Hari Ini Nadia kembali masuk kuliah dengan ceria. Untuk masalahnya dengan Bara, Nadia belum memaafkan pria itu. Biarlah Bara berusaha membuatnya luluh. Nadia sudah lelah.
Tiga gadis cantik tengah berbincang dan bergosip ria dengan kedua sahabatnya. Sebenarnya hanya mereka berdua yang berbicara, karena salah satu dari mereka tipe cewek pendiam.
"Nadia! kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Ryan dengan halus namun sedikit tegas.
Pak Ryan mirip dengan oppa-oppa Korea itu memanggil Nadia kembali. Nadia berhenti bergosip ria, padahal lagi asik.
"Boleh ajak teman nggak, Pak?" tawarnya , melirik Lala yang sangat ingin ikut bersama ke ruangan dosen tampan itu. Lala sangat mengidolakan dosen itu.
Lala tersenyum, berharap dosen tampan itu setuju. Sedangkan Maya hanya bersikap datar seperti biasa.
"Kamu pikir ini pasar? menawar perintah saya?"
Seketika senyuman Lala memudar. Dosen tampan itu langsung pergi begitu saja, tanpa menunggu Nadia. Dasar dosen sombong, untung tampan. Kalau tidak tampan, sudah jadi bahan gosip satu kampus.
"Gue duluan ya?" Nadia langsung berlari ke arah ruangan pak dosen itu.
"Pak dosen suka kali ya, sama Nadia?" tanya Lala ke Maya.
"Mungkin," jawabnya singkat.
"Gue serius May?"
"Terus gue bercanda gitu?"
"Kalau itu beneran terjadi, harus lapor pak Bara. Nanti kan banteng itu bisa ngamuk, kalau gadis kesayangan nya di ambil orang."
"Ide yang buruk."
"Lah kenapa?"
"Kita lihat saja tanggal mainnya," Maya tersenyum lalu pergi dari hadapan Lala.
"Dasar ice girl."
Lala segera mengejar Maya, "Nasib, punya teman sedingin lo May."
****
"Bapak kenapa sih hobi banget panggil saya?" tanya Nadia langsung, duduk di hadapan dosen itu. Ini kedua kalinya dirinya dipanggil ke ruangan ini. Padahal tidak pernah membuat masalah sama sekali. Waktunya terbuang sia-sia.
"Karena saya ada urusan sama kamu?" ucap dia datar.
"Urusan apa?" tanya Nadia penasaran. Perasaan ia tidak pernah ada masalah dengan dosen ini.
"Seperti ini cara kamu memperlakukan seorang dosen?" tanya dosen muda plus tampan itu kembali.
Sebenarnya Nadia hanya keceplosan tadi, tidak berniat seperti itu. Nih dosen aja yang baperan.
"Tidak ada sopan santunnya jadi mahasiswa." Dia melanjutkan perkataannya.
Syukur nih dosen tidak menyemburkan kuah ke wajah Nadia yang dekat di depannya. Nadia terkekeh pelan memandang dosen itu salah tingkah.
"Habisnya bapak nyebelin."
"Besok kalau saya jadi dosen pembimbing skripsi kamu, saya tidak akan biarkan kamu cepat wisuda."
"Sayang nya bapak bukan dosen pembimbing saya." Nadia pernah melihat bocoran daftar nama dosen pembimbingnya besok. Jadi aman.
Nadia tersenyum kemenangan melihat raut wajah dosen itu, yang seperti nya kehabisan kata-kata.
"Tunggu saya besok!!"
"Ngapain nungguin Bapak?"
"Saya besok ada jam mengajar, tapi saya juga ada jam praktek di rumah sakit. Jadi..."
"Jangan bilang bapak mau suruh saya gantikan, Bapak?" tanyanya was-was. Kan bisa gawat, apalagi Nadia paling malas kalau sudah bahasa mengenai mata kuliah itu.
"Mahasiswa yang cerdas."
Aduh. Harus alasan apa ya? Nadia memutar otak untuk mencari acara besok pagi.
"saya sibuk, Pak."
"Saya tahu, kamu sibuk kuliah kan?"
"Tuh Bapak tahu."
"Saya tidak menerima penolakan Nadia!!"
"Saya juga, Pak. Walaupun Bapak dosen di sini, bapak harus hormati keputusan mahasiswa."
Benar-benar keras kepala. Tapi menarik, ia tersenyum melihat wajah natural Nadia yang sedang cemberut seperti ini di depannya sekarang. Terlihat lucu, ingin sekali Ryan mengarungi Nadia sekarang juga, tapi apa boleh?
****
"Lapor Tuan Muda! nona muda didekati oleh pria itu lagi."
Bara menyeringai, berani sekali dokter gadungan itu menginginkan miliknya, ya... Nadia itu milik Barata Mahendra, sekarang dan selamanya.
"Apa perlu kita memberikan pria itu pelajaran?"
"Belum saatnya, saya akan melihat bagaimana usaha dokter gadungan itu mendekati milik saya."
Bodyguard Dewa mengangguk hormat dan juga sopan.
"Tetap awasi Nadia! jangan sampai ada yang berani menyentuhnya, apalagi itu manusia berjenis kelamin laki-laki."
"Baik Tuan Muda."
"Kamu tahu kan hukuman yang saya berikan, kalau sampai ada apa-apa dengan Nadia... Kamu sendiri yang akan tahu akibatnya." hukuman yang pastinya akan disesali oleh orang yang menjadi bodyguard nya sekarang apabila gagal.
"Sekarang laksanakan tugasmu!"
Bodyguard itu mengangguk lalu pergi dari hadapan Dewa.
***
"Mama bagaimana ini, Bara sialan itu semakin menekan saham di perusahaan kita."
"Pasti ini ulah cucu tiri, Mama." Siapa lagi kalau yang mereka maksud adalah Nadia. Padahal Nadia tidak tahu menahu mengenai perusahaan itu.
Perusahaan turun temurun yang dimiliki ayah dari Bella, saham perusahaan mendominasi lebih besar condong dengan nama Bella Hansen, karena ayahnya dulu sebelum meninggal menitipkan bukti-bukti kepemilikan tersebut kepada pengacara.
Nenek Tiara sebagai istri sahnya mendapatkan 25% sisa dari saham di perusahaan itu. Namun karena Bella tidak licik dan berhati mulia, ia tidak memecat dan mengusir mereka dari rumah itu, karena semuanya milik Bella.
Walaupun mereka melakukan berbagai macam cara untuk menguasai saham perusahaan itu. Seperti sekarang, Bara Mahendra mendesak mereka agar keluar dari perusahaan calon mertuanya.
"Bagaimana cara kita untuk menguasai saham perusahaan. Kalau keluarga Mahendra ikut andil dan memihak ke Bella."
Bagaimana tidak memihak ke sana, Bella adalah ibu dari Nadia, dan gadis itu adalah milik Barata Mahendra, siapapun yang berani menyentuh miliknya akan berakhir sehancur-hancur nya.
"Sudahlah Ma! Oma! jangan pernah berpikiran licik lagi!" itu suara Dimas yang memperingati, karena yang mereka lawan sekarang adalah Mahendra Group, mustahil untuk bisa menang, mereka itu memiliki kekuasaan di mana-mana.
"Bertaubat lah, sebelum Bara memenggal kepala kalian berdua. Karena nantinya aku tidak akan bisa berbuat apapun lagi."
"Anak durhaka! ini juga demi masa depan kamu Dimas!!"
Dimas menatap tajam mereka berdua, ia tidak ingin mengambil harta haram yang bukan miliknya, "Dimas memiliki usaha sendiri. Dimas memiliki beberapa cafe. Jadi Dimas tidak ingin ikut campur tentang perusahaan itu lagi."
Dimas pergi dari sana, sedangkan nenek Tiara menatap tajam ke arah cucu nya itu, "Lihat saja tuan muda Mahendra, apa yang akan saya lakukan ke gadis kesayanganmu itu."
Nadia memperhatikan mobil hitam di depan pekarangan rumahnya, pasti ini milik Bara tunangannya, siapa lagi. Pria keras kepala itu masih saja membuat ulah, padahal Nadia sudah memperingati Bara agar tidak ke rumahnya selama seminggu.Dengan langkah kesal Nadia masuk ke dalam rumahnya. Ia sangat malas bertemu dengan Bara. Kenapa juga pria itu ke rumahnya."Sayang."Nadia baru saja ingin melewati Bara menuju kamarnya dan pura-pura tidak melihatnya. Namun dirinya ketahuan juga."Apaan sih? Aku capek. Pulang sana!" usir Nadia mengangkat tangan nya seperti mengusir itik ke arah Bara.Bara tidak menyerah, ia langsung memanggil calon mertuanya. Karena hanya calon mertuanya yang bisa membujuk Nadia.
"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan. Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya. "Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya. Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan ray
"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara."Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya."Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal."Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur sem
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid
"Pagi, Sayang!!" sapa seseorang membangunkan Nadia yang masih manja memeluk bantal guling nya. Merasa terusik, Nadia menutup telinganya menggunakan bantal."Inikan masih pagi, Ma. Tadi, Nadia udah shalat Subuh, kok," balasnya masih enggan membuka mata. Bara yang mendengar hal itu merasa bangga dengan Nadia. Walaupun sifat Nadia sedikit bar-bar, Nadia tidak pernah lupa akan kewajibannya dalam beragama. Gadisnya memang hebat.Bara mendekat ke arah telinga Nadia. "Kalau gak bangun. Aku nikahin kamu sekarang!!" bisik nya tersenyum licik.Mata Nadia terbelalak. Jadi, tadi bukan mamanya, melain Bara. Baiklah, Nadia harus mencari cermin sekarang.'Ya, ampun wajah gue, muka gue, gak berantakan kan? astaga pasti Bara ilfil deh sama gue. Tapi, biarlah bagus juga, b
Bara melirik sekilas ke arah Nadia, kekasihnya. Nadia terlihat lesu hari ini. Setelah Bara menyelesaikan pekerjaan kantornya, Bara langsung menjemput kekasihnya, yang pulang pada sore hari.“Kenapa, hem?” tanya Bara.“Sebentar lagi aku mau nyusun skripsi, tapi judulnya belum ada. Terus gimana dong?” Nadia dari tadi memikirkannya. Ia ingin lulus tepat waktu, agar kedua orang tuanya bangga kepadanya. Walaupun Nadia sering bolos jam kuliah satu atau dua alfa. Tapi Nadia tidak pernah mendapatkan nilai jelek, seperti orang lain. Karena Nadia lumayan pintar dalam mata kuliah apapun. Apalagi ini mata kuliah jurusan ekonomi, kesukaannya.Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala kekasihnya, “Kamu lupa sama aku? Aku lulusan terbaik kampus. Itu adalah hal yang mudah. Nanti aku carikan judul y
Nadia mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Ia sedari tadi jengah melihat pelayan wanita yang seumuran mereka, mencuri pandang ke arah Bara yang tengah memilih dan membaca buku menu. Memang, Bara terlihat sangat tampan, apabila sedang menundukkan kepalanya dan fokus seperti itu.“Mbak, kenapa liatin tunangan saya seperti, itu?!” Marah Nadia, membuat semua wanita yang ada di sana, mencuri pandang ke arah Bara. Segera memutuskan pandangannya dan gelagapan.“Mas tampan ini tunangan, Kakak?”“Tidak, dia calon suami saya!” jawab Nadia dengan suara ketus. Membuat mereka terkesiap. Bara melepas buku menu tersebut, dan mengusap bahu kekasihnya yang tengah merajuk.“Aku gak lapar. Ayo kita pulang!” Nadia hendak berdiri namun, pela
"Sudah malam, kamu pulang ajha," usir Nadia.Bara langsung menggelengkan kepala nya mengangkat tangan nya, melihat arloji nya. Baru jam 9 malam."Sekarang kan malam minggu, aku mau lama-lama sama kamu, besok kan kamu libur juga dan aku juga gitu. Kita habiskan malam ini bersama."Nadia tidak bisa berkata-kata kembali. Bara sangat keras kepala kalau seperti ini. Nadia dengan wajah lesu mengangguk, membuat Bara menarik tangannya masuk ke dalam rumah Nadia.Mereka berdua membuka pintu utama. Di dalam rumah sudah ada kedua orang tua Nadia yang menyilang tangan di dada, siapa lagi kalau bukan mamanya sendiri. Kalau papanya, tidak memperlihatkan ekspresi apapun.
Dua bulan telah berlalu. Kedua sahabat Nadia sudah resmi menikah dan sekarang fokus dengan rumah tangga mereka masing-masing.Nadia menghela nafas pelan ketika dirinya akhirnya bisa berjalan kembali, setelah terapi setiap minggu dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjalan. Namun jangan lupakan dibalik kesembuhan Nadia, terdapat seorang pria yang setia dan penyabar di sampingnya.Nadia masih tidak menyangka, ternyata Bara adalah jodohnya dan pernikahan mereka sudah berumur tiga bulan. Bara adalah segalanya untuk Nadia. Tuhan menghadirkan Bara sebagai penerang di kehidupan Nadia yang sunyi dan sepi.“Semoga Bara menyukai hadiahku.”Nadia segera bersiap setelah menyiapkan kejutan untuk Bara. Hari
Senyuman Lala luntur ketika melihat calon suaminya mengobrol dengan dokter muda yang terlihat sangat cantik dan dewasa.Lala mengeratkan pegangan tangannya di rantang yang ia bawa untuk dokter Ryan.Lala berdiri di ujung pintu. Sepertinya mereka tidak menyadari dirinya berada di sana. Karena terlalu asyik mengobrol. Lala mundur perlahan dan segera berbalik arah kembali menuruni anak tangga.Ryan menatap dokter Neza dengan pandangan sulit diartikan. Dokter Neza adalah dokter baru di rumah sakit ini dan sepertinya menyukainya. Karena sedari tadi mencoba mencairkan suasana untuk menggodanya.“Dokter Ryan juga berprofesi menjadi seorang dosen? Wah hebat ya. Dokter sanga
“Sebenarnya, aku ada niatan untuk menjenguk nenek di rumah sakit jiwa,” ujar Nadia pelan, membuat semua orang yang ada di meja makan berhenti sejenak dari aktivitasnya.“Tidak!” tegas Bara, membuat Nadia bukannya takut malah pantang menyerah.“Kenapa, Sayang? Sampai mau jenguk nenek kamu yang jahat dan tidak manusiawi itu?” tanya Rani menatap Nadia, membuat Nadia menghela nafas pelan.“Nadia, ingin berdamai dengan semuanya. Tenang, hanya nenek ajha, kok. Ngak sama dia-dia itu,” ujar Nadia lagi.“Dia siapa?” tanya Bara.“Mantan sahabat kamulah. Siapa lagi, yang kamu belain mati-matian sampai membuang cincin ak ....”
Bara meneliti wajah Nadia yang tengah tertidur. Cantik dan manis. Bibir mungil semanis madu itu selalu berhasil membuatnya tidak berhenti mengecupnya seperti sekarang ini.Mereka masih berada di kantor. Sebentar lagi jam pulang kerja tiba. Namun melihat istrinya masih memejamkan matanya. Bara jadi tidak tega membangunkan Nadia.Bara menghela nafas dan merogoh ponselnya. Ia menyalakan kamera dan mengambil gambar Nadia sebanyak-banyaknya."Sayang banget sama kamu." Bara mendusel hidungnya di leher Nadia, membuat Nadia terusik."Eugh …." Akhirnya Nadia terbangun dan bergumam kesal kepadanya. Karena menganggu tidur nyenyak wanita itu."Sayang, dah
Nadia meringis kala merasakan sakit yang menderai . Nadia menatap Bara yang pagi ini sudah rapi untuk berangkat bekerja.“Sayang, ayo mandi. Kita ke kantor.”Nadia terperangah mendengarnya, “Kamu sendirian pergi. Aku di rumah ajha.”“Nggak bisa, Sayang. Kamu harus ada di samping aku setiap waktu.”Tanpa izin, Bara menggendong Nadia dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan telaten, Bara membasuh dan membersihkan tubuh Nadia dengan sangat lembut dan hati-hati.Setelah menghabiskan waktu 5 menit. Bara menggendong Nadia dan mendudukkannya di pinggir ranjang.Bara beralih mencari dress untuk sang istri. Warna marun dan juga mantel tebal untuk sang istr
Seminggu telah berlalu. Sepasang pengantin baru tersebut, sekarang akhirnya pulang ke rumah orang tua Bara. Nadia mengambil nafas panjang ketika Bara dengan seenaknya, tidak ingin menurunkannya ke kursi roda. Bara mengendongnya sampai ke dalam rumah. Nadia hanya bisa pasrah dan mengeratkan pelukannya ke leher suaminya.Barang-barang, semuanya telah dibawa oleh sopir dan para pembantu ke dalam kamar mereka.“Wah, pengantin baru sudah pulang ternyata,” ujar Rani terlihat antusias. Nadia duduk bersama Bara di depan meja makan, bersama dengan kedua orang tua Bara.“Bagaimana bulan madunya, Sayang?” tanya Rani kepada Nadia.Nadia tersenyum kikuk dan menunduk, “Lancar, Ma.”Mereka berdua mengucap
“Bisa gak sih, kamu gak buat masalah sekali saja.” Nadia menyilang tangan di dadanya bersandar di punggung ranjang kamar hotel.Bara menghela nafas pelan, “Ini juga demi kamu, Sayang. Aku gak suka semua orang menghina kamu, Nadia. Tolong ngertiin aku!” Bara sedikit meninggikan suaranya, membuat Nadia menggelengkan kepalanya tidak percaya.“Kamu marah sama aku? Kamu bentak aku?” tandas Nadia.“Sayang, bukan seperti itu.”“Iya, kamu udah gak sayang sama aku. Kamu mengulangi kesalahan yang dulu. Kamu ... hiks.”Nadia merasakan sesak di dadanya. Wanita itu kembali terbayang kejadian yang dulu. Katakan dirinya berlebihan, namun trauma itu kembali muncul.
Hari ini pasangan pengantin baru tersebut memilih menghabiskan waktu di taman. Banyak anak-anak bermain di ujung sana dengan gembira, membuat Bara dan juga Nadia ikut tersenyum melihatnya.“Kamu mau makan apa, Sayang?” Bara mengelus bahu Nadia yang berada di dekapannya.Nadia yang merada di dekapan suaminya mendongak, sejenak memikirkan sesuatu yang akan ia beli. Nadia melonggarkan pelukannya dan mulai mengitari ke segala penjuru taman, dengan bola mata cantiknya, banyak berbagai macam makanan ringan penggugah selera.“Cilok, harga 5 ribuan.” Nadia menunjuk dagang cilok dengan dagunya, yang terlihat memakai sepeda motor tengah dikerumuni banyak orang.“5 ribuan?” Bara mengangkat sebelah alisnya.
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana