Happy Reading
*****Setelah mengucap kata talak, Basuki pergi begitu saja dengan Ilyana yang sudah menunggu di depan kafe itu. Arya, suami Naina masih melongo menatap Yanti dan istrinya bergantian. Merasa iba dengan perempuan yang sudah dijatuhi talak suaminya, lelaki itu menyodorkan jus yang mereka pesan.
"Minumlah, Mbak. Maaf kalau buat suamimu salah paham. Aku nggak nyangka bakalan gini akhirnya," ucap Arya tulus dengan wajah penuh penyesalan.
"Aku yang harus minta maaf, Mas," ucap Yanti pada Arya, "Nai, kamu tahu sekarang, 'kan? Gimana kelakuan suamiku."
"Sabar, Say," ucap Naina. Dia kemudian merengkuh sang sahabat ke dalam pelukan dan salah satu tangannya mengelus-elus rambut. "Aku nggak pernah nyangka, Basuki bisa melakukannya. Dulu, kalian adalah pasangan idaman di sekolah."
"Waktu bisa merubah seseorang, Nai," balas Yanti dengan sesenggukan. "Ini alasanku ingin bekerja seperti ceritaku kemarin."
Naina mengangguk paham, terenyuh dengan keadaan sahabatnya. Masa indah pacaran memang tak menjamin selamanya akan bahagia saat pernikahan terjadi. Itu yang terlihat oleh perempuan berhijab pada rumah tangga Yanti dan Basuki.
"Iya. Aku paham sekarang, Yan. Semampunya kami akan membantu."
*****
Waktu terus berlalu sejak Yanti memutuskan untuk bekerja. Terhitung seminggu sudah, perempuan dengan berat badan 45 kg itu menjalani masa percobaan di minimarket sahabat Arya. Selama kurun waktu itu pula Basuki tidak pernah pulang. Entah di mana lelaki itu menginap setiap hari. Sekedar memberi kabar dan nafkah untuk kebutuhan sehari-hari anak-anak saja, lelaki itu sudah tidak melakukannya.
Apakah Basuki sudah menikah dengan Ilyana, Yanti juga belum mendapat kabar. Jika memang mereka sudah menghalalkan hibungan, harusnya sebagai istri yang sudah dijatuhi talak dia mendapat surat gugatan cerai. Namun, semua itu tidak terjadi.
Beruntung perempuan itu masih punya sisa uang belanja bulan lalu yang diberikan Basuki. Bahan-bahan kebutuhan dapur dan lainnya juga masih ada. Setidaknya, Yanti masih bisa mencukupi kebutuhannya sampai nanti mendapatkan gaji sendiri.
Selesai berhias, Yanti berpamitan pada Bagas yang sedang mengerjakan tugas sekolah sambil menonton televisi. Ketiadaan Basuki beberapa hari sama sekali tidak berpengaruh pada anak-anak. Malah mereka cenderung lebih bahagia dan tenang menjalani aktifitas sekolah. Tak ada lagi kekerasan fisik dan verbal yang selalu mereka lihat setiap hari.
"Baik-baik di rumah, ya, Nak. Mama pulang jam sembilan, malam ini. Setelah salat Isya, jangan lupa langsung tidur. Oke," nasihat Yanti pada si bungsu.
"Beres, Ma," jawabnya sambil menggerakkan tangan memberi hormat. Yanti tersenyum, sudah lama sekali dia tak melihat kebahagiaan sang putra.
"Oh, ya. Hampir lupa," kata Yanti sambil menepuk kening.
"Ada apa, Ma?"
"Bilang Kakak. Pulang sekolah nanti makanan yang di meja angetin dulu. Makan malam kalau lauk habis minta tolong Kakak untuk menggoreng telur yang di kulkas."
"Siap laksanakan." Sekali lagi, Bagas memberi hormat. Tak urang hal itu membuat mamanya gemas. Sebelum berangkat, Yanti menciumi pipi si bungsu dan mengacak rambutnya.
