Bab 31: Romantisme
“Apa kalian yakin, papa dan mama kalian mengizinkan?” Jey mendelik Naila dan kedua adiknya bergantian.
Siang tadi, mereka kembali datang tanpa diundang. Kali ini, tanpa malu-malu minta izin untuk menginap di rumah Jey dan Aira.
“Tentu, Om Jey!” Adrian menyahuti tanpa melepas gelas jus jeruk yang baru dihidangkan Aira untuk ketiganya.
“Yakin?” tanya Jey curiga. Pria itu merasa tidak nyaman dan aman dengan kehadiran kembali Naila dan kedua adiknya.
Perasaannya itu dikuatkan dengan paras Naila yang seperti berbohong saat tiba siang tadi. Akan tetapi, Jey memutuskan untuk tidak menginterogasi Naila yang sudah susah payah menyetir hingga sejauh ini.
Sedang Naila, gadis itu merasa risih dengan pertanyaan yang dibumbui nada curiga, hingga membuatnya ingin mencari celah untuk melarikan diri dari Jey yang terus mendesak ketiganya. Naila mendelik, saat melihat siluet Xavier yang m
Bab 32: Keluarga Kaya yang GalakSuasana tegang menyelimuti setiap bagian dari istana sederhana keluarga Jey. Tidak hanya Naila yang bingung dengan kejadian saat ini, juga Xavier yang segera menghempas topi kebun yang tersemat di kepalanya, lalu segera berlari.“Paman?!” jeritnya panik. Pemuda itu menyadari, jika kehadiran keluarga kaya itu ke rumahnya bukan untuk bersenang-senang atau bertamu seperti yang dilakukan Naila dan kedua adiknya. Jika pun tujuannya sama, maka mereka tidak akan menyambut Naila di depan rumah seperti ini.Xavier menembus barrier penjaga yang berdiri di belakang Gabriel dan istrinya dengan tubuhnya yang kurus. Dua dari penjaga lainnya, mengunci erat Hilda dan Adrian, seolah-olah keduanya adalah pelaku kejahatan yang berusaha melarikan diri.“Papa? Kenapa Papa di sini?” Naila terus berusaha menanyai Gabriel yang menatap putrinya kecewa. Gadis itu meremas jas berbahan wool kualitas terbaik di tubuh Gabriel, meminta
Bab 33: Pertemuan Keluarga yang Terpisah“Siapa katamu, Sayang?” Queen ikut menimpali.Wanita itu mendengar dengan jelas nama pria yang baru saja disebutkan putranya. Namun, logikanya tidak bisa menemukan kecocokan barang sedikit pun, tentang pernyataan dan kenyataan yang sedang dia dihadapi saat ini.Sedang Gabriel, pria itu tertegun sejenak. Kepala cerdasnya berpikir dengan cepat, sebelum akhirnya, dia melepas rengkuhannya pada Naila dan segera menghambur kembali ke dalam rumah beratap rendah yang baru saja diobrak-abrik olehnya. Mengabaikan tatapan bingung dari para penjaga yang berada di belakang mereka.Melihat Gabriel berlari, Queen ikut mengambil langkah. Wanita itu meninggalkan Adrian, Hilda dan Naila demi menyusul Gabriel yang sudah tiba di teras rumah.“Hild ... gimana ini?” keluh Adrian. Pemuda itu merasakan tengkuknya meremang, juga kedua lututnya yang bergetar, karena kini Naila menatapnya dengan tatapan yang dipenuhi
Bab 34: Kembalilah!“Aku tidak ingin kembali, Presdir!”Pernyataan yang diucapkan Jey sontak membuat setiap orang yang ada di ruang tamu rumah beratap rendah itu melongo kembali. Mereka yang berharap badai ini segera berlalu, kembali dihadapkan dengan kenyataan jika Jey tidak lagi tertarik untuk kembali ke masa lalunya dulu.Gabriel yang baru saja mendengar hal ini, segera memijat keningnya lembut dengan ibu jari dan telunjuknya yang ramping. Kulitnya yang putih bersih terlihat jelas, telah berbeda jauh dengan kulit Jey yang kering dan mulai menggelap. Padahal dulunya, mereka pernah tinggal di bawah atap yang sama, dan mendapatkan kehidupan yang sama. Bahkan Jey adalah pemuda yang menggilir mobil-mobil koleksi Gabriel di saat Wahyu dan Bagas tidak berani menyentuh mereka.“Paman?! Apa Paman sudah gila, hah?” sela Xavier seketika dengan nada penuh penekanan. Pemuda yang selama ini selalu mengagungkan Jey akhirnya ke
