Home / Fantasi / Genderang Perang Manusia Elektrokinesis / 1 - Mendapatkan Kekuatan Baru

Share

Genderang Perang Manusia Elektrokinesis
Genderang Perang Manusia Elektrokinesis
Author: Gauche Diablo

1 - Mendapatkan Kekuatan Baru

Author: Gauche Diablo
last update Last Updated: 2022-12-13 02:13:28

Seorang pemuda berusia 17 tahun yang masih duduk di kelas 2 SMA, berjalan dengan memegangi pipi dan perutnya. Bukan karena lapar, melainkan karena dia baru dipukuli geng kakak kelasnya dikarenakan cemburu.

Dia, Manfred Argianta Bergmans, pemuda blasteran Indonesia-Jerman, bersekolah di SMA Budi Luhur, sebuah sekolah yang cukup mentereng di kotanya.

Sambil berjalan, Gian, demikian dia biasa dipanggil, mengingat kekesalannya di angkot ketika semua orang memandang dia dengan pandangan menuduh.

Apalagi ibu-ibu berbisik keras sembari mencibir, menuduh dia tukang berkelahi, ahli tawuran, sampah generasi, dan masih banyak fitnahan lainnya.

Maka dari itu, Gian lekas meminta turun dari angkot meski belum tiba di dekat area rumahnya. Telinganya sakit mendengar celotehan ngawur mereka.

Kini, sambil berjalan, Gian mengingat peristiwa tadi. Sejak pagi, kemalangan seperti terus merundungnya. Dimulai dari kawan-kawan di kelasnya yang meminjam PR kimia, lalu ada juga yang menyuruh dia untuk menyalinkan PR matematikanya.

Tidak di rumah, tidak di sekolah, dia selalu saja menjadi budak. Sayangnya, dia terlalu pengecut untuk melawan mereka semua.

Kemudian, di istirahat pertama, kesialan masih datang dengan kepalanya terkena hantaman dari bola sepak yang ditendang keras-keras salah satu idola sekolah bernama Danar Wijayanto.

Danar dan kawan-kawannya kerap merundung dia. Sebagian besar memar dan babak belur dia sehari-hari biasanya berasal dari mereka.

Namun begitu, hal yang membuat hati Gian hangat nyaman adalah adanya seorang gadis, teman satu kelas, namanya Alicia Ruwina, biasa dipanggil Cia.

Alicia gadis cantik nan manis blasteran Indonesia-Pakistan, tak pelak dia jadi salah satu idola di sekolahnya. Selain cantik, Alicia juga baik dan kerap membela Gian bila memergoki dia sedang dirundung.

“Kalian ini! Kenapa bermain bola di area umum! Kalian bisa melukai orang yang lewat!” Demikian Alicia mengomel pada kelompok Danar sebelum dia menarik tangan Gian untuk diajak ke ruang UKS.

Gian senang dengan perlakuan Alicia padanya, ternyata di dunia ini, masih ada sosok berhati malaikat seperti gadis itu.

Hanya saja, gara-gara pembelaan dari Alicia itulah dia makin kerap menerima perundungan dari murid-murid yang cemburu.

Lantas, saat dia menerima kehangatan sikap Alicia yang mengobatinya di ruang UKS, itu dilihat oleh salah satu penggemar fanatik Alicia, Sean Colbert, murid kelas 3, seorang pemuda asli Amerika, anak seseorang yang bekerja di kedutaan Amerika di Indonesia. Dia tampan dan atletis serta berambut pirang dengan mata biru, pantas jika menjadi idola pula di sekolah seperti Danar.

“Alice cantik, mau ke mana? Ayo, aku antar ke kelasmu.” Sean mengadang Alicia dan Gian yang hendak kembali ke kelas usai mengobati kening Gian.

“Namaku Alicia, bukan Alice, dan aku tak perlu bantuanmu untuk ke kelas. Ayo, Gian!” Alicia tanpa ragu menggandeng tangan Gian, meninggalkan Sean yang menahan emosi.

Maka, inilah hasil dari geng Sean. Baru diobati Alicia, namun dberi memar baru oleh Sean dan gerombolannya saat Gian hendak pulang ke rumah.

Dia, pemuda blasteran Jerman yang sungguh tidak mirip seperti bule. Rambut dan matanya hitam selayaknya orang Indonesia. Karena itu, satu sebutan khusus kerap disematkan padanya: Bule Palsu.

Padahal semua saudara dia memiliki rambut pirang atau cokelat dengan warna mata bagaikan madu dan hazel.

Saat berjalan sambil menahan sakit, mendadak saja mata Gian mendapati kucing kecil berbulu putih bersih tergeletak sekarat di pinggir jalan. Pasti baru tertabrak motor. Tubuhnya berdarah di sana dan sini.

Tak tega melihat itu, Gian berlari turun ke jalan meski harus menerima klakson dari beberapa motor, dia tak peduli dan mengambil kucing kecil tersebut sebelum hewan malang itu benar-benar rata dengan aspal.

Tapi, ternyata si kucing masih bernapas! Maka, sambil berlari, Gian menggendong si kucing yang dia sembunyikan di balik jaketnya ke rumah. Jangan sampai dia ketahuan memasukkan kucing ke rumah atau gawat.

Langsung masuk ke kamar, Gian segera mengobati kucing itu dengan segala daya upaya semampunya.

“Gian! Kau sudah pulang?” teriak ibunya, Melinda Astrid, wanita asli Indonesia berusia 45 tahun.

“Ya, Ma!” balas Gian dan bergegas keluar sebelum ibunya yang masuk ke kamarnya.

“Sana, cuci semua pakaian!” Melinda memerintah Gian dan itu absolut, tak boleh dibantah Gian jika tak ingin dipukuli. Yah, di rumah, dia biasa diperbudak ibunya sendiri.

Maka, Gian bergegas mencuci semua pakaian orang serumah agar dia bisa segera merawat kucingnya lagi sambil menunggu waktu makan malam tiba.

Kemudian, menjelang petang, Melinda kembali  berteriak, “Gian! Bantu Mama memasak! Jangan malas-malasan saja kau!”

Meski enggan, Gian tetap keluar kamar dan menjawab, “Iya, Ma!”

Pada malam harinya usai makan malam, Gian sendirian membereskan semua perkakas kotor dan meja makan sebelum dia masuk kamar. Selalu begitu. Sedangkan kedua kakak dan adik perempuan dia bisa bersantai tanpa pernah mengerjakan apapun.

Namun, begitu Gian kembali ke kamar, dia tidak menemukan kucingnya.

“Kenapa? Mencari kucing jelek? Sudah kubuang ke sungai!” Demikian Melinda berkata dengan wajah bengisnya. “Awas, ya! Berani kau memasukkan hewan ke rumah, akan kucincang nanti!”

Gian tak bisa menahan tangisnya dan berlari keluar rumah mencari si kucing. Padahal hewan itu masih terluka, kenapa ibunya setega itu?!

Akhirnya, Gian menemukan kucing kecil di bantaran sungai, tergeletak menyedihkan dan kaku, mati. Betapa kecewa dan sedihnya Gian. Dia segera membawa bangkai kucing ke sebuah kebun kosong dan menguburkannya di sana sambil berkata, “Pus, maaf, yah! Aku gagal menyelamatkanmu. Maaf,” bisiknya sambil terisak.

Malam itu, Gian terus menangis di kamarnya, meratapi nasib tragis si kucing sekaligus nasib malangnya sendiri. “Tuhan, kenapa Kau memberi takdir buruk untuk aku dan kucing itu? Hiks! Tuhan, apakah kau tidak menyayangiku?”

Kemudian, dia jatuh tertidur dan bermimpi aneh.

Di mimpinya, dia didatangi seorang kakek dengan jubah putih yang berterima kasih padanya. “Cu, terima kasih atas segala perawatan dan kasih sayangmu padaku.”

Gian tidak paham kenapa kakek jubah putih itu mengatakan demikian, karena dia merasa tidak melakukan apapun terhadap seorang kakek manapun.

Kakek jubah putih terkekeh, “He he he … supaya kau tahu, aku adalah kucing putih yang kau rawat tadi.”

“Hah?!” Gian terkesiap, tentu saja dia tidak menyangka akan itu.

