Rendi sedang merebahkan diri di dalam kamarnya, ketika Andre, teman satu kosnya tiba-tiba saja masuk. "Weeiits! Ada jomblo layu niih!" pekiknya kemudian menghempaskan diri di sebelah Rendi. "Apaan sih lo? Dateng-dateng bukannya bawain makanan malah berisik!" ujar Rendi kesal. Ia sedang asyik bermain game online. Andre terkikik. "Sesama anak kos mana mungkin saling ngasih makanan? Yang ada ya dimakan sendiri-sendiri lah!" Rendi terbangun dari rebahannya saat game yang ia mainkan usai dan memberikan hasil kemenangan bagi timnya. "Ngapain lu? Tumben masih sore udah cari temen ghibah. Biasanya jam segini masih berduaan sampe kuping gue panas denger desahan kalian!" Andre sontak tertawa terpingkal-pingkal. "Jadi kedengeran sampe sini?" "Ya iya lah, beegooo!" Rendi menoyor kepala Andre yang semakin keras suara tawanya. "Ayang lagi datang bulan, jadinya nggak dikasih jatah deh!" "Ceilaah, kasian merana nggak dikasih jatah!" Rendi menatap Andre penuh ib
haalooo!!bagaimana keseruan cerita Reni dam Arjuna? apakah kalian tertarik? maaf yaa jika konfliknya masih kurang ekstrem.mohon maaf pembacaku, kali ini jadi mulai tidak konsisten update lagi. karena ada banyak hal yang harus kuurus. sebenarnya sangat ingin konsisten menulis dan up bab baru setiap harinya. tapi apalah daya, karena belum menjadi penulis full time, banyak hal yang harus dikerjakan kali ini.doakan saja teman-teman, semoga suatu saat bisa menjadi full time writer. aamiin, hehehesemoga kalian tetap dalam lindungan-Nya dan bahagia yaaa :)tetap baca cerita Reni dan Arjuna yaa :)salam hangat dariku, author yang tak pernah memberikan sapaan pada pada pembaca.Reya 🤍
Hari ini adalah hari keberangkatan Arjuna dan timnya ke Semarang. Reni mengambil cuti magang hari ini, demi bisa mengantar Arjuna ke bandara. Pagi-pagi ia sudah ribet sendiri di kamarnya membuat sang Mama masuk ke sana. "Cuma mau nganterin Arjuna ke bandara doang kenapa seribet ini sih, kamu?" Santi melihat berbagai alat make up berserakan di kasur Reni. Tidak hanya itu, juga ada banyak sekali printilan yang menurut Santi tidak berguna ada di sana. "Udah lama nggak dandan, Ma. Tapi Arjuna tadi malem minta Reni buat dandan. Kan jadinya ribet gini!" sahut Reni seraya memulas wajahnya dengan make up yang ia miliki. Meskipun jarang sekali memakai make up, tetapi Reni memiliki semua toolsnya dengan sangat lengkap. Toh, masa kadaluarsanya juga masih lama. Perempuan itu juga menyimpan dan merawatnya dengan baik sehingga tidak sampai ada jamur yang tumbuh di perlengkapan make upnya meskipun lama tidak dipakai. "Arjuna yang minta?" dahi Santi berkerut. "Kenapa minta?" R
Reni sudah tiba di lobi bandara. Ia sudah menelepon Arjuna sebelum sampai sini, bahwa mereka akan bertemu di lobi bandara. "Arjuna belum nyampe, Ren?" tanya Mamanya. Reni menggeleng. "Katanya sih bentar lagi nyampe, Ma. Kita tunggu bentar aja ya!" Tak lama kemudian, Arjuna datang. Ia membawa satu koper besar yang memuat seluruh pakaian dan juga dokumen yang dimilikinya. Ia tidak mau ribet membawa banyak tas jika kopernya bisa memuat semua barang yang ia butuhkan. "Selamat pagi, Om Tante!" sapa Arjuna seraya mencium tangan orang tua Reni. Begitu pula sebaliknya, Reni juga mencium tangan Wirawan dan Andini yang kemudian ia ditarik ke dalam pelukan Andini. "Kamu makin lama makin cantik aja! Perawatannya pake apa?" bisik Andini kepada Reni. "Cuma skin care rutin aja sih, Te. Tapi emang makin kompleks skin carenya, hihihi." Keduanya asyik tertawa bersama sampai suara Arjuna menginterupsi. "Om, Tante, saya mau pamit ke Semarang selama kira-kira tiga sampa
Pesawat yang ditumpangi Arjuna sudah take off beberapa waktu yang lalu. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya selama di pesawat dengan mempelajari kembali skema gambarnya. Ia tidak ingin sampai salah memahami konsepnya sendiri yang sudah disetujui oleh Satria. Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya membuat Arjuna yang mengenakan headset merasa terusik. Akhirnya Arjuna menoleh dan mendapati Sandra ada di sebelahnya. "Kamu ngapain?!" tanya Arjuna penuh keterkejutan. Ia bingung kenapa Sandra bisa satu pesawat dengannya. "Loh, kan aku salah satu investor di proyeknya Satria. Emangnya kamu nggak baca surat perjanjiannya kemarin itu?" Arjuna mencoba mengingat-ingat. Sepertinya karena terlalu girang mendapat kabar bahwa proyeknya mendapatkan investor besar, Arjuna sampai tidak teliti membaca dokumennya. "Kenapa kamu mau jadi investor di proyek ini?" Sandra tersenyum tipis. "Ya nggak apa-apa. Aku cuma mau mengembangkan uang yang aku punya biar nggak mandek di sit
Reni baru saja tiba di rumah ketika ia melihat motor milik Rendi terparkir di halaman. Perempuan itu bergegas masuk ke dalam rumah dan benar saja, ia melihat Rendi sedang asyik mengobrol dengan Papanya. "Nah, itu Reni dateng!" seru Santi yang membawa nampan berisi cemilan. "Kamu udah ditungguin dari tadi loh sama Rendi." Reni memutar bola matanya. Ibundanya ini memang paling bisa menggoda dirinya agar salah tingkah. "Reni bersih diri dulu." Reni menoleh ke arah pria yang juga sedang menatapnya. "Aku tinggal bentar nggak apa-apa kan, Ren?" "It's okay!" jawab Rendi seraya tersenyum. Perempuan itu segera bergegas naik ke kamarnya. Sebenarnya ia sungkan juga jika harus menyuruh Rendi menunggunya. Tetapi, badannya serasa lengket setelah seharian berjalan-jalan bersama Nadya. Ia memilih untuk mandi dengan cepat. Mengenakan skin care yang lebih sederhana agar bisa segera kembali ke ruang tamu. "Duh, udah ditungguin malah perawatan dulu!" seru Santi dari ruang teng
Pagi-pagi sekali Reni sudah nangkring di depan rumah. Ia sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapannya sendiri. Ia ingin memasak nasi goreng pedas sesuai dengan pesanan Rendi kemarin. Lelaki itu bilang, nasi goreng pedas tempo hari yang Reni berikan rasanya enak. Karena tersanjung, akhirnya ia memasaknya. "Nungguin Mas Rendi ya, Non?" seru Mang Ujang yang baru selesai mencuci mobil Mamanya karena semalam pulang kehujanan. Reni mengangguk. "Iya nih, Mang. Mau berangkat magang. Mamang udah sarapan belum?" "Cuma tadi makan gorengan sama minum kopi aja, Non. Sarapannya mah masih nanti jam sembilan!" "Reni habis bikin nasi goreng pedes kalo mamang suka. Nanti minta ke Si Mbok aja. Tadi udah Reni sisihin kok!" Mata Mang Ujang berbinar-binar. Ia merasa senang disisihkan masakan seperti itu, bukan diberi makanan sisa seperti di majikannya dulu. "Beneran, Non?" Reni mengangguk seraya tersenyum. Kemarin ketika pulang, Rendi memberinya banyak sekali nasihat me
Pagi hari tadi, tiba-tiba saja Rendi menelepon Reni dan mengatakan bahwa ia sedang sakit. Suaranya terdengar sangat parau. Reni yang khawatir akhirnya mengantarkan sarapan melalui ojek online ke kosan Rendi. Rendi juga sudah mengirimkan surat sakit dari dokter pada Aulia agar diberikan jatah cuti sampai ia sembuh. "Rendi sakit ya, Ren?" tanya Aulia ketika Reni sedang merekap daftar tamu. "Iya, Mbak. Kayaknya dia kecapekan. Tadi telepon suaranya parau banget!" "Aku juga kaget tadi subuh nelpon kirain ada apa. Ternyata mau ijin nggak masuk. Aku langsung bilang aja ke Pak Aldo buat ngasih jatah istirahat dua sampai tiga hari. Ya, minimal sampai dia sembuh lah!" Aulia tiba-tiba mengingat sesuatu. "Oh, iya! Nanti Pak Aldo mau dateng ke galeri! Akhirnya setelah kalian magang hampir setengah jalan, ketemu juga sama Pak Aldo!" Wajah Reni berubah sumringah. Bosnya itu sepertinya terlalu sibuk hingga untuk menjenguk galeri saja butuh lebih dari satu bulan. "Tapi sayangny
Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite
Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni
Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli
Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna
Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b
Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny
Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.
Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.
Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce