Satu bulan sudah Danan berkecimpung dengan dunia barunya yang sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan dulu, dia pergi bekerja pukul 5 pagi dan pulang pukul 12 siang. Seminggu dia hanya perlu melakukan pekerjaannya selama 3 kali, acara itu tayang di hari Senin, Rabu dan Jumat. Sisanya dia menghabiskan waktu bersama ketiga anaknya, mencoba, dia masih sedang mencoba mendekati mereka satu persatu, menjadi sosok yang mungkin diimpikan anak-anaknya. Setiap pagi, dia berusaha untuk mengantar ketiga anak itu ke sekolah terutama ketika dia sedang tidak pergi bekerja, meskipun terkadang wajah Taksa dan Jovanka memperlihatkan kekecewaan karena bukan paman kesukaan mereka yang mengantar, pura-pura bodoh, Danan tetap melanjutkan perjalanan.
Semua hal sudah dia coba, mencoba membacakan cerita pada Jovanka yang dengan jelas ditolak. Atau bertanya kepada kedua anak itu bagaimana hari mereka di sekolah, hanya Laya yang menjawab penuh antusias. Mungkin ini hanya baru beberapa bulan berlalu, setidaknya dia harus mencoba terus menerus meskipun harus memakan banyak waktu. Dia ingin memperbaiki apa yang telah dia rusak, dia yakin, meskipun tidak akan kembali seperti semula tapi Danan tahu pasti semuanya akan kembali.
Setiap pulang kerja, Danan akan mampir ke supermarket terkadang untuk bertemu dengan Mahesa yang berbelanja kebutuhan mingguan seperti susu, telur dan roti atau bahan-bahan makanan lainnya atau terkadang Danan yang diminta Mahesa untuk mampir untuk membeli sesuatu. Danan tidak pandai mencari, tapi setelah sebulan dia hapal betul dimana letak tisu, susu, atau pasta gigi. Ketika dia pulang di jam makan siang, pintu yang dia buka menguarkan berbagai macam aroma tergantung apa yang Mahesa masak hari itu.
Selain harus beradaptasi dengan anak-anaknya, Danan juga mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru di dalam rumah. Baginya yang selama ini jauh dari keluarga dan kesepian, dikelilingi oleh banyak orang rasanya hampir menyesakkan. Setiap hari dia bisa mendengar pekikan Jovi karena berkelahi dengan Laya atau karena Marva mengganggunya, atau tangisan Laya, tangisan Jovi atau suara tawa Taksa dengan siapapun di dalam rumah ini. Rasanya banyak sekali yang harus dia serap setiap kali semua orang berkumpul. Namun ketika mereka sedang pergi dan hanya tinggal dirinya sendiri, Danan sudah merasakan hal yang kurang nyaman sekarang.
Ting!
Suara pesan masuk ketika Danan baru saja menyelesaikan siaran langsung acara talk show-nya, melirik ke arah ponselnya di meja ruang ganti dia bisa melihat nama Mahesa disana.
Mahesa :
Belikan salmon, foto dulu saja nanti.
Danan membalas pesan hanya dengan dua huruf, yang terpenting Mahesa tahu dia sudah membaca pesannya. Terkadang Mahesa meneleponnya untuk meyakinkan apakah dia sudah membaca pesannya atau belum, maka dari itu Danan selalu menyempatkan diri untuk membalas pesan pria itu. Juga dengan adik-adiknya, terkadang Keenan mengirimkan pesan di grup, oh iya karena mereka tinggal bersama akhirnya mereka membuat grup khusus di W******p, kembali ke Keenan, terkadang jika dia mengirimkan video lucu disana dan Danan tidak merespon dia akan terus mengirimkan pesan pada Danan untuk melihatnya. Berhasil. Terkadang karena video itu Danan tertawa terbahak-bahak, sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Ini kali pertama dia berada di sebuah grup W******p, Danan tidak pernah mau ikut masuk meskipun di tempat lamanya juga disediakan, dia hanya ingin orang-orang menghubunginya ketika itu benar-benar penting. Tapi sekarang dia merasa itu bukan hal buruk, diganggu dengan banyak video lucu yang dikirimkan Keenan ataupun meme yang bahkan dia tidak mengerti membuatnya tersenyum.
