"Kau sudah gila ya, Nicho," ucap lelaki itu penuh Amarah."Kamu pikir dengan begitu, Lily akan berlari menyelamatkanmu seperti kisah Rose yang mencari Jack di sela dinginnya kepingan es batu?"Nicho memandangi bintang yang tak nampak sama sekali karena hujan baru saja mereda.Nicho sibuk menetralkan napas, memandang penuh kebencian. "Apa aku salah, Ayah? Aku sungguh mencintai Lily."Air mata seketika jatuh dari sudut matanya."Nicho, bangunlah. Ayah akan membawamu ke tempat yang bisa menghangatkanmu," ucap Diego mengalihkan pembicaraan.Nicho menggeleng. "Aku akan tetap di sini. Ada Lily yang menghangatkan hatiku, Ayah.""Jangan bodoh Nicho, cintamu tak akan berjalan dengan baik. Percayalah pada Ayah. Semua tak akan setuju dengan kisah cinta kalian."Nicho yang semula duduk, tiba tiba berdiri. "Aku akan membawa Lily pergi jauh dari sini. Aku akan menculik dan membawanya kabur. Ya aku akan melakukannya," ucap Nicho penuh semangat."Lalu apa yang kamu dapatkan? Cinta? Itu tak akan terja
Alex mendekati Lila, berbisik sambil menggigit telinga. Memberinya sentuhan memabukkan."Kamu tahu Lila, dirimu terlalu indah untuk dibuang setelah kujamah."Lila sungguh tak mempunyai tenaga untuk menolak Alex. Badannya yang kecil tak sebanding dengan kekuatan Alex."Akh, ini membuatku gila," puji Alex atas rasa candu yang menggebu. "Kita mulai saja ya. Tak akan ada yang tahu jika kamu bersamaku Ale."Tangan kekar Itu mengelus pipi mulus Lila. Tiba tiba ….Ceklek.Pintu terbuka dan ….Srekh"Siapa di sana?" teriak Marco melangkahkan kaki cepat untuk mendekat.Catlyn merasa heran, ikut berjalan cepat dan mendekati sang suami.Pandangan Marco tak mampu melihat jelas akibat gorden rumah sakit yang menghalanginya.Srek.Tirai dibuka, menampilkan Lila yang tertidur pulas. Arah tatapan Marco jatuh pada jendela sedikit terbuka.Marco melihat keluar jendela, memastikan apa yang didengar dan dia rasakan jika tadi ada seseorang di dalam ruangan."Ada apa, Sayang?" tanya Catlyn.Marco menggeleng
"Jadi kamu mau ke Kanada sekarang??” tanya Catlyn bingung.Nicho mengangguk, merasa berat dan tak nyaman harus meninggalkan keluarga tersayang, bahkan cintanya.“Come on Nicho. Banyak sekali masalah yang belum terselesaikan dan kamu akan pergi meninggalkan kami dengan keegoisanmu,” keluh Marco memilih duduk bersandar di Sofa.Nicho menghembuskan napas kasar.“Maaf Dad, tapi aku harus pergi. Maaf.”Dengan berat Nicho tetap melangkahkan kaki pergi. Saat ini yang terlintas di pikiran Nicho adalah menjauh. Membiarkan suasana kembali normal dan dia akan mempertimbangkannya, apakah pulang atau tinggal di sana.Di Kanada, Nicho terkenal supel dan dewasa dalam mengatasi kuliahnya serta cepat tanggap berinteraksi dengan sekitar. Banyak teman kuliah menyukai Nicho terlebih wanita. Bagi mereka, Nicho adalah malaikat tampan dikirim dari surga untuk menyegarkan pandangan mereka. Bahkan banyak wanita dengan berani mengajaknya “one night stand” bersama tapi Nicho tak mudah tergoyahkan. Sungguh Marc
