Terlihat senyum dari seorang pria matang berparas tampan baru saja masuk ke dalam rumah sederhana yang dia sewa di tanah air bagian timur, rumah yang akan dia tempati selama 1 bulan sebelum dia menemui anak dan juga istrinya.Sebenarnya dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anak dan juga istrinya, tetapi ini adalah jalan untuk mendapatkan uang yang banyak agar bisa membangun usaha baru bersama dengan anak dan juga istrinya di tanah air.Pria bermata sipit berusia empat puluh dua tahun itu juga berencana akan mengganti kewarganegaraannya menjadi WNI, sudah cukup dia menderita karena sudah berpisah dengan istrinya dan juga putranya.Dia ingin menebus kesalahannya selama sepuluh tahun meninggalkan mereka berdua, dia ingin memberikan kemewahan dan juga kehidupan yang layak untuk keduanya."Aku sudah datang, Nyi. Aku sudah merasa semakin dekat dengan kamu, sepertinya aku harus segera menjalankan project ini dengan cepat. Agar aku bisa segera bertemu dengan kamu dan dengan putra kita,"
"Mau ke mane mereka? Kenapa si Odah keliatan cakep bener? Mau kondangan atau mau kawin lagi ye, kaya saran gue?" tanya Alma pada dirinya sendiri.Sebenarnya Alma merasa kasihan kepada mak Odah, karena perempuan itu selalu saja banting tulang untuk menghidupi dirinya dan juga putra semata wayangnya.Dia berpikir jika mak Odah menikah kembali, akan ada pria yang menafkahi hidupnya. Akan ada pria yang membahagiakannya, pastinya akan ada pria yang menjadi selimut malamnya.Tidak lama kemudian, Alma nampak memukul-mukul keningnya sendiri dengan telapak tangan kanannya."Elu kenape sih, Alma? Kenapa nyuruh-nyuruh si Odah buat kawin mulu? Kenapa mengira si Odah akan lebih bahagia dengan menikah kembali? Ck! Gue aja punya laki sengsara mulu," ujar Alma seraya melengos masuk ke dalam rumahnya.Jika Alma terlihat masuk ke dalam rumahnya, berbeda dengan Gita dan juga mak Odah. Kedua orang itu kini langsung pergi menuju salon.Gita pergi dengan wajah sumringahnya karena ada temannya, sedangkan ma
"Elu aneh, sebenarnya apa yang elu sembunyian dari gue?" tanya Gilang.Gerry kebingungan, haruskah dia mengatakan hal yang sejujurnya kepada sahabatnya itu? Ataukah merahasiakannya terlebih dahulu?''Anu, itu. Ehmmm! Ngga ada," jawab Gerry pada akhirnya.Gerry terlihat gugup dalam menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu, Gerry bahkan terlihat meremat kedua tangannya secara bergantian.Gilang menjadi berpikir hal yang tidak-tidak jika melihat kelakuan Gerry yang seperti itu, karena Gerry memang tidak pernah bisa menyembunyikan rasa gugupnya dari siapa pun."Elu nggak lagi selingkuh, kan?" celetuk Gilang.Pletak!Sebuah sentilan yang begitu kencang mendarat tepat di kening Gilang, hal itu membuat Gilang meringis kesakitan.Tentu saja pelakunya adalah Gerry, dia yang merasa dituduh terlihat begitu kesal dan tidak terima. Gilang yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Gerry langsung berteriak."Sakit, Vangke!" Gerry tidak menggubris teriakan dari Gilang, dia yang tidak mau dituduh ma
"Anu, Bu. Itu, Gerry-nya. Nakal!""Gerry yang nakal atau kamu yang nakal?"Gilang terlihat menggaruk tengkuk lehernya, dia kebingungan menjawab pertanyaan dari ibu Junaeti. Rasanya dia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinyalah yang membuat Gerry kesal.Akan tetapi, tetap saja dia merasa kesal juga kepada sahabatnya itu. Karena tidak sepatutnya Gerry menyentil jidatnya sampai meninggalkan stempel di sana."Kenapa malah diam aja? Tolong jelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada ibu," pinta Ibu Junaeti."Dia sentil jidat saya ampe kaya gini, itu artinya Gerry yang nakal." Gilang menunjukkan jidatnya yang berwarna merah keunguan.Sontak saja ibu Junaeti langsung menolehkan wajahnya ke arah Gerry, dia memelototkan matanya dengan alis yang bertaut. Wanita yang berprofesi sebagai dosen itu seolah bertanya kepada Gerry dengan apa yang sebenarnya sudah terjadi.Gerry paham dengan arti tatapan dari ibu Junaeti, dia berusaha untuk memutarkan otaknya agar tidak salah dalam menjawab.Tidak mungkin b
Setelah beberapa saat kemudian, Gilang sudah sadarkan diri, dia sedang duduk di pos dekat alun-alun. Dia masih terlihat linglung, dia sandarkan tubuhnya pada pos jaga dengan tangannya yang terus memijat keningnya.Kepalanya benar-benar terasa sakit, matanya terasa sulit untuk dibuka. Hatinya ingin sekali menjerit, tetapi mulutnya malah tertutup rapat.Bingung?Tentu saja saat ini dia begitu bingung dengan apa yang harus dia lakukan, berpacaran dengan Gina bukanlah baru satu atau dua hari.Akan tetapi, Gilang sudah cukup lama berpacaran dengan Gina. Tidak pernah ada rahasia di antara keduanya, mereka sudah mengenal anggota keluarga di antara keduanya.Bahkan, kegiatan berpeluh adalah kegiatan rutinan yang selalu mereka lakukan. Hal itu mereka lakukan untuk melepas rindu setiap kali mereka bertemu.Gilang dan Gina juga percaya, jika dengan melakukan penyatuan, rasa cinta di antara keduanya akan semakin besar dan sulit untuk dipisahkan.(Masa sih, Lang? Kok Mak Othor ngga percaya ya? Itu
Gilang berniat akan memaafkan Gina jika wanita itu mau meninggalkan Jodi. Kalau perlu Gina harus mencari pekerjaan lain, jangan sampai wanita itu satu pekerjaan dengan pria yang bernama Jodi itu.Gina yang mendengar permintaan dari Gilang nampak kaget, dia tidak menyangka jika Gilang akan menyuruh dirinya untuk memutuskan hubungannya dengan Jodi.''Tapi, Bang. Aye kagak bisa kalau harus putus sama Jodi. Dia udah kasih Aye banyak duit, selama ini Aye banyak disokong dana ama die." Gina begitu enggan untuk putus dengan Jodi.Walaupun dia begitu mencintai Gilang, tetapi dia membutuhkan uang untuk menyambung hidupnya. Dia mempunyai adik yang harus dia urus di kampung, maka dari itu dia rela berselingkuh dengan Jodi demi uang.Gilang nampak kecewa dengan jawaban dari Gina, jika memang wanita itu mencintai dirinya, kenapa begitu sulit untuk memutuskan pria yang bernama Jodi itu, pikirnya.Padahal lagunya pan begitu sulit lupakan Reihan, ini kenapa jadi begitu sulit untuk melupakan Jodi bagi
''No! Daddy hanya sedang mengerjakan tugas kuliah saja, ada apa, hem?""Makan yuk! Ini sudah sangat malam, Gendis laper," ajak Gendis."Oh, ayo Daddy temani makan. Tapi, Dad tidak makan.""Kenapa?" tanya Gendis heran."Karena Mom kamu belum pulang, Dad takut dia belum makan. Kasihan nanti kalau dia makan sendirian," jawab Gerry.Gerry memang masih begitu muda, tetapi pria itu berpikir dengan begitu dewasa. Gendis semakin mengagumi sosok ayah sambungnya tersebut.Kini Gendis sangat yakin jika Gerry benar-benar mencintai Gita dengan begitu tulus, dari sikapnya, dari perhatiannya, dari cara Gerry memandang Gota dan dari cara Gerry memperlakukan dirinya."Kalau begitu aku makan duluan saja, nanti Dad makannya bareng mom saja." Gendis langsung pergi setelah mengatakan hal itu.Perutnya sudah terasa begitu lapar, dengan cepat dia melangkahkan kakinya menuju ruang makan dan melaksanakan ritual makan malamnya.Selepas kepergian Gendis, Gerry dengan cepat menyimpan laptopnya. Lalu, dengan cepa
Keiko berlari dengan sekuat tenaga, karena dia tidak mau berakhir di tangan preman yang mengejarnya itu. Dia benar-benar ketakutan, penampilannya pun kini semakin berantakan.Keringat bercucuran di seluruh tubuhnya, rambutnya sudah terlihat berantakan. Wajahnya terlihat begitu pucat, kakinya bahkan sudah terlihat berdarah, karena dia berlari tanpa menggunakan alas."Ya Tuhan, aku harus berlari ke mana?" tanya Keiko dengan panik.Akhirnya Keiko memutuskan untuk masuk ke dalam gang sempit yang tidak jauh dari sana, dia berharap bisa bersembunyi dari kejaran pria bertato itu.Brugh!"Ah!" jerit Keiko karena dia bertabrakan dengan seorang pria, kini dia terjatuh di atas aspal, bokongnya bahkan mendarat dengan sempurna. Tentu saja hal itu membuat bokongnya terasa begitu sakit, dia merintih kesakitan bahkan air matanya langsung mengalir begitu saja."Sakit!""Waduh! Maaf, Tante. Eh? Ibu, Mbak. Anu, saya tidak sengaja," ucap pria itu.Melihat wajah pria yang merasa tidak enak hati saat melih