"Kita sudah sampai, Na." Suara Tangguh menghentikan rentetan kalimat yang terus saja ia ocehkan di sepanjang jalan. Saking semangatnya berbicara ia sampai tidak menyadari kalau mereka telah tiba di tempat tujuan. Perasaan baru saja ia duduk di motor Tangguh, eh ujug-ujug sudah sampai saja. Ternyata kalau kita sedang bersama dengan orang yang kita suka, waktu seperti berlalu dalam sekedip mata. Coba dengan orang yang kita tidak suka. Lima menit terasa bagai lima jam lamanya.
"Oh sudah sampai ya, Bang? Perasaan baru aja Nana duduk. Hehehe. Ternyata kalau bersama Abang, jam jadi cepet banget muternya ya, Bang?" gombal Gerhana receh. Entah mengapa akhir-akhir ini ia mendadak jadi makhluk alay bin lebay. Efek mabuk cinta telah merubah kepribadiannya. Contoh alay lainya adalah saat ini saja misalnya. Ia masih tetap memeluk erat pinggang Tangguh walau motor sudah berhenti. Ia masih betah dengan posisi yang seperti sekarang ini.
"Bukan jamnya yang b
Gerhana tengah melamunkan Tangguh sambil tersenyum-senyum sendiri, saat pintu kamarnya diketuk. Ia meneriakkan kata masuk sembari melirik jam dinding. Pukul delapan malam. Tumben di jam-jam seperti ini Mbok Wati menyambangi kamarnya? Biasanya antara pukul tujuh hingga pukul sepuluh malam adalah jadwal Mbok Wati menonton sinetron. Dan biasanya kalau si mbok sedang menonton, ia tidak suka diganggu. Menggangu konsentrasi emosi katanya. Pasti ada suatu hal penting yang akan disampaikan Mbok Wati padanya. Saat pintu terbuka, Gerhana kaget. Ternyata bukan Mbok Wati yang mengetuk pintu. Tetapi ibunya!"Lho Ibu sudah pulang? Ayah sudah selesai dinas ya, Bu?" Gerhana turun dari ranjang dan menghamburkan diri kepelukan ibunya. Ia memang sangat merindukan ibunya. Sudah dua bulan lebih mereka tidak bertemu. Ia kangen membaui aroma tubuh ibunya. Setelah rasa rindunya terpuaskan, Gerhana mengajak ibunya duduk di atas ranjang. Ia ingin mengobrol seru dengan ibunya. Lama tidak
Tangguh gelisah. Sudah beberapa hari ini ia tidak bisa menghubungi Gerhana. Ponsel pacarnya itu selalu dalam keadaan tidak aktif.Selain itu keadaan ibunya juga tidak begitu baik. Ibunya seperti orang yang paranoid. Ketakutan terhadap sesuatu hal yang belum tentu terjadi. Sekarang ibunya selalu melarangnya keluar rumah kalau tidak hal yang benar-benar penting. Ibunya takut kalau ia diculik orang. Bagaimana ia tidak khawatir bukan? Halusinasi ibunya sudah sampai pada taraf yang tidak masuk akal. Ia bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Untuk apa juga orang menculiknya?"Lo kenapa sih, Guh? Dari tadi gue perhatiin lo bengong melulu. Tuh liat meja 15 mulai rusuh. Amankan dulu sana." Tepukan ringan Roy di bahunya, menyentakkan lamunannya. Astaga, bisa-bisanya ia melamun saat bertugas."Siap, Bang." Ia bergegas menghampiri meja 15. Beberapa orang yang sudah hang over parah mulai saling baku hantam hanya karena hal sepele. Layaknya
Gerhana mengetuk pintu tiga kali. Karena tidak mendapat jawaban ia kembali mengetuk ulang. Terdengar sahutan tunggu sebentar berbarengan dengan suara derit pintu yang dibuka."Kamu... kalau tidak salah gadis yang menabrak stealing martabak Ibu waktu itu kan?" Tanya Bu Wardah ragu-ragu."Benar, Bu. Saya Gerhana." Gerhana lega. Ternyata Bu Wardah masih mengenalinya."Ada perlu apa kamu ke sini?" Lanjut Bu Wardah lagi. Gerhana belum sempat menjawab pertanyaan Bu Wardah, namun ekspresi wajah si ibu langsung berubah waspadasaat melihat kehadiran Demitrio. Siapa pun yang melihat postur tubuh dan rambut cepak Demitrio pasti sudah bisa menduga apa profesinya. Penampilan Demitrio seolah-olah meneriakkan kata, saya adalah seorang polisi."Kenapa kamu membawa polisi ke sini? Bukankah masalah waktu itu sudah selesai. Ibu bahkan tidak menuntut apapun padamu." Tandas Bu Wardah lagi. Seperti
