"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara.
"Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya.
"Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.
'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal.
"Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur semuanya. Apapun Bara akan lakukan untuk melihat Nadia ada di sampingnya. Nadia hanya miliknya. Nadia gadis kesayangan nya.
"Gak ada kok," balas Nadia santai. Nadia sudah tidak berpura-pura lagi untuk amnesia. Bagaimana pun cara Nadia ingin melupakan Bara. Pasti, makhluk yang ada di sampingnya ini akan melakukan beribu-ribu cara untuk memilikinya. Mimpi apa dulu Nadia menerima Bara menjadi pacarnya. Tunangannya dan sebentar lagi suaminya. Nadia sangat menyesal.
"Kamu jangan macam-macam Nadia. Kamu mau mencoba kabur dari aku?" tanya Bara masih dengan tatapan tajam.
"Kepo," balasnya lesu.
"Iya udah. Aku mau ke depan dulu beliin kamu makanan. Kamu istirahat dulu ya, Sayang," ucap Bara mencium pucuk kepala Nadia. Nadia hanya bisa tersenyum manis mengikuti saran Bara. Dari pada nantinya Bara berubah menjadi monster. Jujur, Nadia takut melihat Bara seperti itu.
"Good girl!" Bara langsung meninggalkan Nadia di sana. Sedangkan Bara memilih berbaring untuk menunggu Nadia.
Ceklek.
"Nadia!" Teriak Lala dan Maya bersamaan. Tapi, itu sebagian besar suara Lala. Sedangkan Maya hanya memanggil Nadia dengan suara rendah.
"Berisik banget sih lo, pulang lo!" cetus Nadia menutup telinganya karena ulah sahabat nya.
"Lo yakin nyuruh kita pulang nih."
"Gue gak pernah nyesel dunia akhirat."
"Lo yakin gak mau, ini?" Lala menyembunyikan sesuatu di balik tangannya yang ada di belakang badannya yang mungil. Nadia yang menyadari hal itu langsung mengambil makanan itu.
"Sahabat lucknut lo. Giliran dikasih ginian, lo mau," cerocos Lala kesal. Biar bagaimanapun Lala sangat menyayangi sahabat nya ini.
"Bukain gue!!" suruh Nadia, sudah tidak sabar memakan seblak kesukaan nya. Lala menuruti permintaan Nadia. Mata Nadia langsung berbinar dan ingin sekali langsung menyantap makanan yang ada di depannya.
"Etsss. Lo kan lagi sakit. Gimana, gue aja yang makan. Dan lo nonton," tawar Lala tersenyum lebar.
"Nggak! gue ngak mau," Nadia langsung menyantap seblak kesukaan nya. Levelnya lumayanlah. Sahabat nya yang satu ini memang paling mengerti.
"Lo gak di marahin sama Bara, nanti?" tanya Maya memandang Nadia yang asik dengan seblak nya.
"Asal lo jangan kasih tahu dia. Oke!!"
Mereka berdua mengangguk. "Nih, udah habis, sekarang lo buang sisanya. Biar Bara ngak tahu. Sebentar lagi Bara ke sini."
"Oke-oke." Lala langsung mengamankan nya dan membuang sisa seblak itu ke tempat sampah. Maya yang melihat itu hanya menggeleng dengan tingkah mereka. sebelas duabelas. Maka, jangan salahkan mereka dipertemukan untuk menjadi sahabat. Kecuali dirinya yang lumayan cewek ice girl.
Ceklek!
Bara masuk ke dalam ruang inap. Pria itu langsung melihat ke arah dua teman Nadia yang asik bercanda dengan gadisnya. "Aku telah kembali, Sayang. Kamu makan, ya?" ucap Bara dan di anggukki oleh Nadia.
Maya dan Lala mundur perlahan untuk memberikan jalan untuk Bara. Seperti nya Bara tidak menyukai keberadaan mereka berdua di sini. Lihat saja dari tatapan Bara. Tatapan mencari mangsa.
"Kamu kenapa lihatin sahabat aku, sampai segitunya?" tanya Nadia tajam.
"Kamu di kasih apa sama mereka?" tanya Bara kembali menatap tajam Nadia.
'Aduh. Kok gue lupa, ya. Bara pasti sudah tahu,' batin Nadia ketakutan.
Karena hawa kamar memanas. Maya menarik tangan Lala untuk pergi dari sana. Maya tidak ingin sebuah pertengkaran kecil sampai terjadi. "Kita pamit oke!" ujar Lala langsung pergi dengan Maya.
"Huft. Selamat."
'Bukannya dibantuin. Gue malah di tinggal,' gerutu Nadia kesal.
"Bibir kamu kenapa merah gitu?" tanya Bara menahan emosi.
Nadia menyentuh bibirnya dengan jarinya. Mencoba melihat bibirnya dengan memonyongkan bibir bawahnya ke depan. "Oh. Ini ya, ak_aku tadi makan buah dari Lala dan Maya."
"Tidak ada buah di sini. Kamu bohongin, aku?"
Memang tidak ada tanda-tanda ada buah di atas Meja.
"Ada kok tadi. Tapi udah habis. Manis banget, makanya aku habisin," ucapnya meyakinkan. Semoga Bara percaya. Bara dari dulu melarang Nadia untuk makan makanan yang pedas. Tapi, Nadia sih bodo amat.
Bara memandang Nadia lekat. Wajah Bara sudah lumayan dekat di depan Nadia. Nadia mencoba mencari kebohongan di mata indah itu. Sampai Huft.
"Hmpt. Lepas, Bar!" Beberapa menit Bara memeriksa setiap inci mulut Nadia. Menelusuri dengan mulutnya.
"Gak ada rasa buah. Ini rasanya panas," ujar Bara menatap tajam ke arah gadisnya.
"Jujur sama aku, Nadia!" tegas Bara penuh penekanan.
"Iya. Tadi aku makan seblak. Kamu puas? Ingat ya, Bar. Kita sudah gak ada hubungan apa-apa semenjak kamu Seling--"
Bara langsung memeluk Nadia dengan erat. "Jangan ngomong seperti itu, Yang. Kita akan tetap menikah. Kalau bisa, aku nikahin kamu langsung besok pagi."
"Kamu gila!" ujar Nadia ingin melepaskan pelukan Bara. Namun, tenaganya belum kuat.
"Aku lebih baik, kurung kamu selamanya. Walaupun nantinya kamu benci sama aku. Tapi aku gak akan biarkan kamu lepas dari aku. Kamu hanya milik aku. Milik Barata Mahendra, seorang!!" tegas Bara tidak ada bantahan.
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid
"Pagi, Sayang!!" sapa seseorang membangunkan Nadia yang masih manja memeluk bantal guling nya. Merasa terusik, Nadia menutup telinganya menggunakan bantal."Inikan masih pagi, Ma. Tadi, Nadia udah shalat Subuh, kok," balasnya masih enggan membuka mata. Bara yang mendengar hal itu merasa bangga dengan Nadia. Walaupun sifat Nadia sedikit bar-bar, Nadia tidak pernah lupa akan kewajibannya dalam beragama. Gadisnya memang hebat.Bara mendekat ke arah telinga Nadia. "Kalau gak bangun. Aku nikahin kamu sekarang!!" bisik nya tersenyum licik.Mata Nadia terbelalak. Jadi, tadi bukan mamanya, melain Bara. Baiklah, Nadia harus mencari cermin sekarang.'Ya, ampun wajah gue, muka gue, gak berantakan kan? astaga pasti Bara ilfil deh sama gue. Tapi, biarlah bagus juga, b
Bara melirik sekilas ke arah Nadia, kekasihnya. Nadia terlihat lesu hari ini. Setelah Bara menyelesaikan pekerjaan kantornya, Bara langsung menjemput kekasihnya, yang pulang pada sore hari.“Kenapa, hem?” tanya Bara.“Sebentar lagi aku mau nyusun skripsi, tapi judulnya belum ada. Terus gimana dong?” Nadia dari tadi memikirkannya. Ia ingin lulus tepat waktu, agar kedua orang tuanya bangga kepadanya. Walaupun Nadia sering bolos jam kuliah satu atau dua alfa. Tapi Nadia tidak pernah mendapatkan nilai jelek, seperti orang lain. Karena Nadia lumayan pintar dalam mata kuliah apapun. Apalagi ini mata kuliah jurusan ekonomi, kesukaannya.Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala kekasihnya, “Kamu lupa sama aku? Aku lulusan terbaik kampus. Itu adalah hal yang mudah. Nanti aku carikan judul y
Nadia mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Ia sedari tadi jengah melihat pelayan wanita yang seumuran mereka, mencuri pandang ke arah Bara yang tengah memilih dan membaca buku menu. Memang, Bara terlihat sangat tampan, apabila sedang menundukkan kepalanya dan fokus seperti itu.“Mbak, kenapa liatin tunangan saya seperti, itu?!” Marah Nadia, membuat semua wanita yang ada di sana, mencuri pandang ke arah Bara. Segera memutuskan pandangannya dan gelagapan.“Mas tampan ini tunangan, Kakak?”“Tidak, dia calon suami saya!” jawab Nadia dengan suara ketus. Membuat mereka terkesiap. Bara melepas buku menu tersebut, dan mengusap bahu kekasihnya yang tengah merajuk.“Aku gak lapar. Ayo kita pulang!” Nadia hendak berdiri namun, pela
"Sudah malam, kamu pulang ajha," usir Nadia.Bara langsung menggelengkan kepala nya mengangkat tangan nya, melihat arloji nya. Baru jam 9 malam."Sekarang kan malam minggu, aku mau lama-lama sama kamu, besok kan kamu libur juga dan aku juga gitu. Kita habiskan malam ini bersama."Nadia tidak bisa berkata-kata kembali. Bara sangat keras kepala kalau seperti ini. Nadia dengan wajah lesu mengangguk, membuat Bara menarik tangannya masuk ke dalam rumah Nadia.Mereka berdua membuka pintu utama. Di dalam rumah sudah ada kedua orang tua Nadia yang menyilang tangan di dada, siapa lagi kalau bukan mamanya sendiri. Kalau papanya, tidak memperlihatkan ekspresi apapun.
Nadia dan kedua sahabatnya duduk di salah satu meja di kantin. Mereka memilih duduk di tengah. Karena lebih gampang ketika memesan makanan nantinya.“Gue heran sama lo, Nad. Lo dikasih kartu sama tunangan lo, berisi ratusan juta. Tapi lo hanya traktir kita makanan seratus ribuan,” ujar Lala.“Diam lo! Gak ada syukur-syukurnya jadi sahabat. Hari ini gantian lo kan yang traktir. Tapi gue ambil dua bulan buat traktir lo berdua. Jangan banyak cincong. Ingat! hanya seratus ribuan, gak lebih. Lo bayar sendiri kalau lebih.”Lala mengatupkan bibirnya, hari ini adalah gilirannya. Namun Nadia tidak menyuruhnya, karena ia sendiri yang akan mentraktir mereka, tapi hanya seratus ribuan, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kurang belanjaan mereka seratus ribuan, maka Nadia yang mengambil sisanya.
Di sinilah sekarang, Celina da Marisa. Di depan perusahaan Bara. Mereka akan bertemu dengan pria itu dan membicarakan semuanya secara baik-baik.Bara akhir-akhir ini tidak lagi bertegur sapa dengan mereka seakan menghindar. Tangan Celina terkepal, Nadia berhasil menghasut tunangannya agar tidak ingin bertemu dengannya.“Gue gak habis pikir dengan Nadia. Cewek itu hobi banget nyari masalah sama kita,” cibir Marisa. Celina seperti biasa, hanya diam sembari menampilkan wajah polosnya, yang terlihat natural tanpa make-up dan juga terlihat pucat.Sebenarnya disini mereka yang salah. Selalu menjadi penghalang hubungan antara Bara dan Nadia, yang jelas-jelas sudah bertunangan dan saling mencintai.
