Jaka mondar-mandir di area parkir cafe. Sebentar-sebentar ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Si dilema belum bisa keluar-keluar dari kepalanya. Ia takut kalau Tangguh sampai celaka. Belum lagi kehadiran Badra yang terus saja memaki-makinya karena membuat Tangguh terlibat dalam masalah. Kepalanya sampai mau pecah dipaksa berpikir ke sana ke mari menebak-nebak hal yang belum pasti. Sebenarnya ia juga tidak berniat membuat posisi Tangguh dalam bahaya. Hanya saja kalau Gerhana sampai kenapa-napa, kan kasihan Tangguhnya juga. Ia tahu jalau Tangguh itu diam-diam suka memandangi photo Gerhana di ponselnya. Ada berbagai pose Gerhana yang disimpan rapi Tangguh di sana. Ada pose Gerhana yang sedang tertawa, cemberut sampai mangap karena menguap ada di galerinya. Di photo-photo itu pakaian Gerhana selalu berbeda-beda. Itu artinya Tangguh sering membayangi Gerhana dan memotretnya secara diam-diam bukan?
Nah, coba kalau
Gerhana gelisah. Sudah hampir satu jam ia menunggu kemunculan Jaka di ujung jalan kafe. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan keadaan Tangguh. Antonio dan Tangguh sama-sama terluka. Hanya saja Antonio kemarin telah mendapatkan pertolongan pertama di rumah sakit terbaik dengan pelayanan kualitas terbaik juga. Sementara Tangguh entah bagaimana nasibnya. Kemarin hampir bisa dikatakan ia telah seharian di rumah sakit menjaga Antonio. Alih-alih mengucapkan terima kasih, ia malah dijadikan kacung di sana. Antonio benar-benar menjadikannya seorang perawat merangkap pesuruh pribadi. Walau sempat kesal tapi ia berusaha ikhlas menjalankan segala titah Antonio. Hitung-hitung membalas budi. Lagi pula toh hanya sehari. Makanya ia tetap berusaha tersenyum manis dan memanjangkan sabarnya menghadapi segala keabsurban Antonio.Dan hari ini ia berencana untuk menjenguk Tangguh. Ia harus bersikap adil bukan? Setelah urusannya dengan Antonio selesai, ia akan berterim
Saat membuka celana kain bahannya, Gerhana menghela napas kasar. Apa yang diduganya ternyata benar. Pembalutnya sudah penuh sementara ia lupa membawa pembalut. Pelupanya memang sudah akut. Padahal tadi pagi ia sudah mengeluarkan dua buah pembalut dari laci dan meletakkannya di atas meja rias. Tinggal dimasukkan ke tas saja. Nah, bagian memasukkannya ke dalam tas itulah yang ia lupa. Memanglah benar kata pepatah, jangan suka menunda-nunda sesuatu. Akibatnya ya begini ini. Sekarang bagaimana coba? Tidak mungkin ia meminjam pembalut pada Tangguh bukan? Meminta Tangguh mencari pembalut Bu Wardah pun sepertinya tidak mungkin juga. Jangan-jangan Bu Wardah malah sudah menopause. Satu-satunya cara hanyalah meminta tolong Tangguh untuk membelinya. Masalahnya apakah Tangguh mau? Membeli pembalut bagi seorang laki-laki pasti dianggap tabu. Lain cerita kalau laki-laki itu sudah beristri. Tangguh ini selain bukan siapa-siapanya, preman lagi. Pasti ia akan mengamuk kalau diminta untuk membeli pem
"Na--Nana masih di ja--jalan ini, Yah. Sebentar lagi mungkin sampai. Na--Nana terjebak macet ini, Yah." Gerhana terbata-bata menjawab telepon dari ayahnya. Seumur hidupnya ini adalah kali pertama ia membohongi ayahnya. Selama berbicara tangannya terus bergetar. Ada rasa bersalah bercampur takut di hatinya. Gerhana memegangi dadanya. Ia takut kalau suara debaran jantungnya sampai terdengar oleh ayahnya di seberang sana. Belum lagi tatapan mencela Tangguh yang jelas-jelas mencemooh kebohongannya."Kamu itu sedang berbicara dengan seorang Jendral, Nana. Kamu menghina kecerdasan Ayah kalau kamu berbohongnya amatiran seperti ini. Kamu bilang kalau kamu sedang di jalan? Tetapi Ayah jelas mendengar suara televisi, dan beningnya suaramu. Itu artinya kalau saat ini kamu ada di dalam sebuah ruangan. Lain kali, kalau mau berbohong, harus all out. Mengaku sedang on the way misalnya. Minimal kamu harus keluar ruangan. Cari suasana yang bisa meyakinkan alibi kamu. Artin
Tangguh mengikuti langkah-langkah cepat namun teratur khas militer ayah Gerhana. Dalam hati Tangguh mengagumi bahasa tubuh kaku-kaku tegas di diri seorang jendral ini. Orang-orang yang berasal dari dunia militer memang berbeda. Gerak-gerik dan gestur mereka begitu teratur. Begitu juga dengan struktur tubuh mereka yang ramping namun berisi. Rambut cepak mereka mungkin bisa saja ditemukan pada orang-orang sipil biasa. Namun aura tegas dan disiplin mereka, tidak. Kita pasti akan langsung tahu bahasa tubuh orang-orang militer dari cara mereka berjalan saja. Kecuali kalau mereka itu para intelijen atau spionase. Para intel memang tugasnya adalah menyamar. Mereka menyamar untuk mengumpulkan informasi hingga valid, atau melakukan Operasi Tangkap Tangan. Ia tahu bahwa terkadang tukang bakso, tukang siomay bahkan ibu-ibu berhijab di pasar adalah para intel yang sedang menyamar. Kepada mereka ini ia juga salut. Mereka bisa begitu menjiwai peran dan enjoy menjalani berbagai macam profesi penya
Seminggu telah berlalu sejak kejadian Tangguh di sidang oleh ayahnya. Gerhana ingat betapa muramnya wajah Tangguh saat keluar dari ruang kerja ayahnya sendirian. Ia memang sengaja menunggu di ujung koridor. Ia tidak tenang sebelum Tangguh keluar dari ruangan dalam keadaan utuh. Saat tiba-tiba pintu terbuka, ia nyaris terlompat karena kaget.Pandangan mereka kembali bersirobok. Hanya saja ia merasa ada yang berbeda dari sinar mata Tangguh. Jika di dalam ruangan tadi sinar matanya begitu lembut dan menenangkan, namun sekarang sangat berbeda. Tatapannya dingin dan datar. Nyaris sinis malahan. Tatapan inilah yang ia lihat pertama kali saat insiden tabrakan gerobak martabak dulu. Dingin, datar, kejam!"Bagaimana Bang? Ayah percaya kan dengan semua penjelasan Abang?""Semuanya telah usai.""Usai bagaimana maksudnya, Bang?"Gerhana ingat. Ia sampai berlari-lari kecil demi bi
Gerhana membasuh wajahnya dengan air dingin di wastafel. Lumayan. Percikan air yang membasahi wajahnya sedikit banyak ikut mendinginkan hati dan kepalanya yang panas. Hareudang euy. In hale... ex hale... sabar.Udahlah Na, lo nggak perlu memaksakan diri untuk di notice sama Tangguh. Lo itu cuma kebetulan ditolong sama dia. Nggak usah kege-eran perasaan diistimewakan.Mungkin emang udah sifat si Tangguh suka nolongin orang. Bukan cuma lo doang. Berhenti berpikir yang bukan-bukan.Perang batin antara perasaan dan logikanya semakin membuat Gerhana pusing. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya. Mengusir bayangan senyum manis yang Tangguh berikan pada Alexa. Baru saja ia hendak mengeringkan wajahnya dengan sehelai tissue, suara jerit tertahan yang dibarengi benda jatuh singgah di telinganya. Penasaran ia melongok keluar. Mengintip dari wastafel sembari menyeka wajah basahnya. Pemandangan tidak biasa menyambutnya. Ramzi jatuh tertelung
"Selamat siang, Pak. Apa terjadi sesuatu di proyek?" Gerhana langsung berdiri. Siaga satu saat melihat Antonio menghampiri mejanya. Bukan apa-apa. Alam bawah sadarnya selalu mendeteksi aura negatif saat client songongnya ini menyapa. Tidak ada berita baik yang pernah keluar dari mulut sianidanya."Apa kamu berharap proyek kita selalu terkena masalah? Ingat, ucapan adalah doa. Jadi biasakan untuk selalu berbaik sangka."Nahkan! Belum apa-apa bawaannya sudah menuduh saja."Bukannya saya berburuk sangka. Tapi biasanya kan berita yang Bapak bawa tidak pernah enak di--aduh!" Gerhana tidak melanjutkan kalimatnya karena kakinya ditendang seseorang di bawah meja. Melihat pelototan Selena, sadarlah ia akan kecerobohannya. Ia memang cenderung suka berbicara sesuai fakta dan non filter. Reaksi otaknya selalu berbanding lurus dengan mulutnya. Hanya saja tidak semua hal bisa dikatakan secara gamblang bukan? Seperti kalima
Mobil yang dikendarai Tangguh baru berjalan beberapa menit, tapi Gerhana sudah tidak tahan berada di dalamnya. Akibat kempesnya ban mobil Antonio, ia terpaksa menerima tawaran Alexa agar menumpang mobilnya saja. Toh tujuan mereka memang searah katanya. Kalau Antonio, jangan ditanya. Mana sudi anak sultan begitu mau menumpang mobil orang. Client songongnya itu memilih menunggu dijemput supir sambil memeriksa CCTV restaurant. Ia mengancam akan menuntut pihak pengelola parkiran apabila terbukti ada oknum yang menyabotase mobilnya. Orang seperti Antonio ini mana terima kalau dicurangi. Pasti ia akan mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya.Di sepanjang perjalanan sikap Alexa terhadap romantis sekali. Mulai dari memberi air mineral, permen, sampai mengelap tetesan air yang sedikit tumpah di dagu Tangguh pun semua Alexa yang melayani. Bagaimana hati Gerhana tidak cenat cenut bukan? Walau pun Tangguh itu bukan apa-apanya, tadi ada rasa tidak rela yang mencubiti re