Pria itu dengan lembut membelai wajah Francesca dan berbisik, "Apakah ini terlalu cepat, jika aku ingin menciummu?"
Mata cantik yang terpejam dan bibir penuh yang tergigit lembut, membuat perasaan Enrico dibalut dalam lingkaran pesona yang tak dapat ia elakan lagi. Tangannya terangkat melepaskan bibir itu, mengusapnya perlahan merasakan kelembutan dan kekenyalan di jemarinya.
Rasa halus dan kenyal yang dia rasakan, bibir merah yang terbuka dan wajah cantik yang pasrah, membuat pria itu tak dapat menahan lagi untuk menuntaskan keinginannya.
Tanpa menanti jawaban dari pemilik bibir indah itu, ciuman dia daratkan. Bibir mereka saling bersentuhan, menempel lembut dalam getaran perasaan yang tak dapat diucapkan. Bola mata saphire itu terpejam, menikmati kehangatan yang dia rasakan dari sentuhan bibir mereka
Malam harinya, Serra dan Devonte sudah menyiapkan makan malam di halaman depan Kastil. Cuaca bulan Purnama yang indah membuat mereka memutuskan untuk menikmati sinarnya dengan menikmati barbeque.Hari itu Eva datang bersama Pompei. Eva tampak lebih dewasa setelah tiga tahun berlalu. Dia akhirnya menikah dengan Pompei, pria yang menjadi tangan kanan Enrico dalam mengawasi pekerja di Pulau Olive. Mereka belum dikaruniai anak, membuat Eva sangat sayang dan dekat dengan Fransisco"Flans mau sosis yang banyak. Minumnya coklat sama marshmallow." Flans tak hentinya melihat pada Pompei yang sedang memanggang marshmallow untuk Frans."Jangan banyak-banyak ya, ingat sudah malam." Francesca memberikan peringatan pada anaknya."Kan nanti sebelum bubuk, Frans sikat gigi." Bocah kecil itu sangat pandai beralasan."Asal Frans tidak ketiduran ya." Enrico mengacak rambut Frans
Tangan Francesca gemetaran di depan pintu kamar Enrico. Ia berulangkali hendak mengetuk pintu kamar, namun didera keraguan yang luar biasa. Francesca takut melakukan kesalahan jika begitu saja masuk ke dalam kamar, Enrico akan berpikiran buruk padanya."Francisco …." Francesca membuka sedikit pintu kamar Enrico dan memanggil anaknya.Tak ada jawaban yang terdengar di dalam kamar tersebut, membuat Francesca keheranan. Wanita itu memberanikan diri membuka pintu kamar lebih besar dan masuk ke dalamnya.Ia menyebarkan pandangan ke sekeliling kamar tanpa ada tanda-tanda Frans dan Enrico. Keheningan itu membuat Francesca menuju ke kamar mandi dan yang dia lihat hanyalah kekosongan."Ke mana mereka berdua? Kenapa sepi sekali? Bukankah Enrico membawa Frans untuk menyikat giginya dan tidur?" Francesca bergumam dengan perlahan.Wanita dengan mata hazel itu kemudian menatap ke arah lantai atas kamar Enrico,
Malam itu mereka tidur di satu tempat tidur dengan Frans di tengah. Francesca memejamkan mata dan tertidur dengan tenang dalam perasaan damai, sementara Enrico memandang kedua orang yang sudah masuk dalam hatinya, penuh perasaan cinta.Ia tertidur jauh di tengah malam. Tangannya melingkar melalui Frans hingga ke lengan Francesca. Perasaan sebagai seorang pria yang harus melindungi keluarga itulah yang muncul dalam pikiran Enrico.Pagi harinya ia terbangun dengan menemukan Francisco menatapnya gembira. Balita itu tersenyum lebar dengan mata birunya yang mempesona."Flans bobok sama Pappa ya?"Enrico berdehem sebelum akhirnya mengangguk."Sayang, Mamma gak bobok sama kita juga ya." Bibir kecil berwarna merah itu mengerucut. Saat pagi hari Frans bangun dari tidurnya dia tidak menemukan siapapun kecuali Enrico
Tangan Francesca masih melingkar di leher Enrico begitu juga ke dua kakinya. Wanita itu merasa nyaman dengan posisinya saat ini. Teringat saat dulu ketika Enrico membawanya ke sungai ini. Pria itu seketika memeluk dirinya dan mengatakan ada buaya yang lewat. Jika dipikirnya kembali, tidak ada buaya di pulau ini. Semua area sudah jauh dari binatang buas, kecuali ular tentunya. Dalam hati Francesca terkekeh. Tidak ada ular di sungai ini. Itu hanya alasan yang sengaja ia katakan. Posisi ini adalah posisi yang sama yang pernah dia lakukan dulu, saat Enrico dengan sengaja menipunya. "Apakah ularnya sudah pergi?" tanya Enrico perlahan. "Belum, dia masih ada di belakangmu." Francesca dengan sengaja menggerakkan kakinya untuk membuat arus air terasa di dekat kaki pria itu. "Kalau begitu, jangan bergerak. Tetaplah diam apapun yang terjadi." Ucapan mesra dan dalam Enrico entah mengapa tera
Musik mengalun dengan lembut, bunga-bunga bertebaran dimana-mana. Anak-anak kecil berlarian dengan gembira, meskipun mereka sudah mengenakan pakaian yang cantik. Hari ini semua diliputi kebahagiaan.Penduduk di pulau, yang biasanya tidak pernah mengenakan pakaian resmi, saat ini semua sudah tampak rapi.Para wanita memoles wajahnya dengan menggunakan perona pipi dan bibir. Setiap pria pun sudah merapikan kumis dan jambang serta menggunakan minyak rambut.Mereka pria dan wanita mulai menempati kursi yang tersedia dan beberapa berdiri, berjajar dengan rapi, menantikan calon pengantin yang akan tiba.Di depan sana di dalam Capel, Devonte berdiri dengan gelisah. Meskipun demikian raut kebahagiaan terlihat jelas menghiasi wajahnya. Pria itu sudah menunggu kesempatan ini bertahan-tahun lamanya. Setelah memastikan Enrico pulih dan bersama Francesca lagi, hatinya diliputi ketenangan."Frans, jangan berlarian terus. Li
"Minumlah ini." Enrico menyodorkan segelas port wine (sejenis anggur yang sangat manis). Pria itu sudah menghidupkan perapian di kamarnya. Suasana hangat terasa memenuhi ruangan kamar Enrico dan menyusup dalam hati Francesca. Anggur manis yang diminumnya terasa manis di mulut dan mengalir hangat di dalam tubuh. Perlahan rasa manis di dalam mulutnya bertambah manis ketika bibir dan lidah Enrico menjalar dengan penuh kemesraan dan kehangatan. Rasa manis dari mulut Enrico yang juga baru saja menegak port wine, membaur dalam setiap lumatan dan kecupan di bibir Francesca. Mereka larut dalam luapan kebahagiaan hingga lupa akan waktu. Tangan Enrico mengusap lembut punggung Francesca dan semakin lama semakin menuntut. Ciuman di sepanjang leher wanita itu begitu menggebu, apalagi belahan dada yang sangat rendah. Desahan Francesca yang lembut membuat pria itu semakin tergoda untuk menyentuh bagi
Sepanjang perjalanan menuju ke Mansion, hati Francesca di liputi kegelisahan. Banyak hal yang harus dia katakan pada Devonte. Apalagi keinginan Enrico untuk pernikahan secara hukum, meskipun hal itu adalah seharusnya dan membanggakan, tetapi hal itu juga merupakan ancaman.Bagiaman jika Enrico mengetahui jika mereka sudah menikah sebelumnya, akankah pria ini memaafkan dirinya? Akankah kenangan buruk di masa lalu muncul dan menghalangi kebahagiaan mereka?Sesampainya di depan gerbang Mansion, tampak sedikit keributan yang menghalangi mobil Enrico untuk masuk. Enrico mengernyitkan keningnya melihat seorang wanita berteriak memanggil namanya."Rebecca …," desah Francesca gugup."Kau mengenalnya?" Enrico menoleh ke arah
"Maafkan aku. Aku tidak ingin mengungkit masa lalu. Maafkan aku jika membuatmu terluka, hanya saja … aku benar-benar mencintai Enrico. Aku memerlukan dukunganmu agar … kita semua bisa melupakan masa lalu dan menatap masa depan." Francesca menatap Leonardo penuh permohonan.Mereka berdiri di ruangan yang sama, berhadapan di jarak yang berdekatan dalam keheningan. Tak ada suara kecuali desahan napas dan jam di dinding yang berdetak seolah mengingatkan mereka akan kehidupan yang terus berputar.Leonardo menatap Francesca dalam diam, hampir empat tahun berlalu sejak kejadian di masa silam dan dia tak menyangka jika wanita ini masih bisa bertahan. Dia masih setia menanti Enrico dalam kehampaan, tanpa tahu satupun kabar berita mengenainya.Leonardo harus mengakui keteguhan hati Francesca dan juga kekuatan cinta mereka, yang berada di luar jangkauan nalarnya. Bagi pria yang tak