Share

92 - Sama-Sama yang Pertama

Penulis: Gauche Diablo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Gian meneguk salivanya saat dia mulai mengarahkan batang jantan dia ke pusat Wina, ini adalah bagian paling krusial dan penting baginya. Sebentar lagi, dia akan melepaskan masa perjakanya.

‘Yah, selamat tinggal, wahai perjakaku,’ batin Gian saat dia semakin hendak menyatukan milik mereka berdua.

Namun, mendadak saja ponsel Wina di meja nakas berbunyi nyaring. Wanita itu segera menoleh ke ponselnya. “Nada dering dari rumah!” Tangannnya menyambar benda itu dan menepikan Gian agar dia bisa bangkit dari tempat tidur untuk berbicara dengan orang rumahnya.

“Wina? Kamu di mana?” Terdengar suara ibunya di seberang sana.

“Aku sedang bersama Gian, Ma. Ada apa?” Wina tidak mungkin menyebutkan detail aktivitas mereka.

“Nenekmu gawat keadaannya, Win. Cepat pulang, Mama tak tahan melihatnya. Hiks!” Suara tangis ibunya membuat Wina kalut. Setelah berbicara sebentar, mereka menyudahi telepon.

Wina menoleh ke Gian dan berkata, “Gian, maaf, tapi barusan mama mengabarkan kalau nenek sedang dalam kondisi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   93 - Tidak Kompatibel

    Tepat ketika benda jantan milik Gian disentuhkan ke kulit area intim Wina, mendadak saja wanita itu menjerit.“Arghh!” pekik Wina, tak bisa menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja menyengatnya.“A—apakah sudah masuk?” Gian yang amatir, tak paham makna jeritan Wina. Konon katanya hal pertama semacam itu akan sangat menyakitkan bagi wanita.“Aku … aku malah belum memasukkannya, Gian!” Wina menatap bingung ke Gian. “Barangmu … seperti menyengat punyaku, Gian. Sakit sekali di bawah sana, padahal belum masuk, hanya sekedar menempel!”“Benarkah? Tapi ….” Gian bingung sendiri mengenai itu. Padahal dia sudah bisa mengendalikan listriknya dalam beberapa bulan terakhir ini, mana mungkin masih ada yang bocor dan menyakiti Wina?“Ya sudah, ayo kita coba lagi. Mungkin tadi hanya salah gerak saja.” Wina tak enak hati melihat Gian yang kebingungan.Mereka mencoba lagi. Kali ini, Wina mencoba memegang batang jantan milik Gian, namun, dia justru kejang dan kemudian terkulai lemas.“Wi—Wina! Ei! Wina!”

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   94 - Menggilir Satu Demi Satu

    “Ti—tidak kompatibel?” Mata Gian membelalak mendengar dugaan Elang.Si tikus putih mengangguk tegas. “Ya. Itu bisa saja terjadi karena kekuatan listrikmu itu terkadang bisa bekerja secara anomali. Sepertinya si tua bodoh itu pernah mengatakan mengenai hal tersebut dulunya.”Gian makin mendekat ke Elang sampai rebah tengkurap di kasur demi menyamakan tinggi dengan mentornya. “Elang! Elang! Aku mohon, jelaskan padaku lebih rinci mengenai itu!”Elang menghela napas sebelum berbicara, “Hgh … jadi begini, Bocah, kekuatan listrikmu dari si tua bodoh itu sebenarnya jenis kekuatan yang kurang bisa diprediksi dan agak susah dimengerti. Itu singkatnya. Namun, lebih panjangnya, kekuatanmu seperti memiliki nyawa sendiri dan bisa memilih siapa tuan yang pantas untuknya.”“Eh?” Gian terkejut sambil membelalakkan mata.Elang mengangguk dan meneruskan bicaranya, “Ya! Si kucing tua itu pernah mengatakan padaku, bahwa kekuatan listriknya itu unik dan kadang bisa rewel seperti makhluk hidup. Bisa pilih-

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   95 - Yang Dulu Lebih Kompatibel

    Gian menghirup napas dalam-dalam sampai memenuhi paru-parunya lalu dia hembuskan pelan-pelan dengan penuh kesabaran. Itu sudah dia ulangi sampai tiga kali.Dia memang butuh memperluas lautan kesabaran dia karena tidak satu pun dari pacar palsu dia yang lolos dari ujian aneh darinya.Semuanya tersetrum dan kesakitan ketika tangan mereka memegang milik Gian.Tak hanya wajah Gian yang cemberut kecewa, tapi juga wajah keenam gadis remaja itu.Akhirnya, Gian mengantar pulang mereka satu demi satu.Seperti biasa, Evita minta diantar yang terakhir. Gian tak masalah mengenai itu.Kali ini, Evita ingin mencoba lebih intim dari biasanya. Ketika sudah tiba di depan rumahnya, dia naik ke pangkuan Gian sambil memaksa melumat bibir si remaja pria.Mereka memang bisa berciuman, namun ketika Evita menurunkan pinggulnya ke pangkuan Gian, dia memekik terkejut karena mendapatkan setruman di sana.Evita buru-buru berpindah dari pangkuan Gian dengan wajah kesal dan kecewa. “Kenapa hanya naik ke pangkuan k

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   96 - Mengejar Dia Kembali

    Gian termangu mendengar ucapan si mentor. Yang dulu lebih kompatibel? “Ma—maksudnya … Alicia?” tanyanya dengan wajah dipenuhi ketidakpercayaan ke Elang.“Ya. Hm, sebenarnya sejak awal aku melihat dia, aku bisa merasakan dia cocok denganmu secara ion.” Elang secara santai menggaruk pantatnya sambil berbicara.Rasanya Gian ingin mencekik leher kecil Elang jika tak ingat akan jasa-jasa si tikus putih selama ini. “Tapi … tapi aku sudah putus dengannya, Elang!”“Memangnya kenapa? Salah sendiri dia begitu menyebalkan menjadi pacar. Hendak mengekangmu seakan kau ini suaminya!” Elang bertahan dengan opininya.“Ya ampun, Elang … ternyata yang kompatibel denganku adalah Cia! Sedangkan dia sudah aku putus. Astaga ….” Gian mengerang tak rela.Elang berdecak kecil dan mengatakan, “Kenapa kau ribut hanya karena itu, sih? Tinggal ajak dia kembali, bisa kan? Kalau dia menolak, ya sudah, cari yang lain! Masih banyak betina lainnya di luar sana!”Gian memijat keningnya. Sungguh tak menyangka jika orang

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   97 - Hanya Sebagai Pelampiasan

    Gian menatap Alicia dengan tatapan penuh harap. Dia tak ingin hidupnya merana tanpa pasangan.“Maaf, Gian.” Sayang sekali, Alicia masih menggeleng pelan, wajahnya sendu membalas tatapan Gian. Meski tak tega dengan pandangan penuh harap Gian, tapi dia tak mau membohongi hati nuraninya.“Cia, kenapa?” Suara Gian melirih, kini raut mukanya sudah jatuh kecewa.“Kita … kita berteman baik saja, yah! Bagaimana kalau kita berteman dulu sambil menyelami karakter masing-masing?” Alicia memaksakan dirinya tersenyum meski hatinya diterjang gelombang kebimbangan.Ketika dia menolak Gian baru saja, Alicia merasakan adanya sembilu di hati, terutama ketika tatapan kecewa Gian terpampang jelas di depan mata. Tapi, hati kecilnya terus berkata agar dia tidak bertindak sembrono hanya karena dia mencintai Gian.Gian menundukkan kepala, benar-benar kecewa, tapi tak bisa apa-apa.…Kekecewaan Gian dilampiaskan pada pacar-pacar palsunya. Ketika mengantarkan mereka pulang, Gian mencumbu satu demi satu sembari

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   98 - Bertemu Sosok Tak Terduga

