Francesca menaiki lantai dua dengan langkah tergesa-gesa. Dia tidak sanggup menghadapi kedua saudaranya yang terasa begitu mengintimidasi dirinya.
Lebih lama lagi berada di dekat mereka, Francesca takut sedikit kesalahan yang dia perbuat bisa mencelakakan Conrad dan Aaron. Tidak mungkin dia membiarkan hal itu terjadi, hanya untuk kebebasannya.Gadis itu melangkah dengan air mata yang bercucuran, matanya amat sangat berkabut dan tubuhnya terasa lemas. Hampir saja dia jatuh karena tak kuat menahan beban penderitaan.Francesca bersandar di dinding lorong, mengintip dari celah-celah pagar pembatas, ia melihat Conrad dan Aaron pergi. Kakinya melangkah ke arah pagar membatas, mencengkeram kuat-kuat besi itu. Ingin rasanya dia pergi berlari, mengejar mereka. Memeluk dan mengucapkan kata maaf. Hatinya sangat hancur mengingat bagaimana dirinya sudah melukai kedua saudaranya.Francesca berlari ke arah balkoni di ruan"Ja---jangan mendekat!" teriak Francesca dengan gugup.Punggungnya sudah bersandar di dinding. Tidak ada tempat lagi baginya untuk menghindar. Predator itu menyeringai menatap ke arah dirinya. Tatapan yang siap menerkam dan memakan dirinya habis.Tidak ada jalan lagi untuk Francesca menghindar. Tiga langkah lagi Monster itu bisa dipastikan akan mendapatkan dirinya. Otak gadis itu berputar hingga tubuhnya menjadi lemas dan ia memutuskan untuk pura-pura pingsan."Hei!"Tangan Enrico dengan cepat menangkap tubuh Francesca yang jatuh. Dia memeluk bidadarinya dengan perasaan khawatir. Gadis yang semula tampak kuat dan menghajar Leonardo hingga babak belur, tiba-tiba tersungkur pingsan.Dibelainya lembut kening gadis itu dan perlahan dia mengangkat tubuh Francesca ke atas tempat tidur. Kembali ia menepuk pipi gadis itu perlahan beberapa kali, tanpa ada reaksi balik yang didapatkannya."Francesca ... gadis
Usapan lembut di bibirnya membuat Francesca semakin panas dingin. Kelembutan itu sungguh terasa sangat berbeda saat dia rasakan ketika memberontak dan ketika terbujur lemas seperti saat ini.Dalam keadaan tak berdaya begini atau lebih tepatnya pura-pura tak berdaya, sentuhan itu lebih memporak-porandakan pertahanannya. Seakan semua panca inderanya dapat merasakan harum tubuh dan kehangatan Enrico.Tanpa sadar, Francesca mendesah perlahan ketika kecupan itu menjalar ke lehernya. Sentuhan tangan yang membelai dada bagian atas dan tangan lainnya yang mengusap lembut tangannya, belum lagi bagian keras yang menekan paha, membuat gadis itu frustasi. "Hentikannn ... pergi dari tubuhku, jangan sentuh akuuu ... ahhh .... emhh ..."Dia semakin bingung dengan perasaan yang berganyut dalam hatinya. Tubuh yang menikmati dan pikiran yang menolak. Dia sudah bersiap untuk sadar dan mendorong tubuh Enrico, ket
"Lebih baik aku berendam dengan air hangat untuk membuang semua jejak pria itu di tubuhku. Menjijikan! Monsterrrr salivamu terasa lengket di sekujur tubuhku. Awas ya kau, jika ada kesempatan aku akan lari, meninggalkan dirimu. Persetan dengan pernikahan ini. Pasti semua palsu!"Masih dengan menggerutu, Francesca menarik resleting gaun yang dia kenakan. Gaun itu meluncur turun dengan perlahan, memamerkan tubuh yang indah sempurna pada sepasang mata yang mencuri lihat dari balik pintu.Tonjolan di dada yang tampak membusung sempurna dengan penyangga warna biru muda berenda, menjadikan Francesca layak menjadi salah satu model pakaian dalam ternama.Gadis itu perlahan melepaskan kaitan bra di punggung, melemparkan bra itu begitu saja, sehingga keindahan dada dengan puncak berwarna merah muda itu terasa menggoda.Segitiga pelindung dia lepaskan, sehingga tubuh ramping, ranum dengan lekuk yang sempurna itu membuat sepasang mata bir
