Share

5 - Tikus Itu Bisa Bicara!

Penulis: Gauche Diablo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Melinda dan Gian sama-sama menoleh ke Carlen ketika lelaki itu berkata kemejanya banyak hilang dan memberikan tuduhan ke Gian. Hati Gian menjerit, ‘Kapan dia menghilangkan kemeja Carlen? Tidak pernah!’

Jelas bahwa Carlen sedang memfitnah dia!

“Kau! Kau ternyata sudah biasa begini ke baju kami, yah! Kau kesal karena mencuci baju kami?” Suara Melinda berpadu dengan bunyi tongkat dihantamkan ke tubuh Gian, seakan itu bukan anaknya melainkan orang jahat.

Setelah sekian belas menit menghajar Gian, Melinda kelelahan dan melihat tongkat di tangannya sudah rusak! “Lihat! Kau tak hanya merusak baju, kau juga merusakkan tongkat ini!” Lalu dilemparnya tongkat rusak itu ke Gian sebelum Beliau masuk ke kamarnya sendiri.

Carlen terkekeh culas dan masuk ke kamarnya juga, tontonan sudah berakhir. “Sayang sekali Hanz tidak melihat mama sedang memukuli anjing. Ha ha ha!” Lalu, dia menghilang di balik pintu.

Sementara itu, Gian termangu. Dia memandangi tongkat pramuka adiknya yang sudah terburai bambunya sehingga bilah-bilahnya menjadi kecil.

Dia dipukuli sehebat itu hingga merusakkan sebuah tongkat bambu yang tidak ringan dan dia tidak merasakan sakit?

Gian membawa tongkat itu ke kamar adiknya, berkata, “Cher, maaf, tongkatmu jadi begini karena Kakak, besok aku belikan yang baru.”

“Hm.” Cheryl bersikap cuek tanpa menoleh ke Gian.

Masuk ke kamar dan mengunci lagi, Gian masih merenungi kekuatan baru yang dia dapatkan.

Kesimpulan yang bisa dia ambil dari apa yang terjadi padanya adalah dia menjadi lebih kuat dan tidak mempan dipukul ataupun diserang dengan apapun.

Baiklah, sepertinya itu memang sebuah kekuatan yang sangat dia butuhkan, mengingat dia merupakan korban penindasan di manapun dia berada.

“Apakah ini jawaban dari doaku waktu itu?” Gian memiringkan kepala saat teringat akan keluh-kesah dia pada semesta mengenai nasibnya usai kematian kucing kecil.

***

Di sekolah, Gian tidak perlu lagi takut akan pukulan siapapun. Dia hanya perlu berpura-pura kesakitan agar para penindas dia gembira dan berhenti, lalu meninggalkan dia.

Sepertinya, setelah ini, hidupnya bisa menjadi lebih damai. Gian tersenyum senang.

Namun, ketika sedang mengumpulkan kertas tes mingguan, mendadak saja energi listrik itu keluar tanpa Gian inginkan dan membuat kertasnya mengerut seperti keriput.

Melihat itu, guru heran dan berkata, “Gian, jangan bercanda.”

Segera, Gian minta maaf dan harus kembali ke bangkunya untuk menyalin ulang jawaban tesnya.

Sayangnya, sekali lagi kertas itu mengerut saat akan diserahkan ke guru. Tatapan kesal guru membuat Gian ciut dan lekas menyalin ulang.

Kali ini, dia nekat memberikan kertasnya menggunakan tangan kiri. Sontak saja guru marah dan merenggut kertas dari tangan Gian. “Bocah sekarang kurang ajar semua! Tidak tahu sopan santun!”

“Maaf, Pak! Maaf!” Gian sampai harus membungkuk sebagai keseriusan dia menyesal atas apa yang terjadi.

Pada waktu istirahat kedua, Gian tidak berminat ke kantin untuk makan. Dia khawatir akan mengeluarkan listriknya tanpa dia kehendaki di tempat ramai seperti kantin.