Lantas, hal yang membuat Gian sangat terkejut adalah ketika si kakek menempelkan tapak tangan pada dahinya.

Setelahnya, Gian terbangun dan bersimbah peluh. Seketika, dia merasa haus, maka, dia keluar kamar dan mendapati semua lampu sudah dimatikan, jam juga sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.

Ketika hendak menjangkau lemari es, mendadak tangannya seperti tersetrum. Dia lekas tarik tangan dan beralih ke dispenser saja. Namun, kejadian itu berulang sampai-sampai dia mengira apakah peralatan di rumahnya sedang rusak? Atau korsleting?

Urung minum, dia kembali ke kamarnya.

Namun, alangkah terkejutnya dia ketika sudah duduk di kasur, dari ujung telunjuknya keluar gelombang listrik berwarna biru.

“Hah?!” Gian terkejut dan memukul pipi dan pahanya, mengira sedang mimpi atau berhalusinasi. “Auh!” Terasa sakit, berarti ini kenyataan.

Gian menatap jarinya dan ketika memikirkan mengenai listrik tadi, mendadak dari ujungnya keluar rambatan energi listrik seperti ular kecil.

Kenapa dia bisa mengeluarkan listrik dari jarinya? Apakah dia berubah menjadi mutan atau apa?!

Related chapters

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   2 - Berduaan dengan Alicia

    Gian masih belum percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya, mendadak saja muncul aliran listrik dari ujung jari kanannya. Awalnya dia mengira dia masih di alam mimpi, tapi ternyata tidak.Karena masih diliputi kebingungan, dia mencoba mengingat-ingat apa yang tadi terjadi.Sepertinya tadi dia bermimpi aneh mengenai seorang kakek berambut dan berjenggot putih dengan jubah serba putih pula.Hei! Bukankah tadi si kakek di mimpinya mengaku sebagai kucing kecil yang dia tolong? Ya! Kakek itu berkata demikian! Bahkan Beliau menempelkan tapak tangan ke dahi Gian.Baru saja dia memikirkan mengenai si kakek aneh yang mengaku sebagai jelmaan kucing malang itu, mendadak saja Gian merasakan seluruh otot dan sendinya terasa sakit, bahkan semua tulangnya juga terasa berdenyut hebat, ngilu sampai ke sumsumnya.Kenapa sekedar tidur saja bisa berakibat segila ini? Rasanya seperti ditabrak kereta atau bus, meski dia belum pernah mengalami keduanya. Amit-amit!“Erghh … urrfhh ….” Gian berguling ke ka

    Last Updated : 2022-12-13
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   3 - Budak di Rumah

    Gian menimbang apakah dia perlu membeberkan penyebab ayahnya kembali ke Jerman? Tapi, ini adalah Alicia yang bertanya.“Oh! Kalau kau tak nyaman mengatakannya, tak perlu dijawab, Gian.” Alicia menyadari keterdiaman Gian.“Ayahku kembali ke negaranya karena tugas pekerjaan,” ucap Gian pada akhirnya, berbohong. Sebenarnya, sang ayah kembali ke Jerman karena menikah lagi dengan perempuan di negara asalnya dan meninggalkan anak dan istri di Indonesia.Untungnya, meski sang ayah brengsek, Beliau masih bersedia memberikan uang secara rutin ke Melinda walau tidak fantastis jumlahnya. Setidaknya, bisa untuk makan sehari-hari.“Kau punya saudara? Kakak atau adik?” Alicia bertanya lagi. “Maaf, yah! Aku jadi ingin tahu banyak mengenaimu. Selama ini kita hanya mengobrol ringan dan singkat saja, tak pernah seserius ini, he he ….”“Tak apa.” Lalu, Gian menyebutkan nama ketiga saudaranya. Di akhir ceritanya, dia menuturkan, “Mereka semua sangat berbeda denganku.”“Berbeda bagaimana?” Alicia makin te

    Last Updated : 2022-12-13
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   4 - Dipukuli Seperti Anjing

    Melihat baju Melinda ternyata robek akibat kucekannya, Gian ketakutan. Dia sudah pasti tidak akan lolos dari amukan ibunya.Panik, dia bangun dari jongkok dan mencari tempat yang sekiranya bisa digunakan untuk menyembunyikan baju itu. Ah! Sepertinya ember kecil itu tidak pernah dipakai, taruh sana saja dulu.Lega mendapatkan tempat menyembunyikan baju robek Melinda, Gian meneruskan mencuci.Namun, telinganya mendengar suara kakak keduanya, Zohan atau biasa dipanggil Hanz. Pemuda itu pasti baru pulang dari kampus.Tak berapa lama, muncul Zohan di ruang cuci, bicara ke Gian, “Heh, anak haram! Nih, aku tambah cucianmu!” Lalu dia melemparkan beberapa baju dan celana dalam ke ember cucian sehingga mengenai tangan Gian. “Yang bersih, yah! Oh! Celana dalamku sedikit kotor, cuci yang bersih, OK!” Setelah itu, dia melenggang santai, berlalu dari ruang cuci.Gian memperluas lautan kesabarannya.Usai mencuci dan menjemur di halaman sempit belakang rumah, Gian lekas masuk ke kamar untuk mandi sor

    Last Updated : 2022-12-13
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   5 - Tikus Itu Bisa Bicara!

    Melinda dan Gian sama-sama menoleh ke Carlen ketika lelaki itu berkata kemejanya banyak hilang dan memberikan tuduhan ke Gian. Hati Gian menjerit, ‘Kapan dia menghilangkan kemeja Carlen? Tidak pernah!’Jelas bahwa Carlen sedang memfitnah dia!“Kau! Kau ternyata sudah biasa begini ke baju kami, yah! Kau kesal karena mencuci baju kami?” Suara Melinda berpadu dengan bunyi tongkat dihantamkan ke tubuh Gian, seakan itu bukan anaknya melainkan orang jahat.Setelah sekian belas menit menghajar Gian, Melinda kelelahan dan melihat tongkat di tangannya sudah rusak! “Lihat! Kau tak hanya merusak baju, kau juga merusakkan tongkat ini!” Lalu dilemparnya tongkat rusak itu ke Gian sebelum Beliau masuk ke kamarnya sendiri.Carlen terkekeh culas dan masuk ke kamarnya juga, tontonan sudah berakhir. “Sayang sekali Hanz tidak melihat mama sedang memukuli anjing. Ha ha ha!” Lalu, dia menghilang di balik pintu.Sementara itu, Gian termangu. Dia memandangi tongkat pramuka adiknya yang sudah terburai bambuny

    Last Updated : 2022-12-13
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   6 - Si Tikus Putih Bernama Elang

    Tikus! Itu benar-benar seekor tikus, dengan tinggi dan bentuk begitu mirip dengan makhluk yang dinamakan tikus putih yang biasa digunakan manusia untuk melakukan percobaan ilmiah di laboratorium. “Tolong katakan padaku, kau benar-benar tikus? Kau benar-benar bicara?” Gian hanya ingin memastikan saja. Siapapun di dunia ini tidak akan percaya bahkan meski jika dipukuli, jika mendengar ada tikus yang bisa berbicara kecuali di cerita fantasi saja. Tikus putih itu berlagak jengah dengan memutar bola mata merah mungilnya ke Gian, lalu berkata, “Apakah kau kekurangan otak sehingga tak bisa mengetahui apakah ini bentuk tikus atau bukan? Ya, aku bukan tikus! Aku dinosaurus, rawrgh!” Gian bukannya tertawa malah mundur ke belakang karena kaget. Mengetahui bercandanya malah tidak memiliki efek seperti yang diharapkan, tikus putih itu mendesah pelan sambil kepalanya lunglai seakan sedang kecewa, “Hgh! Sepertinya kawanku terlalu bodoh sampai dia mewariskan kekuatannya padamu.” Mendengar kata ke

    Last Updated : 2023-01-09
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   7 - Kehebohan Pagi Karena Elang

    Gian baru saja selesai memasukkan semua buku sekolah yang dia perlukan ke tas dan bersiap keluar dari kamarnya ketika Elang berkata, “Kau hendak pergi sekolah?” Menoleh ke Elang yang masih ada di atas bantalnya, Gian mengangguk dan menjawab, “Iya. Aku harus rajin sekolah atau aku akan jadi sampah masyarakat. Begitu kata papaku dulu.” “Hgh … Bocah, kau terlalu disetir oleh orang lain. Tidak punyakah kau keinginan sendiri?” Elang mulai bangkit berdiri di atas bantal sambil menyilangkan dua lengan mungilnya di depan dada berbulu dia. Gian merasa bingung. Memang apa salahnya mematuhi ucapan orang tua sendiri? Tapi, daripada berdebat dan membuat Elang marah, dia memberikan sahutan, “Aku … aku tidak suka keributan.” Elang memutar kepalanya seakan merasa tak sabar dan jengah. “Ya ampun, bocah ini! Hgh! Kau, bawa aku ke sekolahmu!” “Ka-kamu ingin ikut pergi ke sekolah?” tanya Gian dengan wajah terkejut. Apa jadinya jika nanti dia membawa Elang bersamanya? Mungkin jika Elang seekor binatan

    Last Updated : 2023-01-10
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   8 - Menghebohkan Kelas

    “Hii! Apa itu?” seru Emilia ketika melihat apa yang menyembul keluar dari saku seragam Gian saat remaja itu mulai melangkah memasuki kelasnya.“Ini … tikus putih.” Gian menjawab sambil menundukkan kepalanya.“Tikus! Ya ampun, tikus!” Aliana menjerit sambil dia menjauh dari Gian.Robert mendelik sambil menghardik Gian, “Kau sungguh menjijikkan!”“Dasar bule palsu menjijikkan!” Sonia ikut menghardik Gian dengan telunjuk menuding tegas.Datanglah Jehan sambil membawa sapu dan bertanya, “Mana tikus? Mana? Biar aku pukul dia!” Kemudian, dia memukuli tubuh Gian menggunakan sapu yang ada di tangannya.Lekas saja Gian menyahut dengan wajah panik sembari berkelit ke sana dan ke sini dari pukulan sapu Jehan, “Jangan! Jangan pukul dia! Dia tidak berbahaya!”“Apanya yang tidak berbahaya? Kau sembarangan saja membawa masuk tikus ke kelas, dasar bule tolol!” Evita yang geram, memarahi Gian tanpa ditahan-tahan.“Pukul saja tikusnya sampai mati! Itu membawa penyakit!” Rendi ikut mengompori Jehan.Ela

    Last Updated : 2023-01-11
  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   9 - Penghakiman oleh Elang

    Mengendap-endap dengan cepat, Elang menyelinap masuk ke dalam kelas Gian. Itu bukan hal sulit bagi tikus, apalagi tubuhnya tergolong kecil dan ramping, sehingga itu mudah saja dilakukan.‘Huh! Kalian ingin menyingkirkan aku? Berani sekali kalian pada Yang Mulia ini!’ geram Elang dalam hatinya.Suasana kelas kembali kondusif dan tenang karena bu guru Ningsih termasuk guru yang tegas dan tak suka keramaian saat Beliau mengajar.Bahkan, sampai bel istirahat pertama berdering, semua terlihat baik-baik saja, hingga ….“Ya ampun! Kok tasku berlubang?” pekik Emilia panik karena tas mahal berharganya sudah memiliki lubang menganga di bagian bawahnya sampai buku dan barang lainnya nyaris jatuh. Dikarenakan itu, dia meratapi tasnya.“Eh! Tasku juga berlubang!” seruan muncul dari Rendi.“Aku juga!” Demikian pula Evita.“Punyaku juga, astaga! Aku bisa dipukul kakakku kalau tas ini rusak begini!” Imelda ketakutan karena itu adalah tas yang dia pinjam dari kakaknya.“Duh, tasku sudah berlubang di s

    Last Updated : 2023-01-11

Latest chapter

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   170 - Akhir Sebuah Petualangan

    “Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   169 - Lawan Kuat untuk Gian

    Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   168 - Menghitung Kebajikan

    Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   167 - Menjadi Penyembuh Gratisan

    Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   166 - Saatnya Berpamitan

    Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   165 - Kembali ke Sekolah dan Menghadapi Mereka

    Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   164 - Turun Gunung dan Pulang

    Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   163 - Hukuman dari Dewa

    Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   162 - Menguak Identitas Mereka

    Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status