Danan bergegas mengganti pakaiannya, pergi keluar dari ruangannya, beberapa orang menyapanya dan dia selalu membalas semua sapaan dengan tersenyum. Orang-orang di stasiun televisi ini sangat menghormati Danan, tentu saja karena di kota besar Danan termasuk jajaran host yang paling mahal bayarannya dan cukup terkenal, dia bukan membawakan acara komedi, tapi untuk para ‘orangtua’ dan para pebisnis yang selalu menonton acaranya mereka sangat mengenal betul bagaimana pria itu membawakan acara. Dia masuk dengan bayaran cukup murah disini, Danan beberapa kali memergoki beberapa staff membicarakannya, mereka bingung mengapa host sekelas Danan mau saja dibayar setengahnya. Beberapa staff tahu mengenai apa yang terjadi pada keluarganya, beberapa staff lain yang tidak tahu menahu hanya tebak-tebakan mengapa pria itu rela dibayar murah, bahkan ada beberapa yang mengira dia sudah tidak laku lagi di kota besar.
“Pak Danan,” Salah satu staf memanggilnya, Danan berhenti dan menoleh, mendapati salah satu staf kreatif setengah berlari menghampirinya, siapa namanya ya? Danan mencoba mengingat.
“Pak, maaf, saya mau membahas naskah dan isi acara untuk minggu depan, pak Danan bisa tinggal disini satu jam lagi gak?”
Danan melirik tag nama disebelah kiri baju staf itu, Eila Bhanuresmi.
“Maaf mbak Eila, saya kebetulan ada janji, bisa kirim via email aja? Nanti saya baca semua, kalau sekiranya ada yang ingin saya bahas atau ada perbaikan saya akan hubungi mbak.”
Eila terdiam sebentar, menggaruk rambutnya yang Danan jamin tidak gatal dan kemudian mengangguk.
“Baik pak, tapi bapak besok bisa kesini untuk pembahasan lebih lanjut? Soalnya bintang tamu kita minggu depan Bupati disini.”
Danan jadi mengerti kenapa naskah dan isi acara harus dibicarakan dulu jauh-jauh hari, Bupati di daerahnya sedang tersandung masalah dan stasiun televisi disini ingin mengundangnya untuk membahas hal itu. Tentu saja agar tidak menyinggung atau bahkan salah mengangkat isu semuanya harus dibahas dalam sebuah rapat terlebih dahulu.
“Oke, besok saya kesini jam 9 ya tapi kirim dulu aja semuanya ke email biar saya juga ada bahan untuk besok.”
Eila mengangguk dan pamit pergi, Danan membalasnya hanya dengan tersenyum.
Mahesa sudah bolak balik di dapur menunggu Danan mengirimkan pesan berisi foto Salmon, hari ini dia ingin membuat Acai Bowl. Semenjak dia tinggal di rumah Danan, Mahesa jadi selalu menjadwalkan menu apa yang harus dia masak, setiap akhir minggu dia akan mencari resep dan menulis banyak menu, kadang dia bertanya pada orang-orang dirumah apa yang sedang ingin mereka makan, ketiga bocah biasanya meminta Mahesa untuk selalu menyediakan desserts, sulit tapi Mahesa selalu mencoba untuk memenuhi apa yang mereka mau.
Gina adalah orang yang luar biasa, Mahesa selalu memuji betapa hebatnya wanita itu, kakaknya bisa memasak menu apapun dari belahan dunia manapun hanya melihat dari resep atau menonton bagaimana cara membuatnya di Youtube, meskipun tidak tahu apakah itu rasa yang otentik atau tidak tapi Mahesa selalu terpukau dengan rasa yang begitu pas di lidahnya. Mahesa selalu menemani Gina di dapur ketika mereka masih tinggal bersama, Gina memasak sambil menonton tutorial dan Mahesa duduk sambil membuat karya tulisnya keduanya begitu harmonis saat tinggal bersama, tidak ada drama adik-kakak yang biasa terlihat di televisi. Gina menjelma menjadi sosok dewasa, ibu dan juga ayah bagi Mahesa yang kehilangan.