    “Pak Tomo?” Gian mengenali pria yang berdiri tak jauh darinya. Namanya Utomo Manggalaputra namun sering dipanggil pak Tomo oleh siapapun. Beliau adalah pria pemilik salah satu kios besar sembako di pasar induk. Gian kadang ikut menjadi kuli angkut di kios Beliau dulunya.Melepaskan belitan tangan Evita pada lengannya, Gian berjalan ke Utomo yang sepertinya sedang dalam situasi yang kurang menyenangkan karena ada beberapa pria tinggi besar mengelilingi Beliau.“Sudah aku bilang, aku akan bayar kalau barangnya sudah aku terima, tapi kalian terus saja ngotot! Tolong kirim dulu barangnya.” Suara Utomo terdengar seperti orang mengalah. Wajar, karena dia dikelilingi lima orang sekaligus di depan sebuah lahan kosong ketika hendak masuk ke mobilnya.“Kita sudah punya perjanjian sebelumnya kalau Anda akan bayar dulu sebelum kami mengirimnya! Bagaimana sih, Anda?! Ini namanya Anda menyeleweng dari perjanjian! Bisa saja saya tuntut!” Salah satu dari kelima pria itu menghardik dengan suara keras.

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   99 - Perenungan Mendalam

    Setelah sekian waktu mempertimbangkannya, Gian menjawab, “Dulu aku pernah bekerja jadi kuli angkut di pasar induk. Di sanalah aku bertemu pak Tomo yang merupakan salah satu bos kios sembako besar di pasar. Aku sering membantu di kiosnya.”Mata Evita membelalak mendengar jawaban Gian. Itu sungguh sebuah jawaban apa adanya dan sangat berisiko diucapkan di depan gadis semacam dia yang menjunjung nilai elit dari sesuatu hal.Tapi, karena Evita kini sudah dibutakan dengan perasaan dia pada Gian, dia mengenyahkan pemikiran remeh apapun mengenai jawaban Gian dan bertanya, “Kenapa … kenapa kamu sampai harus jadi kuli angkut, Gian?”“Untuk mengganti tas-tas kalian yang rusak gara-gara tikus peliharaanku.” Gian menjawab sambil tersenyum masam.Tatapan Evita segera saja melembut dan dia memeluk erat lengan Gian sambil mengerang iba, “Awwhh … ternyata dulu itu caramu mengganti tas-tas kami. Awww … aku sungguh minta maaf mengenai waktu itu. Tapi, yah, itu salah tikusmu yang terlalu nakal. Di mana

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   100 - Mulai Bekerja

    Gian terkejut ketika listriknya berbalik menyengat dia saat jarinya bertemu dengan cairan pribadi milik Sonia yang merembes ke celana dalam.“Unghh … ada apa, Gian?” Sonia menatap sayu ke Gian dengan napas masih berkejaran akibat baru saja melakukan pelepasan tanpa bisa dicegah yang mengakibatkan bagian selatannya basah kuyup.“A—anu, tidak apa-apa.” Kali ini, Gian yang kehilangan mood dan menyarankan mereka pulang saja.Meski enggan, Sonia mengangguk saja. Padahal dia sedang menikmati semua sentuhan Gian, tapi kalau dia tidak patuh, dia takut diputus.Sebelum turun dari mobil Gian, Sonia bertanya, “Gian, besok boleh kencan lagi?”“Semoga saja, yah!” Gian mengelus pipi Sonia dan memberikan kecupan singkat di bibir gadis itu.Sonia senang mendengarnya dan turun dengan hati gembira.…Di kamarnya, Gian kembali merenung, rupanya dia tak boleh bersentuhan dengan cairan yang berasal dari bagian intim seseorang atau dia akan mendapatkan sengatan cukup tajam dari listriknya sendiri.Gian men

Bab terbaru

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   170 - Akhir Sebuah Petualangan

    “Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   169 - Lawan Kuat untuk Gian

    Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   168 - Menghitung Kebajikan

    Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   167 - Menjadi Penyembuh Gratisan

    Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   166 - Saatnya Berpamitan

    Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   165 - Kembali ke Sekolah dan Menghadapi Mereka

    Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   164 - Turun Gunung dan Pulang

    Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   163 - Hukuman dari Dewa

    Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   162 - Menguak Identitas Mereka

    Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra

DMCA.com Protection Status