Diperlukan waktu tak sampai lima belas menit, perempuan berkulit sawo matang itu tiba di minimarket. Rekan kerja yang sif pagi sudah bersiap-siap untuk menyerahkan tugasnya pada Yanti, dia mulai menata dan menghitung uang hasil penjualan dari mulai bertugas. Perempuan berusia tiga puluh lima tahun itu memang diterima sebagai kasir di minimarket.
"Mbak Yan, ntar kalau bos datang terus lagi ndak ada kerjaan mending bersihin apa gitu. Soalnya Pak Bos suka rewel kalau lihat anak buahnya nganggur," nasihat teman Yanti.
"Pak Gaza maksudmu? Bukannya setiap hari dia ngecek kerjaan kita?" tanya Yanti bingung.
"Bukan. Big bos nanti yang mau datang. Pemilik minimarket ini."
"Siapa?"
"Lho, Mbak Yanti belum tahu?"
"Nggak pernah tahu." Disertai gelengan kepala.
"Namanya Pak Ismoyo. Katanya, sih lagi proses menduda," jelas partner Yanti.
"Ish. Ada-ada aja kamu." Mereka berdua tertawa.
*****
Di rumah, dua buah hati Yanti tengah kebingungan dengan sikap papanya yang mengusir mereka. Basuki memberi waktu pada Chalya dan Bagas sampai Mama mereka pulang kerja. Di mana hati nurani lelaki yang berstatus ayah itu? Tega mengusir anak kandung sendiri demi wanita yang akan dinikahi.
Tersedu Chalya membereskan pakaiannya demikian juga Bagas. Namun, si adik lebih tegar. Bocah kecil dengan tatanan rambut belah pinggir itu, menyikapi dengan santai. Mungkin karena dia masih belum begitu mengerti keadaan yang dialami keluarganya.
"Kita mau ke mana, Kak?" tanya Bagas masih belum mengerti.
"Nunggu Mama, ya, Dik. Beliau pasti tahu kita harus ke mana," kata Chalya yang masih sesenggukan.
"Oke, deh. Kak, Adik ngantuk. Tidur dulu boleh nggak?"
"Jangan tidur, Dik. Setengah jam lagi Mama udah pulang. Kalau kamu tidur siapa yang mau nggendong pas kita keluar rumah."
"Sebentar aja, Kak. Adik ngantuk banget." Berkali-kali Bagas menguap.
Bocah itu memang tak terbiasa tidur lebih dari jam setengah delapan malam. Yanti membiasakan anak-anak lekas beristirahat setelah melaksanakan salat Isya. Suara ketukan pintur terdengar, tanpa menunggu Chalya membukakan, Basuki sudah masuk ke kamar si bungsu.
"Mamamu pulang jam berapa? Perempuan punya keluarga kok kerja sampai malam gini. Jangan-jangan dia kelayapan," tuduh Basuki seenaknya.
Chalya menajamkan mata pada lelaki yang dulu sangat dia hormati. Ingin marah, tapi dia memikirkan adiknya.
"Jam sembilan, bentar lagi juga pulang. Mama itu nggak kayak Papa yang suka ngaret kalau pulang kerja."
"Jaga omonganmu. Papa kerja buat kalian kalau pulangnya telat itu artinya lembur. Ngerti?"
"Lembur kerjaan apa lembur sama selingkuhan?" Chalya semakin berani menjawab perkataan papanya.
"Jangan durhaka sama orang tua." Basuki keluar kamar dengan membanting pintu.
"Papa marah lagi, Kak?" tanya Bagas yang indera penglihatannya sudah mulai meredup, ngantuk.
"Adik tidur aja. Kakak beresin barang-barangmu. Ntar Mama datang, Kakak bangunin," putus Chalya kasihan melihat adiknya.
Lebih setengah jam berlalu dan suara motor terdengar. Chalya yakin itu mamanya. Setengah berlari dia menghampiri Yanti, membukakan pintu sambil menangis.
"Kakak kenapa? Mama pulang kok malah nangis," tanya Yanti.
Letih setelah bekerja tak lagi dihiraukan, perempuan itu merangkul putrinya. Mengelus-elus punggung dan mengajaknya masuk. Sampai di ruang tamu, Basuki sudah berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.
"Kerjaan apa sampai semalam ini? Kelayapan aja kamu."
"Oh. Jadi kamu penyebab Kakak nangis," ucap Yanti, "aku sudah bukan istrimu lagi, 'kan? Jadi kamu nggak berhak ngatur dan menanyakan apa pun lagi tentang hidupku."
"Bagus kalau kamu sadar sudah bukan istriku lagi. Jadi, silakan keluar dari rumah ini!" kata Basuki keras.
Yanti memundurkan langkah, tega Basuki mengusir dirinya. Jika lelaki itu mengklaim bahwa rumah itu miliknya, apa dia tidak sadar bahwa tanah itu milik orang yang sekarang diusir. Yanti tersenyum miris mengingat semua.
"Aku akan pergi dari rumah ini, tapi ijinkan anak-anak ikut."
"Ya harus kamu bawa. Mereka 'kan anak-anakmu. Aku nggak mau dibikin ribet dengan segala urusan mereka berdua."
Ucapan Basuki menjadi kebahagian tersendiri bagi perempuan dua anak itu. "Bagus. Jangan lupa kirimkan juga surat perceraian kita. Aku nggak mau perempuan itu menemui dan mengganggu kehidupanku dan anak-anak."
Masih dengan kelelahan yang mendera, Yanti membereskan semua pakaian. Tak ada perabotan satu pun yang dia bawa kecuali anak-anak dan baju-baju. Dia menyuruh Chalya membangunkan Bagas, sementara dirinya sibuk menaruh koper mereka di motor.
"Kakak bonceng Adik bisa, 'kan? Koper kalian sudah Mama taruh di motor. Malam ini kita pulang ke rumah Eyang."
Entah apa yang menyebabkan Yanti bahagia sekalipun Basuki telah mengusirnya. Kehidupan baru tanpa suami akan segera dimulai sejak malam ini juga. Yanti menaikkan garis bibirnya, meskipun air mata sempat menetes tadi.
Happy Reading*****Jalanan mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Kota kecil seperti Banyuwangi, meskipun kabupaten jika jam sembilan ke atas jarang kendaraan yang melintas. Di belakang motor berwarna putih milik Chalya, Yanti berada kini.Rumah tangga yang dibangun belasan tahun silam runtuh sudah. Kesedihan demi kesedihan yang ditorehkan Basuki kini berakhir seiring jatuhnya talak dari lelaki itu. Kini, perempuan itu harus menyiapkan kalimat atas pertanyaan yang akan diajukan ibunya nanti.Tak pernah menjenguk perempuan yang telah melahirkannya adalah bukan murni keinginan Yanti. Basuki sering kali melarang dengan alasan kewajiban sebagai istri harus didahulukan. Ah, mengapa dia harus mengingat lelaki itu kembali.
Happy Reading*****Bel tanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi ketika Chalya memarkirkan motor. Cepat dia mencopot helm yang masih dikenakan dan segera berlari ke kelas. Jam pelajaran pertama adalah kimia dengan guru super galak tentunya. Sudah pelajarannya cukup susah ditambah guru galak pula, lengkap sudah.Dari lorong yang berseberangan dengan gadis itu berlari si Pak Guru sudah terlihat hampir mendekati kelas. Chalya mempercepat larinya, sayang langkah kaki lelaki paruh baya itu hampir sama dengan lari si gadis sehingga mereka berpapasan di depan pintu kelas. Mereka hampir saja bertabrakan."Kenapa masih pake jaket?" tanya sang Guru."Maaf, Pak," ucap Chalya sambil membuka
Happy Reading*****Awan kumulus putih menghiasi birunya langit. Tiupan angin sesekali terasa, tetapi tidak sampai mengurangi keringat yang terus bercucuran dari perempuan yang akan berangkat kerja. Sekali lagi hari ini, dia masuk sif siang. Setelah menjemput putranya, Yanti segera mengganti pakaian dan berangkat.Jalanan dari rumah ibunya terasa sepi. Sebagian penduduk mulai istirahat sebelum melanjutkan pekerjaan di sawah. Rumah yang pernah ditinggali Yanti selama kurang lebih delapan belas tahun itu memang tergolong desa. Jadi, sebagian besar penduduknya bertani, lahan persawahan masih banyak dijumpai di sana, meskipun tidak semua menanam padi.Sepanjang perjalanan sebelum keluar dari jalan desa. Rekaman kejadian bersama Basuki melinta
Happy Reading*****Mengalah bukan berarti kalah, sesuatu yang dipaksakan hasilnya tentu tidak akan bagus. Bertahan belasan tahun sudah dijalani oleh Yanti. Menjadi istri yang begitu pengertian dan memaafkan setiap kesalahan Basuki pun sudah perempuan itu lakukan. Namun, sikap si lelaki yang berstatus suami tak juga berubah.Benar bijak berkata, pengertian itu tidak cukup dilakukan oleh salah satu pihak saja. Jika hal itu tetap dipaksakan, maka akan ada pihak yang terluka. Seperti posisi Yanti pada pernikahannya dengan Basuki, hanya perempuan itu saja yang selalu mengerti dan belajar memahami segala kelakuan dan sikap suaminya, tetapi tidak begitu dengan sang lelaki.Sebuah surat yang dikirimkan oleh seseorang atas suruhan Basuki membuat
Happy Reading*****"Pak, saya mau diajak ke mana?" tanya Yanti dan lagi-lagi Ismoyo tidak merespon pertanyaannya.Lelaki itu malah dengan cepat melajukan mobil ke arah yang tidak diketahui si karyawati. Nyaris tak ada penjelasan apa pun dari Ismoyo. Sewaktu masuk ke ruangan Gaza pun, lelaki itu cuma meminta sang sahabat mencatat kehadiran Yanti dan menghitung lembur jika nanti dia balik ke minimarket lebih dari jam kerja yang ditetapkan.Sampai di sebuah perumahan yang cukup bagus, pelan-pelan lelaki itu mengendarai mobilnya. Menyapa satpam yang menjaga gapura perumahan dan memberi uang tips, lalu melanjutkan lagi perjalanan. Sampai di sebuah rumah paling pojok dengan pohon anggur menaungi halaman depan, Ismoyo menghentika
Happy Reading*****"Tarik napas dalam-dalam. Tenangkan hati dan pikiran menghadapi mereka. Aku ada untukmu," kata Ismoyo memberi semangat.Yanti mengikuti instruksi si bos, mengembuskan napas dalam-dalam dan mulai melangkah. Berniat menyalami raja dan ratu sehari, Ismoyo berjalan santai di sebelah karyawannya. Tangan kiri si lelaki masih setia menggenggam.Ilyana terlihat membisikkan sesuatu pada Basuki. Sang mantan akhirnya menatap tajam ke arah Yanti yang mengantri di barisan para tamu untuk menyalami mereka. Tatapan itu turun pada genggaman tangan keduanya dan membuat emosi si mantan tersulut.Tepat giliran Ismoyo di depan sang pengantin perempuan. Lelaki itu mengucapkan se
Happy Reading***** Pulang dari resepsi pernikahan Basuki, Ismoyo tak langsung membawa karyawannya ke minimarket. Namun, dia mengajak ke suatu tempat. Yanti sempat bertanya ke mana lelaki itu mengajaknya, tetapi lagi-lagi si bos berkata untuk diam dan mengikuti semua perintah.Kalau sudah begitu, bisa apa. Yanti, hanya karyawan biasa yang berusaha patuh agar tidak diberhentikan sebagai pegawai. Masih banyak kebutuhan yang harus dia penuhi, apalagi menyangkut anak-anak. Di sebuah gedung bertuliskan spa dan salon kecantikan, si bos menghentikan laju kendaraan."Pak, kita mau ngapain ke sini?""Mau main futsal," jawab Ismoyo sambil menarik garis bibir
