Share

5. Pencuri

Author: VERARI
last update Last Updated: 2023-08-14 18:00:32

Sadar dirinya membuat bingung Theo, Laura memaksakan sebuah senyuman.

"Y-ya, saya baik-baik saja, maaf ... saya agak gugup." Laura duduk di kursi yang ditunjukkan Theo.

Kedua tangan Laura saling terpaut dan meremas. Dia tak bisa menatap ke arah pria di hadapannya. Hingga sepasang manik matanya yang sedang melihat ke arah meja menemukan benda yang tampak familiar.

Laura memicingkan mata untuk mengamati kalung yang berada di dekat tangan Asher. Setelah dapat melihatnya dengan jelas, kedua bola matanya membulat lebar.

'Kalung itu .…' Laura menyipitkan matanya melihat benda yang familiar yang sedang dipegang oleh Asher.

Laura kehilangan kalungnya. Dia mulai ingat ketika beberapa minggu yang lalu, ketika mandi, dirinya sudah mencari kemana-mana, namun belum juga menemukannya. Ketika melihat kalung itu ada di tangan Asher, Laura ingin bertanya untuk memastikan apakah itu benar kalung miliknya.

Tanpa Laura ketahui, kalung yang telah dia cari-cari selama beberapa minggu terakhir, ternyata jatuh saat dirinya buru-buru keluar dari kamar hotel itu dan dipungut oleh Asher.

Tanpa kalung itu dan meskipun hanyalah sebuah benda tak bernyawa, hidup Laura serasa tak lengkap. Hanya kalung itu yang dapat mengingatkan Laura kepada mendiang ibunya.

Kegelisahan Laura rupanya tertangkap oleh Asher. Asher melihat Laura dan kalung tersebut bergantian. Dia sengaja menggeser pelan kalung itu dan iris biru Laura mengikuti pergerakannya.

Asher mengangkat salah satu alis keheranan. Mengapa Laura tertarik kepada kalung itu?

"Nona Laura Wilson ... kenapa Anda sepertinya terkejut melihat ini?" Asher menggantungkan kalung tersebut di antara jemarinya. "Apa kau mengenali kalung ini?"

DEG!

Laura tak ingin Asher tahu bahwa dirinya adalah wanita pemilik kalung tersebut. Melihat Asher yang tak mengenali dirinya, juga membawa kalung miliknya, besar kemungkinan jika Asher sedang mencari dirinya.

Meskipun Asher hanya ingin mengembalikan kalungnya, Laura tak ingin membahas tentang malam panas itu. Terlebih lagi, dengan pria itu sendiri!

"T-tidak. Itu kalung yang sangat indah," jawab Laura.

Laura lega setelah Asher mengalihkan pembicaraan pada aturan perusahaan dan pekerjaan yang akan Laura lakukan. Laura hanya mengangguk-angguk dengan pikiran kosong. Hingga dirinya tersentak tatkala Asher menyodorkan kontrak kerja padanya.

"Ingat baik-baik," Asher sedikit menegakkan posisi tubuhnya seraya menatap netra biru milik Laura, "jika kau keluar sebelum waktunya, kau harus membayar biaya penalti. Baca dan pahami sebelum menandatangani."

Laura menelan ludah dengan susah payah. Dia tak pernah mengira jika calon atasannya adalah pria yang telah menghancurkan masa depannya. Akan tetapi, Laura juga tak bisa menyerah sekarang.

Alan sudah susah payah mencarikan Laura pekerjaan. Selain itu, Alan juga membantu untuk mengubah nama belakang pada semua dokumen milik Laura dengan nama keluarga ibunya. Laura tak mau mengecewakan orang-orang yang telah banyak menolongnya.

Lagi pula, mencari pekerjaan juga tidaklah mudah. Laura tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan padanya hanya karena pria di hadapannya.

Yang paling penting, Laura perlu mengambil kalungnya kembali. Laura tak rela jika kalung peninggalan ibunya jatuh di tangan pria itu.

Dengan coretan mantap, Laura membubuhkan tanda tangan di kertas kontrak kerja itu. "Terima kasih karena sudah menerima saya bekerja di perusahaan ini, Tuan Asher Smith," ucap Laura sambil menunduk untuk menghindari menatap mata lawan bicaranya.

"Kau bisa mulai kerja sekarang." Asher beralih menatap Theo. "Tunjukkan meja kerjanya."

"Baik, Tuan." Laura mengamati kalungnya sekali lagi sebelum keluar dari ruangan.

Asher mengangkat tangannya yang sedang memegang kalung itu. Lingkaran dalam kalung sejajar arah dengan punggung Laura yang kian menjauh.

Kalung tersebut memang indah. Wanita mana pun pasti ingin memilikinya. Akan tetapi, reaksi Laura terlalu berlebihan untuk wanita yang hanya ingin memiliki perhiasan yang hanya ada dua di negaranya.

Dan mata biru itu ... Asher seperti pernah melihatnya. Rasanya begitu familiar dan menghangatkan dada tatkala menatap mata indah itu.

Tapi ... di mana dia melihatnya?

***

Satu hari hampir berlalu tanpa kendala. Asher tak meninggalkan ruang kerjanya barang sekali. Bahkan, makan siang pun diantar oleh Theo ke dalam ruangannya.

Laura menjadi semakin gelisah karena sejak tadi, dia menunggu Asher pergi walau hanya sebentar saja. Tentunya, Laura ingin sekali mengambil benda berharga miliknya kembali.

Setelah melihat kalung itu, pikiran Laura menjadi semakin gelisah. Laura sampai mengerjakan tugasnya dengan lambat karena sering melamun dan memikirkan kalung yang dipegang oleh Asher adalah kalung miliknya atau bukan.

Laura ingin memastikannya lagi, bahwa benda yang selama ini dia cari-cari ada di depan mata, tetapi Laura tak dapat walau hanya memegangnya saja.

Kesempatan yang dinantikan Laura pun akhirnya tiba. Pintu ruangan Asher terbuka. Pria itu melangkah keluar meninggalkan ruangannya, melewati meja kerja Laura tanpa melihat ke arahnya.

Setelah memastikan Asher masuk ke dalam elevator, juga tak ada orang lain di sana, Laura bergegas masuk ke dalam ruang kerja Asher. Jantungnya berdetak sangat kencang tatkala kedua tangannya mulai membuka laci untuk mencari kalungnya.

Telapak tangan Laura sangat gemetaran dan berkeringat tatkala mengobrak-abrik satu persatu laci meja kerja Asher. Hingga akhirnya, matanya menemukan benda mengilat itu di laci terbawah.

Laura menutup mulut dengan telapak tangan dan hampir menangis haru kala melihat kalung tersebut ternyata memang benar kalung miliknya, karena ada liontin kecil yang terdapat di bungkusan yang sama dengan kalung tersebut, liontin berbentuk bulan sabit.

Sudut mulut Laura terangkat ke atas melihat kalung yang ia keluarkan dari bungkusan tersebut dan saat ini berada dalam genggamannya.

Namun, Laura segera sadar jika dirinya harus keluar dari tempat itu secepatnya. Laura bergegas berdiri sambil memegangi lututnya yang terasa sakit. Kepalanya sedikit berputar karena terlalu lama berjongkok.

Ketika Laura hendak melangkahkan kaki, di depan meja itu, Asher telah berdiri di hadapannya dengan kedua tangan bersarang di saku celana.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Asher dengan nada dingin.

Laura gegas menyembunyikan kedua tangan di belakang badan. Wajahnya memucat dan keringat bercucuran akibat ketakutan yang begitu hebat.

"S-saya ...." Suara Laura tersekat dalam tenggorokan dan tak mampu melanjutkan ucapan.

Asher mengayunkan langkah lebar mendekati Laura. Tangannya menarik tangan kanan Laura yang memegangi kalung itu dengan kasar. Laura meringis kesakitan merasakan cengkeraman Asher begitu kuat di pergelangan tangannya.

Mata gelap Asher lurus menatap mata biru yang mulai berair di hadapannya. "Apa ini?"

Laura menggeleng-geleng cepat tak mampu menjawab.

Jika Laura mengatakan bahwa dirinya pemilik kalung itu, apakah yang akan Asher lakukan padanya? Laura tak ingin Asher melecehkan dirinya seperti malam itu. Namun, jika Laura tak mengatakannya, dia takut akan kehilangan pekerjaan yang baru saja didapatkannya.

'Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau kehilangan kalung ini lagi,' rintih Laura dalam hati.

"Kau mau mencuri kalung ini?!" bentak Asher.

Comments (12)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
makin semangat aku membacanya
goodnovel comment avatar
Maiymuna
ceritanya asik
goodnovel comment avatar
Ristu Marhayati
bagus sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gelora Hasrat sang Presdir   6. Wanita Bermasalah

    Laura tersentak dan sontak meneteskan air mata. Bukan hanya karena rasa sakit di pergelangan tangannya, tetapi kata-kata Asher sangat menyakitkan hati.Mencuri? Bagaimana mungkin Laura mencuri benda miliknya sendiri?"Apa kau mau bekerja di sini hanya untuk mencuri?!" Asher menatap Laura nyalang, "Nona Laura, aku akan melaporkanmu ke polisi!" tegasnya seraya menarik Laura menuju pintu.Laura hanya bisa menggeleng sambil menangis terisak. "Tidak! Lepaskan aku!" teriak Laura, "Aku sama sekali tidak mencuri!"Ucapan Laura membuat Asher menghentikan langkahnya. "Tidak mencuri?" ulangnya. Kening pria itu berkerut seiring dirinya lanjut bertanya, "Kalau tidak mencuri, apa kalung ini milikmu?"Pertanyaan Asher membuat Laura terdiam. Haruskah Laura mengatakan kebenarannya?"Aku …!"Baru saja Laura ingin mengatakan sesuatu, pening yang sangat mendadak menyerang kepalanya. "Ugh …."Asher tampak kaget. "Nona Laura?"Namun, Laura tak mampu untuk bahkan membalas ucapan Asher. Pandangannya yang bur

    Last Updated : 2023-08-31
  • Gelora Hasrat sang Presdir   7. Batas Kebohongan

    Hening. Tidak ada yang bersuara.Laura mengangkat pandangan, lalu melihat wajah Asher tampak kebingungan."Diperkosa?" Laura tidak bohong. Dirinya memang tak berdaya di kala Asher merudapaksa dirinya. Hanya saja, pria itu tak mengenalinya … atau bahkan tidak peduli.Dengan air mata yang mengalir turun menuruni wajahnya, Laura pun mulai bercerita, "Ya … saya diperkosa … dan itulah yang membuat saya ditendang keluar dari keluarga saya tanpa harta apa pun." Dia bersujud di hadapan Asher. "Saya tinggal di kediaman teman saya, tapi tidak bisa untuk waktu yang lama. Itulah alasan saya berusaha mencuri kalung itu, untuk mendapatkan uang dengan lebih cepat!"Laura tidak berbohong, tapi juga tidak sepenuhnya jujur. Dia memang diperkosa oleh Asher, juga ditendang keluar oleh Simon. Hanya saja, mengenai alasan dirinya mencuri, itu adalah sebuah kebohongan besar.Asher menatap bagaimana tubuh Laura bergetar selagi bersujud di hadapannya. Sepasang manik hitamnya mempelajari setiap gerak-gerik Laur

