Serra tidak dapat berbuat apapun lagi. Ia hanya memandangi punggung Francesca yang sudah menjauhinya. Gadis pelayan yang masih muda itu memutuskan untuk memberitahukan kemauan Francesca pada Devonte.
"Aku tidak bisa mencegahnya lagi, Devonte. Nyonya akan sangat curiga jika aku menghalangi dirinya," ucap Serra dengan resah. "Bagaimana keadaan tuan Enrico, apakah dia baik-baik saja?"
Terdengar helaan napas panjang Devonte di seberang sana. Serra menanti dengan cemas tindakan yang harus diambilnya.
"Biarkan Nyonya Francesca datang ke perusahaan. Mungkin dengan melihat bagaimana dia mencemaskan tuan, hatinya bisa tersentuh dan peprangan batin dapat dikendalikan."
"Baiklah. Davonte ...." Serra menghela napas panjang sebelum mengeluarkan apa yang ada di dalam benaknya.<
"Ini aku, ibu dari anakmu," lirih suara Francesca terdengar. Tangannya masih tetap menahan tangan Enrico menempel di perutnya.Sesaat Enrico terdiam, ia memejamkan mata dengan rahang yang mengeras, berusaha menahan monster yang menguasai pikirannya. Francesca melihat perjuangan keras pria yang sudah menyentuh hatinya, ia merasa sangat terluka.Tanpa pikir panjang, wanita itu mengangkat punggungnya dan merengkuh tengkuk Enrico. Gerakan Francesca yang tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir Enrico, membuat tubuh pria itu yang semula tegang menjadi lemah.Enrico terdiam tanpa membalas kecupan yang ditempelkan oleh Francesca dengan penuh kemesraan. Air mata menetes di pipi pria tampan berrmata biru yang masih mengalami peperangan batin."Keluar …," bisik Enrico perlahan
Francesca dan Serra saling berpandangan. Wajah mereka seketika tegang. Francesca yang sedari tadi berjalan dengan gelisah seketika terpaku. "Enrico …," bisiknya lirih. Ia mengusap perutnya yang seketika terasa kaku, saat tubuhnya menegang dan jantungnya berdegup dengan kencang. "Frances, kemarilah." Serra menarik lengan Francesca untuk bersembunyi di balik lemari buku. Di ruang kerja Devonte yang tak seberapa besar, tidak ada lagi ruangan bagi mereka untuk menyembunyikan diri. Serra menyembunyikan Francesca di belakang tubuhnya. "Apa yang terjadi Serra? Kenapa ada suara tembakan? Apa Enrico baik-baik saja?" Nafas Francesca memburu, wajahnya pucat. "Arghh …." "Frances!" Serra kebingungan melihat keadaan
"Enricoooo!" Seketika gelap menyelubungi pandangan Francesca.Tubuh wanita hamil itu lunglai tak bertenaga, beruntung sekali Conrad dengan cepat menangkap Francesca yang pingsan dan hampir jatuh. Ia memeluk adik satu ibu itu penuh rasa khawatir."Tuan muda!" Greg mendorong sebuah kursi yang beroda ke arah Conrad. Pemikiran tangkas di saat darurat.Kekacauan itu seketika berhenti. Perhatian mereka yang tengah baku hantam terarah pada suara benturan keras, yang disebabkan jatuhnya tubuh Enrico dan Gubernur."Tuan Muda …." Serra hendak berlari ke arah pagar pembatas, namun tangan seorang dari pengawal Conrad menariknya dengan cepat."Kita harus pergi sekarang juga!"
Tiga tahun kemudian. Seorang bocah kecil berambut hitam dengan mata biru tertawa lebar penuh kegembiraan. Gigi-gigi kecilnya berjajar dengan rapi membuat senyuman di wajah putih dengan bibir tipis itu tampak semakin indah. Ia berlari dengan kesit membuat seorang wanita dewasa kelelahan untuk menangkapnya. Bocah itu tampak sangat senang sekali berhasil mengecoh wanita tersebut. Ia berloncatan dari tempat tidur menuju sofa dan meja. "Francisco! Ayooo cepat pakai bajunya, nanti kalau Aunty dan Uncle lihat malu loh ya." "Ayo, Mommy kejar Flans, baru nanti Flans pakai baju," ucapnya menggoda dengan suara cadel. "Hmm …, Mamma gak akan tanggung-tanggung loh ya." Francesca menambah kecepatannya untuk berlari, namun b
"Mommy? Apa masih lama?" rengekan kecil terdengar dari bibir mungil Francisco yang terbuai di pangkuan Francesca."Tidak akan lama lagi, Sayangku." Dengan lembut dan penuh kasih sayang ia membelai kepala Francisco.Francesca menutup jendela oval yang sedari tadi ia buka. Hanya ada kegelapan di luar sana dengan bintang berkelip di kejauhan. Ia perlahan mengangkat tubuh mungil anaknya untuk dibaringkan di atas tempat tidur.Francesca melihat ke arah sofa panjang di mana Serra sedang tertidur pulas. Goncangan halus dari pesawat tidak membuat gadis itu terbangun. Rasa kantuk terlihat begitu menguasai Serra.Francesca membuka lemari dan mengeluarkan dua buah selimut.Satu selimut ia letakan menutupi tubuh Serra d
Francesca terpaku menatap deburan ombak yang menari dengan lembut di hadapannya. Saat ini ia sedang berdiri di pinggiran geladak kapal barang. Kapal yang sama di mana ia pernah mencoba melarikan diri dan di sekap oleh Enrico. Ia tersenyum getir mengingat kejadian di masa lampau. Ketakutan yang amat sangat saat berada di dekat pria yang ia sebut Monster. Keinginan untuk kabur dan menjauhi Monster tersebut. Namun ironisnya, saat ini ia berada di kapal yang sama hendak mencari Monster itu. Monster yang telah berubah menjadi Pangeran tampan dan menyusup dalam hatinya. Monster yang telah membuat kacau kehidupan dan perasaannya. Karena dia, hidup Francesca menjadi tidak tenang dan diliputi oleh Kerinduan. Udara yang dingin dan angin yang bertiup mempermainkan rambutnya tak membuat Francesca memiliki keinginan unt
Pria itu masih tertegun menatap Francesca, wanita yang dipanggil Mamma oleh bocah kecil di sisinya. Wajah cantik yang tampak sedih dan lelah, membuat Enrico tersentuh.Ia bisa melihat duka yang mendalam dari raut wajah wanita tersebut. Tatapan matanya yang lekat tak berbalas. Arah pandang wanita itu hanya untuk anaknya."Bolehkan, Ma?" rengekan Frans membuat wanita itu tersenyum.Senyuman yang sangat manis dan begitu memikat. Seketika Enrico bisa melihat aura keibuan yang sangat kuat ketika tatapan mata Francesca terarah ke anaknya.Senyuman lembut yang membuat hati Enrico merasakan desiran berbeda, pertama kali dalam ingatannya. Matanya tak dapat beralih dari senyuman lembut itu."Jika Tuan mengijin
"Gunakan bath up di kamarku. Kau bisa menyiapkan air hangat untuk anakmu di sana." Perkataan Enrico membuat perasaan Francesca diliputi kebahagiaan. Pria itu membuka diri bagi anaknya, anak kandung yang tidak ia sadari. Sifat Enrico yang lembut berbanding terbalik dengan sikap dingin di masa lalu. Francesca memiliki harapan baik ke depannya. Ia segera menuju kamar Enrico, membuka pintu kamar tersebut dengan hati-hati. Saat sudah berada di dalam kamar, dia menarik napas dalam-dalam dengan memejamkan mata. Aroma khas yang ada di dalam kamar ini mengingatkan dirinya akan banyak hal. Di balik pintu ini, di mana ciuman pertamanya di renggut oleh pria itu, tempat tidur di mana dia pernah tidur dalam buaian Enrico, ruangan di mana pertama kali dia melihat tubuh pria dewasa tanpa sehelai benangpun.