Share

Bab 7. Jatuhnya Talak

Penulis: Andara Blythe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pernahkah kau begitu mencintai seseorang hingga kau tak lagi memperdulikan dirimu? Mengikuti segala ingin hingga dirimu melebur tak bersisa padanya? Lupa jati diri, menyelingkuhi harkat martabat sendiri?

Lalu, saat dirimu sudah seutuhnya menjadi milik seseorang, ia meninggalkanmu begitu rupa. Mencabikmu hingga tak bersisa. Sampai akal tak lagi bisa menolerirmu dalam hina.

                                                                               ===***===

Angelique berlalu pergi dari rumah, membawa satu buah tas koper besar berisi pakaian Hamam. Melenggang pergi dengan penuh kemenangan, setelah sebelumnya mendecih pada Amy. Menertawakan kelemahan dan kebodohan wanita yang terduduk lemah di sudut kamar.

Ketika bayangan pelakor itu hilang dari pandangan. Dan derum mobil milyaran rupiahnya membelah pekarangan rumah, dengan gemetar Amy mengambil gawai yang tergeletak di atas nakas. Pucat pasi ia kembali menghubungi Hamam. Setelah mencoba yang ke sepuluh kalinya, handphone laki-laki itu diangkat.

“Ada apa?” jawab suara di ujung sana.

Dingin. Datar. Tanpa rasa.

Tangis Amy pecah sebelum sempat berbicara dengan suara gemetar.

“Mas ..., Angelique ...,” ucapnya terbata-bata.

Jeda sebentar, lalu terdengar hela nafas. Berat.

“Mau bagaimana lagi. Bukankah kau yang memulai segalanya,” jawab Hamam dingin. Amy hanya mampu terisak.

“Sudah. Aku mau kerja dulu,” sergahnya kasar lalu menutup telepon.

“ Ma ...,” ucap Amy menggantung setelah mendengar nada putus.

Aku tidak mau seperti ini.

Lalu ia menghambur keluar kamar. Tak dihiraukannya pekik jerit Mbok Napsiah yang mencoba mencegah dirinya. Ia menyambar kunci mobil di atas meja lalu segera menuju garasi.

“Nya ..., Nyonya. Jangan pergi! Nyonya baru saja sembuh,” jerit Mbok Napsiah.

Amy membanting pintu mobil. Dengan tangan gemetar ia memutar kunci pada stop kontak, menginjak pedal kopling dan segera memasukkan gigi. Mobil berjalan tersentak-sentak melewati pagar yang masih terbuka. Sisa kepergian Angelique tadi. Yang menguarkan luka di hati Amy.

Bagai kesetanan, Amy menginjak pedal gas dan memacu mobilnya melesat di jalan raya. Hatinya bagai diremas dan dicabik. Bukan hanya oleh Hamam. Tetapi juga ibu mertua dan keluarga suaminya ikut andil menuangkan cuka ke atas lukanya.

Perjalanan ke rumah keluarga Hamam yang biasanya ditempuh dalam waktu satu jam, dipercepat menjadi setengah jam oleh Amy.

***

Sofia, ibu mertua Amy, memandang menantunya dengan jijik dari bawah kelopak matanya. Di sebelahnya, Angelique duduk dengan manis sambil memijit-mijit lengan calon mertuanya.Amy menggigit-gigit bawah bibirnya. Hatinya diliputi rasa cemas, marah dan benci yang berkumpul menjadi satu.

Wanita jalang! Beraninya dia mengambil posisiku di sana. Kecam Amy di dalam hati.

“Ibu ..., aku ...,” ucap Amy terbata.

“Hamam sedang mengurus perceraian kalian,” pungkas ibunya.

Perkataan yang bagaikan titah itu bagaikan suara petir di telinga Amy. Darah seketika meninggalkan wajahnya. Meluluhlantakkan tulang belulangnya. Dengan nanar ia menatap ibu mertua dan Angelique bergantian.

“Ibu ..., dengarkan dulu penjelasanku ....” cicit Amy sambil terpaku di kursinya.

Ibu Sofia membuang muka. Lalu mengelus punggung tangan Angelique dengan sayang. Wanita muda yang duduk di sampingnya tersenyum. Lalu balas memeluk pundaknya dengan sayang.

“Angelique yang akan menggantikanmu. Dia memang yang seharusnya menjadi istri Hamam,” titah Ibu Sofia.

Senyum Angelique bertambah lebar. Lalu mengerling dengan sudut mata, memandang Amy dengan remeh. Istri Hamam itu mendekap dadanya. Hatinya bagai diiris-iris dengan sembilu. Menyaksikan kemesraan di antara keduanya.

“Ibu ..., maafkan aku ...,” ucap Amy bergetar.

Percuma menjelaskan kesalahpahaman ini. Toh, semuanya tak akan berguna. Tak akan didengarkan oleh ibu mertuanya.

“Pergilah. Kau tak diterima di rumah ini,” vonis wanita tua itu kejam. Lalu, berdiri tegak dengan perlahan dengan dibantu oleh Angelique.

“Ibu ..., kumohon, Bu. Kumohon ..., bujuk Mas Hamam supaya tak menceraikanku, Bu. Kumohon ...,” seru Amy tertatih. Menubruk kaki ibu mertuanya dan bersujud di lantai. Angelique membuang muka. Jijik melihat betapa lemahnya Amy.

“Sudah terlambat! Inilah akibatnya, bila tak menurut pada suami dan hanya bisa memberikan aib! Sudah mandul! Tak bisa memberikan cucu, berselingkuh pula dengan lelaki lain!” teriak ibu mertuanya sambil menghentakkan kaki.

“Ibu ..., aku minta maaf. Aku mohon ampun .... Tolong, jangan pisahkan Mas Hamam dariku,” isak Amy di atas lantai.

Ibu Sofia membelalakkan mata. Murka mendengar kata-kata Amy.

“Aku memisahkan?!” teriaknya.

“Tidak tau diri! Bukankah ini buah dari dosamu sendiri! Andai kau bisa menjaga dan membawa diri, tentu hal ini tak akan menimpamu! Pergi kau dari rumahku! Tak sudi aku melihat wajahmu lagi!” teriakkan ibu mertuanya menggema di seluru rumah. Membuat adik iparnya datang dan terkejut melihat kondisinya.

“Ibu!”

Nyonya Sofi memegang dadanya. Mengerut menahan sakit yang teramat sangat menembus jantungnya. Dengan panik, Angelique memapahnya duduk kembali ke kursi tamu dan berteriak cemas.

“Seseorang, panggil dokter Bram kemari! Cepat! Mamih kena serangan  jantung!”

Suasana di rumah menjadi panik. Para pelayan berdatangan dan mencoba membantu. Menyisihkan wanita yang teronggok menangis di atas lantai.

Pucat pasi. Hina dalam keterpurukan.

***

Tangan Hamam tanpa ampun melayang ke wajahnya berkali-kali. Meninggalkan jeritan-jeritan pilu memohon ampun. Tepat satu jam setelah Amy pulang dari rumah ibu mertuanya. Terusir oleh teriakan semua orang di rumah itu. Menyalahkan dirinya atas serangan jantung yang seketika menyerang wanita tua tersebut. Tak lama kemudian, Hamam menyusul pulang. Langsung melabrak Amy tanpa bertanya lagi.

Ah, sejak kapan ia bertanya?

“Perempuan tak tahu malu! Masalah yang satu belum selesai, sudah ditambah lagi dengan yang lain!” teriaknya sambil melayangkan pukulan bertubi-tubi ke arah Amy.

“Aku talak kau! Aku talak kau! Aku talak kau!” teriaknya murka. Ditingkahi dengan suara lolongan minta ampun wanita di bawah kaki Hamam.

“Ampuun ..., Mas. Ampun ...,”

“Mulai sekarang, kau haram bagiku! Keluar kau dari sini! Dari rumahku! Bitch! Kau hampir membuat ibuku mati!” Urat-urat menyembul keluar dari pelipis wajah Hamam. Bagai kesetanan ia memukuli istri dan membuang semua barang milik wanita itu keluar rumah.

Vonis telah jatuh.

Apalagi yang kau harapkan, Amy?

Hamam Prasetyo melemparkan semua pakaian dan barang milik Amy malam itu. Memerintahkan Mbok Napsiah untuk mengemas semuanya ke dalam kantong kresek besar berwarna hitam. Seolah-olah hendak membuang semua memori tentang Amy layaknya sampah.

Babak belur. Penuh luka dan tangisan, tubuh kecil yang dulunya cantik itu diseret keluar rumah tanpa ampun. Sumpah serapah keluar dari bibir tipis Hamam. Seolah lupa, bibir itulah yang dulu pertama kali menyesap semua sari nektar yang berada di tubuh Amy.

"Mas ..., apakah kau tak mencintaiku lagi?" lirih suaranya bertanya pada akhirnya, tanpa ada sisa isak tangis lagi. Hanya tarikan nafas yang lemah. Matanya menatap kosong dengan bibir pecah dan berdarah. Bergetar menahan derita.

Hamam memandang benci. Amarah telah menguasai diri sepenuhnya. Laki-laki tampan berkulit putih itu berjongkok di depan tubuh Amy. Rahangnya mengeras dan mendecih sesaat. Cintaku telah hilang, saat kau pulang malam itu, membawa tubuh aibmu bersama kekasihmu," desisnya geram. Tangan kanannya meremas pipi Amy, meninggalkan rasa sakit yang teramat sangat di wajah wanita itu.

"Kau melukai harga diriku sebagai lelaki. Beraninya kau merendahkan aku begitu rupa! Di rumahku sendiri. Di hadapan ibuku! Sungguh tak pantas kau berada di sini. Enyahlah dari hadapanku," ucapnya kejam.

Hamam menyentakkan wajah Amy dengan kasar. Berdiri dengan tangan mengepal di kedua sisi. Kembali memandang rendah menghadap Amy. Tak merasakan lagi percik gelora cinta terhadap wanita itu.

"Pergilah berkumpul dengan kekasih brengsekmu itu! Toh, tubuhmu tak sesuci seperti yang kau gemborkan selama ini," pungkasnya. Amy mendongak memandang Hamam yang berdiri menjulang di hadapannya. Rasa cinta yang tak masuk di akal juga menguap entah kemana. Hanya ada hampa yang menguasai dirinya kini.

"Maka, tak ada penyesalan lagi dikemudian hari ...," bisiknya lirih. Pilu.

"Aku tak bersalah. Aku tak pernah melakukan, seperti yang kau tuduhkan," ucapnya penuh tekad.

Lalu, setelah tangan Hamam melayang ke wajahnya, untuk yang terakhir kali, pandangan Amy menggelap hingga ia tak ingat apa-apa lagi.

Bersambung ....

Bab terkait

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 8. Saatnya Memulai Pembalasan

    "Jikalau kau katakan, bila darah lebih kental daripada air. Maka, tak semua hubungan sedarah itu, bisa mengalahkan tali ikatan tanpa darah yang sama sekalipun." ===***=== Adalah Mbok Napsiah. Seorang wanita yang telah berumur jauh lebih matang. Yang telah menjalani seluruh hari tuanya bersama Amy. Bersumpah akan selalu setia dimanapun wanita malang itu berada. Mengemas semua yang bisa ia bawa melalui tangan tuanya. Memohon maaf dan berpamitan pada Hamam. Mengucapkan beribu terimakasih untuk semua kebaikan hati tuannya selama ini. Hamam tak ambil peduli. Toh, baginya, Mbok Napsiah hanyalah seorang wanita renta, jongos miskin yang bekerja hanya untuk mendapatkan uang. Ia tak penting, hanya aksesoris tambahan yang bisa segera ia carikan penggantinya. Tanpa berkata-kata lagi, laki-laki tampan dan gagah itu pergi ke luar. Meninggalkan tubuh Amy yang tak sadarkan diri di pojok teras rumah. Seperti biasa, Mbok Napsiah dan tukang kebunnya yang akan membereskan segalanya. Ia berlalu bersama

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 9. Begitu Perih Begitu Sakit

    Dokter tua itu akhirnya mengembuskan napas berat. Penampakan wajah Amy yang babak belur membuatnya semakin sulit untuk memberitahukan kebenaran itu. Sang Asisten beberapa kali melirik ke arahnya dan Amy. “Begini, Ibu …, tepatnya akhir pekan lalu suami ibu datang mengambil hasil tesnya. Sudah saya jelaskan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mengatasi kekurangan yang di derita suami ibu …,” dokter berhenti sebentar lalu memberikan kode kepada asistennya untuk mengambilkan copy hasil pemeriksaan sebelumnya. Sang asisten tampak bingung tetapi akhirnya berjalan ke luar ruangan meninggalkan Amy dan dokter itu berdua di dalam ruangan. “Mak …, maksud dokter? Kekurangan suami saya?” bisik Amy tercekat. Dengan susah-payah dia berusaha kembali bicara. Pelipisnya terasa berdenyut seiring dengan gerak bibirnya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dengan keterkejutan yang luar biasa. Kekurangan Mas Hamam? Jadi, selama ini …. Selama ini siapa yang ternyata mandul? Tib

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 10. PERNIKAHAN DI ATAS LUKA

    Jika kita tidak berada dalam satu gelombang lagi, lalu, untuk apa kita terus melayang sendiri di sana. ***Amy terduduk di bawah papan reklame yang melindunginya dari pandangan orang-orang itu. Mereka yang berwajah rupawan tetapi berhati melebihi serigala. Angin malam berembus membelai kulit halusnya yang penuh dengan lebam. Dadanya naik turun menahan sebah di hatinya yang membuatnya seketika sesak. Keringat dingin membanjiri epidermis kulitnya mengalir di sela-sela cekungan punggungnya yang ringkih. Cahaya temaram dari lampu taman cafe menerpa wajah bengkaknya. Suram cahaya menulari raut wajahnya memantul kembali di bola mata yang sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air mata.[Aku mencintaimu, Amy ....]Bukankah itu kata-kata yang sering kau bisikkan di telingaku setiap kau habis menyesap sari tubuhku dengan meninggalkan lebam di sana, Mas? Pandangan Amy tak lepas dari wajah Hamam yang masih saja tampak bersungut-sungut dari kejauhan. Perempuan itu tidak ingin mengalihkan matanya d

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 11. Bangkitnya Singa Betina yang Tertidur

    Cinta itu bisa datang dari kebersamaan. Terus dipupuk dan disirami setiap hari dengan kesabaran. Hingga berbuah lebat dan bisa dituai dalam bentuk kasih sayang yang dominan. ***♡♡♡***Amy duduk terpekur. Masih menunggu kedatangan Hamam dari dalam kamar pengantin. Matanya nanar memandangi daun pintu berwarna putih tulang pilihannya sendiri dulu itu. Yang telah penuh dengan gerombolan bunga beraroma wangi. Indah. Indah sekali.Sungguh keindahan yang merobek hati.Dan, yang sungguh menyesakkan dadanya adalah : itu kamar mereka berdua dulu. Di sanalah mereka sering bergumul memadu kasih hampir setiap malam dikarenakan hasrat s*ksual Hamam yang tidak kunjung padam setiap kali dia menyentuh Amy sehabis pulang dari kantor perusahaannya.Di tempat kerja terlalu banyak p*ha dan d*da terbuka yang lalu-lalang di depan CEO muda itu. Mulai dari yang samar-samar hingga terang-terangan mengajak laki-laki tampan itu naik ke tempat tidur.Namun, masa-masa liar itu sudah lewat. Telah dihabiskan Hama

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 12. Duda Keren dan Sex yang Hebat

