"Mommy? Apa masih lama?" rengekan kecil terdengar dari bibir mungil Francisco yang terbuai di pangkuan Francesca.
"Tidak akan lama lagi, Sayangku." Dengan lembut dan penuh kasih sayang ia membelai kepala Francisco.
Francesca menutup jendela oval yang sedari tadi ia buka. Hanya ada kegelapan di luar sana dengan bintang berkelip di kejauhan. Ia perlahan mengangkat tubuh mungil anaknya untuk dibaringkan di atas tempat tidur.
Francesca melihat ke arah sofa panjang di mana Serra sedang tertidur pulas. Goncangan halus dari pesawat tidak membuat gadis itu terbangun. Rasa kantuk terlihat begitu menguasai Serra.
Francesca membuka lemari dan mengeluarkan dua buah selimut.
Satu selimut ia letakan menutupi tubuh Serra d
Francesca terpaku menatap deburan ombak yang menari dengan lembut di hadapannya. Saat ini ia sedang berdiri di pinggiran geladak kapal barang. Kapal yang sama di mana ia pernah mencoba melarikan diri dan di sekap oleh Enrico. Ia tersenyum getir mengingat kejadian di masa lampau. Ketakutan yang amat sangat saat berada di dekat pria yang ia sebut Monster. Keinginan untuk kabur dan menjauhi Monster tersebut. Namun ironisnya, saat ini ia berada di kapal yang sama hendak mencari Monster itu. Monster yang telah berubah menjadi Pangeran tampan dan menyusup dalam hatinya. Monster yang telah membuat kacau kehidupan dan perasaannya. Karena dia, hidup Francesca menjadi tidak tenang dan diliputi oleh Kerinduan. Udara yang dingin dan angin yang bertiup mempermainkan rambutnya tak membuat Francesca memiliki keinginan unt
Pria itu masih tertegun menatap Francesca, wanita yang dipanggil Mamma oleh bocah kecil di sisinya. Wajah cantik yang tampak sedih dan lelah, membuat Enrico tersentuh.Ia bisa melihat duka yang mendalam dari raut wajah wanita tersebut. Tatapan matanya yang lekat tak berbalas. Arah pandang wanita itu hanya untuk anaknya."Bolehkan, Ma?" rengekan Frans membuat wanita itu tersenyum.Senyuman yang sangat manis dan begitu memikat. Seketika Enrico bisa melihat aura keibuan yang sangat kuat ketika tatapan mata Francesca terarah ke anaknya.Senyuman lembut yang membuat hati Enrico merasakan desiran berbeda, pertama kali dalam ingatannya. Matanya tak dapat beralih dari senyuman lembut itu."Jika Tuan mengijin
"Gunakan bath up di kamarku. Kau bisa menyiapkan air hangat untuk anakmu di sana." Perkataan Enrico membuat perasaan Francesca diliputi kebahagiaan. Pria itu membuka diri bagi anaknya, anak kandung yang tidak ia sadari. Sifat Enrico yang lembut berbanding terbalik dengan sikap dingin di masa lalu. Francesca memiliki harapan baik ke depannya. Ia segera menuju kamar Enrico, membuka pintu kamar tersebut dengan hati-hati. Saat sudah berada di dalam kamar, dia menarik napas dalam-dalam dengan memejamkan mata. Aroma khas yang ada di dalam kamar ini mengingatkan dirinya akan banyak hal. Di balik pintu ini, di mana ciuman pertamanya di renggut oleh pria itu, tempat tidur di mana dia pernah tidur dalam buaian Enrico, ruangan di mana pertama kali dia melihat tubuh pria dewasa tanpa sehelai benangpun.
Satu bulan kemudian. "Fransss! Ayooo jangan lari-lari seperti itu. Ini bajunya belum dipakai." Lagi-lagi Francesca harus berlarian di pagi hari untuk mengejar Francisco anaknya. Bocah tersebut kembali menggoda ibunya, keluar kamar hanya mengenakan celana tanpa pakaian. Francesca segera mengejar anaknya hingga keluar kamar. Frans kecil berputar mengelilingi lantai bawah kastil dengan gesit. Bocah itu sesekali menaiki kursi tamu dan berloncatan, membuat Francesca khawatir jika Enrico tidak suka. "Frans, ayo dong. Malu kalau tidak pakai baju." "Gak malu. Kan cuma ada Pappa dan Aunt Serra juga Uncle Devonte." Alasan yang dia temukan untuk tindakan yang ia lakukan.
Pertanyaan yang kembali diajukan oleh Enrico membuat wanita yang dagunya masih dalam sentuhan jemari pria itu, menjadi termangu. "Bagaimana dengan dirimu, apakah kau menginginkan kehadiranku?" kembali pertanyaan itu terngiang dalam benaknya. "Tentu saja aku menginginkan dirimu. Tidakkah kau merasakan penantianku sekian lamanya?" batin Francesca berteriak. Namun, wanita itu masih termangu dalam kebisuan. "Ini rumahmu, Enrico. Bukan aku yang seharusnya kau tanyai. Tetapi aku yang seharusnya bertanya padamu. Apakah kehadiran kami, mengganggu ketenanganmu?" Francesca membalikkan pertanyaan Enrico dengan pertanyaan lain. Pria itu tersenyum dengan tatapan kecewa. Ia melepaskan se
Wajah Francesca memerah ketika hidung mereka bertemu, ia tak sempat lagi menghindar ketika kecupan Enrico dengan cepat mendarat di pipinya. Francesca merasa dirinya bagaikan remaja yang baru mengenal cinta.Masa remaja yang ia lalui tanpa mengenal cinta, di mana dirinya terlalu fokus dengan musik dan menangani gadis patah hati akibat ulah Aaron, membuat Francesca menjauhkan diri dari percintaan.Hingga semua berubah karena Enrico. Sikap Monster yang berubah menjadi Malaikat Cinta, mampu mengikis benteng pertahanan Francesca, hingga lahirnya buah dari cinta mereka dan keteguhan untuk melewati lembah kelam."Ayo, Mamma dan Pappa kita belenang." Frans masuk ke dalam air dan mulai bermain bola dengan Serra."Frans kita ke pojokan sana, yuk." Serra mengajak bocah terseb
Pria itu dengan lembut membelai wajah Francesca dan berbisik, "Apakah ini terlalu cepat, jika aku ingin menciummu?"Mata cantik yang terpejam dan bibir penuh yang tergigit lembut, membuat perasaan Enrico dibalut dalam lingkaran pesona yang tak dapat ia elakan lagi. Tangannya terangkat melepaskan bibir itu, mengusapnya perlahan merasakan kelembutan dan kekenyalan di jemarinya.Rasa halus dan kenyal yang dia rasakan, bibir merah yang terbuka dan wajah cantik yang pasrah, membuat pria itu tak dapat menahan lagi untuk menuntaskan keinginannya.Tanpa menanti jawaban dari pemilik bibir indah itu, ciuman dia daratkan. Bibir mereka saling bersentuhan, menempel lembut dalam getaran perasaan yang tak dapat diucapkan. Bola mata saphire itu terpejam, menikmati kehangatan yang dia rasakan dari sentuhan bibir mereka
Malam harinya, Serra dan Devonte sudah menyiapkan makan malam di halaman depan Kastil. Cuaca bulan Purnama yang indah membuat mereka memutuskan untuk menikmati sinarnya dengan menikmati barbeque.Hari itu Eva datang bersama Pompei. Eva tampak lebih dewasa setelah tiga tahun berlalu. Dia akhirnya menikah dengan Pompei, pria yang menjadi tangan kanan Enrico dalam mengawasi pekerja di Pulau Olive. Mereka belum dikaruniai anak, membuat Eva sangat sayang dan dekat dengan Fransisco"Flans mau sosis yang banyak. Minumnya coklat sama marshmallow." Flans tak hentinya melihat pada Pompei yang sedang memanggang marshmallow untuk Frans."Jangan banyak-banyak ya, ingat sudah malam." Francesca memberikan peringatan pada anaknya."Kan nanti sebelum bubuk, Frans sikat gigi." Bocah kecil itu sangat pandai beralasan."Asal Frans tidak ketiduran ya." Enrico mengacak rambut Frans