Bab 35: Pulang dan Pergi“Jam berapa datangnya, sih?” Wahyu bertanya dengan nada bingung.Pria itu memindahkan pandangannya pada Ayunda, wanita yang sudah mendampinginya selama dua puluh tahun, bahkan memberinya putri secantik dan selamban Hilda. Wahyu tersenyum, setitik rasa kagum tersurat di parasnya saat melihat sikap Ayunda di depan istri Ketua Halim.“Kamu nanya sama siapa, sih?” tegur Bagas yang datang dari halaman belakang. Pria itu menepuk pundak Wahyu yang berdiri tepat di tengah ruang tamu yang kini dihuni oleh sisa anggota keluarga.Wahyu sedikit mengendikkan bahu. Sebenarnya, dirinya hilang fokus setelah kembali jatuh hati pada Ayunda untuk keseribu kali dalam hidupnya. Pria itu memilih menjauh dari Bagas, lalu mendekati sofa yang diisi Ayunda dan Istri Ketua Halim.“Sebenarnya ada apa, Wahyu?” tanya Istri Ketua Halim perlahan.Wanita yang hampir delapan puluh persen rambutnya
Bab 36: Mantan TunanganKantor Pusat Halim Group, 12.00 WIB.Gadis berambut sepundak dengan setelan kantor marunnya sibuk mengetuk permukaan meja berbentuk oval yang baru saja diganti perusahaan. Dirinya yang telah resmi menjabat sebagai direktur pemasaran, menggantikan Tanto, telah memesan berbagai furniture khusus untuk mengisi ruang kerjanya. Meski tujuan terselubung dibaliknya adalah menghapus sisa-sisa aroma Tanto yang masih melekat di setiap dinding ruangan.Sudah enam bulan lamanya dirinya menempati kantor baru ini, tentunya setelah berhasil mendepak Tanto untuk keluar dari ruangan, dan menendangnya keluar dari perusahaan. Bukan tanpa alasan Naila melakukan hal kejam ini, semua ini didasarkan pada penemuan mutakhirnya, tentang penggelapan dana perusahaan yang dilakukan oleh Tanto. Dirinya telah berhasil mengusir pria bertubuh gempal itu, lalu dengan mudahnya menggantikan Tanto.Hal yang paling membuat Naila tidak berbelas
"Again, Naila?" Queen memencak setelah mendengar kabar dari orangtua Alfredo jika Naila memutuskan pertunangan keduanya secara sepihak.Wanita itu berdiri dengan satu tangan di sisi tubuh, sedang tangan kanannya menggenggam erat gawai hingga buku jemarinya menjadi putih. Wajah Queen berubah geram berbalut guratan kemerahan melihat sikap acuh dari Naila terhadap dirinya."Kamu serius, Naila? Kamu benar-benar membeli empat supercar dari showroom Alfredo hanya untuk membalasnya?" sengit Queen tanpa ampun.Dirinya terus memekik hingga urat-urat lehernya bermunculan di balik kulitnya yang putih. Sedang gadis yang dia omeli hanya duduk diam di sofa keluarga, bersandar manja pada Jey dan sibuk mengunyah jeruk yang dikupas Aira untuk keduanya.
Bab 38: Rasa yang BertemuDan pada akhirnya, Kamu adalah rindu yang selalu ingin kurengkuh.—Xavier“Apa semuanya sudah selesai?” Naila bersuara hingga Dian— sekretarisnya menolehkan wajah.Wanita itu segera bangkit dari kursi putarnya yang membal lalu mendorong pelan pintu tempered glass. “Anda memanggil saya, Bu?” tanyanya seraya melongok ke dalam ruangan.Bertahun-tahun bekerja bersama Naila, membuatnya kehilangan tata krama dasar bagaimana perilaku seharusnya seorang sekretaris terhadap atasan. Bukannya berdiri tegak di depan Naila dengan kedua tangan yang tersimpan di depan tubuh, Dian malah melongok ke dalam ruangan hingga lensa kacamatanya membiaskan cahaya lampu dari langit ruangan.“Ah ... tidak, Sekretaris Dian. Aku sedang berbicara dengan telepon,” jelasnya.Dian mengangguk paham dengan penjelasan singk
Bab 39: Rasa yang Bertemu II“Katakan kalau kamu benar-benar menyukaiku,” desahnya lagi tanpa berhenti menjejaki leher jenjang Naila.Xavier tidak lagi peduli dengan jejak-jejak merah yang telah memenuhi ceruk leher gadis di bawahnya. Pikirannya terlalu dikuasai oleh keinginan untuk merengkuh Naila selama mungkin.“Katakan, Nail!” pintanya di sela-sela hujaman kecupannya.Xavier enggan berhenti. Disesapinya dalam-dalam aroma harum yang terus menguar tanpa henti dari tubuh gadis itu.Kini, tujuannya berpindah, mulai menyusuri tulang selangka Naila. Kulit halus gadis itu telah menjadi candu untuk Xavier, membuatnya terus menikmati setiap jengkal tanpa memberi jeda.Beberapa kali Xavier meninggalkan jejak dalam, yang membuat Naila mendesah bahkan meringis menahan sakit. Meski demikian, tidak sekalipun Naila mendorong pemuda yang menindih tubuhnya itu, melainkan melilit kaki Xavier dengan kedua kakinya se