Home / Rumah Tangga / Gairah di Balik Tirai Kehidupan / Bab 100: Retak di Tengah Badai

Share

Bab 100: Retak di Tengah Badai

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-03-31 23:01:13

Hujan deras mengguyur Jakarta sore itu, menimbulkan suara berderak ketika tetesan air menghantam kaca jendela apartemen Adrian dan Alena. Cuaca yang gelap seolah merefleksikan suasana di dalam apartemen yang biasanya hangat tersebut. Alena berdiri di depan jendela besar ruang tamu, menatap kota yang terlihat kabur di balik tirai hujan. Ia menunggu Adrian pulang—sebuah rutinitas yang akhir-akhir ini terasa semakin berat.

Jarum jam menunjukkan pukul 8 malam ketika pintu apartemen akhirnya terbuka. Adrian masuk dengan langkah berat, jasnya sedikit basah, dan wajahnya menunjukkan kelelahan yang mendalam. Ia melemparkan tas kerjanya ke sofa dan melonggarkan dasi yang terasa mencekik.

"Hai," sapa Alena, berusaha terdengar ringan meski ada ketegangan yang tak terkatakan di antara mereka. "Aku sudah menyiapkan makan malam."

Adrian mengangguk tanpa menatap Alena. "Aku mau mandi dulu."

"Baiklah." Alena berusaha meredam kekecewaan dalam suaranya. Sudah hampir seminggu sejak makan siang mereka di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 101: Retak di Tengah Badai

    Alena duduk di tepi tempat tidur, tangannya gemetar saat ia meraih ponselnya. Ia ingin menghubungi seseorang—Sofia, mungkin—tetapi apa yang akan ia katakan? Bahwa hubungannya dengan Adrian yang selama ini ia banggakan sebagai 'berbeda' ternyata sama saja dengan yang lain? Bahwa ketika dihadapkan pada pilihan antara pekerjaan dan hubungan, Adrian memilih pekerjaan?Pintu kamar terbuka perlahan. Adrian berdiri di ambang pintu, ragu untuk masuk."Boleh aku masuk?" tanyanya pelan.Alena hanya mengangguk, tidak mempercayai suaranya untuk berbicara tanpa pecah.Adrian duduk di sampingnya, menjaga jarak yang cukup untuk menunjukkan bahwa ia menghormati ruang pribadi Alena. "Aku tidak bermaksud menyakitimu," ujarnya setelah beberapa saat."Aku tahu," jawab Alena, menatap keluar jendela. "Tapi itu tidak membuat kata-katamu kurang menyakitkan.""Apa yang harus kulakukan, Alena? Aku bertanggung jawab atas ratusan karyawan, atas legasi keluargaku. Aku tidak bisa melepaskan tanggung jawab itu begi

    Last Updated : 2025-03-31
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 102: Tepian Badai

    Hujan yang turun di luar jendela apartemen seolah menggemakan keheningan di dalam ruangan tempat Alena duduk sendiri. Sudah dua jam ia menunggu Adrian pulang. Ponselnya tergeletak di atas meja, layarnya gelap—tidak ada pesan, tidak ada panggilan yang terlewat. Jam dinding terus berdetak, setiap detiknya seolah menggetarkan keheningan yang kian mencekam.Dengan tatapan kosong, Alena memandang keluar jendela, melihat tetesan air hujan yang menari-nari di permukaan kaca. Tiga bulan yang lalu, mereka masih tertawa dan berbincang hingga larut malam di balkon apartemen ini. Tiga bulan yang lalu, Adrian masih pulang dengan wajah berbinar dan cerita-cerita tentang pencapaian di kantornya. Tiga bulan yang lalu, mereka masih memiliki mereka."Di mana kita salah?" bisiknya pada diri sendiri.Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Alena. Adrian melangkah masuk dengan wajah lelah. Jasnya kusut, dasinya dilonggarkan, dan rambutnya berantakan—pertanda hari yang berat di kantor."Kau masih ba

    Last Updated : 2025-04-01
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 103

    Alena meremas tangan Adrian. "Dengar, apa pun yang terjadi di masa lalu, apa pun yang dilakukan ayahmu, itu bukan kau. Kau adalah orang yang kukenal dan kucintai—orang yang bekerja keras, jujur, dan memiliki integritas.""Bagaimana jika ternyata semua kesuksesanku dibangun di atas kebohongan? Bagaimana jika perusahaan yang kuwarisi dari ayah sebenarnya berasal dari kegiatan yang tidak bersih?" Suara Adrian terdengar hampa."Maka kau akan menghadapinya," Alena menyentuh pipi Adrian, memaksa pria itu menatap matanya. "Kita akan menghadapinya bersama. Tapi kau harus mulai mempercayaiku, Adrian. Mempercayai kita."Adrian menutup matanya, menikmati kehangatan tangan Alena di pipinya. "Aku mencoba. Tapi setiap kali aku memikirkan tentang kehilangan segalanya—perusahaanku, reputasiku—aku juga takut kehilanganmu.""Kau tidak akan kehilanganku karena masalah ini," Alena meyakinkan. "Tapi kau mungkin akan kehilanganku jika terus menutup diri seperti ini."Kata-kata itu menohok Adrian. Ia membuk

    Last Updated : 2025-04-01
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 104: Garis Batas yang Memudar

    Langit Jakarta yang kelabu menyambut Alena saat ia memasuki gedung pencakar langit tempat ia bekerja. Sudah hampir seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Manuel Rivera, dan dokumen-dokumen itu masih tersimpan rapat dalam laci meja kerjanya—seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.Lift berdenting pelan saat mencapai lantai 24. Alena menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya tersenyum sopan, namun Alena tidak bisa mengabaikan tatapan penuh arti dan bisik-bisik yang mengikutinya."Selamat pagi, Alena," sapa Dina, resepsionis yang selalu ceria. "Pak Adrian sudah menunggu di ruang konferensi. Rapat pagi dimulai sepuluh menit lagi.""Terima kasih, Dina," Alena memaksakan senyum. Nama Adrian membuat jantungnya berdegup lebih cepat—campuran antara antisipasi dan kecemasan yang tak bisa ia jelaskan.Alena bergegas ke mejanya, meletakkan tasnya, dan membuka laptop. Email yang masuk semalam membutuhkan perhatian segera, tetapi piki

    Last Updated : 2025-04-01
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 105

    "Terima kasih, Alena," Adrian mengangguk puas saat Alena menyelesaikan presentasinya. Ada kilatan bangga di matanya yang tidak luput dari perhatian peserta rapat lainnya.Rapat berlanjut dengan diskusi strategi. Beberapa kali, Alena merasakan tatapan Adrian padanya—tatapan yang terlalu intens, terlalu personal. Dan setiap kali itu terjadi, ia juga merasakan tatapan lain dari rekan-rekan kerjanya. Gosip itu semakin nyata setiap detiknya."Baiklah, terima kasih atas partisipasi kalian semua," Adrian akhirnya menutup rapat. "Kita akan bertemu lagi besok untuk finalisasi rencana. Alena, bisa kita bicara sebentar di ruanganku?"Dan di situlah, tepat di hadapan seluruh tim, Adrian mengucapkan kalimat yang hanya memperkeruh situasi. Beberapa orang tersenyum penuh arti, sementara yang lain berbisik pelan."Tentu," Alena menjawab singkat, berusaha tetap profesional meski jantungnya berdegup kencang.Saat mengikuti Adrian ke ruangannya, Alena bisa merasakan puluhan pasang mata mengikuti. Begitu

    Last Updated : 2025-04-01
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 1: Kehidupan Damai Alena dan Reno

    Di pagi yang cerah, sinar matahari menyelinap melalui tirai tipis di dapur kecil mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, berpadu dengan suara gesekan spatula Alena yang sibuk memasak telur dadar untuk sarapan mereka. Reno, dengan rambut acak-acakan, duduk di meja makan sambil membaca koran usang yang ia dapatkan dari tetangga.“Makanannya hampir siap, ya,” kata Alena sambil menoleh ke arah Reno. Wajahnya yang berseri-seri adalah hal pertama yang membuat Reno merasa harinya akan baik-baik saja.“Kalau kamu yang masak, apa pun bakal terasa enak,” balas Reno sambil menyeringai, mencoba mencairkan suasana.Mereka duduk bersama di meja makan kecil itu, menikmati sarapan sambil berbicara tentang rencana sehari-hari. Reno berbagi tentang tugasnya di kantor, yang mulai terasa berat akibat tekanan dari atasannya. Alena mendengarkan dengan penuh perhatian, menggenggam tangan Reno untuk menenangkan kegelisahannya.Namun, ada sesuatu yang tak diucapkan Reno. Perusahaan tempat ia be

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 2: Perjuangan di Balik Kesederhanaan

    Pagi yang lain datang dengan ritme yang sama di rumah kecil Reno dan Alena. Reno, dengan kemeja biru pudar yang menjadi seragam kerjanya, bersiap untuk menghadapi hari yang penuh tantangan di pabrik. Sementara itu, Alena berdiri di ambang pintu, mengawasinya pergi sambil membawa bekal sederhana yang ia siapkan dengan cinta.“Semangat, ya. Jangan lupa makan siang,” ucap Alena sebelum Reno melangkah keluar.“Pasti. Kamu juga jangan terlalu capek,” jawab Reno sambil tersenyum tipis.Setelah Reno pergi, Alena kembali ke dalam rumah dan mulai mengatur jadwal harinya. Meski statusnya sebagai ibu rumah tangga sering kali dianggap sederhana, hari-hari Alena diisi dengan pekerjaan yang tak kalah melelahkan. Ia harus memastikan rumah mereka tetap rapi, makanan selalu tersedia, dan juga menyelesaikan kerajinan tangan yang menjadi sumber tambahan penghasilan mereka.Reno di PabrikDi pabr

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 3: Kedekatan yang Menguatkan

    Pagi itu, matahari menyinari rumah kecil Reno dan Alena, seolah mengingatkan mereka bahwa hari baru adalah kesempatan lain untuk saling mencintai. Suara burung berkicau di luar jendela menjadi latar belakang yang indah untuk kebiasaan pagi mereka. Reno, yang biasanya berangkat lebih awal, memutuskan untuk mengambil waktu ekstra bersama Alena sebelum memulai harinya.“Lena, hari ini aku pikir kita harus sarapan di luar, bagaimana kalau di taman belakang?” usul Reno sambil memegang dua cangkir kopi.Alena mengangguk sambil tersenyum. Mereka membawa sarapan sederhana ke meja kecil di taman belakang. Duduk berdampingan, mereka menikmati pemandangan kebun kecil yang dirawat Alena dengan penuh cinta. Kehijauan tanaman dan bunga yang bermekaran menjadi simbol perjuangan mereka, betapa usaha kecil yang konsisten dapat menghasilkan keindahan.“Aku suka pagi-pagi seperti ini,” ujar Alena sambil menyeruput kopinya. “Tidak banyak, tapi cukup membuatku merasa beruntung.”Reno tersenyum dan menjawa

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 105

    "Terima kasih, Alena," Adrian mengangguk puas saat Alena menyelesaikan presentasinya. Ada kilatan bangga di matanya yang tidak luput dari perhatian peserta rapat lainnya.Rapat berlanjut dengan diskusi strategi. Beberapa kali, Alena merasakan tatapan Adrian padanya—tatapan yang terlalu intens, terlalu personal. Dan setiap kali itu terjadi, ia juga merasakan tatapan lain dari rekan-rekan kerjanya. Gosip itu semakin nyata setiap detiknya."Baiklah, terima kasih atas partisipasi kalian semua," Adrian akhirnya menutup rapat. "Kita akan bertemu lagi besok untuk finalisasi rencana. Alena, bisa kita bicara sebentar di ruanganku?"Dan di situlah, tepat di hadapan seluruh tim, Adrian mengucapkan kalimat yang hanya memperkeruh situasi. Beberapa orang tersenyum penuh arti, sementara yang lain berbisik pelan."Tentu," Alena menjawab singkat, berusaha tetap profesional meski jantungnya berdegup kencang.Saat mengikuti Adrian ke ruangannya, Alena bisa merasakan puluhan pasang mata mengikuti. Begitu

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 104: Garis Batas yang Memudar

    Langit Jakarta yang kelabu menyambut Alena saat ia memasuki gedung pencakar langit tempat ia bekerja. Sudah hampir seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Manuel Rivera, dan dokumen-dokumen itu masih tersimpan rapat dalam laci meja kerjanya—seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.Lift berdenting pelan saat mencapai lantai 24. Alena menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya tersenyum sopan, namun Alena tidak bisa mengabaikan tatapan penuh arti dan bisik-bisik yang mengikutinya."Selamat pagi, Alena," sapa Dina, resepsionis yang selalu ceria. "Pak Adrian sudah menunggu di ruang konferensi. Rapat pagi dimulai sepuluh menit lagi.""Terima kasih, Dina," Alena memaksakan senyum. Nama Adrian membuat jantungnya berdegup lebih cepat—campuran antara antisipasi dan kecemasan yang tak bisa ia jelaskan.Alena bergegas ke mejanya, meletakkan tasnya, dan membuka laptop. Email yang masuk semalam membutuhkan perhatian segera, tetapi piki

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 103

    Alena meremas tangan Adrian. "Dengar, apa pun yang terjadi di masa lalu, apa pun yang dilakukan ayahmu, itu bukan kau. Kau adalah orang yang kukenal dan kucintai—orang yang bekerja keras, jujur, dan memiliki integritas.""Bagaimana jika ternyata semua kesuksesanku dibangun di atas kebohongan? Bagaimana jika perusahaan yang kuwarisi dari ayah sebenarnya berasal dari kegiatan yang tidak bersih?" Suara Adrian terdengar hampa."Maka kau akan menghadapinya," Alena menyentuh pipi Adrian, memaksa pria itu menatap matanya. "Kita akan menghadapinya bersama. Tapi kau harus mulai mempercayaiku, Adrian. Mempercayai kita."Adrian menutup matanya, menikmati kehangatan tangan Alena di pipinya. "Aku mencoba. Tapi setiap kali aku memikirkan tentang kehilangan segalanya—perusahaanku, reputasiku—aku juga takut kehilanganmu.""Kau tidak akan kehilanganku karena masalah ini," Alena meyakinkan. "Tapi kau mungkin akan kehilanganku jika terus menutup diri seperti ini."Kata-kata itu menohok Adrian. Ia membuk

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 102: Tepian Badai

    Hujan yang turun di luar jendela apartemen seolah menggemakan keheningan di dalam ruangan tempat Alena duduk sendiri. Sudah dua jam ia menunggu Adrian pulang. Ponselnya tergeletak di atas meja, layarnya gelap—tidak ada pesan, tidak ada panggilan yang terlewat. Jam dinding terus berdetak, setiap detiknya seolah menggetarkan keheningan yang kian mencekam.Dengan tatapan kosong, Alena memandang keluar jendela, melihat tetesan air hujan yang menari-nari di permukaan kaca. Tiga bulan yang lalu, mereka masih tertawa dan berbincang hingga larut malam di balkon apartemen ini. Tiga bulan yang lalu, Adrian masih pulang dengan wajah berbinar dan cerita-cerita tentang pencapaian di kantornya. Tiga bulan yang lalu, mereka masih memiliki mereka."Di mana kita salah?" bisiknya pada diri sendiri.Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Alena. Adrian melangkah masuk dengan wajah lelah. Jasnya kusut, dasinya dilonggarkan, dan rambutnya berantakan—pertanda hari yang berat di kantor."Kau masih ba

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 101: Retak di Tengah Badai

    Alena duduk di tepi tempat tidur, tangannya gemetar saat ia meraih ponselnya. Ia ingin menghubungi seseorang—Sofia, mungkin—tetapi apa yang akan ia katakan? Bahwa hubungannya dengan Adrian yang selama ini ia banggakan sebagai 'berbeda' ternyata sama saja dengan yang lain? Bahwa ketika dihadapkan pada pilihan antara pekerjaan dan hubungan, Adrian memilih pekerjaan?Pintu kamar terbuka perlahan. Adrian berdiri di ambang pintu, ragu untuk masuk."Boleh aku masuk?" tanyanya pelan.Alena hanya mengangguk, tidak mempercayai suaranya untuk berbicara tanpa pecah.Adrian duduk di sampingnya, menjaga jarak yang cukup untuk menunjukkan bahwa ia menghormati ruang pribadi Alena. "Aku tidak bermaksud menyakitimu," ujarnya setelah beberapa saat."Aku tahu," jawab Alena, menatap keluar jendela. "Tapi itu tidak membuat kata-katamu kurang menyakitkan.""Apa yang harus kulakukan, Alena? Aku bertanggung jawab atas ratusan karyawan, atas legasi keluargaku. Aku tidak bisa melepaskan tanggung jawab itu begi

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 100: Retak di Tengah Badai

    Hujan deras mengguyur Jakarta sore itu, menimbulkan suara berderak ketika tetesan air menghantam kaca jendela apartemen Adrian dan Alena. Cuaca yang gelap seolah merefleksikan suasana di dalam apartemen yang biasanya hangat tersebut. Alena berdiri di depan jendela besar ruang tamu, menatap kota yang terlihat kabur di balik tirai hujan. Ia menunggu Adrian pulang—sebuah rutinitas yang akhir-akhir ini terasa semakin berat.Jarum jam menunjukkan pukul 8 malam ketika pintu apartemen akhirnya terbuka. Adrian masuk dengan langkah berat, jasnya sedikit basah, dan wajahnya menunjukkan kelelahan yang mendalam. Ia melemparkan tas kerjanya ke sofa dan melonggarkan dasi yang terasa mencekik."Hai," sapa Alena, berusaha terdengar ringan meski ada ketegangan yang tak terkatakan di antara mereka. "Aku sudah menyiapkan makan malam."Adrian mengangguk tanpa menatap Alena. "Aku mau mandi dulu.""Baiklah." Alena berusaha meredam kekecewaan dalam suaranya. Sudah hampir seminggu sejak makan siang mereka di

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 99: Konflik Bisnis dan Hubungan yang Terkikis

    "Berikan aku proposal lengkapnya," kata Adrian akhirnya. "Akan kupertimbangkan."Rapat berlanjut dengan diskusi teknis tentang restrukturisasi dan potensi investor. Selama dua jam penuh, strategi bisnis dibahas, perdebatan terjadi, dan akhirnya beberapa keputusan awal dibuat. Namun, pikiran Adrian tidak sepenuhnya hadir. Sebagian dirinya masih memikirkan Alena dan pembicaraan mereka semalam.Setelah rapat usai, Adrian kembali ke kantornya. Ia mengambil ponselnya dan menatap foto Alena yang menjadi wallpapernya. Foto yang diambil saat ulang tahun Alena tahun lalu, di mana ia tampak begitu bahagia dengan kue ulang tahun di hadapannya dan Adrian memeluknya dari belakang.Ia menekan tombol panggil."Halo?" suara Alena terdengar ragu."Alena, maaf soal semalam," kata Adrian langsung. "Aku tidak bermaksud mengatakan apa yang kukatakan."Hening sejenak sebelum Alena menjawab. "Aku mengerti kamu sedang stres, Adrian. Tapi aku juga butuh kamu hadir dalam hubungan ini.""Aku tahu," Adrian mengh

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 98: Konflik Bisnis dan Hubungan yang Terkikis

    Ruang rapat di lantai 30 gedung Permata Plaza tampak hening, meski di dalamnya berkumpul lebih dari selusin eksekutif perusahaan PT Mitra Sejahtera. Hanya suara Adrian Prasetyo yang terdengar, suaranya tenang namun menyimpan ketegangan yang tidak bisa disembunyikan. Di belakangnya, layar proyektor menampilkan grafik tren penjualan yang menunjukkan penurunan signifikan dalam tiga bulan terakhir."Avalon Corp telah mengakuisisi tiga pemasok utama kita dalam kuartal ini," ujar Adrian sambil menunjuk ke arah bagan yang menampilkan nama-nama perusahaan dengan tanda silang merah. "Mereka juga telah menawarkan harga yang jauh lebih rendah pada klien-klien besar kita. Kalau terus begini, kita akan kehilangan 40% pangsa pasar dalam enam bulan ke depan."Ruangan itu tetap hening. Beberapa eksekutif saling melirik dengan ekspresi cemas. Budi Santoso, Direktur Keuangan yang telah hampir dua dekade bekerja di perusahaan ini, akhirnya angkat bicara."Adrian, strategi Avalon jelas-jelas predatory pr

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 97: Retak dalam Keheningan

    Kantor Adrian kini terasa seperti benteng yang dikepung. Setiap sudut ruangan memamerkan jejak pertempuran yang tidak kunjung usai. Tumpukan dokumen berserakan, layar komputer penuh dengan grafik merah yang menandakan kerugian, dan secangkir kopi hitam yang sudah lama dingin—simbol dari malam-malam panjang yang dihabiskan untuk bertahan.Kompetitor PT Global Inovasi, PT Horizon Teknologi, tidak main-main dalam menyerang. Mereka tidak sekadar mencoba mengalahkan perusahaan, melainkan ingin menghancurkan Adrian secara total. Setiap proyek yang sedang dikerjakan kini dipenuhi dengan tantangan yang seolah-olah dirancang untuk membuatnya kehilangan kendali.Adrian yang biasa tenang, kini berubah. Matanya kehilangan cahaya yang dulu selalu menunjukkan keyakinan. Ia mulai bicara dengan nada yang lebih tinggi, lebih cepas, lebih defensif."Ini tidak bisa dibiarkan," gumamnya suatu malam kepada Alena, "Mereka sengaja melakukan ini."Alena memperhatikan perub

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status