"Ini adalah konsep rancangan dan pra rancangan schematic design yang dibuat oleh tim kami, Ba--eh Pak Edmundo." Gerhana buru-buru meralat kalimatnya. Bukan hal mudah menghadapi pacar yang kini juga berstatus sebagai calon client. Ia menolak menyebut Tangguh mantan pacar karena ia tidak merasa menyetujui keputusan sepihak Tangguh.
"Lanjutkan saja presentasi Anda," ucap Tangguh dingin. Gerhana bergeming. Tangguh benar-benar menganggapnya orang asing sekarang. Gerhana berdehem sebentar. Berusaha mengalihkan rasa kecewanya dengan batuk-batuk kecil. Ia harus bisa memisahkan antara masalah pribadi dan pekerjaan.
"Baik," jawab Gerhana singkat. Ia melanjutkan presentasi dengan mengklik laptop beberapa kali hingga muncul sketsa dasar.
"Schematic design ini kami rancang seefisen mungkin dengan memperhitungkan efektifitas teknis pelaksanaan, biaya, waktu dan juga dari sisi desain. Terutama desain tapak atau sitepla
Gerhana menghempaskan tubuh lelahnya pada beton proyek setengah jadi lantai delapan. Kepalanya pusing setelah empat jam penuh berkerja diruang terbuka. Semenjak Tangguh dan Estrelita, pacar bulenya sering wara wiri ke kantor, ia memang memilih untuk lebih aktif di proyek. Ia melarikan diri tepatnya.Gerhana membuka helm proyek beserta rompinya sekaligus. Ia kegerahan bekerja di tengah terik matahari pukul dua belas siang. Untung saja jam istirahat makan siang telah tiba. Syukurlah. Setidaknya ia punya waktu sekitar satu jam untuk beristirahat sebentar.Saat mengusap wajah dengan sehelai tissue basah. Warna tissuenya berubah menjadi abu-abu. Sewarna dengan bubuk semen. Itu artinya wajahnya penuh dengan debu dan kotoran lainnya. Pakaiannya apalagi. Kemeja birunya sudah lengket bagai kulit kedua karena keringat. Selain lapar ia juga capek lahir batin.Pandangannya tertuju pada Abraham. Manager proyek baru
Selain Gerhana ada dua orang lagi yang akan diperiksa marathon hari ini. Mereka adalah Abraham, manager proyek dan Pak Tarjo, operator crane. Belasan saksi lain akan diperiksa secara bergantian mulai besok pagi. Saat ini Gerhana sedang duduk di ruang tunggu juru periksa kepolisian. Menunggu giliran untuk diperiksa. Ia mendapat giliran paling akhir. Yang pertama akan diperiksa adalah Pak Tarjo. Baru disusul oleh Abraham dan dirinya sendiri."Kamu tidak usah takut, Na. Kamu kan tidak salah apa-apa," seseorang tiba-tiba saja duduk di sebelahnya. Tanpa perlu melihat pun Gerhana sudah bisa menebak siapa yang berbicara. Aroma segar citrus adalah ciri khas Antonio. Hanya saja kali ini aromanya sudah bercampur dengan samar keringat. Lebih manusiawi. Setidaknya ia jadi tau kalau Antonio ini manusia juga. Bukan counter parfum."Saya tidak takut, Pak. Saya hanya sedih dan merasa bersalah karena tidak mampu menolong mereka," sahut Gerhana lirih. T
"Ya, kanan kuat. Terus... terus... stop! Balas... balas... kiri... lagi... lagi... lurus... sip. Makasih, Boss. Semoga rezekinya makin kenceng kayak bus malam antar kota." Gerhana tersenyum geli mengamati tingkah Jaka yang sedang mengatur jalur keluar masuk mobil di parkiran. Di saat sedih dan galau seperti ini sepertinya ia memerlukan sedikit hiburan dan pencerahan. Dan satu-satunya orang yang muncul di kepalanya saat ini adalah Jaka. Sahabat Tangguh yang berhati seluas samudera dan pikiran selurus jalan tol. Gerhana merindukan sosok yang sederhana namun kerap membuatnya tertawa. Selain itu terkadang pemikiran ajaib Jaka juga banyak benarnya. Oleh karena itu sepulangnya dari kantor, Gerhana dengan sengaja menyinggahi restaurant tempat Jaka bekerja sebagai juru parkir."Etdah ini bocah masih demen aja ngintilin gue. Ada perlu apaan lo sama gue, Bocah?" Dengus Jaka ketus. Walau Jaka memberi kesan terganggu karena kehadirannya, tapi tak urung Jaka menghampirinya j
Gerhana gelisah. Tamu bulanannya baru saja berkunjung, namun ia harus ikut meninjau proyek. Kalau menuruti hati, betapa inginnya ia duduk membungkuk di kantor saja. Posisi membola biasanya cukup efektif untuk meredakan senggugutnya sementara. Tetapi karena Tangguh a.k.a Edmundo bersikeras mewajibkan arsitek proyeknya ikut, maka ia pun meluluskan keinginan clientnya. Profesionalisme di atas segalanya bukan?Saat ini ia sedang duduk gelisah di kubikelnya. Menunggu Bagas dan Abizar untuk bersama-sama meninjau proyek. Sementara Tangguh dan Estrelita duduk tepat di hadapannya. Menunggu orang yang sama. Mereka semua memang akan berangkat bersama-sama. Hanya saja tingkah laku sepasang love birds yang tengah kasmaran ini membuatnya jengah. Bayangkan saja, Estrelita menyandarkan kepala pada bahu Tangguh. Dan Tangguh membalas dengan membelai-belai rambut jagung si ayam bule dengan mesra. Mereka berdua melakukan aktivitas itu tepat di depan kedua biji matanya. Bagaimana ia
"Espera un minuto. Quiero ir de compras." (Tunggu sebentar. Saya ingin berbelanja)."OK. Voy a esperar." (Oke. Saya akan menunggu).Tangguh menarik napas lega saat Estrelita berlalu. Segala topeng yang ia perankan, sejenak bisa ia lepaskan. Bukan hal mudah harus berperan ganda setiap hari. Selama ini ia terpaksa bersikap manis kepada orang yang ia benci, dan sebaliknya bersikap menyebalkan terhadap orang yang ia sayangi. Estrelita adalah type perempuan posesif dan pencemburu. Makanya ia berusaha bersikap semenyebalkan mungkin terhadap Gerhana agar Estrelita tidak curiga.Ponsel rahasia di sakunya bergetar. Jendral Badai menghubunginya. Ponsel rahasianya ini hanya satu orang yang mengetahui. Jendral Badai Putra Alam.Untung saja Estrelita tidak berada di dekatnya saat ini. Hanya ada supirnya, Iwan dan Bagas, staffnya yang memang tidak ada urusannya dalam masalah ini. Iwan adalah orangnya sendiri. Sementara Bagas, T
Ada yang salah dengan Tangguh! Gerhana tidak tau kenapa. Tapi tatapan mata Tangguh terasa sangat berbeda. Seperti ada kesedihan, kerinduan dan keputusasaan yang terpancar dari mata coklat brandynya. Tatapan Tangguh menyihirnya. Gerhana seperti bisa merasakan kegalauan hati Tangguh hanya melalui sinar matanya. Mungkin inilah yang disebut dengan mata yang berbicara."Jangan mempercayai semua omong kosongnya hanya melalui kata-kata verbal saja. Terkadang apa yang kamu dengar, tidak sama dengan apa yang sebenarnya ingin ia utarakan. Coba ingat-ingat lagi sikap dan tingkah lakunya terhadap kamu selama ini. Ingat-ingat lagi bagaimana cara ia menasehati kamu, menjagamu, melindungimu, bahkan siap berkorban jiwa raga untukmu. Ingat-ingat juga saat ia memilih menyingkirkan ego dan rasa malunya demi membuat kamu nyaman senantiasa. Ingat-ingat juga saat ia memilih untuk menjauhimu karena ia tidak ingin membuat hidupmu sengsara hanya dengan modal cinta. Coba kamu gali
Tangguh dan Badai berada di ruang tunggu IGD saat Elang dan Demitrio bergabung. Sang jendral berjalan mondar mandir dengan mulut yang terus berkomat-kamit. Sebentar sang jendral berdoa, namun detik berikutnya ia memaki-maki geram. Kecemasan, kemarahan dan ketakutan terpancar di air muka yang biasanya datar tidak terbaca. Jendral Badai cemas luar biasa memikirkan nasib putrinya.Sikap sang jendral berbanding terbalik dengan Tangguh yang duduk tafakur tanpa bergerak sedikitpun. Tangguh khusyu berdoa dalam diam. Walau terlihat tenang, sesungguhnya ia menyesal bukan kepalang. Ia tau kalau Gerhana sengaja menerima terjangan peluru yang seharusnya ia terima. Gerhana menggantikan posisinya. Seharusnya bukan Gerhana yang saat ini terbaring di ruang operasi. Bukan Gerhana yang harus berjuang antara hidup dan mati. Tetapi dirinya! Dialah yang seharusnya terbaring di dalam sana. Dalam diam, tak henti-hentinya Tangguh melapazkan doa untuk keselamatan orang yang
Tangguh membaringkan tubuh lelahnya di kursi ruang tunggu rumah sakit. Berbantalkan lengannya sendiri, ia memejamkan mata. Mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dan terjadi lagi! Setiap ia memejamkan mata, bayangan Gerhana yang ambruk bersimbah darah tergambar jelas dalam benaknya. Tangguh bangkit kembali. Kembali menegakkan tubuh. Ia tidak berani memejamkan mata. Bayangan desis lirih kesakitan Gerhana terus terbayang-bayang di benaknya.Arghhh!Tangguh meremas rambutnya kesal. Ia sekarang tidak tau harus berbuat apa. Benaknya tidak bisa berhenti memikirkan Gerhana. Malam ini adalah malam perjuangan Gerhana. Perjuangan hidup matinya akan ditentukan dalam dua belas jam ini. Makanya ia tidak mau beranjak seinchi pun dari pintu ruangan intensif. Ia ingin saat Gerhana sadar nanti, wajahnyalah yang pertama kali dilihat Gerhana oleh setelah tim medis. Saat ini sang jendral dan istrinya pulang sebentar untuk membersihkan diri d
Tiga bulan kemudian.Gerhana tidak mampu menahan isak tangis saat ijab kabul baru saja berakhir. Sungguh ia tidak sanggup menahan air mata saat melihat ayahnya menangis. Ayahnya, Jendral Badai Putra Alam memalingkan wajah saat mendengar dirinya telah sah menjadi istri Tangguh. Ayahnya bahkan langsung meninggalkan keriuhan acara, dan berjalan menuju kebun belakang. Gerhana tau, ayahnya tidak ingin seorang pun melihatnya menangis."Na, tunggu di sini sebentar ya? Abang mau menyusul ayahmu. Abang ingin berbicara sebagai sesama laki-laki, biar ayahmu tenang. Abang sangat mengerti perasaan ayahmu." Gerhana hanya sanggup mengangguk saat Tangguh ingin menyusul ayahnya. Ada baiknya kalau Tangguh yang lebih dulu menemui ayahnya. Setelahnya barulah ia meyakinkan ayahnya, kalau semuanya akan tetap baik-baik. Baik ia telah menikah ataupun tidak, ayahnya akan selalu ada di hatinya.Tangguh menemukan jendral Badai duduk termenun
"Kita sudah sampai, Dek." Tangguh merasakan satu tepukan ringan di bahunya. Perlahan Tangguh membuka mata. Ia masih mengalami jet lag parah setelah belasan jam berada di atas pesawat. Setelah meregangkan otot-ototnya yang kram, Tangguh memandang rumah besar di hadapannya. Seperti ini rupanya rumah masa kecilnya. Walaupun ia masih belum bisa mengingat secara jelas, namun ada lintasan potongan-potongan kejadian di benaknya. Seperti tangga kayu berukir yang bisa dibuat bermain seluncuran, hingga karpet merah berbulu tebal di ruangan kerja yang dindingnya penuh dengan senjata. Bau amis! Tangguh mendadak bisa mencium aroma amis darah! Astaga, apa yang sedang di pikirkannya? Tangguh menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha mengenyahkan ingat tidak menyenangkan itu dari benaknya. Mungkin itu hanya mimpi masa lalunya."Lo kenapa, Dek? Pusing? Ya udah kita istirahat saja dulu. Lo pasti kena jet lag." Geraldo mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. Se
"Gue nggak nyangka, kalau akhirnya akan ipar-iparan dengan lo, Na." Soraya menatap Gerhana antusias. Setelah sekian lama tidak bersinggungan dengan orang-orang di masa lalunya, Soraya tidak mengira akan bertemu dengan Gerhana. Sungguh, ia sangat malu apabila mengingat tingkah lakunya dulu. Oleh karena itulah ia sengaja menghilang. Ia ingin menjadi manusia baru. Tetapi jujur, ada kegembiraan di hatinya, kala bertemu dengan orang-orang di masa lalunya. Bagaimanapun ia pernah melalui hari-hari indah bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. Istimewa dengan kedua orang tua angkatnya. Terkadang jikalau rasa rindu itu muncul, ia berusaha menekannya dalam-dalam. Ia tidak mau mengusik hidup Keira dan Keisha. Ia sudah merebut kasih sayang ayah kandung mereka berdua hampir 24 tahun lamanya. Sekarang biarlah mereka berdua menerima limpahan kasih sayang ayah kandung mereka yang baru mereka ketahui."Apalagi Nana, Mbak. Setitik debu pun Nana tidak pernah menduganya.
"Ibu ingin langsung pulang atau singgah ke tempat lain lagi?" tanya Iwan sopan.Bu Wardah yang sedari tadi sibuk dengan ponsel pintarnya, menghentikan kegiatannya sejenak."Sebentar ya, Wan? Ibu akan menelepon seseorang dulu," sahut Bu Wardah santai. Sekarang ia sudah tenang dalam mengatur strategi. Ia sudah tidak takut pada apapun lagi. Jujur, kini ia malah menikmati permainan ini. Toh masalah hidup mati seseorang itu sudah ada yang mengatur bukan? Makanya ia sekarang bersikap nothing to lose saja.Bu Wardah menekan beberapa nomor yang sudah sangat ia hapal luar kepala. Dulu ia akan sangat ketakutan jika mendapati nomor ini di layar ponselnya. Tapi sekarang keadaan berbalik. Ia dengan percaya diri sengaja menghubungi nomor tersebut."Hola juan. Cómo estás?" (Halo Juan. Apa kabar?)"Donde estas ahora, maldita chica!" (Di mana ka
"Tolong Pak Polisi, biarkan anak saya menemui ayahnya sebentar saja. Ini adalah hari ulang tahunnya. Tolonglah Pak Polisi. Saya harap Bapak masih memiliki sedikit hati nurani.""Tidak bisa, Bu. Sesuai dengan prosedur kami, Pak Lopez harus segera dibawa ke kantor polisi. Pak Lopez bisa menunjuk seorang pengacara apabila ingin membela diri.""Tolonglah, Pak. Sebentar saja. Saja janji, setelah putra saya meniup lilin dan ayahnya mengucapkan selamat ulang tahun, Pak Polisi boleh membawa Pak Lopez pergi. Saya mohon, Pak. Saya mohon.""Baiklah, Bu. Atas dasar kemanusiaan, saya izinkan Pak Lopez menemui putranya. Saya mempertaruhkan kehormatan dan jabatan saya, demi memenuhi permohonan Ibu ini. Tolong, jangan hianati kepercayaan saya.""Mengapa Ibu memperdaya saya? Ibu membantu Pak Lopez melarikan diri 'kan? Apakah Ibu tau, perbuatan Ibu ini akan membuat saya dan seluruh tim saya terkena Sanksi Pelanggaran
