PoV Author
***Saat ini Risma dengan sang suami sedang mematung kaget melihat sepasang pengantin. Begitupun dengan Anang dan Sindy, keduanya masih terbelalak tanpa berkedip melihat orang yang selama ini mereka hina."Mas, ini kok bisa begini, Mas! Kita nggak mimpi 'kan?" Sindy terus merengek di samping Anang. Keberadaan mereka kini menghalangi lajunya para tamu undangan."Tidak, kenapa ini bisa begini? Anang! Jadi mantan istrimu menikahi pemegang saham terbesar di perusahaanmu!" celetuk ibu Anang dengan penuh keresahan. Ada rasa kecewa di dalam hatinya karena niat pamer pada mantan besan kini kandas.Alih-alih menjawab kini Anang hanya mampu terdiam berkali-kali mengatur napas. Ia begitu syok berat tak mampu berkata-kata lagi. Apa yang dia rencanakan untuk mempermalukan mantan istri gugurlah sudah.Ada rasa cemburu muncul di hati seorang Anang saat melihat sang mantan bermesraanPoV Author***"Pak, tapi …."Anang berusaha menolak, namun bos terus memaksa. "Ayoklah, Pak Anang. Saya tahu Anda bukan tipikal orang yang alergi lighting kamera. Ayok!" Bos terus memaksa general manajernya. Sedangkan petinggi perusahaan Mandala Corps lainnya sudah berdiri semua siap berfoto.Apa yang mampu Anang lakukan lagi. Ditemani tatapan sayup dan kasihan dari sang ibu dan sang pacar ia pun dengan berat hati melangkahkan kaki naik ke pelaminan.Sejak langkah pertama kaki Anang menginjak pelaminan, saat itu juga fokus sepasang pengantin tertuju pada Anang."Hemh, Mas Anang!" ucap Maya dalam hati merasa kalau dirinya telah berhasil membuat mantan mati kutu. "Pucat sekali wajahmu, Mas, Mas!" batin Maya lagi-lagi berkata. Saat ini Yoga dan Maya menatap langkah demi langkah pergerakan Anang yang mulai mendekat bersama seluruh jajaran.Ternyata yang lain juga belum mengucapkan selamat,
Perhatian! (21 Untuk yang sudah menikah)Maya***Sungguh hari ini adalah kebahagiaan yang tak terhingga kudapatkan. Bahtera rumah tangga kumulai kembali dari nol bersama Mas Yoga dan juga Arya. Akhirnya, aku resmi menjadi istri dari seorang pria yang selama ini kudambakan kehadirannya. Di sisi soal harta dan tahta, ada kasih sayang yang kuharapkan, dan juga bagaimana cara dia mengharagi seorang wanita terutama seorang single parent semacamku.Kehadiran Mas Anang dan keluarganya membuatku puas sekali. Wajahnya memucat bak mayat yang direndam di air es. Jadi, bisa dibilang ia berparas mayat segar. Aku suka dengan mimik wajahnya yang sok kaya dan kini berubah menjadi pucat menahan malu.Baru tahu siapa orang yang selalu kamu hina, hah? Kamu pikir ojol atau sopir? Salah, tapi dia orang yang saat ini menjadi salah satu atasanmu. Pasti kamu ketar-ketir ingin gali lubang ya, Mas? Aku pikir pasti begitu. A
Maya***Aduh, aku malah gerogi seperti ini.Mas Yoga semakin mendekati tubuhku yang masih mengenakan handuk kimono plus handuk di kepala untuk keringkan rambut."Kamu wangi sekali," ucapnya manja membuat bulu kudukku tanpa permisi kembali berdiri. Mendengar bisikkan yang ia dekatkan ke telinga membuatku merasa terseret arus gelora cinta yang membara. Kedua kelopak mata ini hanya mampu memejamkan mata membayangkan hal-hal yang indah.Malam ini, pertama kalinya jemari Mas Yoga merayap tubuhku mulai dari arah bahu dan berakhir di dada.Ia dekatkan kembali bibirnya ke telingaku."Kalau begitu aku mandi dulu ya?" ucapnya lembut membuat napasku sesak sendiri. Berkali-kali aku mangangkat dada mengatur napas sembari memejamkan mata untuk menetralisir rasa candu.Aku pun manggut-manggut saat ia bilang hendak bersihkan badan terlebih dahulu.Terlihat dari cermin ia se
Yoga***"Selamat pagi, Sayang?"Pagi hari selalu kuawali dengan penuh kesegaran dan kebugaran. Hari ke-3 dimana aku telah sah menjadi seorang suami dari wanita yang telah kupilih."Pagi juga, Mas." Istriku melempar senyum indahnya.Kukecup pucuk kening istri yang sudah terlihat cantik sembari mempersiapkan sarapan untuk kami sekeluarga. Aku, dia, dan juga Arya. Sebenarnya ada bibi di sini, tapi sepertinya dia yang berusaha siapkan. Pakaiaannya juga sudah rapi setelan ngantor."Pagi anak Ayah yang tampan!" Tak lupa pula kusapa si kecil Arya yang telah duduk manis menunggu diriku usai berpakaian rapi hendak pergi ke kantor. Ini adalah hari pertama lagi aku masuk kerja."Pagi juga, Ayah!" Arya menjawab dengan gembira. Kuusap kepalanya lalu bokong ini pun kubawa duduk di kursi meja makan.Arya kuminta memanggilku ayah saja supaya berbeda. Karena sebutan 'papa' itu hanya untuk Mas Anang--mantan suami istriku, yaitu papa kandung Arya.Kami belum berangkat berbulan madu ke tempat yang dii