    Last Updated : 2023-08-31
  • Gelora Hasrat sang Presdir   8. Bertemu Masa Lalu

    Selagi ketiga orang itu saling bertatapan dengan kaget, Asher mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kalian saling mengenal?"Pertanyaan Asher mengalihkan fokus semua orang. Laura terlihat sedikit canggung. "Ah … ya, saya–"Belum sempat Laura selesai menjawab, Nora langsung buru-buru berkata, "Kami kenalan lama!" Dia menatap Laura dan memberikan pandangan penuh makna. "Laura adalah mantan karyawan perusahaan keluarga saya."Ucapan Nora sukses membuat Laura dan Noah mengerutkan kening. Kenalan lama? Mereka adalah kakak-adik!Di tempatnya, Noah menatap Nora dengan ekspresi keruh. "Nora, kamu–""Kak Noah …," panggil Nora dengan suara rendah. Pandangan gadis itu tampak menegaskan sesuatu seiring dirinya berucap dengan suara yang hanya bisa didengar Noah. "Jangan mempersulit keadaan."Kalimat Nora membuat Noah bungkam, paham bahwa gadis itu sedang memperingatkan bahwa situasi Laura sudah cukup rumit. Simon sudah menghapusnya dari daftar keluarga, jadi tak ada yang boleh mengungkit latar be

    Last Updated : 2023-08-31
  • Gelora Hasrat sang Presdir   9. Mengumbar Aib Keluarga

    “Lalu kenapa tunanganmu bilang jika Laura adalah kenalannya?” Asher tertawa tanggung. “Tidak bisa dipercaya, selain tidak sopan, dia juga suka berbohong. Apa yang dipikirkan kakakku saat ingin menikahkan kau dengan anak dari Keluarga Hartley itu? Dua-duanya sama-sama penipu ulung.”Noah tak dapat menjawab pertanyaan pamannya itu. Meskipun kecewa terhadap Laura, Noah tak ingin mengumbar aib Laura hingga mantan calon istrinya itu ditendang dari Keluarga Hartley.“Ceritanya panjang, Paman,” jawab Noah.Asher pun tak mau mendesak Noah yang terlihat sedikit kacau. Lagi pula, permasalahan keluarga sekretarisnya bukan masalah bagi dirinya.Di tempat lain, Laura yang baru mengetahui fakta bahwa Asher adalah paman dari Noah sedang melamunkan banyak hal.Apakah semua ini hanya kebetulan saja hingga dirinya berakhir bermalam dengan paman dari mantan tunangannya? Ataukah Noah sengaja menjebak Laura agar dapat memutuskan pertunangan dengan dirinya?“Kak ... Kak Laura baik-baik saja?” Nora menggunca

    Last Updated : 2023-09-05
  • Gelora Hasrat sang Presdir   10. Wanita Itu

    ‘Sekitar tiga minggu yang lalu. Saya tidak ingat tanggal pastinya, Paman.’ Ucapan Nora beberapa menit lalu mengusik pikiran Asher sehingga dirinya tak fokus membaca semua dokumen yang menumpuk di atas meja.Laura bersama seorang pria di kamar Hotel Star sekitar tiga minggu yang lalu. Namun, wanita itu mengaku padanya bahwa dirinya telah diperkosa pria tak dikenal hingga diusir dari rumah.Apakah pria yang dimaksud adalah dirinya?Selain itu, Laura juga ketahuan akan mencuri kalungnya. Bahkan, sejak awal Laura melihat kalung itu, Asher sempat bertanya karena Laura tampak terkejut saat melihatnya.Kalung itu memang bernilai tinggi. Tetapi, ada barang lain yang juga berharga di dalam ruangannya. Untuk apa Laura mengincar kalung itu? Yang pastinya, Laura tak akan bisa menjualnya tanpa surat-surat dari kalung tersebut. Berbanding terbalik dengan alasan Laura mencuri karena membutuhkan uang.Asher pun kembali teringat saat Laura pingsan. Tangan Laura yang menggenggam kalung itu masih menega

    Last Updated : 2023-09-05
  • Gelora Hasrat sang Presdir   11. Menjadi Ayah

    Theo terkejut mendengar ocehan atasannya. “Maksud Anda, wanita yang Anda cari adalah Laura Wilson?” “Dia tahu bahwa dirinya sedang mengandung anakku dan tidak meminta pertanggungjawaban dariku? Menarik sekali … apa yang akan kau lakukan ke depannya, Nona Laura?” gumam Asher. Asher cukup takjub oleh sikap Laura. Bukan malah memohon pada Asher agar menikahi dirinya, namun Laura justru memohon agar tidak dipecat dari perusahaannya. Pada umumnya, wanita lain akan segera menuntut pertanggungjawaban Asher. Untuk apa bekerja keras jika Asher dapat memberikan segalanya? “Apa tidak sebaiknya Anda bicara dengan Nona Laura? Jika sampai ada yang tahu jika Anda menghamili seorang wanita, itu akan merusak reputasi Anda, Tuan. Bagaimana jika kita meminta Nona Laura untuk menggugurkan anak itu? Sebagai gantinya, kita bisa memberi Nona Laura-” “Apa kau bilang?!” bentak Asher memotong ucapan Theo yang saat ini sedang panik. “Kau ingin aku melenyapkan keturunanku?” geram Asher tak terima. Theo menun

    Last Updated : 2023-09-06
  • Gelora Hasrat sang Presdir   12. Pernikahan

    “Keluar.” Asher segera mengusir Laura sebelum kelepasan bicara karena marah. Bagaimana tidak marah? Laura seenaknya saja akan menikah dengan pria lain, sedangkan wanita itu tengah mengandung anaknya! Asher tak terima dengan keputusan Laura. Akan tetapi, Asher juga tak bisa langsung mengatakan bahwa dirinya adalah pria bejat yang telah merenggut kesucian Laura dengan paksa. Mau ditaruh di mana wajahnya jika tiba-tiba meminta Laura untuk menikah dengannya, setelah mengatakan bahwa Laura adalah pencuri dan penipu ulung? Asher tetap bersikeras bahwa Laura-lah yang seharusnya mendatangi dirinya. Meskipun saat ini, Asher merasa gusar karena mendengar Laura akan segera menikah. Menikah … satu kata yang jauh dari kamus seorang Asher Smith. Pria yang tahun depan menginjak usia kepala empat itu sudah lama tidak memikirkan tentang pernikahan. Bahkan, ketika ibunya terus menjodohkan dirinya, Asher masih tetap nyaman dengan kesendiriannya sehingga dirinya selalu menolak perjodohan itu. Wal

    Last Updated : 2023-09-06
  • Gelora Hasrat sang Presdir   13. Bahagia Tanpa Cinta

    DUK! Kepala Laura tepat membentur pada telapak tangan Asher yang sigap menghalangi di saat dirinya meringkuk dan dahinya hampir mengenai tepi meja. Perut Laura yang tadinya nyeri menjadi kram dan sangat menyakitkan hingga menjalar ke bawah. Asher gegas melangkah lebar dan membantu Laura duduk di sofa. Wanita itu tak menyadari perubahan mimik wajah sang atasan yang menjadi panik seketika. “Apa lagi yang sakit?” Pria yang tak biasa bicara lembut itu, suaranya terdengar seperti sedang mengeluh dan kesal. Laura jadi semakin tertekan karena merasa bahwa Asher sedang menyalahkan dirinya yang membuang-buang waktu berharga sang Presdir itu. “Maaf ... saya akan kembali ke ruangan saya sekarang … ugh …,” rintih Laura saat berusaha bangkit. “Diam di sini dan jangan banyak bergerak!” tegas Asher, kemudian dia segera menghubungi dokter perusahaan agar cepat datang. Melihat sang wanita merintih menahan sakit di perutnya, tangan Asher seperti hendak mengelus untuk meredakan sedikit kesakitanny

    Last Updated : 2023-09-07

Latest chapter

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status