Setelah Celina bangun dari pingsannya, Bara bergegas menelpon Nadia. Berniat berkata jujur kepada kekasihnya. Ia menyuruh mereka menutup mulutnya terlebih dahulu."Sayang!""Iya, Bar. Ada apa, hem?" tanya Nadia dengan suara sangat lembut, membuat tubuh Bara menegang. Jantung nya berdetak lebih cepat."Bara! Kenapa diem? Aku tanya ada apa?""Kamu sekarang di mana, sayang?" tanya Bara dengan gugup."Ada di panti asuhan Kasih Bunda. Aku sama kedua sahabat ku, lagi bagiin makanan untuk anak-anak. Oh ya, aku pakai kartu kamu, Bar. Nggak apa-apa, kan?""Gak apa-apa, Sayang.
Dua bulan telah berlalu. Kedua sahabat Nadia sudah resmi menikah dan sekarang fokus dengan rumah tangga mereka masing-masing.Nadia menghela nafas pelan ketika dirinya akhirnya bisa berjalan kembali, setelah terapi setiap minggu dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjalan. Namun jangan lupakan dibalik kesembuhan Nadia, terdapat seorang pria yang setia dan penyabar di sampingnya.Nadia masih tidak menyangka, ternyata Bara adalah jodohnya dan pernikahan mereka sudah berumur tiga bulan. Bara adalah segalanya untuk Nadia. Tuhan menghadirkan Bara sebagai penerang di kehidupan Nadia yang sunyi dan sepi.“Semoga Bara menyukai hadiahku.”Nadia segera bersiap setelah menyiapkan kejutan untuk Bara. Hari
Senyuman Lala luntur ketika melihat calon suaminya mengobrol dengan dokter muda yang terlihat sangat cantik dan dewasa.Lala mengeratkan pegangan tangannya di rantang yang ia bawa untuk dokter Ryan.Lala berdiri di ujung pintu. Sepertinya mereka tidak menyadari dirinya berada di sana. Karena terlalu asyik mengobrol. Lala mundur perlahan dan segera berbalik arah kembali menuruni anak tangga.Ryan menatap dokter Neza dengan pandangan sulit diartikan. Dokter Neza adalah dokter baru di rumah sakit ini dan sepertinya menyukainya. Karena sedari tadi mencoba mencairkan suasana untuk menggodanya.“Dokter Ryan juga berprofesi menjadi seorang dosen? Wah hebat ya. Dokter sanga
“Sebenarnya, aku ada niatan untuk menjenguk nenek di rumah sakit jiwa,” ujar Nadia pelan, membuat semua orang yang ada di meja makan berhenti sejenak dari aktivitasnya.“Tidak!” tegas Bara, membuat Nadia bukannya takut malah pantang menyerah.“Kenapa, Sayang? Sampai mau jenguk nenek kamu yang jahat dan tidak manusiawi itu?” tanya Rani menatap Nadia, membuat Nadia menghela nafas pelan.“Nadia, ingin berdamai dengan semuanya. Tenang, hanya nenek ajha, kok. Ngak sama dia-dia itu,” ujar Nadia lagi.“Dia siapa?” tanya Bara.“Mantan sahabat kamulah. Siapa lagi, yang kamu belain mati-matian sampai membuang cincin ak ....”
Bara meneliti wajah Nadia yang tengah tertidur. Cantik dan manis. Bibir mungil semanis madu itu selalu berhasil membuatnya tidak berhenti mengecupnya seperti sekarang ini.Mereka masih berada di kantor. Sebentar lagi jam pulang kerja tiba. Namun melihat istrinya masih memejamkan matanya. Bara jadi tidak tega membangunkan Nadia.Bara menghela nafas dan merogoh ponselnya. Ia menyalakan kamera dan mengambil gambar Nadia sebanyak-banyaknya."Sayang banget sama kamu." Bara mendusel hidungnya di leher Nadia, membuat Nadia terusik."Eugh …." Akhirnya Nadia terbangun dan bergumam kesal kepadanya. Karena menganggu tidur nyenyak wanita itu."Sayang, dah
Nadia meringis kala merasakan sakit yang menderai . Nadia menatap Bara yang pagi ini sudah rapi untuk berangkat bekerja.“Sayang, ayo mandi. Kita ke kantor.”Nadia terperangah mendengarnya, “Kamu sendirian pergi. Aku di rumah ajha.”“Nggak bisa, Sayang. Kamu harus ada di samping aku setiap waktu.”Tanpa izin, Bara menggendong Nadia dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan telaten, Bara membasuh dan membersihkan tubuh Nadia dengan sangat lembut dan hati-hati.Setelah menghabiskan waktu 5 menit. Bara menggendong Nadia dan mendudukkannya di pinggir ranjang.Bara beralih mencari dress untuk sang istri. Warna marun dan juga mantel tebal untuk sang istr
Seminggu telah berlalu. Sepasang pengantin baru tersebut, sekarang akhirnya pulang ke rumah orang tua Bara. Nadia mengambil nafas panjang ketika Bara dengan seenaknya, tidak ingin menurunkannya ke kursi roda. Bara mengendongnya sampai ke dalam rumah. Nadia hanya bisa pasrah dan mengeratkan pelukannya ke leher suaminya.Barang-barang, semuanya telah dibawa oleh sopir dan para pembantu ke dalam kamar mereka.“Wah, pengantin baru sudah pulang ternyata,” ujar Rani terlihat antusias. Nadia duduk bersama Bara di depan meja makan, bersama dengan kedua orang tua Bara.“Bagaimana bulan madunya, Sayang?” tanya Rani kepada Nadia.Nadia tersenyum kikuk dan menunduk, “Lancar, Ma.”Mereka berdua mengucap
“Bisa gak sih, kamu gak buat masalah sekali saja.” Nadia menyilang tangan di dadanya bersandar di punggung ranjang kamar hotel.Bara menghela nafas pelan, “Ini juga demi kamu, Sayang. Aku gak suka semua orang menghina kamu, Nadia. Tolong ngertiin aku!” Bara sedikit meninggikan suaranya, membuat Nadia menggelengkan kepalanya tidak percaya.“Kamu marah sama aku? Kamu bentak aku?” tandas Nadia.“Sayang, bukan seperti itu.”“Iya, kamu udah gak sayang sama aku. Kamu mengulangi kesalahan yang dulu. Kamu ... hiks.”Nadia merasakan sesak di dadanya. Wanita itu kembali terbayang kejadian yang dulu. Katakan dirinya berlebihan, namun trauma itu kembali muncul.
Hari ini pasangan pengantin baru tersebut memilih menghabiskan waktu di taman. Banyak anak-anak bermain di ujung sana dengan gembira, membuat Bara dan juga Nadia ikut tersenyum melihatnya.“Kamu mau makan apa, Sayang?” Bara mengelus bahu Nadia yang berada di dekapannya.Nadia yang merada di dekapan suaminya mendongak, sejenak memikirkan sesuatu yang akan ia beli. Nadia melonggarkan pelukannya dan mulai mengitari ke segala penjuru taman, dengan bola mata cantiknya, banyak berbagai macam makanan ringan penggugah selera.“Cilok, harga 5 ribuan.” Nadia menunjuk dagang cilok dengan dagunya, yang terlihat memakai sepeda motor tengah dikerumuni banyak orang.“5 ribuan?” Bara mengangkat sebelah alisnya.
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana