Gian menghirup napas dalam-dalam sampai memenuhi paru-parunya lalu dia hembuskan pelan-pelan dengan penuh kesabaran. Itu sudah dia ulangi sampai tiga kali.Dia memang butuh memperluas lautan kesabaran dia karena tidak satu pun dari pacar palsu dia yang lolos dari ujian aneh darinya.Semuanya tersetrum dan kesakitan ketika tangan mereka memegang milik Gian.Tak hanya wajah Gian yang cemberut kecewa, tapi juga wajah keenam gadis remaja itu.Akhirnya, Gian mengantar pulang mereka satu demi satu.Seperti biasa, Evita minta diantar yang terakhir. Gian tak masalah mengenai itu.Kali ini, Evita ingin mencoba lebih intim dari biasanya. Ketika sudah tiba di depan rumahnya, dia naik ke pangkuan Gian sambil memaksa melumat bibir si remaja pria.Mereka memang bisa berciuman, namun ketika Evita menurunkan pinggulnya ke pangkuan Gian, dia memekik terkejut karena mendapatkan setruman di sana.Evita buru-buru berpindah dari pangkuan Gian dengan wajah kesal dan kecewa. “Kenapa hanya naik ke pangkuan k
Gian termangu mendengar ucapan si mentor. Yang dulu lebih kompatibel? “Ma—maksudnya … Alicia?” tanyanya dengan wajah dipenuhi ketidakpercayaan ke Elang.“Ya. Hm, sebenarnya sejak awal aku melihat dia, aku bisa merasakan dia cocok denganmu secara ion.” Elang secara santai menggaruk pantatnya sambil berbicara.Rasanya Gian ingin mencekik leher kecil Elang jika tak ingat akan jasa-jasa si tikus putih selama ini. “Tapi … tapi aku sudah putus dengannya, Elang!”“Memangnya kenapa? Salah sendiri dia begitu menyebalkan menjadi pacar. Hendak mengekangmu seakan kau ini suaminya!” Elang bertahan dengan opininya.“Ya ampun, Elang … ternyata yang kompatibel denganku adalah Cia! Sedangkan dia sudah aku putus. Astaga ….” Gian mengerang tak rela.Elang berdecak kecil dan mengatakan, “Kenapa kau ribut hanya karena itu, sih? Tinggal ajak dia kembali, bisa kan? Kalau dia menolak, ya sudah, cari yang lain! Masih banyak betina lainnya di luar sana!”Gian memijat keningnya. Sungguh tak menyangka jika orang
Gian menatap Alicia dengan tatapan penuh harap. Dia tak ingin hidupnya merana tanpa pasangan.“Maaf, Gian.” Sayang sekali, Alicia masih menggeleng pelan, wajahnya sendu membalas tatapan Gian. Meski tak tega dengan pandangan penuh harap Gian, tapi dia tak mau membohongi hati nuraninya.“Cia, kenapa?” Suara Gian melirih, kini raut mukanya sudah jatuh kecewa.“Kita … kita berteman baik saja, yah! Bagaimana kalau kita berteman dulu sambil menyelami karakter masing-masing?” Alicia memaksakan dirinya tersenyum meski hatinya diterjang gelombang kebimbangan.Ketika dia menolak Gian baru saja, Alicia merasakan adanya sembilu di hati, terutama ketika tatapan kecewa Gian terpampang jelas di depan mata. Tapi, hati kecilnya terus berkata agar dia tidak bertindak sembrono hanya karena dia mencintai Gian.Gian menundukkan kepala, benar-benar kecewa, tapi tak bisa apa-apa.…Kekecewaan Gian dilampiaskan pada pacar-pacar palsunya. Ketika mengantarkan mereka pulang, Gian mencumbu satu demi satu sembari
“Pak Tomo?” Gian mengenali pria yang berdiri tak jauh darinya. Namanya Utomo Manggalaputra namun sering dipanggil pak Tomo oleh siapapun. Beliau adalah pria pemilik salah satu kios besar sembako di pasar induk. Gian kadang ikut menjadi kuli angkut di kios Beliau dulunya.Melepaskan belitan tangan Evita pada lengannya, Gian berjalan ke Utomo yang sepertinya sedang dalam situasi yang kurang menyenangkan karena ada beberapa pria tinggi besar mengelilingi Beliau.“Sudah aku bilang, aku akan bayar kalau barangnya sudah aku terima, tapi kalian terus saja ngotot! Tolong kirim dulu barangnya.” Suara Utomo terdengar seperti orang mengalah. Wajar, karena dia dikelilingi lima orang sekaligus di depan sebuah lahan kosong ketika hendak masuk ke mobilnya.“Kita sudah punya perjanjian sebelumnya kalau Anda akan bayar dulu sebelum kami mengirimnya! Bagaimana sih, Anda?! Ini namanya Anda menyeleweng dari perjanjian! Bisa saja saya tuntut!” Salah satu dari kelima pria itu menghardik dengan suara keras.
Setelah sekian waktu mempertimbangkannya, Gian menjawab, “Dulu aku pernah bekerja jadi kuli angkut di pasar induk. Di sanalah aku bertemu pak Tomo yang merupakan salah satu bos kios sembako besar di pasar. Aku sering membantu di kiosnya.”Mata Evita membelalak mendengar jawaban Gian. Itu sungguh sebuah jawaban apa adanya dan sangat berisiko diucapkan di depan gadis semacam dia yang menjunjung nilai elit dari sesuatu hal.Tapi, karena Evita kini sudah dibutakan dengan perasaan dia pada Gian, dia mengenyahkan pemikiran remeh apapun mengenai jawaban Gian dan bertanya, “Kenapa … kenapa kamu sampai harus jadi kuli angkut, Gian?”“Untuk mengganti tas-tas kalian yang rusak gara-gara tikus peliharaanku.” Gian menjawab sambil tersenyum masam.Tatapan Evita segera saja melembut dan dia memeluk erat lengan Gian sambil mengerang iba, “Awwhh … ternyata dulu itu caramu mengganti tas-tas kami. Awww … aku sungguh minta maaf mengenai waktu itu. Tapi, yah, itu salah tikusmu yang terlalu nakal. Di mana
Gian terkejut ketika listriknya berbalik menyengat dia saat jarinya bertemu dengan cairan pribadi milik Sonia yang merembes ke celana dalam.“Unghh … ada apa, Gian?” Sonia menatap sayu ke Gian dengan napas masih berkejaran akibat baru saja melakukan pelepasan tanpa bisa dicegah yang mengakibatkan bagian selatannya basah kuyup.“A—anu, tidak apa-apa.” Kali ini, Gian yang kehilangan mood dan menyarankan mereka pulang saja.Meski enggan, Sonia mengangguk saja. Padahal dia sedang menikmati semua sentuhan Gian, tapi kalau dia tidak patuh, dia takut diputus.Sebelum turun dari mobil Gian, Sonia bertanya, “Gian, besok boleh kencan lagi?”“Semoga saja, yah!” Gian mengelus pipi Sonia dan memberikan kecupan singkat di bibir gadis itu.Sonia senang mendengarnya dan turun dengan hati gembira.…Di kamarnya, Gian kembali merenung, rupanya dia tak boleh bersentuhan dengan cairan yang berasal dari bagian intim seseorang atau dia akan mendapatkan sengatan cukup tajam dari listriknya sendiri.Gian men
Gian menatap semua anak buah Utomo di depannya yang terlihat menatap sengit ke dia.“Kau ini, hanya bocah SMA, kan?” Pria 1 mendelik ke Gian.“Ya, memang. Lalu kenapa?” Gian menjawab santai. Apa salahnya kalau dia masih duduk di bangku SMA?“Kau ingin membawahi kami, huh?” Pria 2 ikut bicara, nadanya sama ketus dan marah seperti si pria 1.Gian menyeringai sambil terkekeh singkat, menjawab, “Memangnya salah? Lagi pula, itu perintah pak Tomo sendiri, kan?” Bukan dia yang menginginkan jabatan ini melainkan Utomo yang menawarkannya.“Kau pikir kami ini apa? Singkong rebus?” Pria 3 tak kalah galak ketika bicara ditambah mata melotot seperti buto ijo.Gian mengulum senyumnya sebelum berkata, “Um, tidak, sih! Kupikir kalian kol siomai, terlihat besar saja tapi sebenarnya lembek.” Rasanya dia ingin bermain-main sedikit dengan mereka.“Apa!” Belasan orang besar dan kekar itu meraung tak terima dengan ucapan Gian. Anak SMA bertubuh kecil berani menghina mereka sebagai kol siomai?Satu demi sat
Gian tidak ingin perintahnya ditolak. Maka, dia segera menyetrum kaki Zohan tanpa peduli kakak keduanya baru saja bangun tidur.“Arrghh! Iya, Gian! Iya!” Zohan menjerit kesakitan. Dia yakin kulit kakinya pasti sudah kemerahan.“Jangan malas-malas! Dulu kau juga sering seenaknya membangunkan aku, memukuli aku kalau aku tidak cepat bangun untuk melakukan perintahmu!” Gian memukulkan tangannya ke punggung dan lengan Zohan.Anak kedua itu menjerit-jerit memohon ampun dan bergegas bangun meski dia sangat enggan karena semalam dia mengerjakan tugas hingga jam 3 pagi dan jadwal kuliah pun nanti siang. Siapa sangka pagi begini dia sudah harus menerima kemarahan Gian.Zohan bergegas lari ke dapur diikuti Carlen yang baru saja selesai mandi dan sudah berpakaian kerja.Melinda menyesal tidak memaksakan diri tadi pagi untuk membuat sarapan sehingga kini kedua anak kesayangannya harus menanggung semuanya. Oleh karena itu, menahan sakit, dia turut membantu Carlen dan Zohan di dapur.Gian duduk juma