Tangguh sedang menyusun bantal agar Gerhana nyaman bersandar, saat pintu kamar tiba-tiba terbuka. Antonio Brata Kesuma. Tangguh menarik napas panjang. Mempersiapkan hati dan pikiran agar mampu meredam kericuhan yang tidak perlu. Demi Tuhan, Gerhana baru selamat dari kasus penembakan. Ia tidak ingin kalau pacarnya ini harus menjadi saksi lagi dalam kasus perkelahian. Makanya ia akan mencoba memanjangkan sabar dalam menghadapi si pencari kesempatan ini."Bagaimana keadaan kamu, Na?" Antonio mendekati sisi ranjang. Menarik satu kursi dan duduk sedekat mungkin dengan Gerhana. Ia sama sekali tidak mempedulikan kehadiran Tangguh. Ia menganggap Tangguh sebagai mahkluk tak kasat mata. Ada tetapi tidak ada. Toh memang tidak ada pentingnya juga."Saya sekarang sudah baik-baik saja, Pak. Sebentar lagi juga akan pulih seperti sedia kala. Doakan saja ya, Pak?" sahut Gerhana sopan. Ia merasa tidak enak pada Tangguh karena Antonio tidak menganggapnya sama
"Bang, itu si Grace mau dibawa ke mana sama Bang Barda?" Gerhana kebingungan melihat Barda yang melenggang begitu saja dengan Graciela menggeliat-geliat marah di bahunya. Gerhana bahkan masih bisa mendengar suara Graciela yang terus memaki-maki Barda."Tidak apa-apa, Na. Tenang saja. Barda walaupun mulutnya kasar tapi pada dasarnya ia tidak tegaan terhadap perempuan. Ia akan menjaga Grace dengan baik. Percayalah, Na." Tangguh menarik sebuah kursi. Mendekati tempat Gerhana berbaring."Bagaimana keadaan kamu hari ini?" Tangguh mengelus pipinya perlahan. Gerhana merasa serba salah karena Tangguh bersikap seintim ini saat ada mata lain yang melihatnya. Ia malu pada Jaka yang seketika menjadi rajin menepuk-nepuk nyamuk karena salah tingkah. Padahal ruang rawat inapnya ini tidak ada nyamuknya sama sekali."Nana sudah lumayan baik, Bang. Hanya saja Nana rasanya kepengen sekali membersihkan diri sungguhan, alias mandi. Buk
Kesadaran Gerhana hilang timbul selama beberapa hari ini. Menurut dokter Gadis, proses pemulihan luka Gerhana memang akan memakan waktu yang cukup lama. Gerhana kehilangan secuil paru-paru dan ginjalnya. Untungnya peluru yang bersarang di sana tidak mengenai area yang berbahaya. Tetapi tetap saja memerlukan waktu untuk menghentikan pendarahannya.Sudah tiga hari ini Tangguh seperti pindah rumah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit dibandingkan dengan rumahnya sendiri. Selama tiga hari ini juga ia selalu menginap di rumah sakit. Kursi tunggu stainlessteel rumah sakit, telah menjadi teman baiknya. Keadaan di rumah sakit relatif tenang karena Antonio sedang berada di luar negeri. Si pencari kesempatan itu tidak tau apa-apa mengenai hal ini. Tetapi dua jam lalu, berita tertembaknya Gerhana sampai juga ke telinganya. Antonio akan tiba di tanah air dalam waktu delapan jam lagi. Tangguh tau, setelah ini ia akan terus baku mulut dengan si tukang cari
Tangguh membaringkan tubuh lelahnya di kursi ruang tunggu rumah sakit. Berbantalkan lengannya sendiri, ia memejamkan mata. Mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dan terjadi lagi! Setiap ia memejamkan mata, bayangan Gerhana yang ambruk bersimbah darah tergambar jelas dalam benaknya. Tangguh bangkit kembali. Kembali menegakkan tubuh. Ia tidak berani memejamkan mata. Bayangan desis lirih kesakitan Gerhana terus terbayang-bayang di benaknya.Arghhh!Tangguh meremas rambutnya kesal. Ia sekarang tidak tau harus berbuat apa. Benaknya tidak bisa berhenti memikirkan Gerhana. Malam ini adalah malam perjuangan Gerhana. Perjuangan hidup matinya akan ditentukan dalam dua belas jam ini. Makanya ia tidak mau beranjak seinchi pun dari pintu ruangan intensif. Ia ingin saat Gerhana sadar nanti, wajahnyalah yang pertama kali dilihat Gerhana oleh setelah tim medis. Saat ini sang jendral dan istrinya pulang sebentar untuk membersihkan diri d