Share

200. Selesai

Author: VERARI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
“C-Callista? Jake …” Gilda terkejut ketika nama yang dibencinya keluar dari mulut Rick. Dia baru tahu kalau Jake-lah yang mengurungnya selama ini. “T-Tidak … kau salah paham, Tuan.”

“Menjijikkan.” Baru sekali itu Rick mengumpat pada wanita. “Hanya pria bodoh yang mau mengganti Callista dengan wanita jalang sepertimu.”

Rick lekas meninggalkan kamar setelah mendengar jeritan Gilda saat Jim berhasil menembus pertahanannya. Dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari bekas sentuhan Gilda.

Setelah selesai mandi, Jake dan Shane sudah ada di sana. Shane yang mendengar suara-suara di kamar sebelah hendak membuka pintu yang menghubungkan kedua kamar itu.

“Aku tidak akan membukanya jika jadi kau.” Rick memperingatkan Shane. “Kau bisa sakit hati kalau melihat adegan di sana.”

Ucapan Rick justru memicu rasa penasaran Shane. Dia tak ragu lagi membuka pintu itu dan langsung masuk ke sana.

Langkah Shane terhenti ketika melihat mantan istrinya sedang dikungkung pria lain, peng
VERARI

Siapa kira-kira orang yang naruh CCTV di boneka? 😈 Noah atau ...

| 7
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Novia S. Kelmaskosu
iya. sampai sekarang sy masih penasaran siapa yg pasang cctv.
goodnovel comment avatar
karz_1112
krn msh berharap pemuda itu asher, maka nya penasaran, thor... wkwkwkwkwkwk....
goodnovel comment avatar
VERARI
'Masalah inti' yang kelar. Cinta pertamanya Laura cuma masalah kecil <3 buka bab selanjutnya~~~
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gelora Hasrat sang Presdir   201. Cinta Pertama Laura

    Ketika Laura membuka mata, Asher sudah tidur di sebelahnya. Kulit Asher terasa dingin, menandakan dia baru saja mandi dan langsung tidur. Laura mencium wajah Asher bertubi-tubi. Asher terlelap sangat dalam hingga tak merasakan sentuhan bibir istrinya. “Sayangku, terima kasih untuk semuanya.” Laura merenggangkan badan, lalu turun dari ranjang. Kegiatan yang selalu dilakukannya setelah sepenuhnya terjaga adalah mengecek kedua bayinya. “Anak-anak Mama sudah bangun ternyata … kenapa tidak menangis?” Claus dan Collin menggeliat sambil tersenyum lucu khas bayi. Laura sangat gemas pada keduanya. “Kalian lapar? Siapa dulu, ya, yang mau minum susu?” goda Laura, seakan-akan Claus dan Collin mengerti ucapannya. Laura lalu mengambil Collin ke dalam gendongannya. Karena Claus masih terlihat tenang, dia mengambil dulu bayi yang sudah tak sabar ingin menyusu padanya. Dengan penuh kasih sayang, Laura membelai puncak kepala Collin yang lahap menyesap ASI. “Pelan-pelan, Sayang … nanti tersedak,”

  • Gelora Hasrat sang Presdir   202. Laura dan Asher Kecil

    *Hari pertama liburan … Asher terkejut ketika mobil yang mereka naiki berhenti di depan rumah yang familiar baginya. Dua bangunan yang berdiri di sana hampir serupa seperti rumah temannya. Karena kedua rumah itu telah dicat ulang, juga beberapa bagian di halaman yang direnovasi, Asher tak yakin dengan penilaiannya. Setelah belasan tahun berlalu, ingatan Asher pun agak samar. Dia melirik ke arah Laura yang sedang melamun. Mungkin Laura sedang mengingat kenangan masa kecilnya. Laura tiba-tiba keluar lebih dulu, sedangkan Asher masih duduk di mobil. Asher agak ragu jika rumah itu tempat tujuan mereka.“Kau yakin ini alamat yang benar?” tanya Asher pada Carlos. “Benar, Tuan. Walaupun tidak ada nomor dan beberapa rumah lain agak mirip, tetapi kita sudah sampai di titik lokasi sesuai alamat,” jawab Carlos. Sebelumnya, Asher juga melihat rumah yang hampir sama selama dalam perjalanan. Apakah dia keliru menerka rumah itu milik Enzo? Ketika Laura menuju rumah mereka, Asher justru berjala

  • Gelora Hasrat sang Presdir   203. Mesra

    Jantung Asher hampir meledak tatkala melihat Laura berdiri di depan pintu. Hampir saja dia membenturkan pintu ke wajah istri yang ternyata tergila-gila padanya sejak kecil! “K-Kau … apa ini?” Asher sampai tergagap melihat sesuatu menghalangi wajah istrinya. Laura menyodorkan seikat bunga putih di depan wajah Asher. Menghalangi wajah terkejut suaminya.Semalam, Laura diam-diam menyuruh Carlos membelikan bunga itu. Karena Laura berencana mengatakan masa lalu mereka tadi malam, tetapi Asher malah pergi mengurusi Gilda. “Terima kasih sudah memenuhi janjimu, Paman … tidak, Kakak Tampan.” Laura tersenyum manis. Asher merasakan wajahnya memanas, pertanda pipinya sedang merona. “Kau … kau pikir aku perempuan? Kenapa memberikan bunga?” “Tidak ada aturan yang menyatakan jika wanita tidak boleh memberikan bunga kepada laki-laki. Kalau tidak mau, ya sudah, untuk dipajang di kamar Claus dan Collin saja.” “S-siapa yang tidak mau?!” Asher menyambar bunga itu dengan wajah yang semakin memerah. D

  • Gelora Hasrat sang Presdir   204. Pulang

    “Apa dia orang gila? Kenapa ada orang seperti itu di rumah sakit?” Laura sempat mendengar ada salah satu orang mengatakan itu ketika dia sampai di sana. Orang-orang yang berkerumun di depan kamar Simon pun akhirnya berhasil dibubarkan. Laura dan Asher bergegas masuk ke dalam. Mereka kaget sekali melihat Nora ada di dalam, berpakaian seperti penari erotis. Dia juga berlutut memelas di dekat ranjang Simon sambil menangis histeris. Laura tak lagi heran dengan banyaknya orang ingin tahu apa yang ada di kamar Simon. Suara dan penampilan Nora itulah yang menarik perhatian mereka.“Apa yang kau lakukan di sini? Dan … apa-apaan itu pakaianmu?” Laura menjauhkan Nora dari Simon. “Laura … Kakak … tolong aku.” Nora merangkak maju ke depan Laura menggunakan lututnya. “Kakak, ada orang yang mau membunuhku. Aku takut! Tolong aku kali ini saja.” Wajah Laura mengernyit, tak mengerti dengan kata-kata Nora yang tak jelas karena bicara sambil menangis. Dan bagaimana bisa Nora tiba-tiba muncul di hada

  • Gelora Hasrat sang Presdir   205. Pria di Pesta

    “Undangan apa? Dia tak memberi tahu apa pun padaku ….” Laura mendadak kecewa setelah disodorkan undangan, bahkan sebelum membacanya. “Jangan cemberut dulu. Bacalah ….” Laura membuka undangan itu dengan air muka kesal. Namun, wajahnya berubah dalam sekejap. “Ya ampun, Sayang, ini gawat! Aku melupakan ulang tahun Paman Ben!” seru Laura panik. “Memangnya kenapa? Aku sudah membelikan mobil keluaran terbaru sebagai hadiah sejak membaca undangan itu. Kau tinggal menulis kartu ucapan untuknya.” Laura terkekeh geli. Membayangkan mobil itu dibungkus dengan menyelipkan kertas kecil di dalamnya. “Kau ada-ada, Sayang. Apa kita harus mengajak Claus dan Collin? Aku akan memberi tahu Hanna dulu ….” “Tidak perlu mengajak anak-anak, Sayang. Mereka bisa lelah nanti.” Laura mengangguk dan segera menyiapkan gaun untuk nanti malam. Alaina dan Alanis ikut membantu Laura menyiapkan beberapa gaun baru yang telah dipesan Asher sebelumnya.Selagi mencoba gaun-gaun itu, Laura berusaha menghubungi Emma, t

  • Gelora Hasrat sang Presdir   206. Rumahku

    “Nyonya Pamela yang mengundang saya, Tuan. Maaf jika saya tidak memberi tahu Anda.” Theo menjadi salah tingkah tiba-tiba bertemu Asher. “Kenapa kau harus minta maaf? Kau punya kehidupan pribadimu sendiri. Aku hanya terkejut. Nikmatilah pestanya.” Asher menepuk bahu Theo, kemudian menggandeng Laura pergi. Pasangan suami istri itu selalu bertingkah seperti dua orang yang sedang dimabuk cinta. Asher tak segan-segan menunjukkan perhatian di depan banyak orang. Sebab, Asher sama sekali tak melihat sekelilingnya. Hanya ada Laura yang ada di matanya.“Tunggu sebentar, Sayang. Ada noda minuman di sudut bibirmu,” ucap Asher. Laura hendak mengusap bibirnya, tetapi Asher langsung mencegah tangannya. Asher tiba-tiba mendekatkan wajah dan memajukan bibirnya ke sudut mulut Laura. Dengan cepat dia menjilat noda itu. “Sayang! Banyak orang di sini!” Laura menyeka mulutnya dengan punggung tangan. “Aku hanya membersihkan bibirmu. Salah siapa tidak menyediakan tisu?” kilah Asher. “Bibirmu manis seka

  • Gelora Hasrat sang Presdir   207. (S2) Obsesi

    Emma Ruiz menggeliat di atas ranjang. Kepalanya terasa pusing saat dia berusaha bangun. “Ugh ….” Emma duduk sambil menekan kedua matanya yang masih terasa lengket. Matanya mengerjap ketika melihat cahaya matahari yang masuk melalui sela tirai jendela yang tak tertutup rapat. Dengan enggan, dia turun dari ranjang dan langsung menuju kamar mandi. Jam pagi hari ini terasa lambat karena rasa malas yang tiba-tiba menggodanya untuk meliburkan diri dari rutinitas. Akan tetapi, teriakan Pamela segera menyadarkan dirinya. “Em, kau masih tidur?! Semua orang sudah mau pergi! Kau sudah bosan bekerja?!” Pamela berseru sambil menata tempat tidur Emma dengan satu pelayan. “Iya, Mama!” Emma balas berteriak dari dalam kamar mandi. Emma menyelesaikan rutinitas paginya dengan cepat. Dia pergi ke kantor tanpa sarapan lebih dulu karena sudah terlambat. Di kantor, dia telah ditunggu Judith, sekretarisnya yang telah bersiap untuk pergi ke suatu tempat. “Kau mau ke mana?” “Anda lupa? Kita harus menemu

  • Gelora Hasrat sang Presdir   208. Rahasia Pria Itu

    “Judith, kau kembali ke kantor dulu pakai taksi. Aku akan mengantar dokumen ini sebentar.” “Baik, Nona, jangan lama-lama. Pekerjaan kita masih banyak.” Emma berkomat-kamit tanpa suara menanggapi Judith. Ada saja pesan atau teguran setiap kali dia bicara dengan sang sekretaris.Dia kemudian masuk ke mobilnya. Kemudian menyuruh sopir untuk mengantar ke alamat yang dimaksud. Sampai di depan gedung apartemen mewah, Emma menghubungi nomor pria itu. Namun, pria itu tak menjawab panggilan telepon. Emma lalu masuk ke dalam, menuju ke lantai sesuai yang diberitahu oleh karyawan di kantor Asher Smith. Selama di dalam elevator, Emma terus mempertanyakan diri sendiri, kenapa tidak menyuruh Judith saja yang mengantarnya? Apa dia ingin bertemu dengan pria itu.Dada Emma mendadak berdebar-debar kencang tatkala elevator yang membawanya naik telah sampai di tujuan. Dia mendadak ragu untuk melangkah keluar elevator, tetapi dalam sekejap kakinya sudah ada di luar. ‘Kenapa aku ke sini? Aku seharusnya

Latest chapter

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status