    Pungkas Amy melemparkan bom atom ke dalam ruangan itu. Terdengar seruan tertahan dari beberapa mulut yang penasaran dengan kelanjutan drama ini. Hamam memucat. Pias. Bagaikan darah tersirap meninggalkan wajahnya yang tampan. Ibunya terbeliak pasi dengan bibir gemetar. “Kau ..., bohong!” Getar bibirnya. Jari telunjuknya mengacung ke wajah bekas menantunya. Amy memandangnya tenang. Tak ada lagi rasa takut dalam dirinya. Hatinya sudah mati rasa. “Dalam kertas itu, salinan dari laporan hasil tes dari dokter obgyn terpercaya di kota ini, Ibu. Seorang dokter, yang kredibilitasnya telah diakui semua orang di sini.” Amy memandang ibu mertuanya dingin. “Jika orang sebesar itu mampu berbohong, maka, semua nama baik klinik besarnya bisa dituntut oleh semua orang,” sambungnya lagi.Semua orang terdiam. “Maka, marilah kita ambil kesimpulan, anak kesayanganmulah yang berbohong padaku. Pada kita semua yang ada di sini,” desis Amy. “Tepat dihari ia memukuli aku, di depan matamu, ia telah mengetahu

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 13. Siasat Si Ular Berbisa

    Amy butuh uang. Dia membutuhkan biaya untuk semua yang harus dilakukan dalam mempertahankan hak-haknya. Dia sedang mengusahakan sesuatu dengan menghubungi seorang teman lamanya di suatu tempat. Namun, hal itu membutuhkan waktu dan biaya kebutuhan yang membengkak tidak bisa menunggu lagi.Maka dia memutuskan masuk kantor kembali setelah dua bulan mengambil cuti sakit. Sesuatu yang muskil, tetapi dia tahu jika Reinaldi telah mengurus bagian HRD untuk memberikan izin cuti tersebut. Rasa segan untuk bertemu Reinaldi kembali hampir menyurutkan langkahnya memasuki gedung perkantoran megah tersebut. Namun, kebutuhan perut mengalahkan segalanya. Amy tidak bisa terus-menerus bergantung dari uang pesangon Mbok Napsiah yang tidak seberapa itu. Dia tidak tega merepotkan pembantunya yang setia itu.Ketika sebuah nomor yang sudah sangat dihapalnya itu menelepon, Amy terpaksa mengangkatnya.[Kamu butuh berapa?]Amy terdiam mendengar suara bariton di seberang sana."Aku tidak butuh apa-apa darimu!"

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 14. Pebinor Hot Pecinta Setia

    Bekerja dengan keras. Bila kau dirundung duka mendalam. Kehilangan orang yang kau cintai. Atau, asa yang kau miliki tak kunjung terwujud. Bekerja dengan keras adalah obatnya. Menyibukkan diri dalam tumpukan pekerjaan yang menggunung. Dan berupaya menyelesaikannya secepat yang kau bisa. Tanpa mengambil jeda. istirahat. Ataupun keluh kesah. ===♡♡♡===Akibat insiden di dalam toilet restoran menyebabkan kemenangan besar pada pihak keluarga Hamam. Campur tangan ibu mertuanya ditambah dengan hasutan Angelique membuat Amy kehilangan hak atas harta gono-gini yang seharusnya dia dapatkan.Amy masih berbesar hati jika ini adalah takdir yang harus dia jalani. Dia bekerja dengan sangat rajin di kantor dan tidak menggubris semua fitnah dan rumor yang menerpa dirinya.Namun, apa lacur. Gosip sudah terlanjur beredar. Namanya sudah tercemar sebagai istri peselingkuh dan mandul hingga dibuang oleh suaminya. Para lelaki di kantornya mulai melecehkannya dengan kata-kata verbal yang tidak baik. Ditamba

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 15. Mabuk dan Alkohol dan Hasrat

    "Kau adalah kesempurnaan yang Tuhan ciptakan hanya untukku.” ===♡♡♡===Amy berjalan perlahan sambil memandang sekeliling. Ada rasa haru menyeruak ke dalam hatinya, saat kenangan-kenangan masa kecilnya bersilewaran di seluruh ruangan rumah. Di sana, di dekat pintu, ia dan Poppy sering bermain congklak bersama anak-anak perempuan dari panti. Lalu disambung dengan permainan ‘kucingan’ dengan melempar bola tenis dan memungut kerang-kerang kucingan di lantai. Sungguh. Indah sekali masa kecil itu. Lalu, di sudut sana dulu ada TV hitam putih milik uwaknya. Tempat mereka selalu berkumpul menonton acara anak-anak di TVRI. Tergelak-gelak tanpa begitu mengerti apa yang ditertawakan. Amy tertegun. Matanya mengembun saat pandangannya jatuh pada sebuah kursi goyang rotan yang ada di sudut ruangan. Berjalan cepat dengan penuh haru hingga menyesakkan dadanya. “Uwak sering duduk di sini. Sore-sore sambil mencangklong rokok Gudang Garam kesukaannya. Lalu mendongeng untuk kita,” ucapnya pelan. Jemari

Bab terbaru

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 61. Berita Tragis

    “Jadi?” tanya Lily Fazo sambil duduk bersandar di kursi belakang rumah. Tangannya menyanggah kepalanya di satu sisi dan matanya memandang ke arah semak-semak pohon mawar liar yang bergerombol di pagar halaman. Amy memandang ke arah wanita itu dengan pandangan bertanya. “Jadi, bagaimana?” tanya Amy heran. Ia duduk menyandar lalu tersenyum. Cahaya matahari sore memantul dari kaca jendela dan mengenai rambutnya. Ia tampak begitu cantik dan bahagia. Lily Fazo memandanginya lama. Merasa ikut bahagia bersama ibu hamil itu. “Aku bersyukur kau lepas dari Hamam. Sebuah pernikahan yang tidak sehat, hanya akan membawa luka bagi semua. Terutama anak-anak. Mereka tidak akan mudah untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya, seperti halnya Bella,” ucap Lily Fazo dalam. Matanya yang cokelat gelap memandang Amy dengan sayang. “Namun, kau harus memaafkan, Amy. Saat itu akan datang. Dan kau akan berhadapan dengan itu semua.” Lily Fazo memandang Amy lembut. Sesuatu berdesir di dalam hati wani

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 61. Ali Cemburu

    Reinaldi pulang dengan membawa sejuta perasaan. Campur aduk di dalam dirinya. Dan saat melihat Amy duduk di bangku kayu di samping rumah, ia merasakan ketenangan dan kedamaian seketika menyelimutinya. Wanita itu tampak sedang merenung. Gurat kesedihan menghiasi wajah cantiknya. Reinaldi duduk di samping istrinya, merengkuh pundak Amy hingga perempuan itu tersadar dari lamunannya. “Assalammualaikum,” ucap suami dari Amy tersebut. Amy segera menoleh. Matanya yang sendu menatap Reinaldi dengan penuh kerinduan. Betapa tidak, tepat seminggu mereka tidak bertemu. “Ada apa, Kekasihku?” tanya Reinaldi lembut. Tangannya mengelus perut besar istrinya. Amy menghembuskan nafas. Sebenarnya, dia sangat ingin menceritakan ihwal pertemuan dan perkelahiannya dengan Angelique beberapa hari lalu. Namun, pengertiannya akan sifat Reinaldi membuatnya berusaha menahan lidahnya.Reinaldi tentu akan langsung terbang kembali dan menemui Angelique. Amy bisa memastikan permasalahan ini akan lebih panjang jik

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 60. Kemarahan Poppy

    “J*laaang!! Apa yang kau lakukan pada adikku!!” Teriakan menggelegar terdengar dari arah belakang, diiringi dengan sentakan pada rambut Agelique yang ditarik dengan kuat. Sementara lengannya dicekal dan dipiting ke belakang. Tubuh perempuan itu seketika jatuh dengan punggung menghantam lantai duluan. Angelique meringis lalu membuka mata dan seketika terkejut ketika melihat tubuh besar Poppy telah berdiri di hadapannya. Berkacak pinggang dengan wajah memerah murka. Sebelah tangan perempuan itu sudah memegang sesuatu. Sebuah bantal yang besar sekali sedangkan sebelahnya lagi sibuk menggenggam payung kecil yang kembali dipukulkannya pada tubuh Angelique yang sebagian sangat terbuka sehingga membuat beberapa pengunjung lelaki yang lewat mengambil kesempatan untuk menyaksikan pertarungan tak imbang itu sambil melotot.Sementara, Mbok Napsiah, pembantu yang setia itu segera saja cepat-cepat menangkap tubuh Amy yang limbung dan menariknya menjauh dari tiang selasar. Hatinya berdegup kencan

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 59. Mantan Istri VS Pelakor

    Perempuan cantik bergaun merah itu sedang menunggu saudari sepupunya, di depan pintu sebuah butik terkenal, yang menjual perlengkapan bayi. Amy berdiri dalam balutan gaun hamil midi buatan perancang Indonesia yang terkenal. Rambutnya yang hitam bergelombang di ikat dengan model putri Perancis, menambah kesan wanita cantik nan elegan. Bibirnya terus-menerus menyunggingkan senyum penuh kebahagiaan dan keharuan, mensyukuri segala nikmat dan bahagia yang telah diraihnya sekarang. Gawainya berdering. Ia menatap layar dan tertawa kecil. Belum sampai sepuluh menit yang lalu, Ali, suaminya yang luar biasa tampan itu meneleponnya.“Assalamuaikum, Cinta. Belum genap sepuluh menit yang lalu, engkau menekan tombol end,” sapa Amy geli. Suara tawa renyah yang dalam dan berat menyambutnya di sana.“Tidak. Aku hanya ingin memastikan, apakah kau baik-baik saja di sana, Kekasihku,” jawab suara bariton itu lembut.“Aku dan anak kita, baik-baik saja, Cinta. Tenang-tenanglah di kantor sana. Aku tak mau m

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 58. Tak Mau Bercerai

    “Mamih, bantulah aku, Mamih. Aku tak mau berpisah dengan Hamam. Aku hanya mau Hamam dalam hidupku,” ujar Angelique terus menghiba pada ibu mertuanya. “Kami telah mengenal sedari kecil. Kami selalu bersama, Mamih. Semenjak dulu. Bahkan, aku rela melepas keperawananku dulu hanya untuk Hamam, Mamih. Pada malam pesta perpisahan sekolah SMU dulu, Mamih, kami ...,”“Cukup, Angelique. Cukup. Tak perlu kau jabarkan perihal masa lalu kalian yang sudah sama-sama rusak itu,” tukas Bu Sonia risih. Angelique terdiam. Berusaha menahan kegelisahan hati yang tak bisa disembunyikannya. Ibu mertuanya memandang risau. Mempertanyakan semua kesalahan yang telah dilakukannya.“Aku mencintainya, Mamih ...,” gugunya. Sesenggukan menangis di sudut sofa ruang keluarga Bu Sonia. Ia datang tanpa memperdulikan larangan ayahnya. Keluarga besarnya menentang keras keinginannya untuk rujuk dengan Hamam. Setelah peristiwa KDRT itu. Ah, cinta memang seaneh ini.“Tetapi, mengapa kau menyia-nyiakan semua kesempatan yang

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 57. Rahasia Pelakor dan Pebinor

    Tanpa diminta, Angelique duduk di hadapan lelaki itu."Halo, Reinaldi," sapa perempuan itu ramah. Senyumnya yang paling manis terkembang begitu saja.Laki-laki itu tampak kurang senang ketika harus berhadapan dengan Angelique."Kursi itu sudah ada yang punya," ujarnya masam. "Aku tidak pernah mengundangmu untuk duduk di situ."Kebiasaan lelaki ini yang apa adanya membuat Angelique tertawa renyah. Deretan giginya tampak berkilau ditimpa cahaya sore musim dingin kota Vienna."Oww, belum ada yang punya," ejek perempuan itu sambil menyentuh jemari manis Reinaldi yang masih kosong.Lelaki itu secara spontan menarik tangannya menjauhi Angelique."Apa maumu, Angel?" desis Reinaldi waspada. Angel tapi kelakuan melebihi devil.Angelique kembali tertawa. Dia mengedarkan pandang ke sekeliling kafe, dan melihat beberapa pria memandang balik ke arahnya. Dia memang semenarik itu dengan blouse sutera sepadan dengan pantalon rajut yang semakin menampakkan keindahan tubuhnya yang jenjang. Seuntai ka