Happy Reading*****Tepat pukul sepuluh malam, Yanti sampai di rumah. Seandainya si bos tidak mengajak untuk makan di kafe terlebih dahulu mungkin dia tidak akan sampai di rumah selarut ini. Ada-ada saja alasan Ismoyo untuk mengajaknya, ada rekan kerja yang minta ketemuan hari itu juga.Sekali lagi, Yanti tidak bisa menolak permintaan si bos. Masih dengan pakaian yang sama ketika datang ke acara resepsi, dia menemani makan malam. Cara memperkenalkan si bos tentang dirinya juga masih sama seperti tadi, kekasih katanya.Bernapas lega, si karyawan turun dari mobil. "Terima kasih, Pak."Masih tetap duduk di kursi kemudi Ismoyo menatap Yanti. "Aku yang terima kasih. Kamu sudah bersedia me
Happy Reading*****Bulan terus berganti, perut Yanti kian terlihat membesar seiring kesehatan Ismoyo yang makin membaik. Keluarga mereka semakin hari juga semakin bahagia. Segala gangguan dalam rumah tangga bisa teratasi dengan baik.Perihal uang untuk melunasi kredit macet ke bank juga sudah diceritakan. Ismoyo juga sudah memulai bekerja sejak sebulan lalu. Minimarket online yang digagas oleh istrinya juga berjalan baik dengan hasil yang lebih maksimal. Usaha pasangan itu kian hari kian berkembang.Tentang Dania, dia sudah jauh lebih bertanggung jawab dan tertata dal
Happy Reading*****Suara azan Asar berkumandang, Ismoyo beranjak dari kursi rodanya. Menuju kamar mandi, sementara sang istri masih bekerja di depan laptop. Mencatat satu per satu pesanan masuk dari minimarket. Untuk sementara waktu Yanti membantu menangani pesanan-pesanan dari toko online usaha suaminya.Tak tega melihat cara berjalan sang suami yang tertatih, Yanti mendekat. "Mas kenapa nggak minta tolong?""Aku takut ngganggu kamu, Sayang. Kerjaanmu jadi dobel karena aku sakit. Masak iya aku masih ngerepotin kamu dengan aktifitas kecil seperti ini," ucap Ismoyo.
*****Pagi-pagi sekali, Yanti sudah disibukkan dengan pekerjaan. Baik itu pekerjaan rumah sampai perkerjaan di toko miliknya. Selesai mengurus sang suami dia pamit berangkat kerja."Mas, nanti sebelum makan siang aku dah pulang. Njenengan di rumah ditemani sama Mbok Asri, nggeh. Aku cuma mau cek stok dan ngirim barang orderan toko online," pamit Yanti pada Ismoyo yang tengah berjemur di halaman samping rumah. Ada ruang hijau di sebelah garasi mobil mereka. Sengaja dibuat untuk tempat bermain anak-anak, begitu pikir Ismoyo dahulu. Tak disangka halaman yang tak seberapa luasnya itu kini bisa dimanfaat sebagai tempat terapi baginya.Sejak di rawat di rumah sakit, dokter menyarankan agar dia sering-sering berjalan-jalan tanpa alas kaki. Hal itu dilakukan untuk memperlancar peredaran darah. Be
Happy Reading*****Bias kemerahan mulai tampak di langit kabupaten dengan sejuta mistis yang sangat terkenal. Keluarga kecil Ismoyo berkumpul semua di teras atas tempat favorit Mbok Asri. Bukan pesta, tetapi sebuah ungkapan rasa syukur dari Rukayah karena kedua buah hatinya kembali rukun. Mereka mengadakan acara makan malam sederhana.Acara dimulai dari menikmati senja disertai obrolan ringan sambil menunggu masakan yang masih diolah. Ketika azan magrib berkumandang, keluarga itu melaksanakan kewajiban terlebih dahulu baru menikmati hidangan. Naina dan keluarganya juga masih di rumah Ismoyo.Karpet motif abstrak warna dasar hitam sudah digelar dengan ra
