Beranda / Romansa / Gerald Sang Penakluk / 8) Tante Baik Hati

Share

8) Tante Baik Hati

Penulis: NDRA IRAWAN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-01 22:51:37

Alasan yang dibuat-buat pada Bu Ana, akhirnya membuat Gerald bingung sendiri. Sejatinya dia sama sekali tidak punya janji dengan siapapun. Gerald belum banyak punya teman, dan hampir semua temannya tidak tinggal di kost. Mereka bersama orang tuanya dan cukup jauh.

Sebagai lelaki yang sudah mengenal dunia esek-esek dan bahkan sudah pernah beberapa kali melakukan hubungan badan, Gerald bukan tidak tahu gelagat Bu Ana yang sepertinya akan membawa dia menuju sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan.

Gerald sangat paham, namun dia juga masih menjaga menocba menjaga kewarasannya dan berusaha menjunjung tinggi moral dan etika. Biar bagaimana pun Bu Ana adalah wanita yang sangat dihormatinya. Dan walau tidak terlalu kenal dengan suaminya, namun Gerald yakin Pak Sukardi orang baik.

Sebenarnya Gerald tadi sempat berpikir untuk memanfaatkan kesepian Bu Ana. Kalau boleh jujur, Gerald selama ini pun sangat memahami kebaikan Bu Ana pada dirinya yang relatif agak berlebihan dan berbeda, bukan tanpa alasan dan tujuan. Namun Gerald masih berpikir jernih untuk tidak menodai itu. 

Setelah kebingungan hendak pergi kemana, akhirnya Gerald terdampar di depan sebuah mall, memperhatikan orang-orang yang lalu- lalang di depannya. Hatinya terus berdoa dan berharap ada yang menawarkan pekerjaan yang membuatnya tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan kuliah di kota ini. 

"Maaf Mas, Anda dipanggil oleh Ibu yang ada di dalam." Tiba-tiba seorang pelayan restaurant cepat saji menyapa Gerald dengan sikap yang sangat santun. 

"Hah? ibu yang mana, Mas?" tanya Gerald pada pelayan itu. Dia sedikit kaget dan bingun karena merasa tidak punya kenalan ibu-ibu di sana.

"Itu, Ibu yang di dalam yang pakai baju hijau. Tuh yang sedang melambaikan tangannya sama Mas," jawab pelayan itu setengah berbisik.

Kepala Gerald refleks menoleh ke dalam restaurant dan memandangi seorang ibu berbaju hijau yang melambaikan tangan padanya. Untuk beberapa saat, Gerald tertegun karena sama sekali tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya.

‘Apakah dia salah orang?’ tanya Gerald dalam hati. Namun wanita itu kembali tersenyum dan terus melambaikan tangannya pada Gerald.

‘Saya?’ tanya Gerald dengan bahasa isyarat gerakan bibir tanpa suara, sambil menunjuk dadanya sendiri. Dan wanita itu pun menganggukkan kepalanya dengan bibir yang tetap tersenyum.

Walau dengan perasaan heran, Gerald akhirnya menghampiri wanita itu dengan langkah yang ragu-ragu. Setelah dekat dengan wanita itu dan bisa memandang dengan jelas dan leluasa raut wajahnya, hati Gerald semakin yakin jika wanita itu salah orang.

‘Hadeuh, mengapa dalam keadaan terang benderang begini, kok masih bisa salah orang?’ keluh Gerald dalam hati.

"Selamat sore, Bu. Perkenalakan saya Gerald, maaf dengan Ibu siapa?" tanya Gerald pada wanita itu dengan suara yang agak pelan dan sikap santun penuh hormat.

Dari penampilan dan pembawaan sikap sang wanita, Gerald menduga jika wanita di depannya adalah seorang pengusaha atau sekurang-kurangnya wanita karir yang cukup sukses dan mapan.

"Saya Sonya, panggil saja Tante Sonya. Silakan duduk, Dek. Gak ditarik bayaran kok kalau cuma duduk, hehehe,” tawar wanita yang mengaku Tante Sonnya itu dengan suara yang sangat ramah.

“Terima kasih, Tante,” balas Gerald sambil menarik kursi di depannya. Lalu dia pun duduk di hadapan Tante Sonya.

Hati Gerald terus bertanya-tanya, siapa wanita di depannya dan mengapa dia sampai salah orang, bahkan meminta dirinya untuk duduk satu meja dengannya.

“Baru pulang kuliah ya. Di kampus mana kuliahnya, Ger? Tingkat berapa?” tanya Tante Sonya kemudian.

“Saya kuliah di Institut Pertambangan Dolar. Sekarang tingkat dua,” jawab Gerald tegas namun dengan suara yang tetap ramah.

“Dari tadi tante perhatikan, kamu  kok berdiri terus di sana. Sedang nunggu teman atau sedang menghitung orang yang lewat?" tanya Tante Sonya dalam nada canda.

"Ah,  Tante bisa aja. Masa sih orang lewat saya itungin. Gak kok, saya lagi iseng aja emang sih sambil ngeliatin orang yang lewat. Tante sendiri sedang apa di sini? kok sendirian?" tanya Gerald yang sudah mulai tidak terlalu canggung lagi.

“Biasa aja, tante sengaja di sini buat liatin kamu, hehehe.” Tante Sonya membalas candaan Gerald.

“Masa sih? Hehehe.” Gerald tersipu malu.

“Habisnya kamu berdiri tepat di depan tante, ya mau gak mau keliatan terus dari sini. Kirain sengaja kamu pengen diliatin sama tante, hehehehe.”

Tampaknya Tante Sonya tipe orang yang cair dan renyah karena senang bercanda.

Gerald sangat senang berkenalan dengan tipe orang seperti itu karena dalam hitungan detik pun segala kecanggungan akan teratasi. Bukan baru kali ini Gerald berkenalan dengan wanita, namun dia selalu hati-hati dalam bersikap. Lebih tepatnya sadar diri dengan keadaan dirinya orang yang tak punya.

"Gini Ger, sebenarnya tante lagi mau nyari accessoris mobil buat kejutan suami tante, tapi agak mager mau liat-liat ke atas. Lagian sebenarnya tante gak tahu dimana tempat yang jualnya," ucap Tante Sonya. Kali ini dia bicara dengan nada yang sedikit serius.

"Memangnya Tante mau cari barang apa? Mungkin saya bisa bantu cariin," tawar Gerald dengan sikap yang serius pula, namun tidak menghilangkan kesan santainya.

“Makanya tante manggil kamu, karena kamu sepertinya sangat tahu tentang otomotif. Tante uirga kamu lulusan STM deh? Pasti nyambung. Tante pikir juga mungkin kamu bisa bantuin tante,” ucap Tante Sonya sambil mengeluarkan brosure iklan dari dalam tasnya lalu menunjukkan pada Gerald. 

“Kok Tante bisa tahu saya alumni STM?” Gerald bertanya pura-pura karena sesungguhnya dia lulusan SMA. Dan bukan hanya kali ini dia disangka lulusan STM. Gerald bahkan suka bingung, apa bedanya lulusan STM dan SMA. Bukannya setelah lulus tidak memakai seragam lagi.

“Entahlah, feeling aja, hehehe.” Tante Sonya tersenyum. Hatinya juga tersenyum senang karena menurutnya tebakannya tidak meleset. 

"Oke, kalau gitu saya pinjam brosurnya dulu, Tante. Biar saya cari barangnya. Tante tunggu aja dulu di sini, giamana?" tanya Gerald dengan antusias.

“Oke, thank ya, Ger.” Tante Sonya makin senang dan bahagia hatinya.

Semua gambar-gambar dalam brosure itu sangat familiar dengan Gerald. Walau dia tidak punya mobil tetapi dia sudah terbiasa menjadi sopir tembak untuk beberapa teman-temannya yang tajir saat di SMA dulu.

Ketika di SMA dia, disela-sela kesibukan ngojeknya, Gerald bahkan pernah menjadi sopir angkot tembak yang beroperasi tengah malam. Dan Gerald tahu di mana toko terbesar dan terlengkap yang menjual aksesories kendaraan yang dicari oleh Tante Sonya.

Tanpa menungu perinath dua kali, Gerald langsung turun ke lantai dasar untuk mendatangi toko aksesroris dan onderdil kendaraan. Sekedar untuk memastikan barang yang dicari Tante Sonya tersedia atau tidak. Juga sekalian menanyakan harganya. Atau meminta brousur yang sudah tertera harganya.

Selama dalam berjalan menuju toko onderdil, hati Gerald masih terus bertanya-tanya karena tidak menduga dan sedikit tidak percaya akan dipertemukan dengan seseoang yang sama sekali tidak diekanlnya. Seorang wanita cantik yang bahkan sanggup membuat Gerald merasa nyaman hanya dalam hitungan menit.

‘Siapa sebenarnya Tante Sonya ini? Jangan-jangan dia malaikat yang sengaja dikirim Allah, untuk menolongku?’ tanya Gerald dalam hati.  

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ntaelia
Ronald itu baik, ya, asal jangan disenggol aja wkwk. Lanjut thor, ceritanya seru cuma ada beberapa kata yang typo sama tanda bacanya masih ada yang kurang tepat. Hehe, semangaaattt nulisnyaaa!!
goodnovel comment avatar
Abah Pollimite
di tunggu lanjutannya thor
goodnovel comment avatar
Ar_key
anak jendral jadi pahlawan, semangat Gerald ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gerald Sang Penakluk   9) Rezky Anak Oleng

    ‘Semoga saja Tante Sonya seorang pengusaha dan mau mengajak aku bekerja di perusahaannya. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya dia memang seorang pengusaha. Semoga saja ini adalah jawaban atas semua doa-doaku dan ibuku. Semoga ada rizki buatku dan kedua adikku, Amiin,’ ucap Gerald dalam hati. Dengan dada yang terasa lega dan disorong sebuah harapan baru dan semangat membara, Gerald mencari barang yang sedang dicari Tante Sonya. Dan sama sekali tidak ada kendala karena memang barang tersebut sangat mudah dicari hampir di semua toko yang menjual aksesotis kendaraan. Ketika akan balik kanan kembali dari toko hendak menemui kembali Tante Sonya, Gerald menghentikan langkahnya karena posnsel yang disimpan di saku celananya bergetar pertanda ada panggilan masuk. “Assalamulaikum Bu,” Gerald pun langsung membuka percakapan telpon dengan ibu kostanya. “Waalaikumsalam, Gerald sekarang sedang di mana?” tanya Bu Ana dengan nada yang terdengar sedikit cemas. “Saya sedang di rumah teman

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Gerald Sang Penakluk   10) Tawaran Beruntun

    [Ger, kalau ada waktu, besok tante tunggu di tempat yang nanti tante infokan, kira-kira jam makan siang. Bisa gak] Gerald membaca pesan singkat dari Tante Sonya dengan wajah yang berbinar-binar. Kala itu dia baru saja naik angkot hendak pulang ke kostannya. [Siap Tante] Dengan sigap Gerald segera membalasnya. [Oke, nanti tante infokan lagi ya] balasan dari Tante Sonya kembali masuk dan Gerald membalasnya dengan emot kepalan tangan siap!. Walau tidak tahu apa maksudnya Tante Sonya mengajak kembali bertemu, namun Geralad langsung menyetujuinya karena sangat yakin akan banyak kebaikan setelahnya. Bukan hanya sekedar materi, namun Tante Sonya memang sanggup membuat Gerald nyaman dan percaya diri saat bersamanya. Hampir saja Gerald melanjutkan chatnya itu dengan menanyakan kebernaran jumlah uang yang diberikan Tante Sonya padanya, takutnya salah hitunga atau salah ngasih. Namun dia pikir lebih baik besok ditanyakan langung saat bertemu. Dan Gerald berusaha untuk tidak dulu memakainya, s

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Gerald Sang Penakluk   11) Bab

    Sore sampai malam di hari pertama itu, tugas Gerald benar-benar hanya menemani Umi Yani. Walau pada awalnya tidak terlalu saing kenal, namun lama kelamaan mereka pun menjadi sangat akrab. Terlebih lagi Umi Yani tipe orang yang mudah terbuka kepada orang yang bisa dipercaya. Selama ini Umi Yani memang tidak kenal terlalu dekat dengan Gerald, namun nama Gerald bukanlah sesuatu yang baru baginya. Ustad Umar, Umi Anisa dan tetangga lainnya beberapa kali menceritakan kebaikan seorang Gerald. Umi Yani juga sangat yakin, tidak mungkin adik iparnya meminta Gerald menemaninya, jika pemuda itu tdak bisa dipercaya. Umi Yani justru akan menolak mentah-mentah jika Bang Andre yang menemaninya. Dia sudah tahu siapa Andre yang sebenarnya. Gerald juga mulai mengetahui jika Umi Yani aslinya berasal dari Kuningan. Sementara Ustad Buyamin, berasal dari Bandung sama seperti Ustad Umar. Umi Yani telah dikaruniai tiga anak yang sudah dewasa. Dua laki-laki, satu perempuan. Semua sudah menikah dan tinggal b

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Gerald Sang Penakluk   12) Bab

    Adegan yang sangat panjang dan panas namun tidak terlalu mengesankan. Gerald merasa tak sabar ingin segera merasakan nikmatnya bercinta dengan wanita itu. Khayal dan angannya dipenuhi dengan berjuta kenikmatan yang akan dia dapatkan dibanding dengan percintaan-percintaan sebelumnya. Bibir basah Tante Sonya yang merekah pasrah saat berbicara, tergambar jelas di mata Gerald. Harum tubuh Tante Sonya yang menggairahkan, kembali tercium jelas di hidung Gerald. Kelembutan kulit tangan Tante Sonya dan kenyalnya buat dadanya saat menyentuh lengannya, kemballi semua terasa seperti nyata. Bahkan sang jantan merasakannya teramat nyata. Gerald menelan ludah berkali-kali. Jantungnya berdegup kencang, seperti ketika waktu dia membayangkan bisa melumat bibir Tante Sonya saat sedang bersama tadi. ‘Sedang apa Tante Sonya sekarang? Apakah dia sedang dicumbu suaminya?’ Pertanyaan terakhir Gerald tiba-tiba dia rasa sangat mengganggu dan membuatnya terbakar cemburu dalam birahi. Sungguh sangat mengge

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Gerald Sang Penakluk   13) Bab

    Tangan yang satu lagi beralih ke bawah. Tante Sonya memerlukan kedua tangannya untuk mendaki puncak dahsyat birahinya. Satu tangan untuk menekan kedua jarinya masuk lebih dalam lagi pada lobang surgawi yang menimbulkan rasa nikmat itu, sementara tangan yang lain mengusap-menekan-memilin klitorisnya yang merah dan berdenyut-denyut. Tante Sonya mengangkat pinggulnya, memberikan tekanan ekstra ke seluruh daerah kewanitaannya, menggosok-gosoknya dengan sangat keras dengan kedua tangannya. “Geraaaaald oooh gantengku oooh…” Gerald di kamar kostnya, terus menggosok-gosok dan mengurut batangnya dengan sangat keras. Naik turun tangannya semakin cepat, semakin cepat, dan semakin cepat. Napasnya terengah-engah. Kakinya terasa melayang, padahal keduanya menjejak kasur dengan keras. Satu tangannya yang bebas kini mencengkram seprai, seakan mencegah tubuhnya melambung ke langit-langit. Gerald tak tahan lagi, tubuhnya merinding merasakan tubuhnya yang seperti akan meledak. “Tante Sonyaaaa aaaaah

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-07
  • Gerald Sang Penakluk   14) Bab

    Feeling Tante Sonya mengatakan jika sebenarnya keadaan Gerald kemarin itu sedang tidak baik-baik saja. Itu bisa dia bandingkan dengan raut wajah Gerald antara saat ini yang tampak jauh lebih cerah dan semringah. "Gak rahasia sih, Tan. Hanya memang kurang enak didengarnya.” Gerald akirnya menjawab pelan dalam keragu-raguan. Hatinya terus bertanya-tanya apakah pantas dia menceritakan keadaan dirinya yang sejujurnya. “Apa tuh yang kurang enak didengar? Bicara jujur aja Ger, gak usah ragu, siapa tahu tante bisa bantu solusinya kalau memang itu sesuatu yang kamu butuhkan.” Tante Sonya sengaja melontarkan kalimat itu agar Gerald tidka merasa sendirian dalam mengatasi kesulitannya. “Hmm memangnya beneran Tante mau tahu?" tanya Gerald seraya menebak-nebak isi kepala lawan bicaranya. "Iya lah, Ger. Kalau gak mau tahu, ngapain juga tanya-tanya kamu terus. Dari kemarin, tante merasa sebenarnya ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Ada apa sih Ger?" Tante Sonya bicara semakin lembut, tak uba

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • Gerald Sang Penakluk   15) Bab

    Umi Anisa bergelinjang manja dan menggoda. Dia meramas-remas kedua payudaranya sendiri sambil mendesah-desah lembut mengiringi setiap gerakan tangannya. Wanita yang kesehariannya terkesan sangat alim dan setia itu benar-benar telah terbakar libido dan gairah seksualnya. Bang Andre yang bertubuh tinggi besar dan bekulit agak gelap itu pun berdiri gagah. Tangan kanannya memegangi dan memainkan batang kejantanannya. Sinar matanya nanar menatap sayu Umi Anisa yang menggelinjang di atas kasur. Mereka saling bertatapan dan saling beradu senyum mesum yang tersungging dari keduanya. Dengan gerakan perlahan, layaknya binatang berkaki empat, Bang Andre naik ke atas ranjang mendekati tubuh bugil Umi Anisa. Kedua tangan Bang Andre memegangi kedua paha istri Ustad Umar itu dengan lembutnya, lalu melebarkannya. Tak lama kemudian Bang Andre menunduk lalu membenamkan wajahnya di selangkangan Umi Anisa. “Oooowhsss, Andreee ssssst…” Umi Anisa melenguh panjang dengan kepala menghentak. Sementara kedua

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Gerald Sang Penakluk   16) Bab

    **Biar tdak membosankan cerita akan dilanjut dengan POV Gerald** Entah berapa lama aku tertegun duduk di dalam kamar kostku. Tak tahu harus berbuat apa, dan yang pasti masih tidak percaya dengan yang baru saja aku saksikan namun nyata adanya. Bayangan bersetubuhn antara Bang Andre dengan Umi Anisa masih terus menari-nari dalam benakku. Ternyata orang-orang yang selama ini aku hormati dengan sepenuh hati, tidak lebih mulia dariku. [Nak Gerald, siap-siap ya. Sebentar lagi kita berangkat lagi ke rumah sakit. Umi juga ketiduran barusan baru bangun, ini baru mau mandi] Sebuah pesan masuk dari Umi Yani, sontak membuyarkan lamunanku. Dan tanpa menuda waktu aku segera mengganti pakaian, lalu mengeluarkan kain sarung dari dalam lemari dan memasukannya ke dalam tas soren. Lalu setelah berpamitan pada ibu kostku yang kebetulan sedang nonton tv, aku pun segera berangkat ke rumah Umi Yani. Ketik di tengah perjalanan Umi Yani mengirimkan pesan lagi. [Nak Gerald, masuk langsung aja lewat dapur

