Namaku Zayelani, atau panggil saja aku Zayen. Tempat kelahiranku adalah pulau Jawa, dan aku besar di sana. Sebuah daerah yang terkenal dengan kebun apelnya. Orang-orang dari luar daerah, setiap musim liburan akan berbondong-bondong datang ke tempat asalku.Kota Batu memang memiliki wahana beragam. Selecta yang memanjakan mata dengan keindahan bunga-bunga. Predator Fun Park mengenalkan hewan-hewan dari bangsa predator, termasuk buaya darat seperti diriku. Sore sampai malam hari, BNS atau Batu Night Spektakuller menyuguhkan permainan yang memacu adrenalin. Jatimpark 1, 2, dan 3 dengan ciri khas masing-masing, dan banyak lagi tempat wisata lainnya yang ditawarkan kota asalku. Namun, entah mengapa aku memilih merantau ke Kalimantan daripada mencari pekerjaan di Kota Batu. Samarinda adalah kota yang kupilih. Aku mengabdi pada keluarga kaya yang baik hati, Pak Gunawan dan Bu May.Aku sering dibelikan barang-barang mewah. Mereka memperlakukan aku bukan seperti seorang supir pribadi, melain
"Aira pingsan ...." tiba-tiba terdengar suara bu Indarti berteriak panik."Ra ... bangun, Ra? Kamu kenapa Ra?" Bu Indarti menyandarkan kepala Aira di pangkuan bu May kemudian berlari mengambil minyak kayu putih. Zayen hanya bengong memandang istrinya yang tiba-tiba ambruk. Dia tidak tau harus berbuat apa. "Zayen ... sini! Kamu gimana sih? Kok diam aja dari tadi. Lupa apa, kalau sudah punya istri?" Bu May langsung mengomeli Zayen yang tidak berinisiatif mendekat."Oh, ya Bu, Maaf!" Zayen gelagapan sendiri. Akibat berhayal yang tidak-tidak dia jadi di omelin. Zayen segera meraih botol aqua lalu beringsut mendekat. Dibuka tutupnya dan dituang sedikit ke telapak tangan. Lalu di percikkan ke wajah Aira. "Astagfirullah, kaya Mbah Dukun yang ngobati pasien aja kamu!" Bu may ngomel lagi melihat kelakuan Zayen.Zayen jadi bingung mau berbuat apa. Bu Indarti dan Bu May bergantian menggosok-gosokkan minyak kayu putih ke telapak kaki dan tangan Aira. Sekali-sekali botol minyak kayu putih yang
Perlahan mobil yang mengantarkan pasangan pengantin baru tersebut bergerak meninggalkan Kota Samarinda. Sepanjang perjalanan tidak ada canda atau tawa, yang menyiratkan kebahagian sepasang insan yang pergi berbulan madu. "Mbak sama Masnya, tegang amat," celetuk driver travel yang matanya naik turun bergantian memandang jalan dan kaca.Senyum di bibir Zayen sedikit terkembang, lalu hilang saat ujung mata Aira meliriknya tajam. "Mau di putarin lagu apa biar rilexs?" Lanjut sang driver ingin menawarkan kenyamanan untuk penumpangnya."Terserah situ," jawab Aira karena sedang malas berbicara."Kalau gitu lagu kesukaanku, gak papa ya mbak?" Tanyanya lagi."Uuh, apa semua sopir memang banyak omong? Sudah ku bilang terserah, suka-suka Bapak!" Jawab Aira dengan tekanan pada kata sopir. Sekilas Aira melirik Zayen dengan dongkol yang tertahan.Zayen berpura-pura tak mendengar ucapan Aira. Ia berlagak asik menikmati perjalanan dengan melihat-lihat keluar.Pak Sopir memilih-milih kaset dengan
**Zayen bangun untuk membersihkan diri, membuka koper lalu menarik lipatan handuknya. Walaupun di hotel sudah di sediakan handuk, tapi karena di koper ada handuk sendiri Zayen lebih memilih memakai miliknya pribadi. Tiba-tiba botol obat perangsang ikut melompat keluar koper, bersamaan dengan tarikan handuknya."Siapa ya yang masukin pakaianku, kok obat sialan ini ikut juga, kalau Pak Gun atau Bu May,aduh! Tapi semoga mereka enggak paham ini obat apa."Pikiran Zayen berkelana hingga tak menyadari botol tersebut berguling dan berhenti tepat di dekat jempol kaki Aira yang sedang menjuntai di sofa.Tangan Aira lekas mengambil botol tersebut dan memandangnya sambil memicingkan mata."Obat apa ini?" "Emm ... anu, itu obat ... a-anu ...."Zayen yang tak menyangka botol tersebut juga di sertakan oleh majikannya dalam koper jadi gagu menjawab, karena tidak ada persiapan ber bohong untuk satu hal tersebut. Beruntung sebelumnya dia sudah melepas gambar yang menempel di botol luarnya sehingga t
Setelah meneguk minuman yang sudah tercampur dengan obat, Aira menarik nafas panjang sambil merebahkan kepalanya di bantal kembali. Kakinya berselonjor, dan dari ujung kaki hingga kepala ditutupnya dengan selimut. "Semoga aku bisa lelap seperti manusia sok kaya di atas itu!" Aira membatin sambil memiringkan tubuhnya membelakangi tempat tidur Zayen.Pukul 02.00 dini hari, nyeri di perut Aira mulai berkurang, tapi ada hawa aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Hawa panas tapi membuatnya berkeringat dingin. Dibukanya selimut supaya hawa panasnya berkurang, tapi tulangnya terasa dingin. Aira duduk, meringkuk memeluk kedua lutut, sambil menyandarkan kepalanya ditepi pembaringan. Diliriknya Zayen yang sedang tertidur pulas."Kalau diperhatikan, dia ganteng juga," tiba-tiba hati Aira yang keras dan pongah berbisik nakal."Uh! Pikiran apa ini? Jangan ikuti bisikan setan. Enggak ... enggak ... enggak! Aku enggak boleh begini, dia pembohong! Penipu! Jangan sampai segelku rusak ditangan penip
"Ayolah, jangan bangun sekarang, dek! Ini bukan waktu dan orang yang tepat. Pleasee! Ini saatnya tidur," Zayen berguman pada masa depannya yang mulai naksl sambil menutup mata rapat-rapat. Ia memikirkan cara melepaskan diri dari Aira.Pelan-pelan Zayen menurunkan tangan kiri Aira, lalu pindah dan bertukar tempat membelakangi Aira. Aira yang hanya berpura-pura, menyadari perubahan reaksi Zayen akibat aksinya sendiri. Sekuat tenaga Aira berusaha menetralkan perasaanya, tapi Aira tak mampu menahan diri. Aira kembali berbalik dan memeluk Zayen dari belakang.Zayen merasa aneh, dan membuka matanya pelan-pelan. Ia kaget setengah mati begitu pandangannya tertuju ke meja tempat air minum. Botol obatnya hanya tersisa separuh. "Berarti ... dia ...."Zayen mengeleng-gelengkan kepalanya saat menyadari apa yang terjadi, kenapa Aira ada di atas dan memeluknya. Zayen mulai paham, Aira hanya berpura-pura menggigau."Sumaira, bangun! Enggak usah-pura!" Zayen berbisik pelan di telinga Aira yang masih
Byurrrr ....Aira terlempar ke kolam tanpa perlawanan. Zayen yang sudah merasa menang bersiap-siap kembali ke kamar. "Zay ... Za-yen! To-long! To-long!"Zayen menghentikan langkahnya mendengar suara Aira meminta tolong yang terputus-putus di sela kecipak suara air yang tak beraturan. Zayen membalikkan badannya segera. Dilihatnya kepala Aira timbul tenggelam, dengan kedua tangan terulur ke atas."Astaga! Aku enggak pernah bertanya dia bisa berenang atau enggak selama ini! Mati anak orang!" Zayen langsung panik melihat Aira yang sudah mau tenggelam.Byuuurrrrr ....Tanpa pikir panjang Zayen ikut menceburkan dirinya ke dalam air kolam yang dingin. Secepat mungkin Zayen mendekati Aira. Tangan kirinya langsung meraih pinggang Aira, dan ditopangkan perut Aira di bahunya. Lalu dengan sekuat tenaga tangan kanannya mengayuh di air supaya cepat sampai ke tepi. Nafas Zayen terengah-engah begitu sampai ditepi kolam. Tangan kanan menahan tubuhnya, perlahan ia merebahkan Aira yang terlihat lemas
"Uhuk! Za-yen ...." Terdengar suara Aira memanggilnya lirih. Zayen mendekat, ia lega akhirnya Aira sudah sadar. Ia memberanikan diri mendekati istrinya."Emm ... Ma-maaf ya, Ra!, Ak-aku enggak tau kalau Kamu, gak bisa berenang."Zayen berbicara dengan terbata-bata karena merasa bersalah. Aira hanya diam sambil membalikkan badan enggan melihat ke arah Zayen."Marahkah dia?" Zayen bertanya dalam hati."Ra, maaf!" Zayen duduk disebelah Aira dengan kaki menjuntai ke bawah. "Ra ..."Hening.Wanita, jika marahnya sambil berbicara tanpa berhenti berarti masih normal. Tetapi jika marahnya wanita tanpa mengeluarkan suara lagi, itu berbahaya. Di atas Normal. Begitu pikir Zayen, karena sering melihat meme yang sering berseliweran di status WA maupun Facebook teman-temannya."Ra, maaf! Aku ngapain? Buat nebus kesalahanku tadi?" Suara Zayen mulai memelas karena benar-benar merasa bersalah.Aira membalikkan tubuhnya, dan menatap Zayen dengan nanar."Pijitin Aku, dari kaki sampai kepala!"Aira mel
4 tahun kemudian ....Sebuah keluarga kecil beranggotakan 4 orang melangkah turun dari pesawat. Kedua orang tuanya tersenyum lebar, doa mereka terkabul untuk bisa kembali menjajakkan kaki di pulau Kalimantan.Setengah berlari mereka mengejar langkah kedua bocah yang tak pernah lelah berlari."Ragil ... Rasya ... jangan lari-lari terus, bunda capek, Nak!" Seru Ibunya yang menggunakan baju gamis berwarna merah maron dengan jilbab hitam. Ia nampak kesulitan, mengejar dua bocah yang sedang lincah-lincahnya.Sang Bapak, yang mengenakan jaket berwarna senada, hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat tingkah kedua bocahnya.Dari jauh tampak dua orang berdiri, untuk menyambut kedatangan mereka. "Ibuuuu ....""Airaaa ...."Kedua wanita tersebut saling berpelukan menumpahkan kerinduan. Sementara kedua bocah yang tadi berlari-lari menyembunyikan wajah di belakang ayahnya."Hey, Ragil! Rasya! Sini ... ini juga Nenek dan Kakek" ucap Aira memperkenalkan Bu Indarti dan Pak Margono pada ked
Aira dan Zayen baru saja selesai salat subuh. Zayen masih saja mengajak Aira bermanja-manjaan dan melarang Aira keluar dari kamar. Aira terpaksa menuruti kemauan bayi besarnya tersebut."Zayen, Bank jauh gak dari sini?" Tiba-tiba Aira bertanya.Zayen diam tak menjawab."Zayeeen! Dengar enggak sih Aku nanya!" Sungut Aira kesal."Enggak!""Enggak kok jawab.""Panggil Aku, Mas dulu ... baru aku jawab!""Hedeeh! Iya ... iyaaa ... Mas Zayen Zeyeeeenggg. Bank jauh enggak dari sini?""Mau ngapain ke Bank?"Aira duduk di samping Zayen dan meraih tangan suaminya. "Kalau aku panggil sayang aja, enggak papa kan?"goda Aira tanpa menghiraukan pertanyaan Zayen sebelumnya."Terserah dah, penting jangan panggil nama, ya! Mau ngapain ke Bank?" Ulangnya."Ya ... ya ... ya ... Sayaang, tadi malam, Bu Indarti transfer uang kita yang udah masuk untuk bayar rumah sama motor yang disana dia bayar juga. Karena rumahnya sekarang ditempatin sendiri ama Niko, jadi uang kita total di ganti.""Oh, Gitu! Tapi bia
Zayen melihat raut wajah istrinya yang nampak gelisah. Ingin sekali ia membawa istrinya ke kamar dan bertanya. Tapi kerabat dan tetangga masih datang silih berganti. Bisa jadi bulan-bulanan dia, jika siang bolong ketahuan mengajak Aira ke kamar.Zayen tersenyum sendiri, ingat bagaimana pernikahan pertamanya dengan Aira yang penuh kepalsuan, bagaimana Aira pingsan setelah ia mengucapkan Ijab qobul, bagaimana mereka bertengkar sepanjang bulan madu yang penuh kepalsuan.Zayen sedikit heran dengan reaksi sebagian orang. Ia diam-diam memperhatikan mereka seperti menemoohkan istrinya. Mungkin itu sebabnya Aira gelisah. "Ah ... lambat kali matahari tenggelam," gumam Zayen dalam hati.Menjelang Ashar, kerabat sudah mulai pulangan. Rumah mereka mulai sepi. Aira dan Alya membersihkan sisa-sisa piring kotor yang belum di cuci. Sebagian tadi sudah di cuci oleh orang-orang yang berdatangan secara bergantian. Sementara itu Zayen membersihkan sisa-sisa sampah tisu dan Aqua yang masih berceceran.K
"Ada yang ngebet minta di halalin nih! Kayaknya ....""Ihhh ... Zayeeen!" Aira memukul lengan Zayen pelan."Eh, bukan ngebet ... kebelet!""Iiihhhh ...." Aira mencubit tangan Zayen sambil menunduk malu.Zayen tertawa gemas melihat tingkah Aira. Jika tidak berada ditempat umum sudah pasti di peluknya wanitanya itu."Yakin? Mau dihalalin lagi sama aku?"Aira mengangguk malu-malu."Tapi ..."Aira mendongakkan wajahnya harap-harap cemas, mendengar kata tapi dari mulut Zayen."Tapi apa?" Aira tak sabar."Tapi, aku enggak punya mobil. Enggak bisa beliin kamu berlian," ucap Zayen sambil tersenyum simpul.Aira mencubit pinggang Zayen berkali-kali dan menjawab," tapi kamu masih punya uang buat bayar penghulu kan?Lalu mereka tertawa berdua."Tapi, Zayen! Darimana dulu kamu bisa berpikir menyerahkan aku ke Niko, kaya barang aja!" Aira kembali merengut.Zayen menarik nafas panjang. Lalu mulai bercerita."Waktu malam, sebelum pagi-pagi Aku marah itu, ada nomor enggak kukenal ngirim video ke Aku."
"Tunggu!" Suara wanita memanggilnya. Aira membalikkan badan, rupanya mempelai wanita yang memanggil."Apa ... kamu bernama Aira?" Tanyanya."I-iya!" Aira menganggukkan kepalanya dan lanjut menunduk lagi."Masuklah!" Perintahnya kembali.Aira diam, tidak melangkah masuk juga tidak meneruskan keluar. Mempelai wanita tersebut berbisik ke telinga calon suaminya. Lalu suaminya mengangguk-angguk.Mempelai wanita tersebut mengisyaratkan kepada seseorang untuk membawanya ke kamar."Ayo!" Ia menghampiri Aira dan membawanya masuk ke kamar yang nampaknya merupakan kamar pasangan yang akan menikah. Aira menurut saja arah wanita tersebut menariknya, ia tak mengerti maksud perlakuan mereka."Disini dulu, ya! Sampai akad selesai. Kami khawatir kamu membuat keributan lagi!" ucap wanita tersebut sambil mengunci pintu kamar dari luar.Aira yang masih bingung dan malu hanya pasrah. Entah setelah itu apa yang akan mereka lakukan padanya, ia benar-benar sudah pasrah.Aira duduk di pinggir ranjang yang su
Aira mengecek jarak tempatnya berada dengan alamat Zayen. 30 menit, tertera. Aira segeara memanggil Gojek."Selama janur kuning belum melengkung, masih ada harapan," Aira nekad ingin menggagalkan akad nikah Zayen bagaimanapun caranya.Beruntung jalanan tampak senggang. Aira bisa sampai di alamat tujuan sesuai perkiraan waktu. Aira membayar gojek lalu melangkah menuju ke sebuah rumah yang nampak ramai. Aira melirik ke kanan-kiri, alamat tidak mencantumkan nomor rumah. Tapi ia yakin, di tempat yang ramai itulah akan berlangsung akad nikah.Aira berlari dan menerobos kerumunan orang. Belum nampak kedua mempelai yang akan melangsungkan akad nikah, karena acaranya masih setengah jam lagi."Hentikan!" Teriak Aira dengan suara lantang.Orang-orang yang semula riuh melihat kedatangannya, mendadak diam. "Ada apa ini? Kamu siapa?"Seorang lelaki tua menghampiri Aira yang masih berdiri dengan tubuh bergetar."Aku Aira, aku calon istri dari mempelai laki-lakinya," jawab Aira lantang.Suara orang
Hari sudah beranjak siang, Aira kembali tiba di hotel."Huh!"Aira melempar tasnya ke kasur dan langsung merebahkan diri. Tangannya langsung memijit-miji kakinya yang sakit bukan kepalang."Sialan ...." gerutunya.Aira benar-benar sebal karena mengejar mayat lelaki tua yang beristri dua tadi. Tapi kemudian Aira tersenyum, ia tak membayangkan bila mayat tadi benar mayat Zayen. Aira terus memijit-mijit kakinya yang sakit sekali. Ia meringis, ada bagian yang terkelupas karena kena gesekan sandalnya saat berlari. Aira kembali meraih handuk untuk mandi lagi."Asem," sungut Aira sambil mengendus-ngendus bagian keteknya sendiri.Selesai mandi, Aira merasa sangat lapar. Sebelum meninggalkan hotel menuju alamat Zayen, Aira berniat keluar untuk mencari makanan. Tadi pagi, Aira lupa makan. Energinya terkuras habis hari ini. Aira melangkah dengan lemas.Aira mencari-cari tempat makan yang ada di sekitar melalui internet. Aira banyak menemukan restoran hingga warteg yang menawarkan makanan.Aira
"Jam berapa dibawa, Mbak?" Aira bertanya dalam isak tangisnya."Baru aja, Mbak, mungkin bersamaan sama datangnya Mbak," terang petugas.Aira mengingat-ngingat kejadian saat masuk tadi. Ada sebuah ambulan yang berpas-pasan dengannya di depan gerbang menuju ke kiri."Apa tadi, yang di bawa ambulan mbak?" Aira memastikan."Iya, benar!"Tanpa pikir panjang Aira langsung berlari meninggalkan rumah sakit. Ia melihat jalanan masih macet panjang. Sekuat tenaga ia berlari. Aira yakin masih mampu mengejar ambulan yang membawa jenazah Zayen.Benar saja, dari kejauhan tampak mobil ambulan yang bertulis mobil Jenazah terjebak macet. Aira berlari lebih cepat lagi. Sekitar beberapa meter lagi Aira sudah sampai ke mobil tersebut. Namun sayangnya, macet sudah berkurang dan Ambulan tersebut menjauh.Aira yang wajahnya sudah tak terurus karena kelelahan berlari sambil menangis, langsung mencari cara. Ia melihat seorang wanita naik motor sendirian. Aira segera menghadang dengan kedua tangannya. Tentu saj
Pagi-pagi sekali Aira sudah siap untuk berangkat menuju bandara Sepinggan Balikpapan. Tiket yang ia dapat tadi malam melalui aplikasi traveloka terbang pukul 12.15 menuju Bandara Juanda, Surabaya.Bu Indarti dan Pak Margono yang mengantarkan Aira. Ninda tak bisa ikut karena ada kegiatan sosial di kampusnya."Aira!" Tiba-tiba Aira dikejutkan oleh kedatangan Niko, Davina, dan Widya. Tak ketinggalan bayi mungil mereka."Aira ... Aku ... mau minta maaf," ucap Widya lirih sambil memeluk Aira yang sudah siap memasuki mobil."Maaf? Untuk apa?""A-aku ... yang mengirim video itu. Waktu itu, A-ku sedang menemani anakku bermain di Taman cerdas, maaf ... karena Aku sempat berniat tidak baik, pada rumah tanggamu, Aira," ucap Widya sambil tertunduk. "Aku dengar dari Davina, Kamu mau mencari Zayen. Aku minta maaf, kalau karena ulahku kalian bertengkar. Aku alan mendoakan kebahagiaan untukmu, Aira. Semoga Kamu dan Zayen bisa bertemu lagi, kalau sudah bertemu, sampaikan maafku pada Zayen," do'a Wid