20 menit sebelumnya.Lily memandang pelataran Villa tempat tinggalnya, berharap seseorang datang yaitu Nicho. Wajahnya sembab dan terus menangis. Pikirannya sungguh kacau saat ini.Saat mobil ferrari masuk pelataran rumah dan masuk garasi. Lily tahu betul mobil siapa itu, mencoba berlari menuju ruang tamu namun suara "bip" menghentikan langkahnya.Suara ponsel bertanda pesan masuk membuat Lily mau tak mau harus membuka dulu siapa yang mengirim pesan.Lily terbelalak kaget saat membaca pesan dari Lila.{Lily, aku ingin memberitahukan satu hal penting kepadamu. Ternyata kak Nicho bukan saudara kandung kita. Aku sudah lama memendam rasa padanya, jadi tak mengapa kan jika aku menyatakan perasaanku padanya? Kamu tidak menyukainya kan? Kamu sendiri yang bilang tidak menyukainya jadi aku berhak memilikinya.}Lily terduduk lemas di ranjang. Kenyataan yang ditutupi dan dihiraukan ternyata benar adanya. Lalu, mengapa hatinya sakit sekali saat Lila akan memberitahukan perasaannya pada Nicho? Ken
Ucapan Nicho begitu lugas dan dibuat manja membuat Lily seketika meremang. [Kamu bicara apa sih Kak? Ya sudah aku mau tidur.]Panggilan berakhir membuat Nicho tersenyum. Sukses membuat Lily malu dan menutup teleponnya. Membayangkan bagaimana reaksi Lily saat ini.DI sisi lain, Lily membenamkan kepala pada bantal, merasa menyesal telah memberitahukan keadaan orang tuanya saat ini. Yang membuatnya tak berhenti tersenyum adalah Nicho tak jadi pergi meninggalkannya. Lily mencoba memejamkan mata, berharap mimpi indah menghampirinya.***Nicho bersandar pada tembok jauh dari kamar Lila.“Sedang apa Anda di sini?”“Oh, Anda Dokter Zico. Aku sedang menghilangkan penat saja.”Zico memandang kamar Lila. “Apakah Lila sudah tidur?”Nicho menggeleng. Tiba tiba ponselnya bergetar tanda pesan masuk.{Nicho tolong!?!? Aku dalam bahaya.}Nicho melotot membaca pesan tersebut membuat Zico heran. “Ada apa Nicho?”“Oh tidak apa apa. Maaf aku harus kembali ke kamar Lila.”Nicho melihat Lila telah tertidur.
"Apa yang kalian lakukan?"Tiba tiba Nicho berteriak marah dan datang mendekat."Kak Nicho.""Nicho?"Nicho melirik Zico sekilas."Apa yang terjadi Lila? Kenapa pintunya jebol?"Hiks hiks.Lila mulai memeluk Nicho dan menangis di dada bidangnya. Nicho menepuk punggung Lila, mencoba menenangkan sang adik.Nicho memutuskan segera kembali saat sampai di Rumah Sakit dan mendapati Ken baik baik saja. Ken sendiri merasa linglung, tak mengerti kenapa sahabatnya itu datang tengah malam dan mencemaskannya. Nicho dapat menyimpulkan jika ini pasti trik dari penipu yang ingin menyakiti Lila.Dengan kecepatan tinggi, Nicho melajukan mobil agar cepat sampai di tujuan yaitu sang adik, Lila.Hiks. Hiks."Tadi Alex ke sini dan mencoba melecehkanku lagi?" adu Lila."Apa?"Baik Nicho maupun Zico terkejut bukan main."Kurang ajar. Aku akan membuat perhitungan dengannya," umpat Nicho."Jangan, Kak Nicho Jika kamu balas dendam, Alex semakin gencar mengancamku. Lagi pula Dokter Zico datang tepat waktu untuk
"Lily?""Berhenti."Lily menengok ke belakang, Nicho berlari dan berteriak mengejarnya.Bugh.Lily terjatuh menabrak seseorang dan ambruk menimpanya."Maaf. Maafkan aku," ucap Lily sopan mencoba bangkit.Srekh.Nicho menarik posesif seorang Lily dan memandang tak suka pada lelaki di depannya."Anda bisa bangun sendiri kan, Dokter?" tanya Nicho ketus.Ya, lelaki yang di tabrak Lily tak lain adalah Zico.Zico tersenyum dan bangkit. "Aku tidak apa apa. Jangan khawatir."Nicho memegang tangan Lily dan menariknya pelan. "Ayo kita pulang!"Zico menatap gadis yang di panggil Lily dan tersenyum."Jadi gadis itu yang kamu sukai ya, Nicho? Saudara kembar Lila. Terlihat menarik sekali dan aku penasaran dengan hubungan asmara kalian," lirih Zico.Lily duduk dengan kesal di mobil Nicho. Di tengah perjalanan, Nicho memulai pembicaraan. "Lily, jangan dekat dekat dengan Dokter tadi. Dia penuh dengan misteri."Lily memandang Nicho, merasa tertarik dan penasaran. "Misteri apa yang dia punya?""Aku bila