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16

Bab terbaru

  • Gerald Sang Penakluk   38) Bab

    Sore harinya Bu Nina memintaku untuk mengantarnya pulang. Tentu saja dia bukan benar-benar ingin pulang. Sepanjang perjalanan otakku tak pernah bisa diam, dipenuhi dengan berbagai obsesi liar. Bahkan beberapa kali aku sengaja memancing Bu Nina dengan obrolan yang sedikit panas dan menjurus mesum. Namun beliau sepertinya selalu mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia masih jengah dengan peristiwa tadi pagi, namun aku sendiri menduga jika dia sengaja mengajakku pulang duluan karena ingin mengulanginya. “Ke Duta Permata aja, Ger.” Tiba-tiba Bu Nina bicara tegas setelah mobil melaju di jalan raya. “Kita mau Ke hotel, Bu?” tanyaku memastikan. “Ya,” balas Bu Nina pelan, dan dengan santainya menganggukkan kepala seraya tersenyum. Dengan semangat 45 aku melajukan mobil Bu Nina menuju hotel yang dia sebutkan. Tak sampai setengah jam kemudian kami pun tiba di depan hotel yang berlokasi dekat dengan salah kampus negeri ternama. Kami segera masuk ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di

  • Gerald Sang Penakluk   37) Bab

    Wajah Bu Nina semakin tampak merah merona namun matanya seolah sudah terpatri di selangkanganku. Batang zakarku pun sepertinya merasakan itu, dia bergerak-gerak sendiri seolah mengangguk-angguk memberikan penghormtan pada Bu Nina. Bu Nina pun melangkah menuju ke arah jam tangannya yang tertinggal. Pikiran mesumku semakin menjadi-jadi maka dengan cepat aku tutup pintu jamban. “Gerald kamu apa…ap…apaaan?” Bu Nina bertanya dengan suara yang sedikit gelagapan. "Maaf Bu, ta.. pi.. Ibu benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan saya." Entah siapa yang mengajariku untuk bicara frontal dan kurang ajar pada mantan Kepala sekolahku. Aku bahkan tidak memikirkan apa akibat dari permainan dan perkataan gilaku ini. “Kamu.. sudah gila apa, Gerald!" sentak Bu Nina. Namun belum sempat kujawab pertanyaannya dia kembali menyahut. "Ibu sudah menduga kamu dari kejadian tadi malam, tapi kamu harus tahu bahwa Ibu sudah bersuami dan lagian ibu kan sudah tua, Gerald!" Dia mencoba menyadarkan aku. "Tap

  • Gerald Sang Penakluk   36) Bab

    Aku bertanya dalam hati mimpi apa semalam sehingga memperoleh keuntungan dobel. Pertama memegang buah dada indahnya, yang kedua bisa melihat bokong dan pahanya walaupun agak sedikit samar. Tak terasa celanaku semakin sempit karena senjata kesayanganku pun ikut-ikutan menggeliat. Tanganku meraba rudalku dan membuat remasan-remasan kecil. Tak puas dengan itu aku mengeluarkan batang rudalku sehingga dapat berdiri bebas mengacung. Aku yakin Bu Nina tidak akan melihat polahku yang super gila ini. Sepertinya Bu Nina sudah selesai buang air kecilnya. Dan ketika akan naik ke atas, aku ulurkan tanganku dan menariknya. Aku minta Bu Nina berjalan di depanku dengan alasan aku mengawal kalau ada apa-apa. Namun yang sebenarnya bukan karena itu, tapi aku bisa bebas membuat rudalku terjulur keluar dari seleting celanaku. Sensasi ini aku nikmati sampai ke dekat tenda pembina. Kami melanjutkan ngobrol sampai akhirnya acara jurit malam selesai. Malam sudah larut bahkan menjelang dini hari, kami pembi

  • Gerald Sang Penakluk   35) Bab

    “Geer, udah dulu bersih-bersihnya!” Teriakan ibuku mengagetkan. Saat ini aku sedang berada di rumah ibuku dan membantu membersihkan kebun belakang. Kedua adikku pun ikut membantu. Kami semua pun sontak menghentikan segala aktifitas, walau hanya sekedar menyiangi rumpat pada sayuran yang rencananya beberapa hari lagi akan dipanen oleh tengkulak yang sudah mondar-mondir kebelet pengen membelinya. “Ada apa, Ma?” tanya Gayatri, adikku yang baru berusia empat belas tahun kebetulan berdiri tak jauh dariku. “Ada Pak Budi, mau ketemu sama A Gerald,” jawab Ibu sambil menyodorkan handuk kepadku. Perintah halus agar aku segera mandi atau setidaknya mencuci anggota tubuhku yang kotor. “Pak Budi mana?” Aku balik bertanya sambil mengernyitkan dahi, banyak sekali nama Budi di kampung ini, terutama yang sudah dewasa. Kalau anak-anak muda rasanya sudah jarang sekali yang bernama ‘Budi.’ Kata ibu, dulu nama Budi dan Wati adalah nama pavorit di seluruh Indonesia. Gak tahu mengapa bisa demikian. “Pa

  • Gerald Sang Penakluk   34) Bab

    Aku hanya mengganguk dan tersenyum seraya sedikit menunduk, lalu dengan pelan berjalan mendekati Bu Ardy yang kini sudah kembali tengkurep di atas kasurnya. Dengan jantung yang semakin tak karu-karuan dan dalam intimidasi tatapan nenekku, aku memulai kerjaku dengan memijat pelan-pelan pergelangan kaki Bu Ardy, seperti biasa saat aku memijat teman-temanku atau tetangga lelakiku yang kadang iseng meminta dipijat. Titik titik pergelangan kedua kaki Bu Ardy kupijat dengan tekanan cukup kuat tapi tidak sampai membuatnya kesakitan. Setelah pergelangan kaki, aku pun mulai memijat betisnya, tak lama naik ke paha, pantat lalu punggung. Itu hanya pijatan adaptasi atau perkenalan awal dengan tanpa menggunakan lotion. Pelan tapi penuh tekanan, aku memijat telapak kaki Bu Ardy. Sesekali aku melirik pada nenekku, takut kalau pijatanku salah. Namun nenekku sama sekali tidak memberikan respon, tampaknya memang pijatanku masih sesuai dengan prosedur yang selama ini dia terapkan. "Enak loh pijatan

  • Gerald Sang Penakluk   33) Bab

    Kurang lebih jam setengah tujuh malam, aku sudah bersiap mengantar nenek ke emplasemen dengan motor Umi Yani. Emplasemen adalah sebutan untuk kompleks perumahan yang dihuni oleh para petinggi atau pejabat perkebunan yang lokasinya bersebelahan dengan kampung tempat tinggalku. Jaraknya kurang lebih tiga kilo meteran. Untuk ukuran kampung masih terasa dekat, karena biasanya ditempuh dengan jalan kaki. Sejak kakek meninggal dunia, aku yang selalu mengantar nenek jika ada panggilan memijat ke tempat yang jauh. Aku tidak mengizinkan beliau naik ojek karena sebagain besar tukang ojek di kampungku bermata keranjang. Dan sebagaimana janda yang lainnya, nenek pun terkadang masih suka digodain. Sungguh edan memang mereka itu, hehehe. "Parkir dulu motornya, Ger, jangan lupa kunci stangnya juga," ucap nenek saat kami sudah tiba di depan rumah keluarga Pak Ardy yang akan dipjatnya. Menurut nenek, Pak Ardy adalah salah seorang pejabat di perkebunan itu. Tidak berapa lama pintu rumah Pak Ardy

