Aku menjatuhkan ponselku dengan mata melebar kaget melihat pesan dari nomor yang tidak di kenal. Aku mengacak - acak rambutku kesal tidak tahu harus berbuat apa kali ini, rasa penyesalan pun semakin mencekik dadaku
"ahhh... Sophie bodoh!!!" keluhku geram. Aku menurunkan tanganku cepat, lalu meniup kecil rambutku yang menghalangi mataku. Aku menunduk dalam "kenapa aku menawarkan diri untuk jadi teman minumnya??? Aku memang gila..." hinaku putus asa.
Aku kembali menatap pesan Ni El yang terpajang di layar ponselku "ini Ni El, simpanlah nomorku! Aku butuh kau nanti malam, datanglah ke Kedai kemarin sebagai teman minumku!" Tulisnya santai.
Kenyataan menamparku, bahwa aku yang membawa bencana pada diriku sendiri, bukan kenyataan yang sering kali aku salahkan atas kesialanku selama ini.
000
Aku datang dengan langkah berat masuk ke dalam Kedai, Ni El mengangkat tangannya melambai cepat saat melihatku di samping pintu. Aku pun menghembuskan nafas mempersia
Ha Na dan Mi Do terdiam mendengar ceritaku setelah aku mengakui identitasku pada Ni El. Mi Do yang terlihat merasa bersalah pun mendekatiku cepat "apa kau baik - baik saja?" Tanyanya canggung. Aku mengangguk kecil memikirkan apa yang terlah terjadi, aku sudah mengakuinya dan pengakuan itu tidak dapat aku tarik kembali. Aku pun menarik nafas dalam berusaha menerima keadaan"tidak apa, cepat atau lambat dia akan mengetahuinya jika aku masih berhubungan dekat dengannya," tepisku tenang.Kening Mi Do semakin berkerut dalam "tapi tetap saja-," timpalnya terhenti, "tidak apa, jangan merasa bersalah," tepisku cepat.Ha Na pun menghembuskan nafas kecil lalu menatapku lurus "jadi apa yang akan kau lakukan sekarang? Apa kau yakin dia tidak akan memecatmu?" Tanyanya memastikan.Aku menggeleng kecil "aku tidak tahu," jawabku putus asa.Aku terdiam memikirkan nasibku, hatiku terasa berat dan bimbang. Di Satu sisi aku percaya Ni El bukan orang jahat yang akan me
Aku terdiam dengan perasaan canggung di hadapan Ni El yang sibuk membaca laporan dariku, mataku sesekali melirik kecil mencuri pandang ke arah Ni El. Aku kembali menurunkn pandanganku melihat pria dingin di hadapanku yang bersikap seolah tidak terjadi apa - apa, aku menicibir asam sambil menghinanya dalam hati. Ni El yang tiba - tiba mengangkat pandnagannya ke arahku, membuatku mengatur ekspresiku cepat sambil menunduk kecil sopan. Ia terdengar menghembuskan nafas kecil dari mulutnya cepat "sebaiknya kita menjaga garis batasan," ajaknya tiba - tiba. Aku langsung mengangkat wajahku dengan mata melebar kaget, Ni El tampak menunduk kecil dengan kari bergerak gelisah memainkan bolpennya. Aku terdiam menunggunya mengatakan sesuatu, Ni El pun berdeham kecil sejenak sebelum membuka mulutnya "aku merasa tidak nyaman, tapi aku tidak akan memecat pegawai hanya karena alasan sepele seperti itu," lanjutnya. Ni El pun mendongak kecil menatapku lurus, ia menggangguk kuat "jadi sebaiknya kita jag
Eun Kyung menatap diam punggung Eugene yang menatapku lurus di balik jendela mobilnya, ia memalingkan wajahnya perlahan lalu membuka mulutnya pelan"jalan!" Pereintahnya dingin.Supirnya pun mmeutar kemudinya cepat, membawa mobil Eun Kyung pergi dalam hitungan detik. Tangan kurus Eun Kyung mengepal kuat perlahan, amarah yang mendidih memenuhi hatinya dalam hitungan detik. Nafas besar terhembus dari mulutnya, ia pun memalinngkan wajahnya menatap kosong keluar jendela. Kepalanya terus memainkan adegan - adegan tidak menyenangkan yang dilihatnya selama ini, segala yang di ingatnya itu membuat amarhnya semakin memanas.000Ni El terbaring menatap langit - langit kamarnya yang gelap, segala ingatannya tentangku kembali terputar di kepalanya. Aroma tubuhku yang selama ini menghantuinya, kini semakin menghantuinya tanpa henti. Ia pun membalikkan tubuhnya ke samping gelisah lalu mengulurkan tangannya membuka laci kecil di sebelah tempat tidurnya cepat, tangannya
Aku menunduk canggung, duduk diam di tengah - tengah aggota timku yang juga menundukkan kepala mereka sepertiku. Ni El, Eugene, dan Eun Kyung duduk di hadapan kami diam membuat suasana meja kami semakin canggung. Aku melirik kecil menatap Ketiganya bergantian cepat, Ni El tampak menatap sekeliling Restoran berusaha menyembunyikan rasa canggungnya, Eun Kyung tampak antusias membaca papan menu memesan makanan untuk kami semua, sedangkan Eugene tampak melipat tangannya di depan dada dengan emosi mendidih yang di tahannya sejak tadi. Aku pun kembali menurunkan pandanganku cepat sambil menghembuskan nafas berat dari mulutku cepat, aku menoleh ke kiri dan kananku menatap anggota timku yang merasakan kecanggungan besar seperti yang aku rasakan.Eun Kyung tiba - tiba mengangkat pandangannya cepat lalu membuka mulutnya ceria "Sophie, apa ada yang ingin kau makan?" Tawarnya ramah.Sikap ramah itu membuat Ni El dan Eugene menoleh kaget kompak menatap Eun Kyung lurus, aku pun meng
Aku dan seluruh anggota timku membungkuk dalam berterima kasih atas makan siang yang telah kami santap barusan. Kami langsung berbalik hendak kembali ke Laboratorium, namun Eugene menahanku cepat "Sophie..." panggilnya. Aku menoleh cepat mendengar suara Eugene, aku pun menatapnya lurus dengan alis terangkat kecil dan senyum di ujung bibirku "bisa kita bicara sembentar?" Tanyanya canggung. Aku pun mengangguk cepat menyetujui ajakan itu, membuat senyum Eugene mengembang dan nafas kecil terhembus dari bibirnya puas. 000 Kami berdiri berdampingan di Balkon menatap pemandangan kota. Rambutku beterbangan kecil terbawa angin sejuk Musim Semi yang bertiup pelan, Eugene menunduk sambil menghembuskan nafas kecil "maaf..." ucapnya tiba - tiba. Aku menghela nafas dalam sejenak lalu menoleh kecil menatap Eugene "untuk apa?" Tanyaku. Eugene menoleh kecil menatapku canggung dengan kepala tertunduk, ia mengeluarkan tangannya me
Setelah pembicaraan hangat dengan Ni El hari itu, segalanya terasa lebih baik. Aku tidak perlu lagi menghindar dan rasa canggung saat bertemu dengan Ni El pun menghilang dalam satu kedipan mata. Nafas lega terhembus dari mulutku, mataku menatap pantulan diriku di cermin lurus membuat senyum lebarku mengembang cerah. Aku berbalik cepat meninggalkan Rumahku melangkah ringan menuju Kantor seperti biasanya.Langkahku terhenti menatap Ni El dan Eugene yang keluar dariliftbersama, langkah mereka terlihat cepat di ikuti para pemegang saham yang tampak berbincang satu sama lain seirus. Aku pun membungkukkan badanku sopan sampai melewatiku jauh, keningku berkerut kecil tanpa sengaja mendengar apa yang mereka bicarakan sambil lalu. Aku pun menegakkan tubuhku cepat lalu mengeluarkan ponselku membuka portal berita online, jariku terus bergerak cepat mengetuk layar menuliskan kata kunci berita. Setelah menunggu sejenak, mataku langsung melebar kaget melihat hasil penc
Ha Na menghembuskan nafas pelan menunggu nada sambung yang terus berbunyi, setelah menunggu sejenak matanya melebar kecil dan ia langsung membuka mulutnya"Sophie, apa yang terjadi pada Kantormu?" Tanyanya langsung.Aku menjatuhkan kepalaku lemas ke atas meja sambil menghembuskan nafas panjang "ahhh... aku tidak tahu apa yang terjadi..." keluhku.Nafas panjang Ha Na terdengar dari seberang telfon setelah mendengar keluhan manjaku, aku pun menaikkan kedua bahuku ringan lalu membuka mulutku "aku tidak tahu, setelah berita itu tersebar Eugene dan Ni El pergi entah kemana, sampai saat ini mereka belum kembali," jelasku. Ha Na terdiam setelah mendengarkan penjelasan singkatku, aku pun kembali menegakkan tubuhku lalu memindah ponselku ke telinga sebelah cepat"lalu? Bagaimana suasana disana sekarang?" Tanyanya ingin tahu.Aku menghembuskan nafas pelan sambil menoleh ke sekeliling kantor, suasana sibuk terlihat seperti biasanya. Aku menyungingkan senyum k
Aku memalingkan wajahku cepat sambil berdeham canggung tidak tahu harus mengatakan apa, keheningan canggung pun menyelimuti kami dalam hitungan detik. Ni El menghembuskan nafas kecil lalu membuka cerita menyedihkan dengan mereka yang seharusnya ia sebut keluarga.00035 TAHUN LALUSeorang wanita muda dengan rambut cokelat keemasan berjalan di panggung, dengan gaun putih panjang membalut tubuh rampingnya indah. Tangan mungilnya membawa karangan bunga indah dan tepuk tangan meriah dari pada undangan di sekelilingnya, mengawal langkahnya menuju pelaminan di ujung panggung. Sorot mata wanita itu tampak sayu dan senyum kebahagian tidak terlihat sama sekali di ujung bibir tipisnya, ia tampak sangat putus asa di hari bahagia itu.Jajaran kamera menyorot ke arah pintu utama Aula Pernikahan, para wartawan sibuk meliput acara besar yang menggemparkan seluruh kota. Seluruh berita di penuhi kabar mengejutkan antara 2 Perusahaan yang bersaing keras, namun kini bersatu