Nadia langsung masuk ke dalam mobil Lala. Nadia tidak akan menangis, semua percuma saja kan? Sudah terjadi. Nadia hanya mengikuti alurnya.
Nadia menyalakan lagu dengan seenak jidat nya. Membuat kedua sahabatnya memekik dengan apa yang dilakukan Nadia. Yang benar saja, Nadia menyalakan lagu dengan suara yang dapat membuat telinga mereka ikut bergoyang.
"Gila lo Nad, lo mau bunuh kita juga?? Kalau lo mau mati jangan ajak-ajak gue," Pekik Lala mengecilkan volume suara itu.
Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku, sakitnya tuh disini melihat kau selingkuh.
Nadia bernyanyi sesuka hatinya. Kedua sahabatnya hanya menggeleng frustasi melihat tingkah laku Nadia yang seperti ini.
"Kalau gue jadi lo. Gue udah jambak tuh rambut sampai botak," kesal Lala mengepalkan tangannya.
Nadia mematikan lagu yang ia nyalakan tadi. "Gue juga maunya gitu," sahut Nadia mulai merapikan tempat duduk nya dengan elegan.
"Gue sih gak mau kotorin tangan gue. Langsung kasih dia racun, biar mampus," Maya tersenyum miring.
Nadia dan Lala melirik ke arah Maya yang ada di belakang nya. Apa ini yang di nama kan ice girls yang sadis. "Parah lo, sekali bicara langsung buat gue ketakutan," ucap Nadia terkejut dengan perkataan Maya.
"Lo mau bunuh anak orang?"
"Di dunia ini, pelakor harus dimusnahkan!"
"Lo serem amat May. Gue gak nyangka punya teman sesadis lo. Kalau gue jadi pelakor, gue sih ngak mau pelakorin lo. Bisa tamat riwayat hidup gue."
Papa dan mamanya tidak pernah mengajarkan dirinya jahat ke orang lain. Apalagi ini orang yang tidak mereka kenal dengan baik, bisa mencak-mencak mamanya kalau tahu Nadia ingin mencelakakan anak lain.
Nenek sihir itu saja selalu menyakiti Nadia dari kecil, mama papanya selalu melarang Nadia membalasnya. Nadia bisa saja kan, membuat nenek tirinya itu bertekuk lutut, tapi apalah daya Nadia. Anak yang berbakti ke orang tua.
Ku menangis membayangkan betapa kejamnya dirimu pada diriku. Kau dua kan cinta ini, kau pergi bersamanya....
"Sejak kapan nada panggilan lo lagu gituan?" tanya Lala.
Nadia sedang mengecek ponselnya. Panggilan masuk dari Bara. Nadia langsung mematikan ponselnya. Biar tahu rasa tuh Bara.
"Oh ini... Tadi beberapa jam sebelum kejadian," ungkap Nadia misterius.
"Kapan?" tanya Lala penasaran. Perasaan tadi mereka melihat Nadia dan Bara bertengkar.
"Itu loh, pas gue bertengkar sama Bara. Kan gue lagi main ponsel. Ya gue sebenarnya mau nyalain lagi itu pas gue bertengkar, tapi gue urungkan. Jadi, gue hanya ganti nada panggilan gue aja. Kalau Bara nelpon, gue jadi ingat pernah di sakitin sama dia."
"Lo mau nyalain lagu pas lagi bertengkar tadi? kenapa lo gak suruh gue aja sih? Gue yang nyalain lagu, lo yang drama. Maya yang atur kameranya. Kan keren, bisa trending topik tuh."
"Lo akan jadi artis dadakan Nad."
"Udahlah, gue mau happy-happy sekarang. Dan lo berdua harus nemenin gue ke mall," Nadia langsung tancap gas dengan kecepatan tinggi. Satu yang ada di benak Nadia. Bara tidak pernah memberikannya menyetir. Nadia sih bodo amat. Kalau Nadia yang mati, pasti tuh Celina bahagia dunia akhirat.
"Yoi. Kita pergi shopping!!" teriak mereka bersama. Itulah sahabat selalu membuat kekonyolan ketika kita bersedih. Dan Nadia sangat menyayangi kedua sahabatnya. Maya yang ice girls dan Lala yang lebay bin Alay.
***
"Makasih ya Bar!" ucap Celina tersenyum lalu membuka pintu mobil Bara. Kalau kalian beranggapan Bara akan membukakan pintu untuk Celina, seperti yang dia lakukan ke Nadia, itu salah besar.
Bara tidak akan melakukan hal itu. Celina wanita yang paling spesial untuk Bara. Orang yang berani mendekati gadis nya maka bersiaplah untuk menghadapi Bara.
Bara hanya menganggap Celina sebagai sahabat bukan lebih. Namun, terkadang Celina yang terlalu berharap ke Bara. Yang Bara tahu Celina mempunyai penyakit yang mematikan.
Hidupnya tidak akan lama lagi. Itulah alasan Bara selalu bersikap baik ke Celina. Sampai dirinya tidak sadar hubungan nya dengan Nadia renggang.
Bara melajukan mobilnya mencari keberada Nadia. Satu tujuannya sekarang rumah calon mertuanya. "Tunggu aku sayang, aku merindukanmu Nadia!" gumam Bara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
***
"Sebenarnya tante Bella ada salah apa sama Mama?" tanya Dimas menahan emosinya. Dimas mendengar semua perkataan mamanya dan neneknya. Mereka merencanakan untuk membunuh tante Bella, mama dari Nadia dan menguasai perusahaan kakek Nadia. Entah mungkin ini kesekian kalinya mereka merencanakan melakukan hal ini dari dulu.
Prang!
"Ini juga demi kebaikan kamu Dimas!!" sentak nenek Tiara. Membanting sebuah piring yang ada di sampingnya. Makanan di atas piring itu berhamburan begitu saja.
"Aku, gak akan biarkan kalian menyakiti tante Bella dan sekaligus adikku Nadia."
"Nadia bukan adikmu!!"
"Dia udah aku anggap adikku sendiri. Aku gak akan biarkan dia tersakiti sedikitpun, karena ulah kalian."
Detik berikutnya, Dimas meninggalkan meja makan. Berlalu begitu saja tidak menghiraukan kedua orang yang berarti di dalam hidupnya, terus memanggil.
"Dimas!!"
"Dimas!! Dengarkan penjelasan Mama!!"
Nenek Tiara langsung menghubungi seseorang. Seseorang yang akan memperhalus rencana jahatnya.
"Hallo."
"Kamu ada di mana?" suara nenek Tiara dari balik telpon.
"Saya sedang mengikuti gadis itu."
"Saya mau kamu secepatnya bertindak. Celakai anak itu. Kalau bisa sampai anak itu meninggal."
"Baik nyonya. Saya akan laksanakan."
Nenek Tiara tersenyum licik. Sebentar lagi anak itu akan mati di tangan anak buahnya. Tidak akan ada lagi si pengganggu tengil yang akan mengacaukan semua rencananya.
Andai kamu tahu mas. Sebenarnya akulah yang meracuni istri tercinta. Semudah itukah kau mempercayai ku menjadi istrimu, batinnya tersenyum licik.
Nenek Tiara sudah merencanakan semuanya dari awal. Dan selalu saja ada penghalang dalam hidupnya. Tiara yang meracuni istri dari mama Bella. Sekaligus almarhumah nenek Nadia.
Setelah nenekmu meninggal, sekarang giliran kamu dan mamamu tercinta.
Hari Ini Nadia kembali masuk kuliah dengan ceria. Untuk masalahnya dengan Bara, Nadia belum memaafkan pria itu. Biarlah Bara berusaha membuatnya luluh. Nadia sudah lelah.Tiga gadis cantik tengah berbincang dan bergosip ria dengan kedua sahabatnya. Sebenarnya hanya mereka berdua yang berbicara, karena salah satu dari mereka tipe cewek pendiam."Nadia! kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Ryan dengan halus namun sedikit tegas.Pak Ryan mirip dengan oppa-oppa Korea itu memanggil Nadia kembali. Nadia berhenti bergosip ria, padahal lagi asik."Boleh ajak teman nggak, Pak?" tawarnya , melirik Lala yang sangat ingin ikut bersama ke ruangan dosen tampan itu. Lala sangat mengidolakan dosen itu.Lala tersenyum, berharap do
Nadia memperhatikan mobil hitam di depan pekarangan rumahnya, pasti ini milik Bara tunangannya, siapa lagi. Pria keras kepala itu masih saja membuat ulah, padahal Nadia sudah memperingati Bara agar tidak ke rumahnya selama seminggu.Dengan langkah kesal Nadia masuk ke dalam rumahnya. Ia sangat malas bertemu dengan Bara. Kenapa juga pria itu ke rumahnya."Sayang."Nadia baru saja ingin melewati Bara menuju kamarnya dan pura-pura tidak melihatnya. Namun dirinya ketahuan juga."Apaan sih? Aku capek. Pulang sana!" usir Nadia mengangkat tangan nya seperti mengusir itik ke arah Bara.Bara tidak menyerah, ia langsung memanggil calon mertuanya. Karena hanya calon mertuanya yang bisa membujuk Nadia.