  • Gerald Sang Penakluk   32) Bab

    “Asiik A Gerald pulang!” seru Hendi saat baru saja masuk ke rumah nenek dan mencium tanganku seperti santri pada ustadnya. “Hehe, senang amat, kenapa?” tanyaku sambil mengelus kepalanya. “Hendi bentar lagi ulangan A, mau ikut bimbel sama Aa, boleh?” “Boleh banget, yang penting ranking satu.” “Siaap A. mulai malam ini ya?” “Boleh.” Seperti biasa setiap berada di kampung aku kumpul bersama teman-teman yang masih ada. Kebanyakan teman seangkatanku sudah bekerja dan merantau ke kota. Hendi adalah anaknya almarhum Mang Adin, adik ibuku, alias anak bungsunya nenek. Mang Adin sudah meninggal dua setahun yang lalu. Namun hubungan kekeluargaan kami dengan mantan istinya juga Hendi anaknya tetap baik. Mamanya Hendi bernama Nara, kami biasa memanggilnya Bi Ara. Usia 30 tahun dan Hendi yang baru kelas satu SMP merupakan anak tunggalnya. Sudah dua tahun Bi Ara menjanda namun sepertinya belum berniat menikah lagi. Menurut cerita nenek dan aku juga tahu, banyak yang ingin menjadikan Bi Ara i

  • Gerald Sang Penakluk   31) Petualangan di Kampung

    “Gerald, ja..ja.jangan pergi dulu, d..dan ja..jang dimatiin hapenya, ib..ibu takut…, serem banget ini tempatnya,” ucap Bu Endang saat aku membalikan badan membelakanginya yang akan membuka celana panjangnya. “Iya Bu, tenang aja,” jawabku kalem. Pikiran isengku tiba-tiba timbul. Ingin merekam suasana sekitar. Siapa tahu ada penampakan makhluk astral yang tertangkap kamera. Ini sangat menarik dan sudah pasti akan viral jika diposting di medsos. Maka aku pun menggerahkan camera hape dalam mode merekan ke beberapa sudut ruangan yang sangat gelap dan mencekam. Tentu saja membelakangi Bu Endang yang sedang pipis. Nanti aku malah digampar kalau sampai merekam aksinya. BRUG! BRUG! “Geraaaaaald!!!!” teriak Bu Endang keras. Baru saja beberapa detik merekam, tiba-tiba dia berteriak keras mengiringi suara gedebug di atas genting. Aku menduga itu suara ranting pohon yang patah, karena kaget, refeks membalikan badan, langsung mengarahkan camera hape ke pojokkan. Deg! Jantungku seketika teras

  • Gerald Sang Penakluk   30) Bab

    Sebenarnya sampai hari ini pun, aku masih belum percaya dengan kejadian waktu kelas tiga SMA itu. Bu Nina, guru agama kami yang bena-benar sangat alim dan bahkan suaminya juga sama alimnya, ternyata mempunyai sisi liar bersama Rizal. Harus aku akui, ketika dulu Rizal memang bintangnya di sekolah. Ganteng, lumayan cerdas, tajir dan isi kepalanya super mesum. Selalu punya cara untuk menaklukan wanita manapaun yang dia incar. Tidak terkecuali Bu Nina, si istri sholehah itu. Nanti biar Rizal yang cerita sendiri keseruannya. Tak berselang lama aku dan Rizal pun bersiap untuk berpisah. Rizal mendapat telpon dari seseorang yang diminta untuk memeriksakan motornya yang mogok. Aku juga harus segera berangkat sebelum hari menjadi gelap, karena membonceng istrinya Pak Endang. “Gini aja, Zal. Gua mungkin semingguan di kampung. Gimana kalau subuh minggu depan lu tunggu gua di sini. Terus kita bareng ke kota. Sambil nyari atau nunggu kerjaan buat lu kan bisa bantu-bantu dulu di rumah teman gua.

DMCA.com Protection Status