Pulang sekolah, dia dihentikan oleh siswa lain yang biasa meminta uang ke murid-murid yang dianggap bisa diperas.

“Aku tidak bawa banyak uang saat ini, hanya lima ribu, maaf.” Gian berkata jujur sambil sodorkan uang yang dia maksud.

Para preman sekolah itu kesal dan memukul Gian. Namun, alih-alih memukul, mereka malah tersengat arus listrik yang mendadak keluar begitu saja dari jari kanan Gian.

Gian melongo kaget melihat beberapa preman sekolah itu kelojotan lalu pingsan di lantai. Takut disalahkan, Gian berlari meninggalkan tempat itu, berharap listriknya tidak membunuh mereka.

***

Esok harinya, Gian datang ke sekolah sembari membungkus tangan kanan dia dengan sarung tangan kain.

Tadi malam dia sudah menguji coba bahwa sengatan listriknya bisa diredam dengan kain. Dia bisa memegang lemari es tanpa tersengat ketika membungkus tangan kanannya dengan lap kain.

Karena itu, dia memakai sarung tangan bekas dulu dia mengikuti latihan drumband ketika SMP.

Melihat sarung tangan pada Gian, banyak teman sekelasnya mengejek, mengolok-olok dia.

“Ya ampun! Apa-apaan sarung tangan begitu!”

“Si burik sedang cari perhatian!”

“Hei, bule palsu! Kau pikir kau Michael Jackson? Ha ha ha!”

“Apa kau pikir kau keren kalau pakai benda seperti itu? Kau terlihat aneh! Dasar orang aneh! Bule aneh! Bule palsu! Cuih!”

Gian menebalkan telinganya. Seperti biasa, Alicia yang akan membela dia.

“Kalian kenapa meributkan hal tak penting? Terserah Gian ingin pakai aksesori apa ke sekolah, kan? Yang penting tidak mengganggu pelajarannya.” Alicia memang baik, selalu menjadi peri pelindung Gian.

Maka sejak saat itu, Gian bisa tenang dan lega karena kekuatan listriknya tidak sembarangan melukai siapapun.

Sejauh ini, Gian merasa hanya kekuatan tubuh super saja yang berguna baginya. Kekuatan listrik justru menjadi gangguan.

***

Di suatu malam ketika Gian sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas sekolah di kamarnya yang dia kunci, mendadak dia mendengar suara yang mengganggu.

Suara tikus.

Namun, sadar bahwa suara tikus itu ada di sekitarnya, ini menandakan tikus tersebut berada di dalam kamarnya! Gian melompat sambil bersiap mengambil pemukul apapun di dekatnya.

Saat menemukan tongkat bisbol di dalam lemari, dia menggenggam tongkat itu sambil mencari di mana tikus tadi.

“Cit!” Suara itu kembali terdengar, tapi sepertinya di belakang dia.

Ketika Gian berbalik, ternyata tikus itu ada di atas mejanya. Seekor tikus putih! Lekas saja dia pukulkan tongkatnya ke sana, tapi si tikus melompat gesit dan menghilang.

“Heh! Jangan berisik!” Melinda memukul sekali daun pintu kamar Gian.

“Ma-Maaf, Ma!” Gian menyadari kebodohannya.

Karena tidak ada lagi gangguan tikus, mungkin sudah keluar melalui lubang antah-berantah, Gian pergi ke kasur dan rebahkan tubuh di sana. Dia redupkan lampu kamarnya dan memejamkan mata.

Namun, baru saja dia terpejam beberapa menit, dia merasa dagunya digelitiki sesuatu.

Bulu? Atau Ekor?

Hah?!

Mata Gian segera membuka kembali dan betapa kagetnya ketika melihat tikus putih tadi sudah berada di atas dadanya, menatap lurus ke arahnya, seakan menunggu dia terbangun.

“Argh!” Gian memekik saking terkejutnya.

“Tidak bisakah kau diam dan tenang?” Tiba-tiba saja, tikus putih itu berbicara. Ya, berbicara! Dengan bahasa manusia yang dimengerti Gian!

