Bab 26: Jelaskan, Paman Jim!“Adrian, diamlah! Jangan bawa masalah di rumah,” tegur Naila lagi.Adrian yang menyadari kesalahannya barusan segera menutup mulut. Berulang kali dia merutuki kesalahan fatal yang seharusnya tidak dia lakukan.Perihal menghilangnya Jey dan Gabriel yang putus asa mencari keberadaannya itu, tidak seharusnya dia umbar pada siapapun. Bagi Keluarga Halim, itu adalah rahasia yang harus mereka jaga sampai mati.Bukan tanpa alasan keluarga kaya itu memilih untuk mencari keberadaan Jey secara diam-diam selama puluhan tahun. Keluarga itu khawatir jika hal ini diangkat oleh media, maka akan mengundang banyak orang-orang tidak bertanggungjawab, yang nantinya akan mempersulit keadaan, dan semakin sulit menemukan keberadaan pria itu.Mengingat hal ini, Adrian semakin menyesali kecerobohannya sendiri. Tidak seharusnya dia besar mulut hingga dengan mudahnya membeberkan rahasia yang dijaga keluarga.&
Bab 27: KeteganganKetegangan terasa sangat kuat di antara Naila dan Jey. Keduanya masih beradu melalui sorot mata yang tajam. Baik Jey maupun Naila enggan mundur dan memilih bertahan. Jey bertahan untuk menyembunyikan rahasianya, dan Naila bersikokoh untuk membongkar penyamaran Jey.“Apa harus begini, Paman?” Xavier memberanikan diri.Seketika Naila dan Jey berhenti beradu tatap. Menggunakan ujung jemarinya, Naila mengusap pelan sudut matanya yang berair. Patutlah kemarin dirinya merasakan keanehan saat melihat Jey, ternyata ini semua disebabkan oleh ikatan yang mendalam di antara keduanya.“Kenapa Om bersembunyi?” lirih Naila.Gadis itu memilih untuk membelakangi Jey, dirinya tidak ingin memperlihatkan kedua matanya yang basah pada pria itu. “Apa Om tahu bagaimana sulitnya hidup papa selama ini? Papa mencari Om kemana-mana hingga putus asa,” lanjut Naila lagi. Suaranya yang sedari tadi tinggi m
Bab 28: Interogasi dan CurigaTubuh Hilda menegang saat melihat tatapan yang tersorot pada ketiganya. Tidak hanya Ayunda yang ada di sana, juga Wahyu, Moly bahkan Bagas. Keluarga besar Halim sudah berkumpul di ruang tamu dengan berbalut wajah cemas.Tatapan mereka tertuju pada ketiganya yang hanya bisa berdiri diam. Enggan mengangkat pandangan apalagi bersuara.“Duduk dulu, Sayang?!” Gabriel memerintah.Adrian yang mendengarnya segera menurut, baru langkah pertama, suara bariton Queen terdengar, “Berdiri di situ!” Seketika ketiganya kembali ke tempat semula dengan ekspresi yang lebih tegang.“Kalian dari mana?” Queen memulai interogasinya, disusul oleh Ayunda yang siap memberikan ceramah semalaman.“Urusan kantor.” Naila mencoba membela.“Jangan berbohong, Naila. Aku tidak membesarkanmu sebagai pembohong. Jawab Mama dengan jujur! Kalian dari mana? Urusan kerjaan se
Bab 29: Rumit“Ma? Mama ngapain?”Queen tersentak kaget, tangannya yang berkeringat dingin segera menyembunyikan selembar foto tersebut lalu menghalangi tumpukan berkas kantor Naila dengan tubuhnya. Wanita itu berbalik, memasang wajah setenang mungkin, berhiaskan senyum cantik meski pelipisnya banjir.“Tante Queen rupanya,” lirih gadis yang masih setengah terjaga dengan bando kelinci yang tersemat di rambutnya.Queen menghela napas lalu merutuk berulangkali setelah sadar jika Hilda yang memanggil dirinya, sedangkan Naila, masih berkutat di kamar mandi. Wanita itu segera merapikan kembali tumpukan berkas, namun enggan mengembalikan selembar kertas milik Naila.“Bangunlah, Hild! Mandi dan sarapan, Om Gabriel sudah menunggu daritadi,” omel Queen berpura-pura demi menekan kegugupannya sendiri. Payah sekali dirinya dalam hal berbohong, dan dia menyadari hal itu.“Iya ... sebentar lagi, Ta
Bab 30: Balasan Naila“Kenapa lagi, ya?!” bisik Hilda. Gadis itu mengerutkan kening setelah melihat perubahan mood dari Naila yang begitu cepat.“Entahlah, mungkin Direktur Tanto bikin Kak Naila kesel lagi,” respon Adrian dingin.Sama halnya dengan Hilda, Adrian juga tidak tertarik untuk mengorek terlalu jauh perihal Naila dan atasannya. Urusan pekerjaan selalu membosankan untuk Adrian, apalagi jika menyangkut tentang perusahaan.“Tapi ... minggu ini beneran jadi, kan? Ke rumahnya Paman Jim?” bisik Hilda lagi. Kedua manik matanya yang indah berubah berbinar. Bayangannya tentang berkemah di depan rumah Jey yang hijau serta ikut ke kebun jeruk menjadi agenda yang sudah terpatri di kepala gadis itu.Begitu mendengar Hilda, Adrian segera membekap mulut sepupunya, meminta agar Hilda menekan sepelan mungkin suaranya. “Hati-hati kalau ngomong, Sekretaris Dian itu mata-matanya Presdir, Hild.”
Bab 31: Romantisme“Apa kalian yakin, papa dan mama kalian mengizinkan?” Jey mendelik Naila dan kedua adiknya bergantian.Siang tadi, mereka kembali datang tanpa diundang. Kali ini, tanpa malu-malu minta izin untuk menginap di rumah Jey dan Aira.“Tentu, Om Jey!” Adrian menyahuti tanpa melepas gelas jus jeruk yang baru dihidangkan Aira untuk ketiganya.“Yakin?” tanya Jey curiga. Pria itu merasa tidak nyaman dan aman dengan kehadiran kembali Naila dan kedua adiknya.Perasaannya itu dikuatkan dengan paras Naila yang seperti berbohong saat tiba siang tadi. Akan tetapi, Jey memutuskan untuk tidak menginterogasi Naila yang sudah susah payah menyetir hingga sejauh ini.Sedang Naila, gadis itu merasa risih dengan pertanyaan yang dibumbui nada curiga, hingga membuatnya ingin mencari celah untuk melarikan diri dari Jey yang terus mendesak ketiganya. Naila mendelik, saat melihat siluet Xavier yang m
Bab 32: Keluarga Kaya yang GalakSuasana tegang menyelimuti setiap bagian dari istana sederhana keluarga Jey. Tidak hanya Naila yang bingung dengan kejadian saat ini, juga Xavier yang segera menghempas topi kebun yang tersemat di kepalanya, lalu segera berlari.“Paman?!” jeritnya panik. Pemuda itu menyadari, jika kehadiran keluarga kaya itu ke rumahnya bukan untuk bersenang-senang atau bertamu seperti yang dilakukan Naila dan kedua adiknya. Jika pun tujuannya sama, maka mereka tidak akan menyambut Naila di depan rumah seperti ini.Xavier menembus barrier penjaga yang berdiri di belakang Gabriel dan istrinya dengan tubuhnya yang kurus. Dua dari penjaga lainnya, mengunci erat Hilda dan Adrian, seolah-olah keduanya adalah pelaku kejahatan yang berusaha melarikan diri.“Papa? Kenapa Papa di sini?” Naila terus berusaha menanyai Gabriel yang menatap putrinya kecewa. Gadis itu meremas jas berbahan wool kualitas terbaik di tubuh Gabriel, meminta
Bab 33: Pertemuan Keluarga yang Terpisah“Siapa katamu, Sayang?” Queen ikut menimpali.Wanita itu mendengar dengan jelas nama pria yang baru saja disebutkan putranya. Namun, logikanya tidak bisa menemukan kecocokan barang sedikit pun, tentang pernyataan dan kenyataan yang sedang dia dihadapi saat ini.Sedang Gabriel, pria itu tertegun sejenak. Kepala cerdasnya berpikir dengan cepat, sebelum akhirnya, dia melepas rengkuhannya pada Naila dan segera menghambur kembali ke dalam rumah beratap rendah yang baru saja diobrak-abrik olehnya. Mengabaikan tatapan bingung dari para penjaga yang berada di belakang mereka.Melihat Gabriel berlari, Queen ikut mengambil langkah. Wanita itu meninggalkan Adrian, Hilda dan Naila demi menyusul Gabriel yang sudah tiba di teras rumah.“Hild ... gimana ini?” keluh Adrian. Pemuda itu merasakan tengkuknya meremang, juga kedua lututnya yang bergetar, karena kini Naila menatapnya dengan tatapan yang dipenuhi