Francesca tertidur dalam pelukan Enrico. Aroma tubuh maskulin pria itu menyusup masuk dalam setiap helaan napasnya. Belum lagi tangan yang melingkar dan menyentuh pinggangnya, sangup memberikan sengatan listrik kecil-kecil di sekujur tubuh. Desahan napas Enrico yang menyapu keningnya begitu lembut. Debaran jantung di dada pria itu seakan lonceng yang mengingatkan Francesca adanya sebuah kehidupan yang sedang memperangkap dirinya. Ia tak dapat berkutik, karena setiap kali ia bergerak, saat itu juga pelukan Enrico semakin mengerat. Sangat sukar baginya untuk tertidur lelap dengan sentuhan yang entah bagaimana membuatnya berdebar pula. Kemesraan yang dilakukan Enrico hari ini, sanggup melunturkan rasa sedih gadis itu. Belaian, kehangatan yang membuatnya hampir hilang akal itu selalu terbayang. Selesai mandi, pria itu membasuh dan mengeringkan tubuhnya dengan lembut. Wajah Francesca yang memanas justru membuat dirinya tampak lebih ca
Dengan jengah Francesca duduk di samping Enrico, karena hanya tempat itulah terdapat satu set piring dan gelas. Ia menyembunyikan senyum di balik sikap dingin ketika melihat sudut bibir Leonardo yang membiru.Sikap permusuhan sudah tampak di antara mereka berdua. Kilatan aura kemarahan di rasakan oleh Enrico, terpancar ketika tatapan Francesca dan Leonardo bertemu."Aku harap kalian berdua bisa bersikap selayaknya anggota keluarga yang saling menghargai. Kau mengerti bukan, Leonardo?"Ucapan itu lebih dia tujukan pada adik kandungnya, karena Enrico tahu, Francesca adalah gadis yang memilih menghindari masalah daripada menciptakannya.Leonardo hanya mendengus kesal, tanpa menyahuti perkataan Enrico. Ia melirik ke arah kedua insan tersebut, di mana Francesca mulai menyuapi Enrico. Hal yang sudah menjadi kebiasaan meskipun pria itu tidak meminta. Leonardo mencibir melihat perlakuan Francesca pada kakaknya.Set
"Kau merasakannya bukan?" Suara Rebecca sangat lembut bagai dentingan dawai biola. Mengalun naik turun menyerupai tangga nada. Senyuman tipis menghiasi wajahnya, dengan mata yang sayu tertuju pada Enrico. Pria itu meremas dada Rebecca dengan kasar dan sangat kencang. Rebecca tersentak akan reaksi Enrico. Dia meringis menahan sakit yang seketika ia sembunyikan dalam desahan. "Pelan-pelan sayangku. Aku tahu kau menginginkan diriku, seperti aku sangat menginginkan dirimu." ujar Rebecca dengan lembut. Enrico mengarahkan tangan lainnya ke arah dagu Rebecca dan berdecak meremehkan. Dia menatap sinis dan jijik ke arah Rebecca, yang masih menunjukan wajah sayu. "Kau pikir aku tertarik dengan tubuh dan dadamu? Banyak wanita lain dengan tubuh yang lebih indah darimu," ujar pria itu dengan sinis. Pria itu mendorong Rebecca agar menyingkir dari jalannya. Dia meninggalkan wanita yang saat ini sangat tersinggung denga
**Apakah itu cemburu ketika hatimu terus memikirkan tindakannya pada wanita lain?*** 💝💝💝💝💝"Serra di mana Francesca?" Enrico yang baru saja keluar dari ruang kerja, tampak heran melihat Serra membersihkan ruang keluarga bukannya menemani Francesca."Nona masih di ruang musik, Tuan." jawabnya dengan segera."Sampai sesiang ini?" Enrico melihat jam di tangannya yang menunjukan pukul dua belas tiga puluh siang."Iya, Tuan.""Apa dia tidak lapar?" gerutu Enrico keheranan.Serra menatap Enrico, dia menimbang apakah harus menceritakan pada tuannya tentang perkataan nona Rebecca. Belum sempat ia berbicara, Enrico sudah berjalan dengan cepat ke arah ruang musik. 'Ah! Mungkin nanti saja aku ceritakan pada tuan Enrico. Lagipula
"Hentikan! Aku lapar." Awalan yang tegas diakhiri dengan kalimat mendesah.Kali ini tangan Enrico dari belakang memaksa masuk di balik penyangga bukit kembar yang sangat lembut. Remasan lembut dan ciuman di leher Francesca membuat gadis itu merasa terlena.Namun, kekerasan hati, membuat dirinya menyangkal respon tubuh. Ia mencengkeram tangan Enrico yang masih meremas dadanya dengan lembut."Tolong hentikann ... akan memalukan jika seseorang datang," rintih Francesca.Enrico dengan enggan melepaskan tangannya dari dada Francesca, membalikan tubuh gadis itu dan mulai mengecup bibirnya. Dia tidak bermaksud melepaskan gadis yang sudah berulangkali mencobai perasaannya. Tapi, Enrico juga tidak ingin Francesca semakin membenci dirinya, mengingat sikapnya yang terlalu kasar di masa lalu."Kau lapar?"Francesca mengangguk."Baiklah kita akan makan."Enrico kembali dengan