"Apa maksud Kakak?" tanya Lily, meski dia tahu ke mana arah pembicaraan Nicho saat ini.Cup.Nicho mencium bibir Lily sekilas."Anggap ini ciuman terakhir kita sebelum aku kembali ke Kanada. Dan aku tak akan memintamu lebih dari ini tanpa izin darimu."Lily menunduk, mencerna semua ucapan Nicho. Benar apa yang dikatakan Nicho, meski saat ini mereka sama sama menginginkannya demi menyalurkan hasrat terpendam namun mereka harus menghadapi akibat yang akan terjadi. Hubungan mereka cukup rumit. Meski mereka terjang dan mempunyai anak dari hasil hubungan mereka, akankah orang tuanya setuju? Akankah mereka bisa bersatu?Semua sudah dipikirkan secara matang oleh Nicho sehingga dia berkali kali mengakhiri adegan panas ini meski tak dipungkiri hasrat bercinta sedang di puncak dan menggebu-gebu, ingin merasakan lagi tubuh Lily. Nicho kembali melajukan mobil tanpa berbicara apapun. Hanya ada keheningan di antara mereka.Sampai di Villa pun mereka terus diam.'Tidak, tak boleh seperti,' batin Lil
Saat ini, Lila berada di kamarnya. Dirinya hendak beristirahat namun ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan.Di buka dan di baca isi pesan tersebut yang isinya sungguh membuat Lila tercengang."Ini,..."Dirinya tak bisa lagi berkata membaca semua yang Alex tuangkan lewat pesan.Air mata luruh membasahi pipi, tak bisa menjelaskan isi hati Lila saat ini. Antara sedih dan bahagia.Bukankah ini yang di harapkan?Harusnya dia bahagia karena terbebas dari jeratan seorang Alex?Namun mengapa membaca pesan itu, hati Lila teriris perih?Sangat sakit sekali.Tangannya gemetar dan tubuhnya berguncang hebat akibat tangisan yang Lila sendiri tak tahu alasannya.Di remas kuat ponsel dan dibanting ke kasur empuk serta dirinya ikut limbung di ranjang tersebut.Di sisi lain, Alex memandang setiap gerakan Stevani melepas sehelai demi sehelai gaun tipis di tubuhnya. Dengan satu hentakan, tubuh polosnya terpampang jelas menyapu kedua mata Alex.Siapapun akan tergoda dan bagian bawah mereka akan
Brakh.Nicho menutup pintu kasar dan segera memakai pakaian. Setelah itu beranjak ke kamar mandi dan Lily masih belum memakai pakaiannya, membuat Nicho menelan ludah. "Lily, kenapa belum berganti pakaian?"Lily diam saja. Dirinya masih terpaku mengingat pembicaraan penting dua orang tadi. "Siapa Kak yang datang?""Dilon.""Kenapa Kakak kesal dengan Kak Dilon? Bukankah dia sahabatmu?"Nicho menghindari tatapan Lily, membuat Lily yakin ada sesuatu yang disembunyikan Nicho. "Aku akan menyelesaikan masalah ini dan menceritakan semuanya kepadamu. Oke?"Lily mengangguk pasrah. Baginya saat ini adalah kepercayaan kepada Nicho yang terpenting."Baiklah aku pergi dulu."Cup.Nicho mencumbu bibir kenyal itu sekilas dan berbalik pergi.***"Boss, aku sangat bahagia. Anda sudah terbebas Bos," ucap John menjemput Alex.Ya, Alex telah bebas dalam waktu kurang sebulan. Sungguh politik yang luar biasa. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Alex bisa keluar dengan cepat. Alex tersenyum dan merebahkan tubuh
Catlyn tak tahu harus berkata apa lagi selain mengikuti kemauan Lila."Baiklah jika semua sudah deal. Besok saya akan ke sini lagi," ucap Zico berpamitan pada keluarga Marco."Sweety siapkan semuanya," ucap Marco berdiri setelah kepergian Zico."Tapi Sweety, aku melihat bahwa Lila tak setuju dan bingung dalam keputusan ini.""Apa maksudmu?" tanya Marco tak mengerti."Lila, apa benar yang dikatakan Mommy-mu?"Lila terdiam membuat Marco marah.BrakhMarco menggebrak meja sebagai pelampiasan amarahnya. "Jawab, Lila?"Lila gemetar melihat ayahnya yang emosi. Dirinya tak tahu harus berkata apa. Namun, rasa takut terhadap emosi sang ayah membuatnya semakin gemetar. Mau tak mau Lila harus jujur kepada Marco. "Maaf Dad aku hamil lagi.""Apa??""Aku belum sempat memakai kontrasepsi saat Alex menculik dan memperkosaku lagi," jawab Lila disertai tangis yang menjadi."Ya Tuhan!?" keluh Marco terduduk di sofa sambil memegang kedua kepalanya."Maaf Dad, harusnya aku berkata jujur kepadamu, tapi aku
Mereka mengambil mantel tebal dan memakainya, berharap jika salju di pegunungan itu tak sedingin dugaan mereka karena Lily tak tahan hawa dingin dan Nicho tahu itu.Meski bukan musim salju, area Sky di pegunungan ini tetaplah yang terbaik dan suasLily romantis sangat mendukung.Lily dengan lincah bermain sky. Karena Lily seorang penari balet, menjaga keseimbangan tubuh sudah menjadi rutinitas untuknya dan dirinya tak kesulitan sama sekali bermain Sky.Berbeda dengan Nicho. Dia sedikit kesulitan, pasalnya dia jarang sekali bermain sky. Lily dengan mudah menarik tubuhnya dan mereka sangat menikmatinya.Mereka terus bermain sampai tiba tiba Lily mengerem mendadak dan Nicho menabraknya."Brukh."Mereka jatuh berguling guling saling menindih berpelukan."Lily, kamu baik baik saja?" tanya Nicho menyibak rambut Lily di wajahnya ketika berhenti berguling. Kini tubuhnya menindih tubuh Lily.Lily terdiam membuat Nicho gelisah dan takut."Lily."'Lily?"Nicho menepuk nepuk pipi Lily membuat si e
"Hah?"Lily melongo, pikirannya sudah melayang kemLily mLily ternyata sang kakak malah mengucapkan keinginan yang jauh dari pemikirannya.Matanya memerah, ingin sekali menangis."Hiks, hiks, hiks."Nicho kebingungan mendapato Lily menangis saat ini."Hei, kenapa menangis?""Minggirlah, tubuhmu sangat berat"."Srekh."Lily mendorong tubuh dan duduk berpaling dari Nicho.Nicho menopang tubuhnya dengan lengan agar tak oleng."Hei, kamu marah Lily?"Lily hanya terdiam, duduk membelakangi membuat Nicho bangkit dan memeluk Lily dari belakang."Maaf sayang."Nicho menghela nafas berat seolah menahan sesuatu.Hal itu dapat Lily rasakan saat sesuatu menonjol menyentuh belakang tubuhnya."Aku begitu menginginkannya Lily, menjamah tubuh ini," ucap Nicho kembali menghirup ceruk leher beraroma lily blossom itu."Tapi ,..."Lily menoleh pada Nicho membuat Nicho tersenyum dan mencium pipi Lily."Cup.""Tapi aku tak mau memaksamu. Bukankah kamu juga sudah berjanji kepada Daddy bisa menjaga diri terma
Marco terkejut bukan main mendengar ucapan lantang dari Zico, antara shock dan tak siap memberi jawaban kepadanya. "Maaf dokter Zico, aku tak mengerti maksud Anda.""Aku merasa simpati kepada Lila dan aku ingin berbagi kesedihan dengannya," jelas Zico.Marco masih tak percaya jika Zico berani mengatakan hal seperti itu. "Maaf Dokter Zico, aku butuh waktu membicarakan hal ini kepada Lila dan istriku.""Benarkah, Tuan Marco? Anda mau mempertimbangkannya?"Marco tersenyum. "Aku akan mempertimbangkannya.""Terima kasih Tuan Marco."Dokter Zico pergi meninggalkan Marco. Dirinya tersenyum smirk di dalam mobil. "Sedikit lagi, aku akan mendapatkanmu, Lila," ucap Zico merasa senang.Kira-kira siapakah Zico? Dan apa tujuan dia datang di kehidupan Lila? "Sweety, tahukah kamu apa yang dikatakan Zico kepadaku tadi?" ucap Marco menghampiri sang istri dan duduk di sampingnya."Dokter Zico bicara apa? Beritahu aku, Suamiku?""Dia bilang jika penyakit yang diderita Lila saat ini cukup parah. Dia memin
Lila terlihat sangat kurus, badannya lemas, tak terisi makanan sama sekali.Catlyn sangat sedih melihat Lila seperti ini. Dia sudah berusaha membujuk dan merayu Lila agar mau makan dan membuka dirinya. Namun, semua usahanya tak membuahkan hasil.Setelah memanggil Dokter Alexa dan Dokter Evelyn. Kini Catlyn berinisiatif memanggil Dokter Zico ke kediamannya. “Terima kasih Dokter Ziko, anda sudah mau datang ke sini,” ucap Catlyn saat Zico datang.“Aku melakukan ini sesuai permintaan Anda, Nyonya,” jawab Zico santun dan ditanggapi secara welcome dari Catlyn. “Baiklah. Bisa Anda tunjukkan di mana Nona Lila berada?”“Dia berada di kamar.”Zico dan Catlyn berjalan beriringan menuju kamar Lila. Catlyn menyukai sikap santun dari Zico. Lelaki yang begitu sempurna untuk menjadi menantu. Namun entahlah, hanya Tuhan yang mempunyai kehendak menjodohkan anaknya, Lila dengan siapa dan Lily dengan siapa, nantinya.“Lila.”Catlyn masuk kamar, diiringi Zico di belakangnya.“Ada Dokter Ziko menjengukmu.
"Benarkah itu, Kak?""Tentu saja Lily. Kamu suka?"Lily mengangguk antusias.Mereka menyusuri jembatan dengan tangan saling menggenggam. Nicho menyetir pelan, sesekali dia mencium punggung tangan Lily sedangkan Lily memandangi indahnya pemandangan laut dari atas jembatan.Lama perjalanan dan terasa bahagia, membuat waktu lebih cepat berjalan.Mereka tiba di tujuan sudah malam saja.Nicho sengaja mengajak Lily ke Rocky Mountain karena mereka satu hobi dalam hal ini yaitu sama-sama menyukai pegunungan yang mencakup wilayah seluas 4.830 kilometer dari British Columbia, Kanada hingga Meksiko tersebut.Aktivitas wisata yang bisa dilakukan saat berada di Rocky Mountain adalah :Memancing, Ski, Rafting, Arung jeram, Pendakian, Panjat tebing, Dan Berkuda.Nicho ingin naik Banff Gondola bersama Lily. Sebuah fasilitas wisata yang akan membawa para wisatawan ke spot terbaik Rocky.Duduk berdua menikmati indahnya pemandangan, pasti sangat romantis.Nicho berencana mengajak Lily melakukan semua itu
Boom.DuarMobil seketika meledak membuat Alex dan Wilson terpental. Untung saja ambulance segera datang dan membawa semua korban ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan, Catlyn menangis, dirinya sungguh menyesal membiarkan Nicho menginap di desa."Cepat bawa anak ini ke ruang ICU!" perintah Dokter jaga.Nicho segera di bawa masuk dan mendapat penanganan medis. Baru lima menit berselang, dokter keluar ruangan dan meminta Catlyn mendonorkan darahnya untuk sang anak. “Kami butuh pendonor darah untuk anak Anda!”Catlyn menggeleng, membuat Wilson bertanya tanya. Ibu macam mana yang tak mau mendonorkan darah untuk anaknya yang sedang kritis."Maaf Dokter, darah saya tidak sama dengan Nicho," jawab Catlyn. Dia segera mendekati Wilson. "Wilson darah Nicho, Ab+, apakan kamu sama?" tanya Catlyn, membuat Wilson terkejut."I- iya darah saya Ab, Nyonya.""Syukurlah Wilson, aku mohon selamatkan Nicho, karena saat ini darah yang sama hanya Diego.""Diego?”Nicho yang mendengar pembicaraan ters