Share

BAB 153: SISI GELAP ADRIAN

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 22:49:08

Langit Jakarta masih menyisakan semburat jingga ketika Alena membereskan mejanya. Suasana kantor sudah sepi, hanya tersisa beberapa karyawan yang masih menyelesaikan pekerjaan mereka. Alena sengaja mengulur waktu hingga Adrian meninggalkan gedung lebih dulu. Belakangan ini, pertemuannya dengan pria itu selalu membuatnya merasa tegang—seolah berjalan di atas medan ranjau.

Ponselnya bergetar—pesan dari Adrian. "Sudah selesai meeting dengan tim desain? Bagaimana hasilnya?"

Alena membaca pesan itu tanpa membalasnya. Ia butuh ruang, butuh waktu untuk menyusun ulang batasan-batasan yang semakin kabur. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan bergegas keluar dari kantor.

Di perjalanan pulang, Alena merasakan ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Langit yang mulai gelap dan lampu-lampu jalan yang menyala satu per satu terasa menenangkan. Ia memutuskan untuk menghubungi Reno.

"Hei," suara Reno terdengar hangat seperti biasa. "Baru selesai kerja?"

"Ya," Alena tersenyum mendengar suaranya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 154: PERMAINAN SOPHIA

    Aroma kopi mahal menguar di café eksklusif kawasan SCBD. Sophia menyesap americano-nya perlahan, matanya yang tajam mengawasi pria berpenampilan rapi di hadapannya yang sedang meneliti foto-foto di layar kamera."Ini tidak cukup meyakinkan," ujar Daniel Pratama, wartawan senior di tabloid Jakarta Insider. "Mereka hanya terlihat seperti dua rekan kerja yang sedang makan siang."Sophia tersenyum tipis. "Itu karena kamu belum melihat detailnya, Daniel." Ia mendekat, jari lentiknya dengan kuku merah menyala menunjuk pada detail di salah satu foto. "Lihat cara Adrian menatapnya. Lalu tangan mereka—hampir bersentuhan. Dan ini—" ia menunjuk foto lain, "—mereka di restoran mewah pada jam makan malam, jauh dari kantor. Bukan sekadar rekan kerja."Daniel menaikkan alisnya. "Tetap saja, ini belum cukup untuk artikel bombastis yang kamu inginkan. Tabloid kami memang suka gosip, tapi kami tetap butuh bukti yang lebih kuat."Sophia menghela napas panjang, kemudian menyesap kopinya lagi. Sudah tiga

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 155: Gosip yang Menggilas

    Alena menggeser layar ponselnya dengan jari-jari gemetar. Setiap artikel yang muncul membuat jantungnya seolah jatuh semakin dalam ke dasar perutnya. Bagaimana bisa kehidupannya berubah drastis dalam hitungan jam?"CEO Muda Tertangkap Dekat dengan Karyawan Wanita, Hubungan Profesional atau Skandal?" "Cinta Terlarang di Ruang Rapat: Kisah Roman CEO dan Bawahannya" "Skandal Kantor: Bukti Foto Kemesraan Bos dan Karyawan"Mata Alena terasa panas. Beberapa foto yang menyertai artikel-artikel tersebut memang autentik—dirinya dan Reyhan sedang berjalan keluar dari kafe, sesekali tertawa dalam percakapan. Tapi konteksnya telah sepenuhnya diputarbalikkan. Semua pertemuan profesional mereka kini ditafsirkan dengan lensa gosip murahan.Ponselnya bergetar lagi. Kali ini sebuah pesan dari Sarah, rekan kerjanya: "Alena, kau sudah lihat artikel-artikel itu? Semua orang di kantor membicarakannya."Alena melempar ponselnya ke sofa. Apartemennya yang biasanya terasa seperti tempat perlindungan kini ter

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 156: Mengendalikan Badai

    Adrian duduk di ruang konferensi dengan lima anggota tim hubungan masyarakat terbaiknya. Semalaman ia nyaris tidak tidur, merangkai strategi untuk menangani krisis yang mengancam tidak hanya reputasi perusahaan, tetapi juga karier seorang karyawan berbakat. Wajahnya menunjukkan ketegasan yang jarang terlihat, bahkan oleh mereka yang telah lama bekerja dengannya."Kita perlu mengendalikan narasi ini sekarang," ucapnya dengan nada tenang namun penuh otoritas. "Setiap menit yang berlalu tanpa tanggapan kita adalah satu menit terlalu lama."Diana Farrell, kepala departemen PR, mengangguk sambil mengetikkan sesuatu di laptopnya. "Kami sudah mengidentifikasi dua belas outlet media utama yang memuat artikel dengan tone paling provokatif. Lima di antaranya bersedia untuk segera berbicara dengan kita.""Bagus," Adrian mengetuk meja dengan jarinya. "Aku ingin berbicara langsung dengan editor mereka, bukan hanya mengirimkan pernyataan tertulis. Dan untuk media yang menolak? Kita akan mengirimkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 157: Tekanan dari Berbagai Arah

    Ruang rapat di lantai 30 gedung pencakar langit itu terasa mencekam. Sinar mentari pagi yang menerobos masuk dari jendela-jendela besar seakan tak mampu mencerahkan suasana yang berat. Adrian duduk di ujung meja oval besar, menghadapi delapan wajah pemegang saham senior yang tampak tidak senang. Sekilas, tampak senyum tipis di sudut bibir Sophia, yang duduk di sisi kanan meja, meskipun ekspresi wajahnya dibuat serius.Bernard Hawkins, pemegang saham tertua dan paling konservatif, berdeham keras. "Kurasa kita semua sudah membaca berita-berita yang beredar minggu ini," ia membuka pembicaraan, tatapannya tajam menusuk Adrian. "Meskipun upaya klarifikasi telah dilakukan, citra perusahaan kita tetap terguncang.""Laporan tim PR menunjukkan bahwa sebenarnya dampak medianya sudah berkurang signifikan," Adrian berusaha menjawab dengan tenang, menunjukkan grafik yang telah disiapkannya. "Lihat di sini, pemberitaan negatif turun 60% dalam tiga hari terakhir."Margaret Lowe, wanita paruh baya ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 158: KRISIS KEPEMIMPINAN

    Lorong-lorong kantor Adiguna Corp terasa berbeda pagi itu. Adrian bisa merasakannya dari tatapan para karyawan yang seolah menghindar ketika berpapasan dengannya. Bisikan-bisikan halus terhenti begitu ia mendekat, lalu kembali terdengar samar setelah ia berlalu. Foto dirinya dan Alena di pesta amal pekan lalu telah menyebar dengan kecepatan luar biasa, disertai spekulasi dan rumor yang semakin liar.Adrian menatap layar ponselnya untuk kesekian kalinya. Berita-berita tentang dirinya dan Alena masih menjadi topik hangat di media bisnis dan sosial. Beberapa judul artikel mempertanyakan profesionalisme Adrian sebagai CEO, sementara yang lain terang-terangan mengungkit soal konflik kepentingan."Kenapa semuanya tiba-tiba meledak seperti ini?" gumamnya sambil menyandarkan tubuh pada kursi kerjanya.Setelah menganalisis situasi selama beberapa hari, Adrian mulai menyadari bahwa intensitas pemberitaan ini tidak wajar. Kehidupan pribadinya memang selalu menjadi perhatian publik, tetapi kali i

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 159:KONFRONTASI DAN KEBENARAN

    Malam itu hujan turun dengan deras, mengguyur kota tanpa ampun. Tetes-tetes air yang menabrak jendela apartemen menciptakan melodi yang biasanya menenangkan, tetapi malam ini terdengar seperti detik-detik menuju sesuatu yang tak terelakkan. Alena duduk di sofa ruang tengah, menatap kosong ke layar televisi yang sedang menayangkan berita malam. Pikirannya melayang jauh dari apa yang ditampilkan di layar.Pintu depan terbuka, diikuti suara langkah kaki yang familiar. Reno pulang lebih awal dari biasanya. Alena menoleh dan memberikan senyum lemah, tetapi senyumnya langsung memudar ketika melihat ekspresi Reno. Ada sesuatu yang berbeda dari caranya berdiri dan menatap."Kau sudah makan?" tanya Alena, berusaha mencairkan atmosfer yang tiba-tiba terasa berat.Reno tidak menjawab langsung. Ia melepas jaketnya yang basah, menggantungnya di samping pintu, lalu berjalan perlahan menuju sofa. Alih-alih duduk di samping Alena seperti biasanya, ia memilih kursi tunggal di seberangnya."Ada yang ing

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 160: RAHASIA YANG TERBONGKAR

    Keheningan yang menggantung di ruang tamu apartemen terasa mencekam. Di luar, hujan masih turun, namun intensitasnya telah berkurang menjadi rintik-rintik halus yang mengetuk jendela seperti jari-jari tak sabar. Alena masih berada dalam pelukan Reno, tetapi pikirannya berpacu, mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi rumit yang dihadapinya.Reno perlahan melepaskan pelukannya, menatap Alena dengan sorot mata yang sulit diartikan—campuran antara kekhawatiran, kekecewaan, dan determinasi untuk mengetahui kebenaran. Ia bergerak kembali ke kursinya, menciptakan jarak yang membuat Alena merasakan dingin yang tak terlihat."Kau belum menceritakan semuanya," ucap Reno tenang, namun ada ketegasan dalam suaranya. "Ada hal lain yang kau sembunyikan."Alena menggeleng lemah. "Tidak, aku sudah menjelaskan situasinya—""Kau mencoba menghindari pertanyaanku, Alena," potong Reno. "Sama seperti kau menghindari pertanyaanku selama berbulan-bulan belakangan ini."Kalimat itu menohok Alena

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 161

    Alena mulai menangis, merasa terpojok. Ia ingin mengatakan yang sebenarnya, tetapi ada ketakutan besar dalam dirinya. Bukan hanya karena Adrian, tetapi juga karena ia takut kehilangan Reno sepenuhnya. Ia berusaha mencari kata-kata yang tepat, tetapi Reno semakin mendesaknya. "Katakan padaku sekarang, Alena. Apakah kau mencintainya?" pertanyaan itu membuatnya membeku.Air mata mengalir deras di pipi Alena. Tangannya gemetar saat ia mencoba menghapusnya. Ruangan itu terasa menyempit, udara tiba-tiba menjadi berat. Di hadapannya, Reno berdiri dengan tatapan yang belum pernah ia lihat sebelumnya—campuran antara kemarahan, kekecewaan, dan luka yang begitu dalam."Reno, kumohon... ini tidak sesederhana itu," Alena akhirnya bersuara, suaranya hampir tak terdengar."Sesederhana apa? Aku hanya meminta kejujuran darimu." Reno menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Selama ini, aku berpikir bahwa kita memiliki sesuatu yang istimewa. Tapi sekarang, aku bahkan tidak tahu siapa dirimu

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20

Bab terbaru

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 181

    Suasana semakin tegang, tetapi akhirnya Reno mundur. Ia menatap Alena untuk terakhir kalinya sebelum berkata, "Kau yang akan menyesali semua ini, Alena." Kemudian, ia pergi tanpa menoleh lagi.Pintu tertutup dengan debaman keras, meninggalkan keheningan mencekam dalam ruangan. Alena masih berdiri membeku, matanya tertuju pada pintu yang baru saja dibanting. Ucapan terakhir Reno terngiang di telinganya, lebih seperti ancaman daripada peringatan.Adrian menghampiri Alena dan menyentuh bahunya pelan. "Kau tidak apa-apa?"Alena menggeleng lemah. "Aku tidak pernah melihatnya seperti itu," ucapnya dengan suara bergetar. "Selama tujuh tahun mengenalnya, ini pertama kalinya aku melihat Reno... kehilangan dirinya."Laras yang sedari tadi hanya mengamati kini beranjak dari kursinya. "Dia perlu waktu untuk menenangkan diri," ujarnya, meski nadanya tidak sepenuhnya yakin. "Besok pagi, semua akan kembali normal.""Tidak," timpal Adrian cepat. "Kau tidak mengerti. Reno tidak akan kembali." Ia mengu

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 180

    Konfrontasi semakin memanas. Reno kehilangan kendali dan akhirnya melayangkan pukulan ke wajah Adrian. Adrian tersentak ke belakang, tetapi ia tidak membalas. Alena menjerit dan langsung berdiri di antara mereka. "Hentikan! Ini tidak akan mengubah apa pun!"Suasana ruangan itu membeku. Darah menetes dari sudut bibir Adrian, menciptakan noda merah pada kemeja putihnya yang rapi. Matanya tetap tenang, kontras dengan amarah yang berkobar di mata Reno."Kau pikir dengan diam seperti ini kau terlihat mulia?" desis Reno, napasnya memburu. Kedua tangannya masih terkepal erat. "Selalu begitu, kan? Adrian yang tenang, Adrian yang bijaksana, Adrian yang tidak pernah salah!"Laras masih terpaku di sudut ruangan, wajahnya pucat pasi menyaksikan konfrontasi yang terjadi begitu cepat. Dokumen-dokumen penting yang seharusnya mereka diskusikan berserakan di lantai, terinjak dalam kekacauan.Adrian mengusap darah di bibirnya dengan punggung tangan. "Membalasmu tidak akan menyelesaikan masalah," ucapny

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 179

    Adrian, yang selama ini hanya diam dan mengamati, akhirnya membuka suara. "Dia tidak memilih siapa pun, Reno. Tapi aku tidak akan mundur," katanya dengan nada penuh kepastian. Reno mengepalkan tangannya.Udara di sekitar mereka terasa berat. Angin sore yang berhembus pelan tidak mampu meredakan ketegangan yang mengental di antara kedua pria itu. Mereka berdiri berhadapan di taman belakang rumah Laras—perempuan yang tanpa disadari telah menjadi pusat gravitasi dalam kehidupan mereka."Kau pikir ini semacam permainan?" Reno mendesis, matanya menatap tajam. "Tiga tahun, Adrian. Tiga tahun aku mengenalnya, melindunginya, berada di sisinya saat dunianya hancur. Lalu kau—" ia menunjuk dengan jari yang gemetar, "—datang begitu saja dan berpikir bisa mengambilnya?"Adrian tetap tenang meski badai emosi Reno nyaris terasa menyentuh kulitnya. "Aku tidak datang untuk mengambil siapa pun. Aku datang karena hatiku sendiri," balasnya. "Dan Laras bukan hadiah yang bisa diperebutkan. Dia manusia deng

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 178

    "Reno, jangan seperti itu," pinta Alena. "Aku bukan barang yang bisa dimiliki siapapun.""Betul," Reno mengangguk. "Kau bukan barang. Kau manusia dengan kehendak bebas. Dan kau telah menggunakan kehendak bebasmu untuk memilih dia daripada aku."Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. "Ini kunci apartemen kita—maksudku, apartemenku. Kau bisa datang mengambil barang-barangmu kapan saja. Aku akan memastikan tidak ada di rumah saat kau datang."Alena menerima kunci itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih.""Jangan berterima kasih padaku," kata Reno datar. "Aku tidak melakukannya untukmu. Aku melakukannya agar bisa cepat-cepat memulai hidup baru—hidup tanpa kalian berdua di dalamnya."Kata-kata itu menusuk hati Alena seperti ribuan jarum. Ia tahu Reno berhak marah, berhak membencinya, tapi tetap saja rasanya menyakitkan."Aku harap suatu hari nanti kau bisa memaafkan kami," kata Adrian pelan."Jangan terlalu berharap," bala

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 177

    Reno menghela napas panjang. Ia menatap Alena dengan kecewa. "Jadi, kau memilih dia?" tanyanya. Alena tidak bisa menjawab dengan langsung. Ia tahu bahwa keputusannya akan menyakitkan, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya pada Adrian.Keheningan yang menggantung di udara terasa begitu menyesakkan. Suara-suara kota yang biasanya bising kini seolah teredam oleh ketegangan di antara mereka bertiga. Angin sore berembus lembut, membawa aroma hujan yang sebentar lagi akan turun—seolah langit pun bersiap menangisi drama yang sedang berlangsung."Reno," Alena akhirnya berbicara, suaranya nyaris berbisik. "Ini bukan tentang memilih. Ini tentang... tentang menjadi jujur pada diri sendiri.""Jujur?" Reno tertawa pahit. "Jujur adalah ketika kau mengatakannya sejak awal, bukan menunggu sampai aku memergoki kalian berdua."Adrian, yang sedari tadi diam, mencoba menyela. "Reno, ini bukan sepenuhnya salah Alena—""Diam!" bentak Ren

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 176

    "Tidak perlu," potong Kayla. "Aku sudah cukup dengar." Ia berpaling pada kakaknya. "Reno, ayo pulang. Kau tidak seharusnya berada di sini."Reno mengangguk pelan. Untuk pertama kalinya sejak pembicaraan ini dimulai, ia tampak lega—lega karena ada orang lain yang memahami rasa sakitnya, yang berpihak padanya."Tunggu," Adrian mencoba menghentikan mereka. "Kayla, kau juga sahabatku. Setidaknya dengarkan penjelasan kami.""Sahabat?" Kayla berbalik, matanya nyalang. "Sahabat tidak menikam sahabatnya dari belakang, Adrian. Dan kau," ia menatap Alena, "kau seperti kakak perempuan bagiku. Aku mempercayaimu dengan seluruh rahasiaku. Bagaimana mungkin kau melakukan ini pada kami?"Alena berusaha menjawab, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya yang bergetar. Adrian melangkah maju, berniat untuk merangkul Alena yang tampak akan ambruk kapan saja, tetapi Kayla menghentikannya."Jangan sentuh dia!" serunya. "Kalian berdua suda

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 175

    Alena akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Reno, aku... aku tidak berniat menyakitimu. Tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri," suaranya hampir berbisik, tetapi cukup jelas untuk membuat hati Reno hancur.Reno menatap wanita yang dulu ia yakini akan menjadi pendamping hidupnya itu dengan pandangan nanar. Ekspresinya berubah dari kemarahan menjadi kepedihan yang mendalam. Untuk sesaat, ia hanya diam, mencoba mencerna kata-kata Alena."Membohongi dirimu sendiri?" Reno akhirnya bersuara, suaranya parau. "Artinya selama ini kau terpaksa bersamaku? Begitu?"Adrian mengepalkan tangannya, ingin menyela tapi memutuskan untuk tetap diam. Ini adalah percakapan yang harus diselesaikan oleh Alena dan Reno."Bukan begitu," Alena menggeleng, matanya berkaca-kaca. "Aku mencintaimu, Reno. Sungguh. Tapi mungkin... mungkin bukan dengan cara yang kita berdua butuhkan."Angin sore berembus lembut, membawa keheningan yang menyesakkan di antara mereka. Di kejauhan, Kayla masih men

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 174

    "Tidak," Adrian menyela. "Kami memang berbicara banyak. Tentang Alena, tentang kau, tentang hubungan kalian. Dan saat itulah Alena mulai menyadari bahwa mungkin kalian tidak cocok satu sama lain."Ekspresi Reno mengeras. "Jadi ini semua karena hasutanmu?""Bukan seperti itu!" Alena cepat-cepat menjelaskan. "Adrian hanya membantuku melihat hal-hal yang selama ini kuabaikan—bahwa kita berdua menginginkan hal yang berbeda dalam hidup, Reno.""Dan kebetulan sekali, apa yang kau inginkan sekarang lebih mirip dengan apa yang Adrian inginkan, begitu?" Reno tertawa hambar. "Alena, aku mengenalmu selama tiga tahun. Kita bersama-sama melewati masa-masa sulit. Apa itu semua tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan tiga minggu bersama dia?"Pertanyaan itu menohok Alena. Ia menunduk, menatap cincin di jarinya. Cincin yang selama tiga minggu terakhir sering ia lepas dan pasang kembali dalam kebimbangan."Tentu saja berarti, Reno. Itu sebabnya ini sangat sulit untukku." Alena mendongak, menatap mat

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 173

    Adrian melangkah maju, berdiri di depan Reno. "Ini bukan urusanmu lagi," katanya dingin. Reno menatap Adrian dengan penuh amarah. "Bukan urusanku? Dia tunanganku!" Alena merasa dunia berputar, dadanya sesak. Ia tak pernah melihat Reno semarah ini sebelumnya."Tunangan?" Adrian mendengus sinis. "Kau masih menganggapnya begitu setelah apa yang terjadi?"Reno mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Ada kilatan kemarahan yang belum pernah Alena lihat dalam matanya—bahkan setelah semua pertengkaran mereka selama ini."Aku tidak peduli apa yang kau katakan. Cincin ini," Reno menunjuk cincin platinum yang masih melingkar di jari manis Alena, "adalah bukti bahwa kami masih terikat."Alena menggigit bibirnya, merasa terjepit di antara dua pria yang kini saling berhadapan dengan ketegangan yang nyaris bisa disentuh. Para pengunjung kafe mulai melirik ke arah mereka, beberapa bahkan terang-terangan menonton."Tolong," Alena akhirnya bersuara, meskipun nyaris seperti bisikan. "Jan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status