"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan. Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya. "Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya. Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan ray
"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara."Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya."Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal."Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur sem
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid
"Pagi, Sayang!!" sapa seseorang membangunkan Nadia yang masih manja memeluk bantal guling nya. Merasa terusik, Nadia menutup telinganya menggunakan bantal."Inikan masih pagi, Ma. Tadi, Nadia udah shalat Subuh, kok," balasnya masih enggan membuka mata. Bara yang mendengar hal itu merasa bangga dengan Nadia. Walaupun sifat Nadia sedikit bar-bar, Nadia tidak pernah lupa akan kewajibannya dalam beragama. Gadisnya memang hebat.Bara mendekat ke arah telinga Nadia. "Kalau gak bangun. Aku nikahin kamu sekarang!!" bisik nya tersenyum licik.Mata Nadia terbelalak. Jadi, tadi bukan mamanya, melain Bara. Baiklah, Nadia harus mencari cermin sekarang.'Ya, ampun wajah gue, muka gue, gak berantakan kan? astaga pasti Bara ilfil deh sama gue. Tapi, biarlah bagus juga, b
Bara melirik sekilas ke arah Nadia, kekasihnya. Nadia terlihat lesu hari ini. Setelah Bara menyelesaikan pekerjaan kantornya, Bara langsung menjemput kekasihnya, yang pulang pada sore hari.“Kenapa, hem?” tanya Bara.“Sebentar lagi aku mau nyusun skripsi, tapi judulnya belum ada. Terus gimana dong?” Nadia dari tadi memikirkannya. Ia ingin lulus tepat waktu, agar kedua orang tuanya bangga kepadanya. Walaupun Nadia sering bolos jam kuliah satu atau dua alfa. Tapi Nadia tidak pernah mendapatkan nilai jelek, seperti orang lain. Karena Nadia lumayan pintar dalam mata kuliah apapun. Apalagi ini mata kuliah jurusan ekonomi, kesukaannya.Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala kekasihnya, “Kamu lupa sama aku? Aku lulusan terbaik kampus. Itu adalah hal yang mudah. Nanti aku carikan judul y
Nadia mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Ia sedari tadi jengah melihat pelayan wanita yang seumuran mereka, mencuri pandang ke arah Bara yang tengah memilih dan membaca buku menu. Memang, Bara terlihat sangat tampan, apabila sedang menundukkan kepalanya dan fokus seperti itu.“Mbak, kenapa liatin tunangan saya seperti, itu?!” Marah Nadia, membuat semua wanita yang ada di sana, mencuri pandang ke arah Bara. Segera memutuskan pandangannya dan gelagapan.“Mas tampan ini tunangan, Kakak?”“Tidak, dia calon suami saya!” jawab Nadia dengan suara ketus. Membuat mereka terkesiap. Bara melepas buku menu tersebut, dan mengusap bahu kekasihnya yang tengah merajuk.“Aku gak lapar. Ayo kita pulang!” Nadia hendak berdiri namun, pela
Dua bulan telah berlalu. Kedua sahabat Nadia sudah resmi menikah dan sekarang fokus dengan rumah tangga mereka masing-masing.Nadia menghela nafas pelan ketika dirinya akhirnya bisa berjalan kembali, setelah terapi setiap minggu dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjalan. Namun jangan lupakan dibalik kesembuhan Nadia, terdapat seorang pria yang setia dan penyabar di sampingnya.Nadia masih tidak menyangka, ternyata Bara adalah jodohnya dan pernikahan mereka sudah berumur tiga bulan. Bara adalah segalanya untuk Nadia. Tuhan menghadirkan Bara sebagai penerang di kehidupan Nadia yang sunyi dan sepi.“Semoga Bara menyukai hadiahku.”Nadia segera bersiap setelah menyiapkan kejutan untuk Bara. Hari
Senyuman Lala luntur ketika melihat calon suaminya mengobrol dengan dokter muda yang terlihat sangat cantik dan dewasa.Lala mengeratkan pegangan tangannya di rantang yang ia bawa untuk dokter Ryan.Lala berdiri di ujung pintu. Sepertinya mereka tidak menyadari dirinya berada di sana. Karena terlalu asyik mengobrol. Lala mundur perlahan dan segera berbalik arah kembali menuruni anak tangga.Ryan menatap dokter Neza dengan pandangan sulit diartikan. Dokter Neza adalah dokter baru di rumah sakit ini dan sepertinya menyukainya. Karena sedari tadi mencoba mencairkan suasana untuk menggodanya.“Dokter Ryan juga berprofesi menjadi seorang dosen? Wah hebat ya. Dokter sanga
“Sebenarnya, aku ada niatan untuk menjenguk nenek di rumah sakit jiwa,” ujar Nadia pelan, membuat semua orang yang ada di meja makan berhenti sejenak dari aktivitasnya.“Tidak!” tegas Bara, membuat Nadia bukannya takut malah pantang menyerah.“Kenapa, Sayang? Sampai mau jenguk nenek kamu yang jahat dan tidak manusiawi itu?” tanya Rani menatap Nadia, membuat Nadia menghela nafas pelan.“Nadia, ingin berdamai dengan semuanya. Tenang, hanya nenek ajha, kok. Ngak sama dia-dia itu,” ujar Nadia lagi.“Dia siapa?” tanya Bara.“Mantan sahabat kamulah. Siapa lagi, yang kamu belain mati-matian sampai membuang cincin ak ....”
Bara meneliti wajah Nadia yang tengah tertidur. Cantik dan manis. Bibir mungil semanis madu itu selalu berhasil membuatnya tidak berhenti mengecupnya seperti sekarang ini.Mereka masih berada di kantor. Sebentar lagi jam pulang kerja tiba. Namun melihat istrinya masih memejamkan matanya. Bara jadi tidak tega membangunkan Nadia.Bara menghela nafas dan merogoh ponselnya. Ia menyalakan kamera dan mengambil gambar Nadia sebanyak-banyaknya."Sayang banget sama kamu." Bara mendusel hidungnya di leher Nadia, membuat Nadia terusik."Eugh …." Akhirnya Nadia terbangun dan bergumam kesal kepadanya. Karena menganggu tidur nyenyak wanita itu."Sayang, dah
Nadia meringis kala merasakan sakit yang menderai . Nadia menatap Bara yang pagi ini sudah rapi untuk berangkat bekerja.“Sayang, ayo mandi. Kita ke kantor.”Nadia terperangah mendengarnya, “Kamu sendirian pergi. Aku di rumah ajha.”“Nggak bisa, Sayang. Kamu harus ada di samping aku setiap waktu.”Tanpa izin, Bara menggendong Nadia dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan telaten, Bara membasuh dan membersihkan tubuh Nadia dengan sangat lembut dan hati-hati.Setelah menghabiskan waktu 5 menit. Bara menggendong Nadia dan mendudukkannya di pinggir ranjang.Bara beralih mencari dress untuk sang istri. Warna marun dan juga mantel tebal untuk sang istr
Seminggu telah berlalu. Sepasang pengantin baru tersebut, sekarang akhirnya pulang ke rumah orang tua Bara. Nadia mengambil nafas panjang ketika Bara dengan seenaknya, tidak ingin menurunkannya ke kursi roda. Bara mengendongnya sampai ke dalam rumah. Nadia hanya bisa pasrah dan mengeratkan pelukannya ke leher suaminya.Barang-barang, semuanya telah dibawa oleh sopir dan para pembantu ke dalam kamar mereka.“Wah, pengantin baru sudah pulang ternyata,” ujar Rani terlihat antusias. Nadia duduk bersama Bara di depan meja makan, bersama dengan kedua orang tua Bara.“Bagaimana bulan madunya, Sayang?” tanya Rani kepada Nadia.Nadia tersenyum kikuk dan menunduk, “Lancar, Ma.”Mereka berdua mengucap
“Bisa gak sih, kamu gak buat masalah sekali saja.” Nadia menyilang tangan di dadanya bersandar di punggung ranjang kamar hotel.Bara menghela nafas pelan, “Ini juga demi kamu, Sayang. Aku gak suka semua orang menghina kamu, Nadia. Tolong ngertiin aku!” Bara sedikit meninggikan suaranya, membuat Nadia menggelengkan kepalanya tidak percaya.“Kamu marah sama aku? Kamu bentak aku?” tandas Nadia.“Sayang, bukan seperti itu.”“Iya, kamu udah gak sayang sama aku. Kamu mengulangi kesalahan yang dulu. Kamu ... hiks.”Nadia merasakan sesak di dadanya. Wanita itu kembali terbayang kejadian yang dulu. Katakan dirinya berlebihan, namun trauma itu kembali muncul.
Hari ini pasangan pengantin baru tersebut memilih menghabiskan waktu di taman. Banyak anak-anak bermain di ujung sana dengan gembira, membuat Bara dan juga Nadia ikut tersenyum melihatnya.“Kamu mau makan apa, Sayang?” Bara mengelus bahu Nadia yang berada di dekapannya.Nadia yang merada di dekapan suaminya mendongak, sejenak memikirkan sesuatu yang akan ia beli. Nadia melonggarkan pelukannya dan mulai mengitari ke segala penjuru taman, dengan bola mata cantiknya, banyak berbagai macam makanan ringan penggugah selera.“Cilok, harga 5 ribuan.” Nadia menunjuk dagang cilok dengan dagunya, yang terlihat memakai sepeda motor tengah dikerumuni banyak orang.“5 ribuan?” Bara mengangkat sebelah alisnya.
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana