Mengatasi masalah dengan menambah masalah, hubungi Jake Wilson 📞
“Aku baru saja melihat berita, Vincent akan membunuh Gilda. Apa yang sebenarnya terjadi?” Simon mendorong kursi rodanya sendiri masuk ke ruang kerja Asher. Di dalam sana, Asher dan Joanna sedang berdiskusi. Mereka terkejut oleh pertanyaan Simon yang tiba-tiba muncul. Asher melirik ke arah Theo. Asisten pribadinya itu segera membuka ponsel untuk mencari berita terbaru, lalu menunjukkan kepada Asher. “Kegilaan macam apa lagi ini?” gumam Asher sambil berdecak-decak. “Vincent benar-benar kehilangan akal sehatnya.” “Jadi, benar apa katamu tadi? Vincent sungguh mengincar Callista dan menyuruh Gilda menggoda Simon?” “Apa?!” pekik Simon. “Itu tidak mungkin, bukan?” “Sayangnya, Vincent memang mencintai mendiang Mama Callista sampai sekarang. Orangku menemukan bukti di kediaman Myers beberapa hari lalu. Itu juga alasan Vin marah besar pada Gilda, setelah tahu perbuatannya.” Asher menunjukkan foto kepada Joanna, dan sebagian lagi untuk Simon. Tangan Simon gemetaran membaca semua tulisan t
“K-Kau ….” Gilda menahan amarahnya sekuat hati. Biar bagaimanapun, Laura adalah istri Asher Smith. Dia masih harus menunjukkan sosok ibu tiri tak berdosa di hadapan Laura. “Lalu kenapa kau ada di sini? Bagaimana jika papamu marah-marah lagi seperti dulu?” “Itu tidak akan terjadi, Nyonya Gilda Morrison.” Laura sengaja memanggil Gilda dengan nama belakang Shane. “Saya memiliki setengah saham di perusahaan ini dan surat kuasa dari Presiden Direktur Perusahaan Hartley untuk menjabat sebagai presiden direktur sementara.” “Laura, kau … kenapa memanggilku seperti itu? Tidak masalah jika kau memang menginginkan perusahaan ini, kau memang berhak duduk di kursi itu. Tapi, aku masih mama tirimu yang selama ini menganggap kau sebagai anak kandungku sendiri.” Dalam sekejap saja, Gilda mampu bermain peran dengan mudah. Laura membenarkan cerita Asher tentang wanita itu. Gilda tak seperti orang yang sedang berbohong padanya. Bahkan, wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi Laura. Sayangny
Gilda dengan kalap membolak-balik surat perjanjian kerja sama dengan Smith Group. Matanya melebar tatkala membaca semua tulisan itu sama persis dengan semua yang dikatakan Asher. “I-Ini … bagaimana mungkin ….” Suara Gilda tersekat di tenggorokan. “Bukankah perjanjian ini tidak adil?! Apa Anda sengaja ingin menipu perusahan kami?!” “Bukankah kau sendiri yang menyetujui perjanjian itu? Kenapa kau jadi menuduh orang lain bersalah atas kebodohanmu?” Asher tersenyum miring. “Segera angkat kaki dari sini. Asisten pribadiku sudah tidak sabar menempati rumah kecil ini.” Di saat yang sama, Nora pulang untuk mengambil barang-barangnya. Dia sudah tak tahan lagi tinggal di sana bersama ayah kandungnya. Namun, kedatangan Nora disambut oleh pemandangan mencengangkan itu. Gilda meronta-ronta tatkala dua pengawal menyeretnya keluar. Tak berselang lama, barang-barang miliknya yang dimasukkan sembarangan ke dalam koper dibuang ke halaman begitu saja. Semua barang milik Nora pun juga dibawa keluar o
“Sayang, kau sudah tidak banjir darah, bukan?” Asher memeluk Laura dari belakang. “Aku ingin …,” desahnya. Laura lekas membalik badan dan tersenyum manis pada sang suami. “Baiklah, aku akan memberimu hadiah atas semua bantuanmu hari ini.” Asher bersorak kegirangan dalam hati. Dia langsung menyesap bibir Laura dengan menggebu-gebu. Merapatkan badan dan mulai mengusap lembut area intim istrinya. “Haaa ….” Laura meraup udara sebanyak-banyaknya ketika bibir Asher menyerang dadanya. “Pelan-pelan, Sayang … waktu kita masih panjang ….” Semakin Laura meminta Asher untuk pelan, pria itu justru mempercepat segalanya. Dia sudah berpuasa sangat lama dan merindukan tubuh istrinya. Dengan cepat, Asher menanggalkan pakaian dan membantu Laura melucuti gaun tidurnya. “Sayang … jangan sampai meninggalkan tanda.” Laura mendorong kepala Asher menjauh dari bawah tulang selangkanya. “Nanti kalau ada yang melihatku menyusui bayi-bayi kita, mereka akan melihat itu ….” Asher langsung turun ke bawah tanp
Di kelab malam, Jake menenggak minuman bersama Rick Gilmore, sahabat sekaligus sekretarisnya yang baru saja datang. Suasana hatinya sedikit tenang ketika bisa mengobrol dan berdiskusi dengan Rick. “Sudahlah, Jake. Aku pikir, keponakan iparmu benar. Biarkan mereka mendekam di penjara dan membayar semua kejahatan mereka dengan cara yang benar. Kau tidak perlu jadi penjahat hanya untuk menangkap penjahat.” Jake kembali menuangkan minuman di gelasnya, lalu meminumnya dengan sekali tegukan. “Aku tidak bisa puas hanya dengan itu, Rick, kau tahu semuanya sejak dulu.” Rick terus mengoceh seperti kata-kata Asher dan Joanna. Jake memutar bola mata bosan mendengar perkataan itu. Mendadak, manik mata birunya menangkap sosok familiar yang sedang duduk di depan meja bar. Bibirnya menyeringai licik. Rick pun segera melihat arah pandang sahabatnya. “Siapa itu? Kekasihmu?” “Nora Hartley. Bagus sekali dia sering bergaul di tempat seperti ini. Dia yang sudah menjebak keponakanku dulu.” Rick membuk
Wajah Simon menegang tatkala melihat seringai licik Jake. “Apa yang kau lakukan pada Nora, Jake?” “Entahlah …,” balas Jake sambil berlalu pergi. Simon segera menyusul Jake susah payah dengan kursi roda. Dia terus bertanya hal yang sama, tetapi Jake tetap tak mau membalas. Laura yang sejak tadi mengamati mereka pun gegas kembali ke tempat si kembar. “Aku melihat Paman Jake tadi. Ada masalah apa?” Hanna menunduk takut dan merasa bersalah. “Maaf, Nyonya. Saya menyerahkan Claus dan Collin dalam gendongan Tuan Simon sebentar. Tapi, bukan Tuan Simon yang memintanya. Saya sendiri yang melakukannya.” Laura sudah tahu tentang perbuatan Hanna dan dia tidak berniat menyalahkan Hanna. Sebab, Laura sendiri yang sengaja pergi agar Simon dapat melihat kedua cucunya. “Bukan itu pertanyaanku, Hanna. Apa yang dilakukannya dengan Paman Jake? Mereka sepertinya bertengkar tadi.” Hanna lantas menceritakan pembicaraan Jake dan Simon yang didengarnya. Laura terkesiap oleh kata ‘cucu baru’ itu. “Nora h
Asher sesekali memejamkan mata ketika sedang rapat di kantor. Sudah berangkat terlambat, pada pekerjaan pun dia tak menunjukkan banyak minat. Dia mengangguk-angguk tanpa membuka mata setiap kali ada orang yang menyebut namanya. Seolah mendengarkan orang-orang bicara, tetapi dia sungguh lelah dan ingin berbaring hingga tak fokus memperhatikan keadaan sekitar. “Dua jam lagi ada pertemuan dengan klien, Tuan.” Theo tak lupa mengingatkan Asher. “Hem,” balas Asher sekedarnya. Asher gegas kembali ke ruang pribadinya. Dia berbaring meringkuk di ranjang sambil menghela napas panjang dan menutup tubuhnya dengan selimut sampai pinggang.Keseharian Asher setelah memiliki bayi kembar sangat melelahkan biarpun dia tak pernah sekali pun mengeluh. Setiap malam, Asher bercinta dengan Laura hingga tengah malam. Dia pun perlu mengurus si kembar yang sering terbangun lewat tengah malam. Laura terkadang tak mendengar tangisan bayinya jika sudah terlanjur lelap.Asher tak tega membangunkan istrinya. Ka
Jake yang sedang bersantai sambil melihat-lihat makanan di internet, mendengar keributan di luar dari pelayan yang baru saja mengantarkan kopi untuknya. Mendengar kedatangan pria itu, Jake buru-buru melempar ponsel, lalu keluar untuk menemuinya. “Paman Jake, aku ingin bertemu dengan Paman Asher sekarang. Ada masalah penting yang harus aku bicarakan dengannya.” Jake mengamati Noah dari kepala hingga ujung kaki. Wajah Noah babak belur. Kemejanya pun sedikit terkoyak. Celana bagian bawahnya kotor.“Kau kecelakaan?” “Tidak, Paman. Biarkan aku masuk. Ini menyangkut Paman Asher dan Laura. Lagi pula, kenapa mereka tidak mau membiarkanku masuk?” Para pengawal di rumah itu tahu bahwa Noah merupakan salah satu dari beberapa orang yang tidak boleh menapakkan kaki meski hanya melewati gerbang. Kecuali, Asher telah mengizinkan. Namun, Asher masih tidur dan tak ada yang bisa menghubunginya. Tak ada satu pun dari para pengawal yang berani melanggar aturan Asher Smith.“Biarkan dia masuk,” perint