Berdehem, Mahesa tahu dia harus melakukan sesuatu untuk berhenti mengingat Gina. Meskipun, di setiap sudut rumah ini dia masih mengingat banyak kenangan bersama kakaknya, dia rindu bagaimana rumah ini berisi tawa sang kakak, bahkan tangisnya juga dia rindukan. Nasib terlalu jahat pada Gina, kesempatan bahagia seakan terlalu cepat terenggut, wanita itu meninggalkan dunia ketika hatinya sedang sedih, ketika dia sedang dalam masalah, ketika dia sedang berada di ujung harap mengenai hidupnya sendiri.
Suara pintu terbuka membuat Mahesa sediki terperanjat, Danan yang membuka pintu ikut terkejut juga.
“Emang kenceng banget ya tutupnya?” Tanya Danan kemudian, Mahesa terdiam mengamati pria tinggi yang memakai setelan kemeja polos dengan kresek kuning di tangan kanannya itu perlahan mendekat padanya. “Aku tahu kok yang mana Salmon, jadi gak kirim fotonya.” Ucap pria itu sambil menyimpan kreseknya di depan Mahesa dan kemudian berlalu pergi meninggalkannya sendirian.
Melihat Danan terkadang ada rasa benci yang naik perlahan di dada Mahesa, ada rasa ingin memaki dan mensumpahserapahi orang itu, tapi mengingat betapa kakaknya mencintai Danan bahkan sampai akhir hidupnya dan mengingat bahwa pria biadab itu adalah ayah dari ketiga keponakannya dia selalu menahan semua gejolak amarah itu dalam diam.
Terkadang Mahesa berpikir kalau Danan memang sudah seharusnya kehilangan pekerjaannya di kota dan kembali ke tempat ini, dengan bayaran setengah dari bayaran sebelumnya, pria itu setidaknya harus merasakan bagaimana kehilangan hampir segalanya. Sama seperti yang dia rasakan, tidak, bahkan Danan belum merasakan kehilangan orang yang paling penting di hidupnya, Mahesa bahkan ragu kalau laki-laki itu masih mencintai kakaknya, atau bahkan merasa sedih atas kepergian Gina.
Suara pintu kamar tertutup membuat Mahesa kembali pada sadarnya, membuka kresek dan mengeluarkan isi di dalamnya, dia mulai sibuk di dapur. Danan keluar dari kamar, berganti pakaian dan duduk di teras membuka laptopnya. Tidak ada bahan bicara, mereka sibuk masing-masing.
Ketika makan malam sudah siap, anak-anak akhirnya pulang dijemput Marva. Hari ini jadwal anak-anak itu pergi les, makanya mereka pulang tepat pukul 5 sore, si kecil Laya juga ikut les dia meminta sendiri untuk dimasukkan les piano.
Danan melepaskan headphone yang sedari tadi menahan semua suara dari luar masuk ke dalam telinganya, dia terlalu asik membaca semua naskah dan isi acara yang dikirim staf kreatif, mengkoreksi beberapa dan menggarisbawahi dia sudah siap dengan materi yang akan disampaikan nantinya, skandal Bupati dan masalah yang sedang santer diberitakan itu mungkin sebagian benar dan sangat menarik untuk dibahas di sebuah televisi lokal, Danan yakin ini bisa memancing banyak sekali penonton nantinya. Dia mematikan laptopnya, memandang langit yang mulai menghitam, angin yang berhembus cukup kencang dan dingin seperti memberitahukan bahwa sebentar lagi hujan akan turun. Danan membereskan laptop dan segala perintilan kerja yang dia bawa ke teras belakang ini sambil sesekali indera pendengarnya mendengar suara Laya yang tengah bercerita bagaimana hari pertamanya di tempat les berlalu, ada suara Jovi juga yang tengah bercerita bagaimana Laya selalu berlari ke dalam ruangan kelasnya untuk sekedar melihat dirinya yang tengah belajar juga.
Tawa Mahesa dan Marva terdengar, Taksa juga berada disana duduk sambil melihat adik-adiknya bercerita. Kemudian pintu terbuka dan Keenan, Hara serta Fahar kembali dari kesibukkan mereka, duduk sambil mendengar cerita Laya dan Jovi yang diulang-ulang, mereka tertawa dan tersenyum melihat betapa antusias kedua bocah kecil itu bercerita. Keadaan itu membuat Danan sadar bahwa inilah yang mungkin dia cari selama ini, suasana itu yang selama ini ingin dia buat namun tidak pernah kesampaian, dia berjalan kearah yang salah dan tidak pernah mendengarkan siapapun untuk kembali. Melihat suasana di dalam rumah, dia sadar bahwa dia sudah pulang ke rumah.
Inilah rumah yang dia rindukan tapi tidak pernah dia akui.
Itulah suasana yang dia inginkan tapi tidak pernah dia ciptakan dengan benar.
Kali ini, dia tidak ingin melepaskannya, kali ini, meskipun tidak ada Gina di dalamnya dia ingin berjalan keara yang benar. Dimana ketiga anaknya, adik-adiknya dan teman-temannya berada.
Danan membuka matanya pagi ini, pagi yang semakin terasa jauh lebih sunyi dan dingin, masih menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih, Danan menyadari bahwa kini paginya tak akan pernah lagi sama, selamanya. Hari-hari yang dia lalui kedepannya akan jauh lebih berat dari yang sudah dia lalui beberapa hari terakhir ini dan dia kesal menyadari bahwa itu semua adalah kenyataan pahit yang harus dia terima tanpa peringatan terlebih dahulu.Semua orang mengatakan padanya bahwa dia akan baik-baik saja, bahwa semuanya akan kembali seperti semula setelah rasa sedih dan kehilangan itu berakhir. Dia menghela napas.Dia bahkan tidak tahu bagaimana rasanya ‘semula’.Dia lupa sebelumnya rasa ‘semula’ itu seperti apa.Dia juga tidak tahu bagaimana harus mengakhiri rasa sedih dan kehilangan.“Pa..” Suara gumaman kecil dari Baby Monitor mengejutkannya, Danan menoleh dan mendapati kedua anaknya ma
Keenan datang sore harinya setelah masalah Jovi disekolah usai, Marva menceritakan kejadian tersebut padanya, juga mengenai ia memberi tahu Danan maksud dari kembalinya ke Indonesia. Keenan menjelaskan kondisinya pada Danan, bahwa sebelum kematian Gina dia memang berniat kembali ke Tanah Air dan menerima pekerjaan disini sebagai seorang photographer sebuah majalah. Jadi, bagi Keenan tidak ada masalah baginya untuk menetap disini dan membantu Danan mengurus ketiga anaknya. Sedangkan untuk Marva, pekerjaannya sangat fleksibel dengan waktu dan tempat, jadi bekerja dimanapun bukanlah masalah besar. Danan menghargai ketulusan kedua adiknya, namun dia tidak sampai hati jika keduanya harus melakukan itu hanya demi dirinya.
Danan masih mematung di tempatnya, Mahesa Ranajaya adik dari istrinya yang jarang sekali dia bisa temui karena kesibukan Mahesa. Dia adalah seorang penulis buku dan puisi terkenal, memiliki podcast terkenal juga di salah satu platform musik besar. Pendengarnya sudah jutaan, Danan tahu benar karena teman-teman kerjanya selalu membahas ‘MARCH’ nama pena Mahesa. Mahesa terkenal tidak hanya dikalangan usia muda tapi juga usia yang cukup lumayan matang, isi novelnya memang ditargetkan untuk para usia muda tapi isi podcast dan puisi tentunya bisa mencakup banyak kalangan.Sayangnya, Mahesa memiliki kondisi dimana dia tidak ingin tampil di depan publik, setiap kali bukunya diterbitkan dia tidak pernah mengadakan event apapun sehingga penerbit hanya membuat edisi khusus bertanda tangan dan menerima surat penggemar. Namun, itu semuanya tidak membuat para penggemar meninggalkannya dan mungkin itu juga yang dipakai oleh penerbitnya untuk marketing mereka.Rasa penasaran para
Tinggal bersama adalah ide Mahesa.Mahesa mencetuskan ide ini dua minggu setelah kematian Gina. Saat itu, Keenan dan Marva bahkan tidak berpikir untuk kembali ke Indonesia. Sejujurnya, kematian Gina benar-benar membuat mereka terpukul dan terlebih lagi mereka membenci Danan. Baik Keenan dan Marva memiliki sesuatu yang mengganjal pada Danan, namun mereka belum bisa mengungkapkannya. Bagi mereka yang menghubungkan mereka dengan anak-anak Danan adalah Gina, mereka menyayangi Gina layaknya seorang kakak, Gina menjelma sebagai pengganti Danan yang sangat sempurna untuk mereka, kekosongan Danan bisa diisi dengan sangat baik oleh Gina sehingga bagi keduanya wanita itu adalah segalanya, harta berharga maka ketika Gina tiada, kekosongan itu kembali dan mereka benci perasaan itu sehingga pergi menjauh hanyalah jawabannya.Namun, Mahesa menelepon keduanya.Mahesa berkata bahwa dia menelepon Aksa dan terkejut melihat seisi rumah yang berantakan serta tidak terawat. “A
Ketika Laya pertama kali bertanya apakah Danan merindukan Gina? Jawaban Danan adalah, ia merindukannya. Tapi, ketika pertanyaan itu datang lagi, dan melihat, mengingat apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua membuat Danan jadi berpikir apakah benar dia merindukan Gina?Sudah hampir 3 tahun Danan benar-benar tidak pulang ke rumah, bahkan hari besarpun dia tidak menyempatkan diri untuk datang barang sebentar. Danan memang tidak memiliki hari libur, show yang dia bawakan memiliki jadwal setiap hari tayang secara LIVE itulah mengapa sulit baginya membagi waktu untuk pulang. Para seniornya bilang bahwa sudah seharusnya Danan membawa keluarga kecilnya untuk tinggal di Jakarta, tapi Danan menolak, alasannya cukup klasik bahwa keluarganya ingin tetap tinggal disana. Mengingat kota besar mungkin tidak cocok untuk anak-anaknya. Nyatanya, Danan tidak pernah bertanya pada Gina, tidak pernah menawarkan apalagi mengajak istri dan anak-anaknya pindah agar supay
Sejak pagi Danan sudah disibukkan dengan persiapan berkas yang harus dia bawa ke tempat kerjanya yang baru, dia juga menyiapkan baju yang akan dipakai Laya pagi ini untuk pergi ke Daycare. Hari ini Laya diminta membawa bekal dari rumah, biasanya makan siang sudah disediakan oleh pihak Daycare tapi kali ini istimewa, anak-anak diminta membawa bekal untuk berpiknik dibelakang gedung sehingga Danan meminta tolong Mahesa untuk menyiapkan segalanya. Dia dan Mahesa bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan hal-hal tersebut, Mahesa juga memasak sarapan untuk mereka.Pukul 7 pagi Aksa dan Jovi sudah siap untuk pergi ke sekolah, mereka diantar oleh Keenan dan Hara yang memang akan pergi keluar hari ini. Sedang Danan pergi bersama Laya.Danan menggendong Laya menuju parkiran sebelum keluar dari lift tadi dia sempat mencium kening Aksa dan Jovi, dia mulai membiasakan untuk hal itu kepada kedua anaknya yang tentu saja merasa risih. Tidak peduli, dia hanya ingin se