“Argh!” Gian berteriak lebih kencang sambil bangun dari rebahnya sehingga tikus putih itu terpental jatuh dari atas dadanya.

“Heh! Diam atau tidur di luar!” Teriakan bengis Melinda kembali terdengar, sepertinya sang ibu sedang menonton televisi di ruang tengah yang dekat dengan kamar anak-anaknya.

“Ma-Maaf, Ma!” Gian menyahut ibunya sembari panik. Apakah dia bermimpi? “Aku … aku pasti berhalusinasi!” bisiknya sambil menatap sekeliling, berharap tidak ada tikus apapun di kamarnya.

“Kau tidak berhalusinasi!” Tikus putih kecil mendadak sudah bertengger di atas lampu belajar Gian. Bahkan dia berdiri dengan dua kaki belakang sambil dua kaki depannya bertindak ala kedua tangan yang menyilang di depan dada. “Tak usah berteriak, nanti ibu cerewetmu itu marah.”

Gian menatap horor ke tikus putih tersebut.

Bab terkait

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   6 - Si Tikus Putih Bernama Elang

    Tikus! Itu benar-benar seekor tikus, dengan tinggi dan bentuk begitu mirip dengan makhluk yang dinamakan tikus putih yang biasa digunakan manusia untuk melakukan percobaan ilmiah di laboratorium. “Tolong katakan padaku, kau benar-benar tikus? Kau benar-benar bicara?” Gian hanya ingin memastikan saja. Siapapun di dunia ini tidak akan percaya bahkan meski jika dipukuli, jika mendengar ada tikus yang bisa berbicara kecuali di cerita fantasi saja. Tikus putih itu berlagak jengah dengan memutar bola mata merah mungilnya ke Gian, lalu berkata, “Apakah kau kekurangan otak sehingga tak bisa mengetahui apakah ini bentuk tikus atau bukan? Ya, aku bukan tikus! Aku dinosaurus, rawrgh!” Gian bukannya tertawa malah mundur ke belakang karena kaget. Mengetahui bercandanya malah tidak memiliki efek seperti yang diharapkan, tikus putih itu mendesah pelan sambil kepalanya lunglai seakan sedang kecewa, “Hgh! Sepertinya kawanku terlalu bodoh sampai dia mewariskan kekuatannya padamu.” Mendengar kata ke

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   7 - Kehebohan Pagi Karena Elang

    Gian baru saja selesai memasukkan semua buku sekolah yang dia perlukan ke tas dan bersiap keluar dari kamarnya ketika Elang berkata, “Kau hendak pergi sekolah?” Menoleh ke Elang yang masih ada di atas bantalnya, Gian mengangguk dan menjawab, “Iya. Aku harus rajin sekolah atau aku akan jadi sampah masyarakat. Begitu kata papaku dulu.” “Hgh … Bocah, kau terlalu disetir oleh orang lain. Tidak punyakah kau keinginan sendiri?” Elang mulai bangkit berdiri di atas bantal sambil menyilangkan dua lengan mungilnya di depan dada berbulu dia. Gian merasa bingung. Memang apa salahnya mematuhi ucapan orang tua sendiri? Tapi, daripada berdebat dan membuat Elang marah, dia memberikan sahutan, “Aku … aku tidak suka keributan.” Elang memutar kepalanya seakan merasa tak sabar dan jengah. “Ya ampun, bocah ini! Hgh! Kau, bawa aku ke sekolahmu!” “Ka-kamu ingin ikut pergi ke sekolah?” tanya Gian dengan wajah terkejut. Apa jadinya jika nanti dia membawa Elang bersamanya? Mungkin jika Elang seekor binatan

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   8 - Menghebohkan Kelas

    “Hii! Apa itu?” seru Emilia ketika melihat apa yang menyembul keluar dari saku seragam Gian saat remaja itu mulai melangkah memasuki kelasnya.“Ini … tikus putih.” Gian menjawab sambil menundukkan kepalanya.“Tikus! Ya ampun, tikus!” Aliana menjerit sambil dia menjauh dari Gian.Robert mendelik sambil menghardik Gian, “Kau sungguh menjijikkan!”“Dasar bule palsu menjijikkan!” Sonia ikut menghardik Gian dengan telunjuk menuding tegas.Datanglah Jehan sambil membawa sapu dan bertanya, “Mana tikus? Mana? Biar aku pukul dia!” Kemudian, dia memukuli tubuh Gian menggunakan sapu yang ada di tangannya.Lekas saja Gian menyahut dengan wajah panik sembari berkelit ke sana dan ke sini dari pukulan sapu Jehan, “Jangan! Jangan pukul dia! Dia tidak berbahaya!”“Apanya yang tidak berbahaya? Kau sembarangan saja membawa masuk tikus ke kelas, dasar bule tolol!” Evita yang geram, memarahi Gian tanpa ditahan-tahan.“Pukul saja tikusnya sampai mati! Itu membawa penyakit!” Rendi ikut mengompori Jehan.Ela

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   9 - Penghakiman oleh Elang

    Mengendap-endap dengan cepat, Elang menyelinap masuk ke dalam kelas Gian. Itu bukan hal sulit bagi tikus, apalagi tubuhnya tergolong kecil dan ramping, sehingga itu mudah saja dilakukan.‘Huh! Kalian ingin menyingkirkan aku? Berani sekali kalian pada Yang Mulia ini!’ geram Elang dalam hatinya.Suasana kelas kembali kondusif dan tenang karena bu guru Ningsih termasuk guru yang tegas dan tak suka keramaian saat Beliau mengajar.Bahkan, sampai bel istirahat pertama berdering, semua terlihat baik-baik saja, hingga ….“Ya ampun! Kok tasku berlubang?” pekik Emilia panik karena tas mahal berharganya sudah memiliki lubang menganga di bagian bawahnya sampai buku dan barang lainnya nyaris jatuh. Dikarenakan itu, dia meratapi tasnya.“Eh! Tasku juga berlubang!” seruan muncul dari Rendi.“Aku juga!” Demikian pula Evita.“Punyaku juga, astaga! Aku bisa dipukul kakakku kalau tas ini rusak begini!” Imelda ketakutan karena itu adalah tas yang dia pinjam dari kakaknya.“Duh, tasku sudah berlubang di s

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   10 - Menghadapi Preman Sekolah

    Rupanya, Elang termasuk sosok pendendam. Dia tidak suka diremehkan hanya karena bentuk dia sebagai tikus kecil. Namun, karena sifat pendendam itulah makanya Gian yang harus menanggung akibatnya. Dia dipaksa oleh banyak temannya untuk mengganti tas mereka. “Tapi, bukankah belum terbukti kalau itu ulah tikusku?” tanya Gian dengan wajah takut-takut saat membantah kemauan teman-teman kelasnya. Rendi menampar kepala Gian dan berkata, “Sudah jelas itu adalah gigitan tikus, kau masih ingin berkelit?” Evita menambahkan, “Kami ini tidak sebodoh kamu, Bule Palsu! Kami tahu perbedaan rusak alami dan rusak digigit tikus!” “Siapa tahu itu gigitan hewan lain.” Alicia mencoba memberikan pembelaan untuk Gian yang sudah mengkerut karena takut. Imelda melirik tajam ke Alicia sembari berbicara, “Kau ini, Cia, apakah kau sudah tertular kebodohan si Bule Palsu ini, heh? Apa pernah kelas kita mendapat musibah seperti perusakan tas secara masif? Berpikir, dong, Cia!” Yang lainnya mengiyakan setuju pad

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   11 - Menggunakan Kekuatan Istimewa untuk Mendapatkan Pekerjaan

    Gian masih saja melongo ketika Elang berteriak padanya, hingga dia tersadar ketika Elang memekik keras padanya sekali lagi. “Oh! Eh? Sekarang?”“Sekarang, bodoh!” jerit Elang sambil melompat ke kepala preman berikutnya sambil mengacaukan rambut mereka menggunakan kakinya.Karena tak mau Elang kesal, Gian melepas sarung tangan karetnya dan bergegas memegang lengan salah satu preman sekolah. Segera saja, remaja itu kelojotan karena sengatan listrik dari tangan Gian.“Aarghh!” Kemudian, remaja itu tergeletak dan masih kelojotan beberapa kali sebelum akhirnya pingsan.Keempat kawannya melihat adegan itu dan mereka ketakutan. Tapi, Gian tidak membiarkan mereka pergi dan mengarahkan telunjuknya pada salah satu dari mereka.“Haarkhh!” Remaja yang ditunjuk tangan Gian itu kelojotan, sama seperti kawannya sebelum ini dan tersungkur di lantai.Gian tidak membuang waktu dan bergegas menyengat 3 lainnya secara cepat. Satu demi satu dari mereka mulai jatuh dan pingsan.Kini, kelima preman sekolah

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   12 - Membakar Semangat Gian

    Melihat kakaknya diliputi kemarahan, Gian segera mundur, tapi langkahnya terhenti karena kursi makan di belakangnya.Carlen tidak membuang waktu dan menyarangkan tinjunya ke wajah Gian.Dhak!“Arghh!” Pekikan itu bukan keluar dari mulut Gian melainkan dari mulut Carlen. Dia memegangi tangannya yang baru saja meninju sang adik.Melihat putra kesayangannya menjerit kesakitan, Melinda bergegas menghampirinya, “Ada apa, Len? Ada apa? Mana yang sakit?”“Aduh, tanganku ….” Carlen mengaduh dengan gaya manja. “Mama, dia menyakitiku!” tudingnya ke Gian yang masih berdiri tak bergerak.Melinda lekas mengusap-usap tangan putra kesayangannya lalu menoleh cepat ke Gian. “Minta maaf ke kakakmu!”“Tapi, Ma, dia yang memukulku dan aku tidak melakukan apapun.” Gian berkilah.“Tidak peduli! Pokoknya kau sudah membuat dia kesakitan! Cepat minta maaf!” seru Melinda pada Gian.Sementara itu, dua saudara Gian lainnya hanya diam dan menonton semua adegan di depan mata. Zohan menyeringaikan senyumnya sambil

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   13 - Melawan Zohan

    Gian memikirkan kata-kata Elang. Dia harus bisa membuat siapapun menghargai dia dan tidak memperlakukan dia seenaknya saja.Selama ini dia terlalu mengalah dan patuh menerima perlakuan apapun yang diarahkan padanya meski itu sebenarnya menyakitkan sekali di hati maupun fisik.Teringat sejak kecil dia sering dijadikan pembantu oleh ibunya, harus mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu, mengepel, bahkan ke warung untuk membelikan berbagai macam hal.Lalu, kedua kakaknya juga sama saja, karena mereka melihat Melinda bisa seenaknya memperbudak Gian, maka Carlen dan Zohan pun bertingkah sama seperti sang ibu.Gian akui, hanya Cheryl saja yang tidak menunjukkan sikap memperbudak ke Gian meski gadis itu lebih pada sikap cuek dan tak ingin terlibat dalam penyiksaan Gian di rumah. Cheryl akan memasang wajah tak pedulu setiap Gian dirisak kedua kakak dan ibunya.Belum lagi perlakuan yang dia dapatkan di sekolah ….“Bagaimana? Kau sudah mengerti apa yang aku ucapkan?” tanya Elang setelah dia be

Bab terbaru

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   170 - Akhir Sebuah Petualangan

    “Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   169 - Lawan Kuat untuk Gian

    Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   168 - Menghitung Kebajikan

    Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   167 - Menjadi Penyembuh Gratisan

    Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   166 - Saatnya Berpamitan

    Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   165 - Kembali ke Sekolah dan Menghadapi Mereka

    Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   164 - Turun Gunung dan Pulang

    Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   163 - Hukuman dari Dewa

    Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   162 - Menguak Identitas Mereka

    Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra

DMCA.com Protection Status