#1
"Alhamdulillah, akhirnya Ibu bisa berangkat umroh tahun ini," ucap Alma sembari memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkannya 28 tahun silam.Lusa adalah hari keberangkatan ibu dengan jamaah umroh lainnya. Sehingga, Alma perlu memastikan kondisi sang ibu fit sebelum hari keberangkatannya. "Iya, Nduk. Alhamdulillah. Doakan Ibu supaya pergi dan pulang dengan selamat ya, Nduk," ucap Bu Hasna sambil mengelus pelan punggung Alma. Rasa nyaman seketika menjalari hati Alma seiring pelukan hangat itu berlangsung. Tak terasa tetesan air mata kini membasahi pipi wanita itu. Bagaimana tidak, sekian tahun lamanya Bu Hasna menabung akhirnya beliau bisa berangkat umroh dari uang gaji Alma yang tak seberapa dia sisakan untuk wanita tua itu. "Tentu saja, Bu. Aku pasti akan mendoakan Ibu di manapun Ibu berada," ucap Alma sembari melerai pelukan kami. Seulas senyum segera terukir di wajah cantik Alma. Ia terharu karena akhirnya sang ibu dapat mewujudkan impiannya menjadi tamu Allah SWT di ka'bah-Nya.Mereka berdua saling menangis haru. Rumah sederhana tempat Alma lahir dan dibesarkan itu kini menjadi saksi bahwa Alma sangatlah bersyukur bisa mengumrohkan sang ibu."Udah sore, Bu. Aku harus pulang, takutnya Mas Reno udah pulang dan aku belum masak apa-apa," ucap Alma berpamitan ketika menyadari sudah cukup lama berada di rumah Bu Hasna, rumah ternyamannya dalam hidup ini. Seharusnya sepulang dari tempat kerja, Alma harus pulang ke rumah mertuanya yang ditempati selama delapan tahun pernikahannya dengan Reno, tetapi karena ingin mengunjungi Bu Hasna dan mengucapkan salam sebelum sang ibu berangkat umroh. Jadilah, Alma menyempatkan diri untuk mampir. "Iya, Nduk. Pulanglah. Salam untuk ibu mertuamu dan cucu Ibu ya," ucap Bu Hasna seraya berdiri dan mengambil sesuatu dari kamarnya. Tak lama wanita yang sudah berusia setengah abad lebih itu kembali dan memberikan sesuatu untuk Alma."Ini, bawa ke rumah ya, Nduk." Bu Hasna menyodorkan sebuah kantong kresek yang tidak Alma ketahui isinya. "Ini apa, Bu?" tanya Alma seraya melipat kening."Ini cuma kue kering buatan ibu saja, Nduk. Buah tangan buat ibu mertuamu," ucap Ibu tulus."Terima kasih, Bu. Aku pulang dulu kalau begitu." Alma pun keluar dari rumah sang ibunda, lalu menstater motor dan mengarahkannya pulang ke rumah sang mertua.Delapan tahun menikah, Alma dan Reno masih tinggal bersama Bu Kamila, ibu kandung Reno. Bukannya mereka tidak ada niat untuk pindah dan tinggal terpisah. Akan tetapi, sejak awal Bu Kamila sudah menekankan kalau dia tak ingin tinggal berjauhan dengan anak semata wayangnya. "Kalian tinggal di sini saja, Ibu menempati lantai pertama dan kalian di lantai dua." Begitulah ucapnya ketika mereka sempat mengutarakan niat untuk pindah. Reno pun akhirnya tak mau ambil pusing, dan keduanya pun membuang jauh-jauh pikiran untuk tinggal terpisah. Rumah Bu Hasna dan Bu Kamila hanya berjarak 5 km. Masih satu kecamatan, hanya berbeda desa saja. Sehingga tak butuh waktu lama bagi Alma hingga akhirnya sampai di rumah. *Alma memarkirkan motor, lalu membawa langkah masuk sambil menenteng kantong plastik pemberian Bu Hasna. "Assalamualaikum," sapa Alma saat baru saja masuk ke rumah.Sang mama mertua tampak sedang asyik selonjor kaki sambil menonton acara TV favoritnya. Namun, entah mengapa saat dia melirik sekilas ke arah Alma tampak sekali kalau beliau sedang kesal pada menantunya. Entah apa alasannya. Bahkan salamnya pun tidak dijawab."Lily mana, Ma?" tanya Almaberbasa-basi menanyakan putrinya yang berusia 7 tahun itu. "Ada di atas," jawabnya dengan nada ketus yang cukup mengejutkan Alma.'Apa aku ada buat salah sama Mama? Kenapa reaksinya begitu?' batin Alma bertanya-tanya."Ma, ini aku bawakan …." "Bagus ya! Kamu hambur-hamburkan terus uang suamimu itu, hah!" bentak Bu Kamila memotong kalimat Alma begitu saja.Alma tersentak melihat kemarahan sang mertua yang mendadak seperti ini. Entah salahnya di mana. "Maksud Mama apa?" Alma lantas memberanikan diri untuk bertanya setelah menenangkan degupan jantungnya. "Masih nggak ngerti juga, hah! Kenapa sih kamu itu bisanya ngabisin uang anak saya saja. Bisa-bisanya kamu memakai uang anak saya untuk mengumrohkan ibumu!" pekik Bu Kamila berang. Matanya mendelik tajam ke arah sang menantu. Dia bahkan berdiri dari posisi duduknya dan menunjuk tepat di wajah Alma. Deg!Bentakan Bu Kamila lagi dan lagi membuat Alma tercengang. Namun, yang lebih mengherankan adalah kalimat terakhirnya. Bagaimana bisa Bu Kamila berpikir kalau besannya umroh dengan uang dari Reno, yang merupakan putranya."Saya aja nggak pernah umroh, Alma!" tekan Bu Kamila lagi masih dengan pelototan tajamnya."Maaf, Ma. Kayaknya mama salah paham deh," ucap Alma berusaha meluruskan pola pikir mama mertuanya yang keliru itu. "Halah, salah paham gimana menurutmu, Alma! Saya ini kaya lho, tapi saya nggak pernah tuh umrah umroh segala! Kok bisa ibumu yang miskin itu bisa umroh. Gimana lagi kalau bukan mengeruk harta menantunya, benar kan!" tuduh Bu Kamila semakin menjadi-jadi. Amarahnya terlihat menggebu. Kantong plastik yang Alma bawa sontak jatuh berserakan begitu saja usai mendengar kata-kata tajam yang baru saja terucap dari bibir mama mertuanya. "Kita duduk dulu dan bicara, Ma," ucap Alma berusaha menenangkan diri agar tidak ikut tersulut emosi. Rasanya sungguh sakit ketika sang ibu difitnah sedemikian rupa."Halah, bicara apa lagi? Mau jelasin apa, semuanya nggak perlu!" ketusnya lagi sambil mengerucutkan bibirnya. Namun, akhirnya wanita itu tetap duduk. Alma pun melakukan hal yang sama agar kesalahpahaman ini segera selesai dan tidak merembet kemana-mana. "Ma, tolong jangan menghina dan mempermalukan ibuku seperti itu," ucap Alma memulai obrolan berharap beliau mau menerima penjelasannya. "Lalu apa? Kenyataannya memang begitu kan. Ngaku saja kalau ibumu itu sudah manfaatkan anakku biar bisa pergi umroh. Apa saya salah ngomong, Alma!" Bu Kamila bersikeras dengan pendapatnya dan tetap merasa paling benar. Alma meraaa tidak tahan lagi dengan semua tuduhan mama mertuanya hingga aku pun membuka suara. "Ibu saya berangkat umroh dengan gaji saya sendiri, Ma. Saya nggak menyentuh sepersen pun dari gaji anak Mama, paham?" ucap Alma membela Bu Hasna di hadapan mertuanya. "Saya ini kaya, Alma. Tapi saya nggak pernah umroh!" Bu Kamila tetap tidak mau disalahkan. "Mas Reno kan selalu ngasih uang bulanan ke Mama. Mama tentu bisa menabungnya untuk umroh," ucap Alma yang sudah hilang respect pada wanita di hadapannya."Ck, per bulan cuma lima juta, mau nabung sampai kapan coba!" ucapnya sambil melengoskan wajah."Tapi mama nggak punya tanggungan!" sergah Alma berani.Bu Kamila menoleh dan makin jelas kilat amarah di wajahnya. "Orang miskin memang sukanya menyahut omongan orang yang lebih tua!" sentak wanita itu meninggikan suaranya. "Yang penting, aku bisa menaikkan derajat ibuku," tukas Alma lagi yang enggan mengalah dan pasrah saja kali ini. Kesabarannya sudah habis menghadapi Bu Kamila yang selalu membenci ibunya selama ini. Ini adalah titik lelah Alma memaklumi sikap sang mertua pada Bu Hasna yang menurutnya tidak selevel dengannya."Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut sih?" Reno yang baru saja pulang kerja menghampiri Alma yang tengah bersitegang dengan mamanya di ruang tamu. Bu Kamila langsung sigap menyambut langkah Reno dengan wajah memelas, beliau berucap, "Istrimu, Ren … dia berani membentak Mama." "Alma, apa benar yang mama katakan?" tanyaReno dengan tatapan menghakimi dan intonasi meninggi seolah istrinya lah penjahatnya di sini.