"Abang jangan salah paham. Maksud Nana--""Saya sedang banyak pikiran, Gerhana. Pulanglah." Usir Tangguh dingin.Gerhana. Tangguh kembali memanggil nama lengkapnya. Itu artinya Tangguh telah menarik garis pembatas di antara mereka. Tangguh kembali menganggapnya orang asing. Gerhana meradang. Tidak bisa begitu!"Jangan melarikan diri dari masalah dong, Bang. Bukankah kemarin kita baru saja berjanji akan selalu berpegangan tangan walau apapun, Nana ulangi, apapun masalah yang menghadang. Apa secepat itu Abang lupa?" Guman Gerhana lirih. Tangguh tidak menanggapi kalimatnya. Seolah tidak mendengar apa-apa, Tangguh melenggang masuk dan melewatinya begitu saja. Gerhana yang tidak terima didiamkan menyambar lengan Tangguh. Meminta perhatiannya."Tolong jangan bersikap begini pada Nana, Bang. Jawab dulu pertanyaan Nana. Kita akan selalu berpegangan tangan bukan?" Tanya Gerhana harap-harap cemas. Tanggu
"Ini adalah konsep rancangan dan pra rancangan schematic design yang dibuat oleh tim kami, Ba--eh Pak Edmundo." Gerhana buru-buru meralat kalimatnya. Bukan hal mudah menghadapi pacar yang kini juga berstatus sebagai calon client. Ia menolak menyebut Tangguh mantan pacar karena ia tidak merasa menyetujui keputusan sepihak Tangguh."Lanjutkan saja presentasi Anda," ucap Tangguh dingin. Gerhana bergeming. Tangguh benar-benar menganggapnya orang asing sekarang. Gerhana berdehem sebentar. Berusaha mengalihkan rasa kecewanya dengan batuk-batuk kecil. Ia harus bisa memisahkan antara masalah pribadi dan pekerjaan."Baik," jawab Gerhana singkat. Ia melanjutkan presentasi dengan mengklik laptop beberapa kali hingga muncul sketsa dasar."Schematic design ini kami rancang seefisen mungkin dengan memperhitungkan efektifitas teknis pelaksanaan, biaya, waktu dan juga dari sisi desain. Terutama desain tapak atausitepla
Gerhana menghempaskan tubuh lelahnya pada beton proyek setengah jadi lantai delapan. Kepalanya pusing setelah empat jam penuh berkerja diruang terbuka. Semenjak Tangguh dan Estrelita, pacar bulenya sering wara wiri ke kantor, ia memang memilih untuk lebih aktif di proyek. Ia melarikan diri tepatnya.Gerhana membuka helm proyek beserta rompinya sekaligus. Ia kegerahan bekerja di tengah terik matahari pukul dua belas siang. Untung saja jam istirahat makan siang telah tiba. Syukurlah. Setidaknya ia punya waktu sekitar satu jam untuk beristirahat sebentar.Saat mengusap wajah dengan sehelai tissue basah. Warna tissuenya berubah menjadi abu-abu. Sewarna dengan bubuk semen. Itu artinya wajahnya penuh dengan debu dan kotoran lainnya. Pakaiannya apalagi. Kemeja birunya sudah lengket bagai kulit kedua karena keringat. Selain lapar ia juga capek lahir batin.Pandangannya tertuju pada Abraham. Manager proyek baru
Selain Gerhana ada dua orang lagi yang akan diperiksa marathon hari ini. Mereka adalah Abraham, manager proyek dan Pak Tarjo, operator crane. Belasan saksi lain akan diperiksa secara bergantian mulai besok pagi. Saat ini Gerhana sedang duduk di ruang tunggu juru periksa kepolisian. Menunggu giliran untuk diperiksa. Ia mendapat giliran paling akhir. Yang pertama akan diperiksa adalah Pak Tarjo. Baru disusul oleh Abraham dan dirinya sendiri."Kamu tidak usah takut, Na. Kamu kan tidak salah apa-apa," seseorang tiba-tiba saja duduk di sebelahnya. Tanpa perlu melihat pun Gerhana sudah bisa menebak siapa yang berbicara. Aroma segar citrus adalah ciri khas Antonio. Hanya saja kali ini aromanya sudah bercampur dengan samar keringat. Lebih manusiawi. Setidaknya ia jadi tau kalau Antonio ini manusia juga. Bukan counter parfum."Saya tidak takut, Pak. Saya hanya sedih dan merasa bersalah karena tidak mampu menolong mereka," sahut Gerhana lirih. T
"Ya, kanan kuat. Terus... terus... stop! Balas... balas... kiri... lagi... lagi... lurus... sip. Makasih, Boss. Semoga rezekinya makin kenceng kayak bus malam antar kota." Gerhana tersenyum geli mengamati tingkah Jaka yang sedang mengatur jalur keluar masuk mobil di parkiran. Di saat sedih dan galau seperti ini sepertinya ia memerlukan sedikit hiburan dan pencerahan. Dan satu-satunya orang yang muncul di kepalanya saat ini adalah Jaka. Sahabat Tangguh yang berhati seluas samudera dan pikiran selurus jalan tol. Gerhana merindukan sosok yang sederhana namun kerap membuatnya tertawa. Selain itu terkadang pemikiran ajaib Jaka juga banyak benarnya. Oleh karena itu sepulangnya dari kantor, Gerhana dengan sengaja menyinggahi restaurant tempat Jaka bekerja sebagai juru parkir."Etdah ini bocah masih demen aja ngintilin gue. Ada perlu apaan lo sama gue, Bocah?" Dengus Jaka ketus. Walau Jaka memberi kesan terganggu karena kehadirannya, tapi tak urung Jaka menghampirinya j