Bab 32: Keluarga Kaya yang Galak
Suasana tegang menyelimuti setiap bagian dari istana sederhana keluarga Jey. Tidak hanya Naila yang bingung dengan kejadian saat ini, juga Xavier yang segera menghempas topi kebun yang tersemat di kepalanya, lalu segera berlari.
“Paman?!” jeritnya panik. Pemuda itu menyadari, jika kehadiran keluarga kaya itu ke rumahnya bukan untuk bersenang-senang atau bertamu seperti yang dilakukan Naila dan kedua adiknya. Jika pun tujuannya sama, maka mereka tidak akan menyambut Naila di depan rumah seperti ini.
Xavier menembus barrier penjaga yang berdiri di belakang Gabriel dan istrinya dengan tubuhnya yang kurus. Dua dari penjaga lainnya, mengunci erat Hilda dan Adrian, seolah-olah keduanya adalah pelaku kejahatan yang berusaha melarikan diri.
“Papa? Kenapa Papa di sini?” Naila terus berusaha menanyai Gabriel yang menatap putrinya kecewa. Gadis itu meremas jas berbahan wool kualitas terbaik di tubuh Gabriel, meminta
Bab 33: Pertemuan Keluarga yang Terpisah“Siapa katamu, Sayang?” Queen ikut menimpali.Wanita itu mendengar dengan jelas nama pria yang baru saja disebutkan putranya. Namun, logikanya tidak bisa menemukan kecocokan barang sedikit pun, tentang pernyataan dan kenyataan yang sedang dia dihadapi saat ini.Sedang Gabriel, pria itu tertegun sejenak. Kepala cerdasnya berpikir dengan cepat, sebelum akhirnya, dia melepas rengkuhannya pada Naila dan segera menghambur kembali ke dalam rumah beratap rendah yang baru saja diobrak-abrik olehnya. Mengabaikan tatapan bingung dari para penjaga yang berada di belakang mereka.Melihat Gabriel berlari, Queen ikut mengambil langkah. Wanita itu meninggalkan Adrian, Hilda dan Naila demi menyusul Gabriel yang sudah tiba di teras rumah.“Hild ... gimana ini?” keluh Adrian. Pemuda itu merasakan tengkuknya meremang, juga kedua lututnya yang bergetar, karena kini Naila menatapnya dengan tatapan yang dipenuhi
Bab 34: Kembalilah!“Aku tidak ingin kembali, Presdir!”Pernyataan yang diucapkan Jey sontak membuat setiap orang yang ada di ruang tamu rumah beratap rendah itu melongo kembali. Mereka yang berharap badai ini segera berlalu, kembali dihadapkan dengan kenyataan jika Jey tidak lagi tertarik untuk kembali ke masa lalunya dulu.Gabriel yang baru saja mendengar hal ini, segera memijat keningnya lembut dengan ibu jari dan telunjuknya yang ramping. Kulitnya yang putih bersih terlihat jelas, telah berbeda jauh dengan kulit Jey yang kering dan mulai menggelap. Padahal dulunya, mereka pernah tinggal di bawah atap yang sama, dan mendapatkan kehidupan yang sama. Bahkan Jey adalah pemuda yang menggilir mobil-mobil koleksi Gabriel di saat Wahyu dan Bagas tidak berani menyentuh mereka.“Paman?! Apa Paman sudah gila, hah?” sela Xavier seketika dengan nada penuh penekanan. Pemuda yang selama ini selalu mengagungkan Jey akhirnya ke
Bab 35: Pulang dan Pergi“Jam berapa datangnya, sih?” Wahyu bertanya dengan nada bingung.Pria itu memindahkan pandangannya pada Ayunda, wanita yang sudah mendampinginya selama dua puluh tahun, bahkan memberinya putri secantik dan selamban Hilda. Wahyu tersenyum, setitik rasa kagum tersurat di parasnya saat melihat sikap Ayunda di depan istri Ketua Halim.“Kamu nanya sama siapa, sih?” tegur Bagas yang datang dari halaman belakang. Pria itu menepuk pundak Wahyu yang berdiri tepat di tengah ruang tamu yang kini dihuni oleh sisa anggota keluarga.Wahyu sedikit mengendikkan bahu. Sebenarnya, dirinya hilang fokus setelah kembali jatuh hati pada Ayunda untuk keseribu kali dalam hidupnya. Pria itu memilih menjauh dari Bagas, lalu mendekati sofa yang diisi Ayunda dan Istri Ketua Halim.“Sebenarnya ada apa, Wahyu?” tanya Istri Ketua Halim perlahan.Wanita yang hampir delapan puluh persen rambutnya
Bab 36: Mantan TunanganKantor Pusat Halim Group, 12.00 WIB.Gadis berambut sepundak dengan setelan kantor marunnya sibuk mengetuk permukaan meja berbentuk oval yang baru saja diganti perusahaan. Dirinya yang telah resmi menjabat sebagai direktur pemasaran, menggantikan Tanto, telah memesan berbagai furniture khusus untuk mengisi ruang kerjanya. Meski tujuan terselubung dibaliknya adalah menghapus sisa-sisa aroma Tanto yang masih melekat di setiap dinding ruangan.Sudah enam bulan lamanya dirinya menempati kantor baru ini, tentunya setelah berhasil mendepak Tanto untuk keluar dari ruangan, dan menendangnya keluar dari perusahaan. Bukan tanpa alasan Naila melakukan hal kejam ini, semua ini didasarkan pada penemuan mutakhirnya, tentang penggelapan dana perusahaan yang dilakukan oleh Tanto. Dirinya telah berhasil mengusir pria bertubuh gempal itu, lalu dengan mudahnya menggantikan Tanto.Hal yang paling membuat Naila tidak berbelas
"Again, Naila?" Queen memencak setelah mendengar kabar dari orangtua Alfredo jika Naila memutuskan pertunangan keduanya secara sepihak.Wanita itu berdiri dengan satu tangan di sisi tubuh, sedang tangan kanannya menggenggam erat gawai hingga buku jemarinya menjadi putih. Wajah Queen berubah geram berbalut guratan kemerahan melihat sikap acuh dari Naila terhadap dirinya."Kamu serius, Naila? Kamu benar-benar membeli empat supercar dari showroom Alfredo hanya untuk membalasnya?" sengit Queen tanpa ampun.Dirinya terus memekik hingga urat-urat lehernya bermunculan di balik kulitnya yang putih. Sedang gadis yang dia omeli hanya duduk diam di sofa keluarga, bersandar manja pada Jey dan sibuk mengunyah jeruk yang dikupas Aira untuk keduanya.
Bab 38: Rasa yang BertemuDan pada akhirnya, Kamu adalah rindu yang selalu ingin kurengkuh.—Xavier“Apa semuanya sudah selesai?” Naila bersuara hingga Dian— sekretarisnya menolehkan wajah.Wanita itu segera bangkit dari kursi putarnya yang membal lalu mendorong pelan pintu tempered glass. “Anda memanggil saya, Bu?” tanyanya seraya melongok ke dalam ruangan.Bertahun-tahun bekerja bersama Naila, membuatnya kehilangan tata krama dasar bagaimana perilaku seharusnya seorang sekretaris terhadap atasan. Bukannya berdiri tegak di depan Naila dengan kedua tangan yang tersimpan di depan tubuh, Dian malah melongok ke dalam ruangan hingga lensa kacamatanya membiaskan cahaya lampu dari langit ruangan.“Ah ... tidak, Sekretaris Dian. Aku sedang berbicara dengan telepon,” jelasnya.Dian mengangguk paham dengan penjelasan singk
Bab 39: Rasa yang Bertemu II“Katakan kalau kamu benar-benar menyukaiku,” desahnya lagi tanpa berhenti menjejaki leher jenjang Naila.Xavier tidak lagi peduli dengan jejak-jejak merah yang telah memenuhi ceruk leher gadis di bawahnya. Pikirannya terlalu dikuasai oleh keinginan untuk merengkuh Naila selama mungkin.“Katakan, Nail!” pintanya di sela-sela hujaman kecupannya.Xavier enggan berhenti. Disesapinya dalam-dalam aroma harum yang terus menguar tanpa henti dari tubuh gadis itu.Kini, tujuannya berpindah, mulai menyusuri tulang selangka Naila. Kulit halus gadis itu telah menjadi candu untuk Xavier, membuatnya terus menikmati setiap jengkal tanpa memberi jeda.Beberapa kali Xavier meninggalkan jejak dalam, yang membuat Naila mendesah bahkan meringis menahan sakit. Meski demikian, tidak sekalipun Naila mendorong pemuda yang menindih tubuhnya itu, melainkan melilit kaki Xavier dengan kedua kakinya se
Bab 40: Alasan Kembali dan Sindiran Andrian“Saya, Presdir?” Xavier menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. Baik Queen dan Naila berhenti sejenak, memandangi Gabriel yang masih menatap Xavier dengan sorot matanya yang dalam.“Ayo, Naila ... kamu harus istirahat,” ajak Queen seraya sedikit memaksa putrinya. Wanita itu sadar jika sang suami punya urusan pribadi dengan Xavier.Dengan berat hati, Naila membiarkan Xavier menghadapi Gabriel seorang diri. Membiarkan pemuda itu dalam sulitnya berhadapan dengan Gabriel, demi menutupi kenyataan jika keduanya mulai bersama sejak hari ini. Meski langkahnya terasa berat, tetap saja dia beranjak mengiringi langkah kaki Queen.“Kita bicara di ruang kerjaku. Jika kedua orangtuamu melihatmu, sudah pasti mereka akan menyeretmu bersamanya,” ujar Gabriel lagi seraya memimpin langkah.Pria itu melepas kacamatanya, lalu berjalan ke arah ruang kerja yang selama
Bab 48: Suatu Sore di LA“Kenapa gaun lagi, Sayang?” Pria bermanik mata hazel itu tidak henti-hentinya mengeluh setelah melihat outfit sang istri yang lebih mirip model. Padahal, jika mengikuti rencana awal, mereka hanya akan menghabiskan waktu yang indah di MacArthur Park sembari menikmati sore nan romantis bersama.“Memangnya kenapa?” balas sang istri. Dia menata ulang rambut panjangnya yang tergerai hingga punggung, sebelum akhirnya menjempit anak rambut dengan jepitan mungil yang dibelikan sang suami saat masih di negara sendiri.“Naila ... aku tidak suka jika pria-pria bule itu menatap kaki dan lenganmu! Ganti saja dengan jeans dan kemeja lengan panjang!” keluhnya lagi.“Astaga, Xavier?! Apa kamu lupa siapa penyebabnya? Apa kamu lupa betapa panjangnya malam tadi hingga bangun pagi ini, tubuhku terasa remuk? Pinggangku linu, bahkan seluruh tubuh sakit. Aku kesulitan berjalan jika mengenakan je
Dua sosok yang mengira akan bersama dua tahun lalu itu, kini duduk saling berhadapan dalam bisu. Gadis yang tersenyum tipis itu menghentikan kekakuan dengan menyodorkan selembar undangan nuansa emas serta mengeluarkan harum ke arah pemuda di hadapannya. Dia tersenyum Seraya berujar, “Semoga kamu bisa datang, ya?”“Kamu mengundangku?” selidik pemuda itu.Dia terus berusaha menahan segala tanda tanya yang terus berkecamuk saat melihat mantan kekasih yang pernah dipermainkannya itu berbesar hati mengundang dirinya. Padahal, hubungan keduanya berakhir dengan saling membalas satu sama lain.“Yap ... tidak ada alasan untuk tidak mengundangmu, Rey?!” balas gadis itu.“Setelah kamu menghancurkan karierku, Naila?”“Kamu juga menghancurkan hidupku, Rey. Kamu memanfaatkanku, demi menaiki dunia hiburan itu.” Naila terus berbicara dalam nada rendah. Sekalipun dia tidak me
Bab 46: Peringatan!Kekerasan tidak menyelesaikan segalanya. Adegan di dalamnya hanya sebagai alur dari cerita dan bukan sebagai contoh dalam menghadapi sesuatu di dalam kehidupan.--“Heh! Tikus got kemarin sore nantangin kita, Bro!” Pria bertopi bannie berujar dengan nada merendahkan. Sudut bibir kanannya naik, karena merasa jika Net tidak sebanding dengan dirinya apalagi melawan mereka berdua. Ditambah lagi, pemuda yang berdiri dengan wajah melongo di belakang Net terlihat lebih lemah dari Naila, sehingga rasa percaya dirinya naik berkali-kali lipat hanya dalam waktu yang sangat singkat.“Sebentar, sepertinya gadis ini bukan gadis biasa,” lirih pria berperut buncit dengan tatapan penuh selidik. Dia terus memperhatikan kuda-kuda dari Net serta bentuk tubuh dari gadis itu.Merasa yakin dengan firasatnya, dia kembali memperkuat genggamannya pada belati yang sedari tadi dia gunakan u
Bab 45: Dua Penjahat II“Berhentilah menjerit, kamu akan aman bersamaku, Sayang,” bisik seseorang itu. Naila yang sedari tadi menatap paras penolongnya mulai bersikap tenang. Gadis itu berhenti menjerit, dan memilih untuk mengatur napasnya yang berkejaran.“Kemarilah, peluk aku, Nail.” Pemuda itu melepaskan bekapannya di mulut Naila setelah melihat gadisnya, lalu mengulurkan kedua tangannya demi menyambut gadisnya yang masih begitu ketakutan. Naila yang mengenali dan merindukan pemuda itu, segera menghambur, memeluk seerat mungkin pemuda yang semalam hampir tidak bisa dilihatnya lagi.Keduanya berbagi pelukan dalam. Xavier terus berusaha menghentikan Naila yang menangis terisak dengan membelai punggungnya, sedang Naila semakin mempererat pelukannya pada Xavier, membenamkan wajahnya di pelukan pemuda itu demi memastikan sekali lagi jika pria yang menolong dirinya benar-benar kekasihnya sendiri.“Ke mana gadis
Bab 44: Dua PenjahatHampir satu jam lamanya gadis dengan rambut kuncir kuda atau pony tail itu berdiri di jendela kamarnya yang tertutup tirai putih gading. Tatapannya terus menyisir ke seluruh bagian dari taman belakang rumah yang menjadi pemandangan dari kamarnya. Berulang kali, gadis yang diberi nama Naila itu mencebik, sebab jumlah penjaga yang berjaga hari ini jadi dua kali lipat dibanding sebelumnya.Pagi tadi, tidak ada angin ataupun hujan, sebelum berangkat bekerja, Gabriel memberi perintah pada para penjaga untuk meningkatkan keamanan dan tidak memberi Naila izin untuk keluar tanpa keamanan. Itulah sebabnya, gadis berparas cantik itu menjelma menjadi burung dalam sangkar emas. Tidak ada teman yang bisa menemaninya saat ini, hanya kesunyian yang menjadi sahabat baik gadis itu di kamarnya yang feminin.Di tengah keputusasaan itu, Naila mendengar seseorang bersuara keras dari luar sana. Gelak tawanya memecah sunyi hingga menembus
Bab 43: Keputusan“Xavier, berhentilah! Kamu keterlaluan,” seru Naila. Gadis itu terus mengulangi permintaannya terhadap pemuda yang semakin beringgas merengkuh dirinya.Xavier mengendus dalam-dalam aroma harum dari tubuh Naila, lalu dihadiahinya sebuah kecupan di setiap senti pundak gadis itu. Tanpa henti, tanpa rasa puas. Xavier berubah menjadi monster dengan sorot mata yang kelam hingga tidak mampu mendengar jerit putus asa dari gadis yang disukainya.“Xavier, ada apa denganmu? Hentikan! Kamu menyakitiku, Xavier?!” Naila terus menghujamkan pukulan demi pukulan ke setiap bagian yang bisa dia raih dari tubuh pemuda itu. Namun, semakin beringas pula cumbuan di lehernya yang jenjang serta wajahnya yang lembab.“Aku tidak mau kehilanganmu, Nail,” desah Xavier setelah berhenti mencumbu Naila. Pemuda itu memutuskan untuk merebahkan wajahnya yang menghangat di pundak Naila yang terus bergerak turun dan naik.
Bab 42: Aku Tidak Akan Menyerah“Aku akan melaporkannya pada polisi, Presdir!” saran Jey setelah berpikir cukup lama.“Jangan, Jey! Hal seperti ini hanya akan mengundang wartawan untuk datang ke rumah. Permasalahan pertunangan Naila yang dibatalkan saja sudah cukup menyusahkan. Jika permasalahan seperti ini masuk ke pihak polisi, maka akan menyeret seluruh keluarga dan nama baik perusahaan. Sebaiknya, kita menyelidiki lebih dulu. Aku yakin, ini menyangkut perusahaan,” tahan Bagas tanpa beranjak dari duduknya.Suasana seketika menghening kembali. Setiap anggota keluarga Halim yang berada di rumah itu saling berpikir dalam diam, begitu juga dengan Naila dan Adrian yang masih syok dengan kejadian yang baru saja menimpa keduanya.“Tunggu! Aku ingat sesuatu.” Jey bangkit dari sofa lalu berjalan mendekati Naila yang masih duduk dengan dipeluk oleh Queen.Gadis itu memasang wajah muram, sedikit menengad
Bab 41: Ancaman“Kamu akan berdiri saja di situ?” geram Naila.Sorot matanya terus menatap ke arah gadis berambut pendek yang berdiri tegap tepat di sisi mejanya. Gadis itu melipat kedua tangan di belakang punggung, kedua kakinya tegap, bahkan ekspresinya datar menatap ke luar ruangan.“Apa kamu tidak lelah, hah?” lanjut Naila masih dengan intonasi kesalnya.Sudah semingguan ini, gadis tanpa ekspresi itu menjadi bodyguard yang mengekorinya ke mana pun, termasuk ke kamar mandi. Bahkan, gadis ini tidak menurut jika Naila memintanya untuk menunggu di luar.“Aku tidak butuh Bodyguard, Net!” seru Naila. Dirinya tidak bisa berhenti mencebik, mengingat bagaimana terkekangnya hidupnya setelah Net hadir.“Memangnya kamu enggak punya kerjaan lain, apa? Selain ngekorin aku?”“Kerjaan saya mengikuti Anda, Nona!” balas Net tanpa mengendurkan ekspresi din
Bab 40: Alasan Kembali dan Sindiran Andrian“Saya, Presdir?” Xavier menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. Baik Queen dan Naila berhenti sejenak, memandangi Gabriel yang masih menatap Xavier dengan sorot matanya yang dalam.“Ayo, Naila ... kamu harus istirahat,” ajak Queen seraya sedikit memaksa putrinya. Wanita itu sadar jika sang suami punya urusan pribadi dengan Xavier.Dengan berat hati, Naila membiarkan Xavier menghadapi Gabriel seorang diri. Membiarkan pemuda itu dalam sulitnya berhadapan dengan Gabriel, demi menutupi kenyataan jika keduanya mulai bersama sejak hari ini. Meski langkahnya terasa berat, tetap saja dia beranjak mengiringi langkah kaki Queen.“Kita bicara di ruang kerjaku. Jika kedua orangtuamu melihatmu, sudah pasti mereka akan menyeretmu bersamanya,” ujar Gabriel lagi seraya memimpin langkah.Pria itu melepas kacamatanya, lalu berjalan ke arah ruang kerja yang selama