Happy Reading*****Ketika akad nikah telah diucap, menandakan bahwa seorang lelaki dan perempuan telah menemukan sigaraning nyawa atau lebih sering disebut garwa. Maka, saat itu juga baik suami ataupun istri harus bisa menerima dengan segenap rasa syukur bagaimanapun sosok dan kondisi pasangannya. Tidak layak bagi keduanya saling mencela dan mencari-cari kesalahan pasangan karena keduanya adalah satu kesatuan yang utuh sebagai belahan jiwa.Seorang suami istri harus berada dalam satu pihak dalam menyikapi setiap proses fase kehidupan. Jika ada masalah yang timbul di kemudian hari, keduanya harus bisa menyelesaikan dan saling mendekat satu sama lain. Jangan ada sekat atau sesuatu yang disembunyikan agar rumah tangga yang sakinah, mawaddah warohmah senantiasa tercipta.Sigaraning nyawa menyiratkan adanya keseimbangan antara suami istri. Saling melengkapi, memberi dan menguatkan. Jika sudah seperti itu seakan istri tidak bisa hidup tanpa sua
Happy Reading *****Suara pecahan kaca dari meja yang dilempari asbak terdengar begitu nyaring. Suami Widya marah karena merasa dikhianati oleh istrinya. Sebuah video percakapan perempuan itu dengan Dania yang mengatakan keinginannya untuk kembali pada Ismoyo terekam. Siapa lagi kalau bukan Yanti yang mengirimkan.Rekaman video itu didapat masih dari CCTV kantor Pak Asrul ketika mereka berniat mengibuli Ismoyo. Atas bantuan Rukayah, Yanti mendapat nomor ponsel lelaki itu. Semua tipu muslihat Widya telah terendus kini."Berani kamu ninggalin aku?" kata lelaki yang bernama Anton."Bukan gitu, Mas. Aku cuma mau menguasai harta Ismoyo aja, nggak lebih, kok. Usahamu hampir koit, lalu aku makan apa kalau terus-terusan ngandelin kamu." Widya membuat alasan."Halah! Itu cuma akal-akalanmu aja. Cuma masalah makan aku masih bisa mencukupinya. Dulu aja, kamu bilang dia mandul nggak bisa muasin. Sekarang?" Anton meninggalkan istrinya keluar. Men
*****Lelaki itu masih betah duduk di mobil sambil memandangi rumah yang sudah bukan miliknya lagi. Terbayang kenangan indah bersama keluarga kecilnya dulu sebelum semua berubah. Tiap kali Basuki pulang kerja, Yanti dan Chalya sudah menyambut. Sulung kecil begitu riang menyambut kedatangannya, meskipun dirinya tak membawa oleh-oleh.Semua membahagiakan saat itu walau gajinya tak seberapa karena belum diangkat menjadi ASN. Basuki memukulkan keningnya pada setir, menyesali perbuatannya dahulu. Setelah menikah dengan Ilyana perasaan bahagia itu tidak pernah dirasakan. Tiap kali pulang kerja, istrinya tak pernah ada di rumah. Jangankan makanan yang sudah tersedia di meja, kehadirannya sebagai pelepas lelah saja tak pernah ada.Sekarang dia harus melepaskan semua kenangan ber
Happy Reading*****Pulang menjenguk suaminya, Yanti segera menemui Basuki. Menyelesaikan permasalahan terakhir mereka. Setelah itu baru dia mengurus masalah Ismoyo. Perempuan itu sudah bekerja sama dengan Gaza berusaha melunasi kredit macetnya."Aku sudah di tempat yang kamu tentukan," kata Yanti di telepon."Aku di gazebo pojok nomor dua dari ujung kafe," ucap seseorang.Yanti menutup telepon dan berjalan sesuai petunjuk dari lelaki yang di teleponnya. Dia tidak sendiri, ada Gaza yang menemani saat bertemu dengan Basuki. Tak mau ambil resiko jika nanti ada mulut-mulut seseorang yang memfitnah dirinya, apalagi istri sang mantan selalu saja be
Happy Reading*****"Jadi, di mana istrimu sekarang?" tanya Ismoyo tak sabar."___""Share alamatnya kalau nggak mau aku laporkan ke polisi. Kamu juga pasti terlibat persekongkolan dengan istrimu itu. Aku tunggu secepatnya.""___"Ismoyo menutup telepon setelah lelaki yang berstatus suami Widya itu menyelesaikan perkataan. Tak lama kemudian suami Yanti menerima notif chat, sebuah alamat dikirimkan oleh orang yang diteleponnya tadi. Dia segera pamit pada sahabatnya."Za, aku niti