Yoga***"Mas, kok kamu ke sini?" tanya istri kala kuantar dia sampai ke ruangannya."Ya aku antar lah, Sayang. Oh ya, ternyata benar tetangga kamu itu kerja di perusahaan cabang kita. Dia seorang cleaning service yang baru masuk beberapa minggu yang lalu.""Hemh? Maksudnya Mas Diwan? Suaminya Risma?" Dia heran."Ya, namanya Diwan 'kan? Menurut HRD begitu."Dia pun manggut-manggut seperti masih memendam keheranan. Tak kusangka sekarang kami telah menjadi suami istri. Berangkat kerja sama-sama, sampai tidur pun sekarang bersama."Mas, kok lihat aku begitu?" ujarnya setelah duduk, karena aku memang menatapnya tanpa henti sembari membayangkan bagaimana hari-hari akan selalu kami lewati bersama."Emang tak boleh?" jawabku sembari memainkan alis hingga ia tersipu malu.Semoga saja dia selalu ada dan selalu menemaniku di saat roda kami tak lagi di atas. Karena sejatinya roda itu berputar. Mungkin saja esok atau nanti kita tak bisa lagi menikmati keindahan dunia dalam bentuk harta dan tahta
Anang***"Pokoknya ya, Mas, pesta pernikahan kita harus lebih mewah, aku nggak mau tahu. Aku kesel, Mas, aku kesel!" Di kejauhan sana lewat jaringan seluler Sindy nyerocos hebat tentang kekecewaannya tak bisa membuat Maya malu, malah kami yang mati kutu saat itu. Memang, itu semua di luar nalar kami."Kamu itu gak bisa nungtut begitu. Pesta itu terlalu mewah. Mau miskin karena habis buat pesta hah?" jawabku kesal. Dia memang banyak nungtut, tak seperti Maya dulu.Sejak beberapa hari yang lalu melihat Maya dan si Yoga itu menikah, tidur pun rasanya tak nyenyak. Makan tak enak, napas pun seakan ada limitnya. Hal ini juga dirasakan oleh Ibuku. Dia teramat kecewa atas apa yang tersuguh di pesta itu. Niat untuk mempermalukan malah hanya bisa mematung karena syok berat. Alhasil, kami pulang dengan raut wajah super malu. "Lah, kamu juga GM, Mas. Uangmu pasti banyak 'kan? Kamu jug
Anang***Tidak, jangan sampai yang ambil alih saham perusahaan ini …"Sut! Ada apa?" Kutanya salah seorang bawahanku.Dia merendahkan pandangan lalu menjawab, "belum tahu, Pak. Sepertinya kita akan punya bosa baru tapi."Jleb!Banyak investor yang menanam saham di perusahaan ini. Jangan sampai orang yang membuatku murka malah berjaya. Aku tak mau mendengarnya.Namun, belum juga aku bicara lagi, bos sudah membuka acara kumpul bersama ini dengan penuh kekecewaan. Teg!Kedua bola mataku juga kini melebar kala melihat si Yoga datang dan berdiri di samping Pak Bos. Apa jangan-jangan …Kuteguk liur beberapa kali sembari menahan napas. Apa maksudnya semua ini?"Saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan saya selama ini selama memimpin perusahaan ini. Jujur, saya sudah tak berdaya lagi untuk kendarai perusahaaan ini karena saya terpaksa ha
Anang***"Ehm, hati-hati, kayaknya bakal ada perombakan kabinet. Yang kerjanya malas-malasan siap ditendang!" celetuk karib kerjaku di kantor.Saat ini aku benar-benar kesal. Ini sudah bukan lagi sekalas marah, tapi sudah naik level murka."Pak Sandy sudah siap-siap belum?" kelakarku padanya."Siap-siap gimana? Kerjaan saya selama ini baik-baik saja. Jauh dari kegelapan. Santai saja." Dia menanggapi.Aku takut kalau sampai kasus manajer Halilintar Corps itu merembet kepadaku. Tapi tidak mungkin, perusahaaan supplier saja tak mampu mendeteksi. Lagipula, ada orang dalam di KPK yang bisa aku kerjakan. Pengacara juga sudah siap siaga."Pak Anang kenapa? Sepertinya sedang kebingungan begitu? Gimana, sekarang bosnya suami mantan istri. Haha!" Yang lain malah menertawakanku. Kami sekarang sedang berada di kafe menikmati makan siang."Sudah, jan