terluka. Dia buru-buru membawa gadis itu ke kamarnya.Setelah membaringkan tubuh Cang Er ke kasur, datang seorang pelayan wanita yang biasanya mengurus keperluan Cang Er. Wajahnya tampak cemas.“Apa yang terjadi?”“Dia terluka, kena racun,” jawab Liang Kun sambil memperlihatkan luka di pundak Cang Er sebelum menutupnya lagi. “Tapi sekarang seharusnya sudah aman. Di mana guru besar?”“Saat ini sedang kedatangan tamu.”Liang Kun mengangguk-angguk. Tangannya lantas bergerak merogoh saku untuk mengeluarkan tiga bungkusan pemberian Ming Zhao Yu. “Tolong taburkan sedikit masing-masing ketiga obat ini ke lukanya di pagi hari sebelum matahari muncul. Dengan begitu dia

  • Giok Langit   Bab 52 : Dupa

    Kurang lebih sepuluh li kemudian, Liang Kun dan Cang Er akhirnya melihat cahaya matahari yang mulai mengintip dari ujung timur. Saat itu giliran Cang Er yang naik kuda, mereka berdua menatap pemandangan itu dengan penuh takjub.Semalaman penuh keduanya terus melaju dengan mengandalkan cahaya bulan yang cukup terang. Karena jalan lebar sehingga tak terlalu sulit bagi mereka. Semalaman juga mereka hampir tak pernah bicara satu sama lain kecuali saat bergantian untuk naik kuda yang tinggal satu. Milik Cang Er yang kakinya patah tak bisa lagi diselamatkan. Mereka menemukannya di bawah turunan dalam keadaan sekarat hampir kehabisan darah.Sampai pagi ini, kecanggungan masih menyelimuti mereka. Tentu saja, perihal malam itu tak bisa dilupakan dengan mudah. Hampir saja Cang Er dijadikan permainan banyak lelaki sekaligus, yang lebih memalukan adalah dia sendiri tidak melakukan perlawanan.“Aku janji berita ini tidak akan terdengar sampai ke telinga guru,” kata Liang Kun tiba-tiba.Tanpa menol

  • Giok Langit   Bab 51 : Lonceng Surga

    Kabut misterius itu memang membawa dampak yang luar biasa. Entah apa bahan dasarnya, tapi lelaki gundul dengan lonceng dan hiolo itu berhasil mengendalikan mereka semua untuk tenggelam dalam nafsu masing-masing. Liang Kun pun tak terkecuali.Mereka semua lelaki, tentu saja Cang Er yang satu-satunya perempuan menjadi sasaran tunggal. Mirisnya, Cang Er pun ikut terpengaruh kabut tersebut dan kini dia benar-benar tak bisa menahan diri sendiri dari cengkeraman nafsu.Dua orang menubruk dari depan, Cang Er tak mencoba melawan ketika mereka menindihnya dan mulai melakukan hal tidak senonoh. Cang Er membiarkan mereka berdua ketika dengan ganas menciumi leher serta pipinya. Tiga orang lagi datang bersama Liang Kun, Cang Er memejamkan mata membiarkan mereka.Sepertinya akan terjadi situasi yang amat buruk dan sangat tidak terhormat seandainya ini terus berlanjut. Beruntung saja, dari arah depan, arah di mana Cang Er dan Liang Kun tadi menuju, terdengar suara hentak kaki dan ringkik kuda.“Sial

  • Giok Langit   Bab 50 : Kabut Misterius

    Liang Kun kini benar-benar telah menindih tubuh Cang Er yang kebingungan. Dalam hati gadis itu, sebenarnya tersembunyi niat untuk melawan, tapi ada juga niatan untuk menerima dengan pasrah.Diiringi suara ringkik kuda yang telah asik memadu kasih, Liang Kun mendekatkan wajah hendak mencium bibirnya yang agak terbuka. Namun, beruntung Cang Er masih sedikit lebih sadar dan waspada daripada Liang Kun. Dia merasakan keganjilan yang membangkitkan gairahnya. Ia belum pernah merasakan sensasi seperti ini sebelumnya.Sensasi yang terasa nikmat, tapi juga memabukkan. Cang Er sadar ini ada ketidakwajaran. Maka ditahannya muka Liang Kun sambil berkata. “Tenanglah, Kakak Liang. Tenangkan hatimu, lihat sekeliling, kabut makin tebal. Ini ada yang tidak beres.”“Cang Er ....” Tanpa pedulikan ucapan Cang Er, ia mencoba mendekatkan wajah lagi.Cang Er merasa ingin sekali menerima itu. Ingin menerima kehangatan yang akan diberikan oleh lelaki di depannya. Akan tetapi dia mengenal watak Liang Kun yang s

  • Giok Langit   Bab 49 : Perburuan

    Orang yang kurus tadi tertawa terbahak-bahak. “Lihat, kan? Sebentar lagi kita bisa pergi dari sini dan jadi kaya raya.”Kekehan si tinggi besar bersenjata golok terdengar memuakkan telinga. “Kita harus bisa menangkap Dewi Teratai Merah.”Pria kurus itu mengangguk-angguk membenarkan. Ia kembali memandang ke arah Cang Er dan Liang Kun. “Jadi, siapa anak muda ini?”Liang Kun melintangkan pedang di depan dada dan spontan maju selangkah di hadapan Cang Er. “Aku Liang Kun, kakak seperguruannya.”“Pasti lebih kuat,” komentar si tinggi besar.“Kalian siapa dan mau apa? Lalu apa maksudnya Dewi Teratai Merah?” Liang Kun memandang tajam penuh kecurigaan.“Hahaha, bahkan kakak seperguruannya sendiri tidak tahu kalau adiknya sudah terkenal di kalangan kita!” si kurus berkata kepada si besar.“Benar-benar menggelikan.” Si tinggi besar tertawa sampai perutnya bergerak naik turun.Cang Er merapatkan tubuh ke belakang Liang Kun. “Kakak, aku sama sekali tidak mengenal mereka dan tidak tahu apa maksud d

  • Giok Langit   Bab 48 : Perasaan

    Setelah pergi cukup jauh dari Danau Yueya, mereka berdua memperlambat laju kuda masing-masing. Jalanan memang lebar, tapi mereka memilih untuk tidak terlalu buru-buru untuk menikmati keadaan alam sekitar sekaligus beristirahat dari lelahnya tugas yang baru saja dijalankan.“Cang Er, apakah kau yakin baik-baik saja,” tanya Liang Kun yang sudah menjajari kuda Cang Er.Gadis itu tersentak dari lamunannya. Memang tadi dia sedang melamun tentang segala kejadian di Desa Cin Wu baru-baru ini. “Kenapa?”“Wajahmu selalu tampak murung.”Kembali Cang Er menunduk dan merenungkan semuanya. “Sebenarnya, ada satu hal yang sedang kupikirkan dan kusesali.”“Apakah yang kauceritakan kepada Gak Tai Ciangkun tadi itu bohong?” tanya Liang Kun penuh selidik.Gadis itu cepat-cepat menggeleng. “Tidak sama sekali. Semua itu benar. Hanya saja ada beberapa bagian yang aku rahasiakan.”Liang Kun mengembuskan napas panjang. “Sudah kuduga,” ucapnya yakin. “Aku memang merasa ada yang janggal dengan dirimu sejak tad

  • Giok Langit   Bab 47 : Jenderal Gak

    Perjalanan ke barat kali ini sedikit jauh. Menaiki kuda tunggangannya, ia menyusuri jalan-jalan setapak sempit sepanjang hutan untuk sampai ke tempat tujuan. Tentu saja, dalam hutan-hutan yang lebat ini terdapat banyak para bandit beserta segala macam orang jahat. Di tengah jalan ini Cang Er banyak bertarung untuk menumpas mereka. Kadang ada yang dibunuh, kadang ada yang dibiarkan lolos dengan membuat mereka setengah cacat atau sumpah paksaan.Setelah beberapa hari ke arah barat, Cang Er sedikit membelok. Kini ia menuju barat daya. Tujuannya adalah Danau Yueya yang terkenal dengan keindahan sekaligus keunikan tempat tersebut. Pasalnya, danau itu memiliki ciri khas tersendiri dalam bentuknya yang melengkung seperti bulan sabit raksasa. Jika dipandang dari bukit terdekat ketika sore hari, maka airnya akan berwarna merah terang. Ketika dipandang saat malam hari, maka Danau Yueya memantulkan gambar bintang dan bulan dari langit.Tiga hari berikutnya, Cang Er tiba di danau tersebut saat so

  • Giok Langit   Bab 46 : Api

    Gerakan Long Wei lebih cepat. Dia menangkis tusukan itu dengan cara menekan pedang ke bawah. Sebelum Zhen Yu mampu berekasi, Xu Qinghe melancarkan serangan berupa bacokan yang langsung ditangkis oleh pemuda itu dengan tangan kiri. Suara beradu dua logam terdengar, ternyata tangan kiri Zhen Yu juga dilapisi sarung tangan besi.Long Wei tak bisa membantu lebih jauh lagi karena ia merasakan bahaya dari belakang. Begitu berbalik, ternyata sudah ada lima orang yang menyerang. Begitu pula dengan Ceng Tok, ia sudah sibuk menghadapi mengeroyokan para Singa Emas.Xu Qinghe berteriak keras, menyerang dengan dua kali tebasan ke leher dan dada. Zhen Yu mampu menangkis sekaligus menghindar. Pemuda itu melakukan serangan balik berupa tusukan tangan kiri yang seolah bisa mengambil jantung Xu Qinghe jika tangan itu berhasil menembus dada.Trang ....“Kau kurang kuat!” seru Zhen Yu.Trang ... Trang ....“Kau masih takut!”Trang ... Sraat ....Darah keluar dari luka gores di pipi Zhen Yu.“Kau lengah!”

  • Giok Langit   Bab 45 : Hujan

    Tiba-tiba hujan turun deras. Tanah yang tadi kering kini benar-benar basah dalam waktu amat singkat. Genangan air tercipta di sudut-sudut yang biasanya tak terlalu diperhatikan, atau bahkan di kumpulan rumput taman atau halaman depan.Long Wei memandangi beberapa genangan kecil yang ada di sekelilingnya dan dia bertanya-tanya dalam hati. Setelah lewat malam ini, apakah genangan air itu masih keruh karena tercampur tanah? Atakaukah akan berubah warna? Merah, mungkin?Suitan nyaring terdengar. Long Wei tahu itu suara Ceng Tok yang bersuit dari atas gerbang depan. Suitan tanda bahaya yang seolah menarik siapa saja dari pelukan mimpi indah. Berturut-turut pintu kamar terbuka lebar, semuanya berlari keluar.Terjangan air hujan besar-besar tak mereka pedulikan. Mereka semua tahu ini pasti ada hubungannya dengan pertempuran di kaki bukit beberapa hari lalu. Mereka semua siap mempertaruhkan nyawa.“Singa Emas datang menyerang!” teriak Ceng Tok dan tahu-tahu di tembok tinggi yang mengelilingi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status