"Lily?""Berhenti."Lily menengok ke belakang, Nicho berlari dan berteriak mengejarnya.Bugh.Lily terjatuh menabrak seseorang dan ambruk menimpanya."Maaf. Maafkan aku," ucap Lily sopan mencoba bangkit.Srekh.Nicho menarik posesif seorang Lily dan memandang tak suka pada lelaki di depannya."Anda bisa bangun sendiri kan, Dokter?" tanya Nicho ketus.Ya, lelaki yang di tabrak Lily tak lain adalah Zico.Zico tersenyum dan bangkit. "Aku tidak apa apa. Jangan khawatir."Nicho memegang tangan Lily dan menariknya pelan. "Ayo kita pulang!"Zico menatap gadis yang di panggil Lily dan tersenyum."Jadi gadis itu yang kamu sukai ya, Nicho? Saudara kembar Lila. Terlihat menarik sekali dan aku penasaran dengan hubungan asmara kalian," lirih Zico.Lily duduk dengan kesal di mobil Nicho. Di tengah perjalanan, Nicho memulai pembicaraan. "Lily, jangan dekat dekat dengan Dokter tadi. Dia penuh dengan misteri."Lily memandang Nicho, merasa tertarik dan penasaran. "Misteri apa yang dia punya?""Aku bila
"Apa maksud Kakak?" tanya Lily, meski dia tahu ke mana arah pembicaraan Nicho saat ini.Cup.Nicho mencium bibir Lily sekilas."Anggap ini ciuman terakhir kita sebelum aku kembali ke Kanada. Dan aku tak akan memintamu lebih dari ini tanpa izin darimu."Lily menunduk, mencerna semua ucapan Nicho. Benar apa yang dikatakan Nicho, meski saat ini mereka sama sama menginginkannya demi menyalurkan hasrat terpendam namun mereka harus menghadapi akibat yang akan terjadi. Hubungan mereka cukup rumit. Meski mereka terjang dan mempunyai anak dari hasil hubungan mereka, akankah orang tuanya setuju? Akankah mereka bisa bersatu?Semua sudah dipikirkan secara matang oleh Nicho sehingga dia berkali kali mengakhiri adegan panas ini meski tak dipungkiri hasrat bercinta sedang di puncak dan menggebu-gebu, ingin merasakan lagi tubuh Lily. Nicho kembali melajukan mobil tanpa berbicara apapun. Hanya ada keheningan di antara mereka.Sampai di Villa pun mereka terus diam.'Tidak, tak boleh seperti,' batin Lil
"Apa?"Lily melotot, mendengar ucapan kakaknya yang sangat vulgar dan mesum."Mau tidak?""No."Lily menggeleng pasti.Mengingat terakhir kalinya Lily melihat adegan panas orang tuanya, tubuhnya langsung bereaksi aneh, sukses membuatnya bergidik ngeri.Lily pergi meninggalkan Nicho yang tersenyum smirk. Menghempaskan tubuh lelah pada kasur empuknya. Tiba tiba ….BipSebuah pesan masuk, seketika Lily melotot membaca pesan tersebut.{Lily, nanti jam 23.00 aku akan masuk lewat balkon. Jangan kunci dinding kacanya. Ok.}"Dasar Nicho gila. Aku tak akan membuka pintu balkon untukmu," umpat Lily.Detik berikutnya pesan terhapus. Nicho sengaja menghapus pesan takut jika ada yang membacanya.Nicho tersenyum melangkahkan kaki dan ingin tidur siang sejenak.Di tempat lain.Alex telah mendengar kabar jika Lila keluar Rumah Sakit.Peluang bertemu semakin kecil mengingat Lila dilindungi Marco dan Nicho.Dirinya harus mencari cara agar bisa bertemu sang pujaan hati."Apa aku culik saja dia?" gumam