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 56. Angelique

    "Sayang ..., tidak apa-apa mami tinggal?"Panggilan lembut Bu Sonia ditanggapi dengan dingin oleh Angelique. Perempuan itu hanya membuang muka sambil meringis menahan sakit akibat bengkak di wajahnya. Pukulan Hamam benar-benar meluluhlantakkan tubuhnya.'Bagaimana mungkin Amy tahan hidup bersama Hamam setelah dipukuli seperti ini berulangkali? Terbuat dari apa tubuh wanita itu? Apakah ot*aknya terbuat dari baja atau bubur kertas sehingga mau menerima penyiksaan begini selama bertahun-tahun?' batin Angelique sambil memperhatikan dedaunan pohon mangga yang rimbun di ujung halaman rumah sakit.Setelah mendapat keker*san dari Hamam, keluarganya secepat kilat mengangkut Angelique ke rumah sakit. Ruangan VVIP segera disiapkan dengan kawalan ketat dari bodyguard keluarga Noto.Mereka sedapat mungkin meredam hal-hal yang bisa menjadi santapan para paparazi untuk konsumsi tabloid-tabloid murahan maupun acara-acara gosip tentang keadaan Angelique. Bukan main kemarahan yang ditunjukkan Tuan No

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bab 55. Mantan Mertua Minta Anak

    Hari telah menjelang sore, ketika pintu rumah Amy diketuk oleh seseorang. Dengan susah payah, ia bangkit dari sofa dan bergerak perlahan menuju pintu. Usia kandungannya telah mencapai delapan bulan, sehingga membuatnya sedikit sulit bergerak. Anaknya kemungkinan kembar. Hal yang patut ia syukuri dengan baik.“Ibu?” ucapnya terkejut. Saat sosok Bu Sonia berdiri di hadapannya dengan wajah masgyul. Tubuh perempuan tua itu tampak lebih kurus dari waktu terakhir mereka bertemu. Tanpa diduga, mantan mertuanya itu segera menubruk Amy dan mulai menangis tersedu-sedu. “Ib ..., ibu ...? Apa-apaan ini?” seru Amy sambil berusaha menjauhkan diri dari ibu Hamam. Tetapi, Bu Sonia semakin bergeming, lalu memegang sebelah tangan perempuan hamil itu sambil terisak-isak.“Amy ..., menantuku ..., anakku ..., mohon ..., mohon maafkan ibumu ini,” ucapnya sambil tersedu-sedu. Amy mengibaskan tangannya, berusaha melepaskan tangan wanita itu dengan takut. Bayangan wajah bengis mantan mertuanya dulu masih te

  • Garis Dua dari Rahim Si Mandul   Bba 54. Balas Dendam Bukanlah yang Terbaik

    Reinaldi berdiri di depan jendela. Berusaha menyesap udara dan bernafas dengan normal. Ada sesak yang hendak menyeruak keluar dari rongga dadanya. Betapa belasan tahun lalu ia menginginkan momen tadi. Sebuah sentuhan halus menyapa punggungnya. Bertahan di sana dalam waktu yang lama. Menepuk-nepuk pelan otot-otot yang tegang lalu merangkul bahunya dengan hangat."Kau puas, Ali?" tanya Ari tanpa memandang wajah Reinaldi. Wajah tampan kakak iparnya itu menatap keluar jendela. Ke arah gedung-gedung pencakar langit di bawah sana. Reinaldi memandangnya. Merasakan kehangatan yang menenangkan dari rangkulan lengan kokoh Ari. Belasan tahun lalu, laki-laki inilah yang menguatkannya melewati semua cobaan terberat Ali. Saat-saat terburuknya. Lelaki yang kasih sayangnya melebihi saudara kandung.Air matanya merebak, hingga sosok itu bagai bayangan di hadapannya. Ari menoleh dan tersenyum. Menepuk-nepuk pundak dengan hangat, lalu mengeratkan rangkulan di bahu lebarnya, membiarkan Reinaldi menunduk

DMCA.com Protection Status