***#2"Halah, ngapain kamu pake nanya segala sih, Reno! Udah jelas-jelas kamu dengar kalau istrimu itu bentak-bentak mama!" Bu Kamila mendelik tajam ke arah Alma, saat wanita itu baru saja hendak membuka suara. Alma hanya dapat menghela napas pelan. Baru kali dia dan mama mertuanya terlibat perdebatan panas begini. "Alma, kenapa kamu membentak mama? Apa masalahnya. Kalau memang ada masalah, kamu bisa kan bicarakan baik-baik!" Kini giliran Reno yang menghakimi Alma.Ia seolah tidak merasa perlu mendengarkan penjelasan istrinya terlebih dulu. "Harusnya kamu dengarkan penjelasanku dulu, Mas." Alma berucap pelan, lalu memilih berlalu dari ruangan itu sambil merasakan sesak di dada. "Alma! Alma!" panggil Reno, namun Alma hiraukan saja. Toh, pria itu masih berdiam diri di tempatnya. Bahkan tidak berusaha mengejarnya yang sedang berlari menaiki tangga. "Sudahlah, Reno! Gak usah kamu panggil-panggil istri kurang ajarmu itu. Berani-beraninya membentak orang yang lebih tua!" seru Bu Kamila, d
#3"Mama udah pulang?" sambut Lily begitu Alma masuk ke kamar. Gadis kecil itu sedang asyik menggambar rupanya.Alma tersenyum, berusaha menghilangkan jejak kesedihan akibat perlakuan Bu Kamila dan suaminya tadi. Sungguh, Alma sangat tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan putrinya. Sehingga mau tak mau, Alma memaksakan senyum di wajahnya."Iya, Sayang. Kamu udah mandi, Nak?" tanya Alma sembari berjalan menghampiri bocah kecil itu. "Udah tadi, Ma. Aku bosan, jadinya aku di kamar dan menggambar saja. Oma dari tadi seperti nggak mau diganggu," jawab Lily dengan ekspresi polosnya. "Oh ya? Memangnya Oma gimana hari ini, Nak?" tanya Alma mengernyit heran. Sebab pagi tadi sebelum berangkat kerja, mama mertuanya masih bersikap biasa saja bahkan tidak terlihat jika sedang kesal padanya. "Iya gitu, Ma. Oma tadi waktu jemput aku dari sekolah mulai uring-uringan gitu. Nggak tahu kenapa, jadinya Lily gak mau main sama Oma," tutur Lily. Tampak kejujuran terlihat dari wajah polosnya. Sudah p
#4Plak!"Kamu memang benar-benar udah gila!" seru Reno keras.Kali ini Reno yang menampar pipi Alma. Untuk yang pertama kalinya, pria itu melayangkan tamparan pada sang istri. Alma terkesiap dengan apa yang terjadi tiba-tiba padanya. Ia memegangi pipinya yang terasa panas akibat ulah sang suami barusan. "Kamu menamparku, Mas?" Alma masih tak percaya dengan apa yang barusan terjadi."Karena kamu sudah mulai kurang ajar! Mama ini adalah ibuku, seharusnya kamu lebih bisa menghargai ibuku!" seru Reno semakin memperkeruh suasana."Jadi apa kamu pikir aku yang salah dalam hal ini, Mas? Bukan mulut ibumu atau kamu yang keterlaluan, dan gak bisa melerai kami?" Alma menahan emosinya susah payah demi melontarkan pertanyaan itu. Sakit. Rasanya sangat sakit, tamparan di pipi itu menyadarkan Alma jika posisinya tak lebih dari orang lain yang tiba-tiba menjadi keluarga oleh ikatan pernikahan."Kamu yang keterlaluan dan sudah gila, Alma! Apa kamu mau menyombongkan diri kalau kamu bisa bekerja, car
#5 Alma mencari tukang ojek yang biasa mangkal di persimpangan. Motor yang selama ini dipakainya merupakan milik Reno, sehingga dia memilih untuk tidak membawa motor itu. Tanpa Alma sadari, ucapan menyakitkan dari Reno telah menyakiti hati putri kecilnya. Lily lebih banyak diam, berusaha menahan tangisnya. Ia tak mau membuat sang ibu bersedih melihatnya menangis.'Papa jahat!' batin Lily. Bocah 7 tahun itu jelas sudah dapat menelaah ucapan Reno barusan yang mengatakan jika tidak akan memberi nafkah untuknya juga Alma, ibunya."Alhamdulillah, masih ada tukang ojeknya." Alma dapat menghela napas lega ketika dari kejauhan dapat melihat ada dua orang tukang ojek yang masih mangkal.Alma segera mempercepat langkahnya. Pun juga Lily yang berusaha mensejajari langkah sang Ibu yang cukup cepat. Lily berusaha tegar, meskipun hati kecilnya telah tergores luka yang cukup dalam akibat ucapan sang ay
#6Bu Hasna menghidupkan kompor, seraya memandangi panci masakan yang sudah bertengger di atasnya. Sembari menghangatkan lauk untuk cucunya yang kelaparan, wanita paruh baya itu nampak sibuk memikirkan putrinya yang tiba-tiba datang di malam hari dan meminta izin untuk menginap.Bu Hasna melamun, menerka-nerka kiranya apa yang terjadi pada Alma hingga putri semata wayangnya itu datang ke rumahnya dengan membawa koper besar. Bu Hasna yakin, pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya."Apa Alma bertengkar sama Reno?" gumam Bu Hasna mencemaskan rumah tangga anak kesayangannya. "Atau Alma berantem sama Bu Besan?"Sore tadi saat berjumpa, Alma masih bersikap biasa saja. Jika memang ingin menginap, seharusnya Alma mengatakan sesuatu pada Bu Hasna sore tadi saat mereka bertemu. Namun, Alma justru datang secara mendadak seperti ini ke kediaman Bu Hasna. Bagaimana mungkin wanita paruh baya itu tidak curiga pada Alma? Meskipun Alma berkata kalau dirinya baik-baik saja, tapi Alma tidak a
#7"Ma, kenapa nggak ada sarapan?" tanya Reno."Kenapa kamu tanya sama Mama? Memangnya harus Mama yang bikin sarapan?" sungut Bu Kamila.Reno dan Bu Kamila terlihat kelimpungan di pagi hari tanpa Alma. Ibu dan anak itu agak syok saat melihat meja makan mereka yang kosong. "Aku harus berangkat kerja, Ma. Masa' aku harus masak juga?" protes Reno."Mama kan juga bukan pembantu di sini. Masa' semua pekerjaan rumah harus Mama yang beresin sendiri?"Setelah Alma pergi, tidak ada lagi orang yang bisa mereka andalkan untuk mengurus rumah. Tidak hanya rumah saja yang nampak tak terurus, Reno sendiri juga terlihat kacau setelah istrinya pergi."Ya ampun, kenapa bajunya kusut semua begini?" omel Reno saat pria itu tengah menyiapkan pakaian kerja.Tidak ada satu pun pakaian rapi yang bisa dikenakan oleh Reno. Semuanya lecek dan harus disetrika terlebih dahulu. Sementara, Reno tidak mempunyai banyak waktu untuk menyetrika pakaian. Alhasil, pria itu pun terpaksa mengenakan pakaian yang belum diset
#8Pagi-pagi sekali, Alma sudah bangun dan menyibukkan diri di dapur. Sama seperti rutinitas hariannya di rumah Bu Kamila, saat menginap di rumah ibu kandungnya pun Alma tetap melakukan pekerjaan rumah dengan rajin untuk membantu meringankan beban Bu Hasna. "Alma, buruan siap-siap! Kamu harus berangkat kerja, kan?" tegur Bu Hasna saat melihat putrinya yang masih sibuk membantu dirinya menyiapkan sarapan."Sarapannya udah hampir siap. Biar Ibu aja yang selesaikan," sambung wanita paruh baya itu."Aku masih ada waktu buat siap-siap, Bu. Biar aku aja yang beresin masaknya," timpal Alma.Karena sudah terbiasa mengurus pekerjaan rumah sebelum berangkat kerja, Alma sudah tidak kesulitan lagi membagi waktu. Setelah mengurus putrinya dan menyiapkan sarapan, barulah Alma akan mengurus dirinya sendiri. "Lily udah siap belum? Sebentar lagi Lily juga harus berangkat sekolah, kan?" tany
#9"Aku mau bicara sama kamu," ucap Reno.Alma berusaha melepas jemari Reno yang saat ini tengah menggenggam pergelangan tangannya. Sayangnya tenaga Alma tak mampu membuat wanita itu terlepas dari cengkraman Reno.Reno menyeret Alma menjauh dari area gerbang dan mencari tempat sepi untuk berbicara empat mata dengan istrinya itu. Nampaknya, Reno mendatangi Alma untuk menyelesaikan masalah diantara mereka. Setelah melewati pertengkaran besar semalam, Reno sengaja mencari Alma untuk memperbaiki hubungan mereka kembali."Mau ngomong apa?" tanya Alma tanpa mau menatap wajah sang suami.Reno tak memedulikan sikap dingin yang ditunjukkan oleh Alma. Pria itu berusaha berbicara dengan suara lembut untuk membujuk istrinya itu."Alma, kamu masih marah sama aku?" tanya Reno dengan wajah memelas.Alma diam seribu bahasa. Wanita itu tak mengacuhkan suaminya sedikitpun.
#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di
#42Jantung wanita itu nyaris saja melompat keluar saat tahu jika tamu yang datang adalah Rafael."Eh, tapi dia dateng sama Mbak Dewi, kan?" gumam Alma lagi.Wanita itu lalu mengurungkan niat untuk rebahan di kamar dan menemui Rafael yang diduga datang bersama Dewi.Alma membuka pintu kamarnya lalu keluar menemui Rafael dan Dewi."Alma, kamu sakit apa?" Rafael yang hendak duduk langsung berdiri lagi saat melihat Alma.Pria itu langsung mencecar Alma dengan pertanyaan."Eh? A–aku …." Alma menjawab ragu-ragu. Rasanya ia tidak memiliki alasan untuk memberitahukan jika dirinya habis mengalami keguguran. "Alma baru saja keguguran Nak Dewi, Nak Rafael," jawab Bu Hasna hingga membuat Alma menatap sang ibu dengan tatapan yang entah.'Aduh … kenapa Ibu malah bilang itu sih,' keluh Alma sambil tersenyum canggung pada kedua tamunya.Alma terlihat menyikut pelan lengan sang ibu, mulutnya tampak komat-kamit tanpa suara. Namun Bu Hasna paham kalau Alma sesungguhnya tidak berniat untuk menceritaka
#41"Duh, gimana ya, Pak. Saya sih mau-mau aja, tapi anak bontot saya pasti udah nungguin saya di rumah," jawab Dewi. Ia merasa serba salah. Satu sisi, dia ingin sekali menjenguk Alma karena mereka sangat dekat, dan Dewi sudah menganggap Alma seperti seorang adik. Tapi di sisi lain, anaknya yang paling bungsu sudah pasti sedang menunggu kepulangannya."Gimana kalau kamu ke rumah kamu dulu, kamu bawa anak bontot kamu ke rumah Alma? Bisa kan?" usul Rafael setelah cukup lama terdiam.Pria itu tak mau jika dia hanya datang seorang diri mengunjungi Alma. Selain karena saat ini Alma sedang dalam proses bercerai dengan suami, Rafael juga tidak ingin jika sampai Alma menjadi buah bibir jika dirinya terlihat sering mengunjungi rumah Alma. "E–eh, emang boleh kayak gitu ya, Pak? Tapi nanti Bapak malah bolak-balik arahnya," sahut Dewi masih merasa sungkan."Gak apa-apa, gak masalah kok itu." Rafael berujar yakin."Yaudah, boleh la
#40Setelah Reno pulang, Bu Hasna dan Lily kembali ke ruangan tempat Alma dirawat. Bu Hasna mendapati Alma tengah duduk sambil termangu. Tatapannya lurus ke depan.Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya."Mamaaa …," panggil Lily setengah berteriak sambil berlari kecil ke arah ranjang Alma.Alma tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah pintu. Ia berusaha menetralkan wajah sendunya dan mengulas senyum tipis."Lily jajan apa aja tadi?" tanya Alma begitu putri kecilnya sudah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang."Banyak, Ma. Tadi Lily beli es krim, ini Lily beliin juga buat Mama," jawab bocah itu sembari menyodorkan sebuah es krim cone. "Makasih ya, Sayang." Alma mengelus lembut rambut Lily yang dikuncir itu. Wanita itu menyesap es krim yang diberikan oleh Lily. Jika dulu Alma akan mual, kali ini semua kembali seperti biasa sebelum Alma hamil. "Reno ke mana, Nduk?" Bu Hasna bertanya usai tak mendapati Reno di ruangan itu."Mas Reno udah pulang, Bu, mungkin sekitar 15 menita