Tok, tok, tok.Ketukan kaca tebal mengusik tidur Lily.Dirinya mengerjap dan mendapati Nicho berdiri di balkon.Lily berjalan mendekat dan membuka kunci pintu kaca.Srekh.Kaca bergeser, menampakkan sosok cantik meski rambut acak acakan.Cup."Kenapa lama sekali membuka pintunya? Aku kedinginan."Nicho segera masuk setelah mencium bibir Lily sekilas. Lily segera menutup dan mengunci serta menggeser tirai."Kenapa Kakak ke sini?" tanya Lily berbisik, duduk berdua di kaki ranjang.Meski kamar Lily kedap udara namun tetap saja dirinya takut orang tuanya memergokinya."Aku menunggu dari tadi namun Daddy dan Mommy tak berolahraga malam, mungkin mereka lelah."Lily memutar bola mata jengah. Bisa bisanya Nicho datang larut malam hanya menceritakan tentang pengintaian orang tuanya."Lily, bagaimana kalau kita saja yang berolahraga malam?" tanya Nicho mendekatkan tubuhnya.Lily segera menggeleng tegas. Memilin piyama, merasakan gugup yang tak terkira. 'Bagaimana jika Nicho memaksa dan aku tak b
Emph.Nicho menarik masuk Lily ke dalam bilik dan mencium Lily penuh cinta. Disesap lagi bibir candu yang sebentar lagi tak dirasakan.“Ah, kakak.”Nicho menyesap leher jenjang dan memberi tanda kepemilikan di sana membuat Lily merasakan debaran gairah.Nicho menutupi leher Lily dengan Sweater.“U’ re my mine."“Eph.”Nicho kembali menciumnya. Merapatkan tubuh yang kini dibakar api gairah. Jika tak memegang janjinya sendiri, saat ini Nicho pasti mengungkung Lily di sini. Dengan terpaksa Nicho melepas pagutannya. Jam tangan menunjukkan tinggal lima menit lagi waktu yang dimiliki.“Aku harus pergi Lily.”Cup.Nicho mengandeng Lily keluar toilet wanita bersama. Mententeng koper yang ditinggal di luar toilet.“Aku pergi!”Nicho tersenyum bahagia, memakaikan topinya pada kepala Lily dan membenarkan sweaternya. Sedangkan Lily hanya mengangguk, memaksakan senyum dan merelakan kepergian Nicho. Saat Nicho berbalik menyeret koper, tiba tiba ....Plak.Tamparan keras menyapa pipi mulus Nicho ta
"Kamu menghubungi siapa? Katanya pusing malah sibuk main ponsel," ejek Lila.Dengan terpaksa Lily mematikan ponselnya dan bersandar pada jok mobil serta memejamkan mata. Marco dan Catlyn menengok sekilas, mendengar ocehan Lila.Di tempat lain.Nicho menunduk. "Saat itu Alex telah memberinya obat perangsang dan hampir memperkosa Lily. Aku hanya berniat menolong Lily sebagai adikku namun aku kalah, aku kalah saat dia menyerangku akibat obat laknat itu. Akalku tak bisa menolaknya. Saat dia bergerak seperti cacing kepanasan, butuh pelampiasan, aku tak sanggup melihatnya. Terlebih dia bukan adik kandungku. Jika saja dia adik kandungku, mungkin aku akan memukulnya agar dia pingsan saja."Nicho meneteskan air mata. Dia punya alasan untuk melakukan hal hina itu dan setidaknya dia sudah menceritakan alasannya.Akh."Aku menyesal Ayah?""Menyesal pun tak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kamu harus bersiap menghadapi Marco dan kekecewaan Catlyn serta kebencian dari Lily.""No Ayah
"Ada apa?”Marco melihat Lily sekilas. “Apa Lily sakit?”Catlyn menempelkan punggung tangan di kening Lily. “Astaga, panas sekali. Lily demam.”Marco segera mengambil se-baskom air dingin dan waslap.“Biar aku saja sweety, aku akan mengganti pakaiannya dulu,” ucap Catlyn mengambil alih baskom di tangan Marco.“Baiklah jika itu maumu. Aku akan kembali ke Kantor. Nanti kabari aku jika demam Lily sudah mereda. Ok.”“Cup.”Marco mencium kening Catlyn dan pergi meninggalkan kamar Lily.Catlyn segera melepas sweeter, tanktop dan jeans yang dipakai Lily. Dengan perasaan campur aduk, Catlyn memakaikan piyama di tubuh Lily.“Kakak.”“Kakak.”Lily mengingau memanggil manggil kakak.“Kakak!?”Catlyn semakin cemas. Takut terjadi sesuatu pada Lily. Dengan telaten Catlyn mengompres, berharap buah hatinya segera membaik dan demamnya segera menghilang.“Lily kenapa, Mom?” tanya Lila mendekat.“Dia demam.”Catlyn sengaja memakaikan baju tidur dan mengancingkan bagian atas agar bekas gigitan tak terlih
"Jadi Mommy melihat tanda di leherku?"Lagi lagi Catlyn mengangguk.Sebenarnya Catlyn ingin sekali menanyakannya pada Lily, tapi melihat anaknya demam tadi, diurungkannya. Ibu mana yang tega melihat anaknya sakit, tapi masih bertanya tentang hal itu? Seolah mengorek privasinya."Maaf mommy," lirih Lily tertunduk."Mommy tahu karena mommy juga pernah muda, tapi ...."Lily menggeleng."Semua tak seperti yang Momny bayangkan."Catlyn mengangguk dan mengelus pundak Lily pelan. "Kamu sudah dewasa, Sayang. Kamu pasti bisa membedakan mana cinta dan mana nafsu. Namun, untuk saat ini fokuslah pada siapa lelaki yang merenggut kesucianmu. Setelah itu kamu baru bisa melanjutkan hidupmu. Jika tidak, kamu akan dibayang-bayangi rasa bersalah terhadap kekasihmu saat ini.""Terima kasih, Mommy," ucap Lily sambil memeluk tubuh ibunya."Sudah-sudah, tidurlah."Lily pergi ke kamar dengan perasaan lega, seperti ada batu yang dari tadi menghimpitnya dan kini batu itu menghilang sehingga hidupnya terasa san
"Di-di perkosa?"Lila menghela napas panjang."Ceritanya sangat panjang. Setelah memerkosaku, dia selalu mencari cara untuk kembali menjamahku termasuk saat kamu menolongku di Rumah Sakit dan-""Dan saat kamu hendak kontrol waktu itu?" tanya Zico memutus perkataan Lila."Iya.""Brengsek sekali dia," umpat Zico marah. Dirinya merasa kasihan pada Lila.Berfikir secara logis dan memberi masukan kepada Lila."Lila, aku seorang psikiater. Melihat detail masalahmu aku jadi ingin memberimu saran, apakah kamu mau menerimanya?"Lila memandang penuh tanya pada Zico, berharap jika saran yang akan dia berikan adalah saran yang terbaik.Melihat Lila diam, Zico melanjutkan pembicaraan. "Lila, sebaiknya kamu besarkan janin yang kamu kandung. Terlepas kamu benci atau tidaknya kepada si Ayah janin ini, dia makhluk Tuhan yang bernyawa di dirimu. Sangat berdosa jika kamu membunuhnya. Jika dia langsung mati tidak apa apa, namun jika Tuhan menetapkan hidup bersamamu, apakah dia akan mati? Tentu tidak, dan
Lila mengepalkan tangan, merasa marah dengan takdir yang diberikan Tuhan kepadanya."Lila, gugurkan kandunganmu?""Daddy?"Lily sungguh terkejut mendengar perintah sang Ayah."Sweety, jangan suruh Lila melakukan hal yang dibenci Tuhan?" keluh Catlyn tak suka dengan ucapan sang suami.Tiba tiba,..."Bugh.""Bugh.""Lila apa yang kamu lakukan?"Alexa dan Catlyn segera memegang tangan Lila yang dibuat untuk memukul mukul perutnya."Aku benci janin ini. Aku benci.""Lepaskan aku Mommy, Bibi. Biarkan Aku membunuh janin ini, aku tak mau. Aku tak mau hamil anak dari psikopat Alex. Lepaskan, lepaskan aku!?" teriak Lila sekeras mungkin sambil berusaha melepaskan diri dari cekalan Catlyn dan Alexa.Sedangkan Lily hanya diam terpaku, memposisikan jika situasi ini menimpanya sekarang, apa yang akan dia lakukan? Tentu saja dia akan mempertahankan bayinya karena menggugurkan kandungan adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan dan menjadikanNYA murka.Tiba tiba air mata menetes membasahi pipi Lily."
"Hampir saja aku menjamahnya," gumam Nicho merasa hampir mendapatkan Lily kembali.Nicho kembali membuka foto Lily dengan tanda kepemilikan di lehernya."Kenapa aku lupa tak mengabadikan moment kebersamaan kemarin," keluh Nicho. Di cium berkali kali poto tersebut.Nicho begitu tergila gila pada adiknya ini.{Lily tunggu aku. Aku akan segera pulang dan menyelesaikan semua ini. Aku mencintaimu Lily. I love you.}Dikirim pesan itu dan Nicho ingin segera terlelap namun bayangan Lily selalu muncul membuatnya ingin menghubungi Lily.Nicho memutuskan untuk menghubungi Lily.Panggilan ke satu, ke dua, ke tiga masih tak dijawab.Nicho putus asa. Dirinya mencari kotak berisi tentang sprei bernoda, membuka dan menjadikannya selimut.Menutup mata dengan memeluk sprei sambil membayangkan Lily ada di sisinya saat ini.Pada akhirnya Nicho pun terlelapPagi hari.Keluarga Marco telah menyelesaikan sarapan bersama."Tuan ada paket masuk, ucap pelayan masuk membawa paket.""Dari siapa?" tanya Marco. "
"Catlyn, apa kamu sudah tahu jika Nicho akan bertunangan dengan Cella saat dia pulang nanti?" tanya Alexa berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin untuk membantu Nicho."Cella? Ah iya, Marco pernah menyinggungnya. Namun,aku tak tahu jika akan terjadi pertunangan."Alexa mengangguk."Apa kamu tidak bertanya kepada Nicho? Apa kamu tak tahu Lily, jika Nicho pergi ke Kanada sengaja untuk menghindari pertunangan ini?""A- apa maksudmu Alexa?"Alexa tersenyum. "Catlyn, Nicho sudah mempunyai kekasih. Apa kamu tega memisahkan dia dari kekasihnya?""Apa? Kekasih?" Catlyn tak menyangka jika Alexa tahu detail masalah Nicho sejauh ini."He' ems. Dan sepertinya Nicho begitu mencintai kekasihnya."Lily sibuk menyimak dari tadi dan saat Alexa menyinggungnya, Lily tersenyum.'Terima kasih bi,’ batin Lily."Darimana kamu tahu semua ini, Alexa?"Alexa melirik Lily sekilas, "Diego, dialah yang menceritakannya kepadaku. Kita sebagai ibu Catlyn, aku harap kamu bisa membantu anakmu, Nicho. Coba bayangka
"Kak sebaiknya kita pulang saja, ya?" tawar Lily.Nicho menggeleng, dirinya sungguh takut jika dia pulang, Marco segera menyuruhnya bertunangan dengan Cella."Aku tak bisa merawatmu di sini Kak. Bagaimana jika mommy mencari kita?"Nicho memegang erat tangan Lily membuat sang adik merasa bersalah.Lima menit kemudian, terdengar dengkuran halus dari Nicho. Lily merasa bersalah, di saat seperti ini dia tak bisa apa apa, hanya mendampingi Nicho, sesekali menggantikan waslap untuk mengompres kening Nicho.Lily ikut tertidur dengan posisi duduk di lantai. Nicho sendiri merasakan jika tubuhnya sangat lemas dan ingin terpejam meski Nicho sudah berusaha keras tetap sadar namun kuatnya efek obat yang disuntikkan Alexa membuatnya tak mampu menahan lagi, terlelap hingga berjam jam.Sore hari."Kau sudah bangun, Sayang," ucap Alexa melirik Nicho yang bergerak dan membuka mata.Nicho melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 15.00 sore.Alexa sengaja pulang lebih awal demi membuatkan bubur dan menj
Kenapa kamu menanyakannya? Apa kamu tidak setuju aku menikahkan Nicho dengan Cella?""Ah bukan begitu bos, aku hanya bertanya kepadamu. Soal pertunangan itu biarkan Nicho sendiri yang memutuskannya," putus Diego.Semua relasi Marco sudah menunggu dan berdiri hormat saat ini."Maaf membuat kalian menunggu. Ayo kita mulai rapatnya."Rumah sakit."Dokter Alexa, kenapa Anda terlambat. Pasien hampir saja kehilangan nyawanya jika tadi tak ada dokter muda sedang berkunjung ke sini," ucap asisten perawat Alexa."Benarkah? Kenapa bisa terjadi hal seperti itu?""Tadi sebelum operasi, dia diberi suntikan namun entah mengapa reaksi gatal seluruh tubuh dan dia mengerang sakit di kepalanya."Alexa sungguh terkejut mendengar penjelasan dari perawatnya."Ya Tuhan. Berikan aku sampel suntikan dan kandungan apa saja yang terkandung di dalamnya. Lalu untuk Dokter muda itu, siapakah dia? Dari rumah sakit mana?"Perawat tersebut mengambil buku laporan data Dokter visit hari ini. Dan menunjuk seorang lelak
"Lily apa kamu ingin tinggal di sini?" tanya Alexa."Apa?" tanya Diego tak percaya jika istrinya menanyakan hal yang tak masuk akal.Lily mengangguk, membuat Diego semakin kesal. "Alexa apa maksudmu menanyakan hal itu?""Biarkan mereka di sini, Sayang?" Diego berdiri tegak, rahangnya mengeras, "Tidak, Alexa. Tidak!" Dia menekankan setiap kata dengan tegas dan mendominasi ruangan tersebut. "Tahukah kamu?" sambungnya, suaranya rendah namun jelas terdengar di seluruh penjuru, "Mereka akan terus berhubungan, berkali-kali tanpa henti." Setiap mata di ruangan itu terbelalak, terpana oleh kerasnya pernyataan Diego. "Apa maksudmu, Paman?" Lily menantang dengan mata yang menyala-nyala, suaranya penuh emosi. "Kami tidak pernah melakukan hal itu!" Tatapan Diego menusuk tajam, kilatan marah bersembunyi di balik matanya. Hampir saja dia menyatakan rahasia besar yang melibatkan Nicho, tetapi dengan cepat, dia menarik napas dalam dan menahan diri. Ada rahasia yang jika terungkap, bisa mengguncang
Da- darah," gumam Lily.Dirinya bergetar hebat. Melihat darah masih menyisakan trauma berat di pikirannya. Reflek Nicho mundut dan menutupi tangannya. "Ah, aku tidak apa apa Lily, jangan khawatir," ucap Nicho segera mencabut tangannya dari paku tersebut.AakhNicho mengerang, rasanya sedikit sakit namun tak sebanding dengan rasa trauma yang Lily alami."Hei Lily, aku tak apa+apa. Jangan khawatir," ucap Nicho sambil menutup lukanya dengan tangan berharap darah mau berhenti.Lily menggeleng dan memandang sekitar.'Tidak, ini tak boleh terjadi,' batin Lily, berdiri dan mencari kotak p3k di rumah tersebut. Dengan cepat Lily menemukan kotaknya dan membawakannya kepada Nicho.Meski gemetar, Lily tetap mengoleskan betadin pada luka Nicho dan meniup niupnya."Maaf Lily."Lily menggeleng dan terus meniup luka di tangan Nicho."Harusnya aku tak memaksamu,” sesal Nicho bergetar."Sudahlah kak, jangan bicara lagi." Lily terus meniup dan memplester tangan Nicho. Melihat tusukan paku dan darah yan
3 jam sebelumnya"Kamu sudah bangun, Kak?" tanya Lily mengerjapkan mata, melihat Nicho berpakaian casual dan memakai apron, sibuk di dapur memasak.Nicho berbalik melihat Lily, berjalan mendekat dan memberikan morning kiss untuk adik tercinta.Cup.Ciuman singkat, akan tetapi ada lumatan di selanya."Kak, kenapa menciumku. Aku baru tidur dan bisa saja ada sisa liur di bibirku."Nicho tersenyum tak menggubris ucapan Nicho."Morning baby. Tidurmu nyenyak sekali Lily, sampai-sampai semalam aku menjamah tubuhmu saja kamu tak bangun?"Apa?"Sontak Lily membuka selimut dan melihat tubuhnya masih memakai kaos dan jeans yang sama dengan semalam."Benarkah, Kak?" tanya Lily dengan polosnya.Nicho tertawa dan menggeleng. "Aku hanya bercanda.""Ah, Kakak ini."Lily memukul dada bidang Nicho.Auwh.“Sakit, Lily!"Namun, Lily hanya tersenyum melihat tingkah lucu sang Kakak.Detik berikutnya, Lily memeluk manja, bersandar di pundak kokoh dan tegak Nicho.Mata Lily tertuju pada teflon di atas kompor