Mala dan Harun kini berada di dalam sebuah bis, Mala melirik ke arah Harun yang tertidur pulas, tanpa sadar Mala meneteskan air matanya.Mala melihat keluar jendela bis dengan sedih. Sekarang dia benar-benar akan jauh dari Bramono. Mala lebih memilih untuk meninggalkan nya dan melupakan nya."Maafkan aku," lirih Mala.Kenangan manis bersama Bramono mulai terbayang di pelupuk mata Mala, membuat Mala sedikit tersenyum mengingatnya.Saat-saat manis mereka berdua ketika berada di atas tempat tidur, Bramono selalu membuatnya merasa spesial jika sedang bercinta, karena Mala tahu, hanya dirinya yang di sentuh Bramono se'intim ini.Bramono membuatnya seperti melayang dengan penuh rasa bahagia, sentuhannya, ciumannya semua membuat hati Mala bergetar.Mala terdiam, karena tak lama kemudian kenangan buruk pun muncul, kenangan di mana Bramono menyentuh dan menciumnya paksa dengan mulut bau alkohol yang sangat menyengat.Menghilangkan senyum yang tadi merekah dari wajah Mala, Mala kini mulai menet
Setelah kepergian Harun, Mala terkejut saat melihat Bu Minah keluar dari dapur.Bu Minah menatap Mala yang terlihat sangat pucat, Bu Minah segera memberikan Mala minyak angin, agar lebih segar."Apa Bu Minah, mendengar pembicaraan aku dan Harun?" Tanya Mala."Iya," Jawab Bu Minah.Mala menarik nafas panjang."Aku sudah menikah Bu, di kota. Tapi karena lelaki itu jahat, hingga aku memutuskan bercerai darinya dan pulang kampung, aku tidak tahu jika aku hamil," jelas Mala."Iya, ibu sudah tahu semuanya," jawab Bu Minah pelan, sambil terus memijit punggung Mala pelan."Apa benar kata Harun, aku harus menggugurkan anak ini?" Tanya Mala dengan sedih.Bu Minah menarik Mala dalam pelukannya, merasa sangat iba mendengar cerita Mala."Menggugurkan kandungan itu bahaya dan juga dosa, tapi membesarkan anak seorang diri juga sangat berat," ucap Bu Minah.Mala terdiam mendengar ucapan bu Minah.Mala ingat dia punya cukup banyak simpanan tabungan, yang Mala rasa cukup untuk bisa menanggung biaya saat
Sebenarnya Harun memang sudah tidak menemui Mala sejak hari itu. Mala pulang dari rumah sakit, berjalan kaki menuju rumahnya dengan perlahan, saat tiba di depan rumah, Mala terkejut melihat begitu banyak orang berkumpul di depan rumahnya."Ada apa ini?" Tanya Mala.Mala sangat mengkhawatirkan Bu Minah, apa terjadi sesuatu padanya.Namun hal itu terbantahkan ketika Bu Minah muncul dari dalam rumah, Mala spontan memeluk Bu Minah erat."Ibu baik-baik saja kan?" Tanya Mala dengan nada cemas."Ibu baik-baik saja, hanya saja kamu yang tidak baik-baik saja," jelas Bu Minah."Saya? Memangnya saya kenapa Bu?" Tanya Mala."Para tetangga minta kamu, menunjukan jika kamu memang sudah menikah," jawab Bu Minah.Mala menatap para tetangganya, yang memandang sinis padanya. Mala menundukkan kepalanya, lalu Mala masuk ke dalam rumah, mengambil cincin dan buka nikahnya, yang untung saja dia bawa dari kota."Ini buku nikah dan cincin pernikahan saya," ucap Mala sambil menyerahkan semua itu pada pak RT y
Di tempat lain, ada seseorang yang hidupnya begitu kosong dan hampa, dulu dia yang begitu gagah dan penuh semangat dalam menjalani harinya, kini dia hidup bagai mayat hidup.Dia seperti manusia pada umumnya, makan dan minum serta pergi bekerja. Tapi semua di lakukannya tanpa ada semangat atau senyuman, semuanya dia jalani seandainya.Hingga membuat hidupnya yang dulu bersinar kini sedikit demi sedikit mulai meredup.Karena hidupnya kini, sudah tidak ada tujuan, tujuan hidupnya sudah di bawa oleh seseorang jauh entah kemana, dan yang lebih parah dia tidak mau mencari orang yang telah membawa tujuan hidup nya itu.Hal ini di sebabkan, dalam hatinya ada rasa bersalah yang dia rasakan pada orang tersebut.Dia merasa dia sendiri penyebab orang itu memilih pergi darinya. Orang itu tidak lain adalah Bramono Sudjatmiko yang dulu di kenal sebagai Cassanova sejati yang sukses dalam bisnisnya, kini di kenal sebagai seorang pemabuk, yang tidak berguna. Semenjak kepergian Mala, hidupnya sudah t
Ratna mendominasi rapat kali ini, Bramono hanya diam, bahkan tidak berkomentar apapun.Bramono bersuara hanya ketika rapat di tutup.Setelah itu dia.pun langsung pergi meninggalkan ruang rapat.Ratna menatap kepergian Bramono."Dia benar-benar bukan Bramono yang dulu," batin Ratna.Ratna segera melupakan soal Bramono, dia melanjutkan pembicaraan tentang rencana yang akan di lakukan oleh nya dengan para staf yang terkait.Setelah selesai Ratna berniat, menemui Bramono di ruangannya.Begitu masuk ke dalam ruangan Bramono, Ratna melihat Bramono tampak santai dengan handphone di tangannya."Bagaimana menurut kamu rencana aku tadi?" Tanya Ratna.Bramono menoleh ke arah Ratna."Bagus," jawab Bramono sambil memainkan handphonenya lagi."Baguslah kalau begitu," balas Ratna lagi.Ratna memperhatikan Bramono yang terlihat acuh atas kehadiran nya, dengan berat hati Ratna keluar lagi dari ruangan Bramono tanpa pamit, karena Ratna berpikir pamit pun percuma tidak ada artinya.Ratna tersenyum pada
Kehadiran Brama dalam hidup Mala, membuat pikiran Mala benar-benar berubah, Mala yang ingin berjuang demi Brama, telah mempunyai rencana untuk mencari pekerjaan setelah Brama bisa di tinggal dan di titipkan pada Bu Minah.Walaupun tabungannya masih banyak, dan cukup hingga nanti Brama besar nanti.Mala sendiri sempat heran kenapa tabungan tak pernah berkurang walau selalu dia ambil setiap bulannya.Setelah Mala cek, ternyata setiap bulan selalu ada uang yang masuk ke dalam tabungannya, Mala yang tahu dari mana uang itu berasal, dari mana lagi selain dari Bramono, yang pernah berjanji akan tetap bertanggung jawab padanya, walau mereka telah berpisah.Mala akan menggunakan uang dari Bramono itu, untuk keperluan Brama, sedangkan untuk keperluan lain Mala akan bekerja.Sebenarnya hati Mala pada Bramono sedikit melunak, begitu tahu jika ternyata Bramono belum melupakannya, sampai saat ini.Namun Mala tidak mau terus bergantung pada Bramono, bisa saja Bramono sewaktu-waktu menikah dan mengh
Mala mengalihkan pandangannya dari cermin, dia menatap kembali Brama ke arah Brama, yang masih tertidur nyenyak., berharap Brama memberitahukan jawaban dari pertanyaan nya tadi."Apa ibu, harus berubah demi kamu?" Tanya Mala pada Brama, sekali lagi."Jika memang harus seperti itu, sepertinya ibu memang harus merubah penampilan ibu," ucap Mala masih menatap ke arah Brama.Mala menatap dirinya di cermin sekali lagi, Mala lalu perlahan membuka kacamata nya, kemudian kepangan rambutnya, terakhir behel hitam palsu yang selalu melekat di gigi putih aslinya.Saat melepas semua itu dari wajahnya, Mala teringat kenangan bersama Sang ibu.Mala ingat ketika pertama kali datang ke Jakarta, ibu memintanya memakai semua itu, Mala juga ingat ia sempat menolak memakai semuanya. Bahkan Mala sampai menangis ketika melihat pantulan wajahnya di cermin, wajahnya yang cantik seketika berubah menjadi jelek, jelek sekali.Mala marah pada ibunya dan tak mau keluar. Tapi dengan sabar ibu menasehati Mala."Ini
Mala pagi itu seperti biasa menjemur Brama di bawah sinar mata hari pagi, sebelum berangkat bekerja.Dan itu di manfaatkan oleh Harun untuk bertemu dengan Mala setiap hari, sebelum berangkat bekerja.Seperti pagi ini, Harun yang melihat Mala ada di teras rumahnya bersama Brama, langsung saja mendekati Mala dan mengambil Brama dari gendongan Mala.Mereka bertiga sekilas terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.Harun jadi merasa setiap pagi hanya Mala dan Brama yang selalu bisa memberinya energi untuk tetap terus menjalani hidupnya, yang terasa lebih rumit setelah menikah dengan Rima, ini semua karena sikap Rima yang sangat cemburuan.Hingga membuat Harun tidak mempunyai teman sama sekali dan selalu merasa terkurung di rumah.Hanya keinginan nya untuk bertemu Mala dan Brama esok hari nya, yang selalu membuatnya semangat bangun di pagi hari."Hati-hati run," teriak Mala ketika Harun harus pergi kerja.Harun merasa sangat di hargai oleh Mala, berbeda dengan Rima yang selalu berpesan
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai