Keenandra memang mengajak Amira berjalan-jalan di taman sore ini. Tidak jauh, hanya sekitar lima belas menit dari rumahnya. Amira merasakan hawa sejuk yang menerpa wajahnya perlahan menerbangkan sisian rambut yang melintang di hidung mancungnya. Keenandra menyingkirkan rambut itu dan menautkannya ke belakang telinga. Amira cantik di mata Keenandra. "Duduk di sana saja," tunjuk Amira pada sebuah kursi yang berukuran cukup besar. Keenandra membawa tangan Amira ke dalam tautan tangannya dengan genggaman erat. "Ah, langitnya cerah." Amira setuju dengan kata-kata Keenandra. Langit sore itu cukup cerah secerah senyumnya. "Mau ngemil?" "Nanti aku gendut." "Kamu gendut tetap aku suka, sayangku." Keduanya terkekeh. Kapan lagi meledek Amira tapi sekaligus memujinya. Amira memakan bekal yang dibawakan oleh Citra. Pipinya menggembung lucu dengan remahan di pinggiran bibir. Keenandra mengusapnya dengan tangan lalu menjilatnya sedikit. "Jorok!" Amira memekik dengan gaya khasnya. Keenandra me
Natalia menyeruput kuah mie hingga suaranya terdengar cukup keras. Sam terkekeh melihatnya. Sangat tidak wajar jika wanita yang sering terlihat anggun dan berkelas tiba-tiba makan dengan lahap di warung tenda pinggir jalan. Seolah tahu sedang diperhatikan, kini Natalia dengan beraninya meminta tambah satu mangkok lagi sebagai balasan atas perutnya yang terus saja lapar. "Seperti tidak makan satu tahun." tawa Sam menggelegar. Natalia yang sadar langsung mencebikkan bibirnya. "Makan yang banyak." "Sudah lama kamu tidak pulang ke Indonesia? Betahkah di Kanada?" Sam menggelengkan kepalanya. "Lalu, kenapa ke sana?" "Ada sesuatu yang sedang aku pertahankan di sana. Tapi ternyata, aku tak begitu penting baginya." Sam tanpa sadar sedang mencurahkan isi hatinya. Ia bercerita banyak tentang hidupnya yang berantakan setelah menikah dengan wanita pilihan orangtuanya. Berusaha bertahan tapi ternyata gagal. "Jangan terlalu merasa bersalah. Eh, aku juga sedang dalam proses dijodohkan dengan sese
Merasa harus membereskan semua masalahnya dengan Amira mengenai putra kesayangannya yang tadi malam mabuk, Rafika datang ke kantor wanita muda itu bersama dengan suaminya. Saat sepasang suami istri itu berjalan di koridor lantai gedung perusahaan Amira, seluruh mata memandang dengan tatapan bingung. Bahkan ada beberapa staf terlihat berbisik-bisik membicarakan mereka. "Amira ada?" ketus Rafika di meja resepsionis. Matanya memandang ke sekeliling gedung lalu mendengus seperti tak suka melihatnya. "Ibu Amira ada di ruangannya. Ada yang bisa dibantu?" tanya resepsionis itu sedikit takut pada Rafika yang mengintimidasi mereka dengan penampilannya. "Saya ingin bertemu dengan dia. Bilang saja dari keluarga El Pasha." "Ma, jangan bawa nama keluarga besar," bisik Bryan namun Rafika tak peduli. "Sebentar, saya hubungi sekretarisnya dulu." menunggu hampir sepuluh menit, akhirnya resepsionis itu menginformasikan pada Rafika bahwa Amira menunggunya di ruangan lantai lima. "Dari lift jalan lu
Sambil memegang buket bunga di tangan dan bungkusan makanan untuk makan siang, Keenandra berjalan masuk ke dalam ruangan Amira tanpa beban. Niatnya, ia akan memberi kejutan untuk kekasihnya karena hari ini akan mengajaknya pulang bersama. Namun, saat ia memasuki ruangan besar di hadapannya senyumnya yang lebar di sepanjang jalan tiba-tiba menghilang begitu saja. Matanya menyisir ruangan itu. Sunyi, sepi tak ada satupun orang di dalamnya. Bahkan laptop yang biasa dipakai oleh Amira pun tak nampak di sana. "Amira?" Keenandra menaruh barang bawaannya lalu keluar ruangan mencari Citra, sekretaris Amira. "Cit, Amira kemana?" Citra yang baru saja datang dari kamar kecil bergegas menghampiri Keenandra yang berkacak pinggang di depan pintu. Wajah Citra pucat seperti sedang menahan sesuatu. "Bu Amira pulang, pak Keenan. Dia—" "Sakit? Bukannya kemarin sudah agak baikan?" Citra tak bisa menyembunyikan raut wajah kebingungan yang kini tertangkap oleh mata Keenandra. Ada sesuatu yang tak bisa
"Tanyakan pada ibumu." Andrinof menoleh pada sang ibu yang ditunjuk oleh Keenandra sebagai pelaku utama mengapa dirinya menyerang tadi. Rafika hanya diam saja. Di kepalanya berputar memori tadi pagi saat ia bertemu dengan Amira. Wanita itu kini tengah menyusun banyak kalimat untuk membenarkan tindakannya tadi. "Ma, apa mama bertemu dengan Amira?" Rafika mengangguk pelan. "Untuk apa?" "Mama hanya ingin memberinya peringatan agar tidak lagi menganggumu. Ibu mana yang tega lihat anaknya jadi pelarian orang yang sedang patah hati lalu dijadikan mainan. Apalagi, dia itu—" Rafika menjeda kalimatnya. Matanya melirik Keenandra yang kini memicingkan mata padanya. "—anak dari keluarga tidak jelas." "Apa maksud mama? Amira anak keluarga Winata!" "Anak angkat. Dia anak pungut entah dari mana. Kebetulan saja diangkat anak oleh keluarga terpandang. Harusnya dia bersyukur, bukan menantang dan malah ingin menghancurkan keluarga Aletta dan Keenan. Wanita macam apa itu? Pelakor kok disukai. Jangan
Amira terbangun di pagi hari dengan rasa pusing yang mendera kepalanya sejak tadi malam. Matanya terbuka sedikit, mengimbangi cahaya matahari yang masuk dari sela jendela kamar yang terbuka. Perlahan ia beranjak dari tempat tidurnya, menguap sebentar lalu turun menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Rasa kantuk itu masih terus terbawa hingga ia akhirnya tersadar sedang duduk di atas kloset sambil memegang sikat gigi. Ini semua karena Keenandra yang mengajaknya menghabiskan malam dengan bercerita hingga subuh menjelang.“Hoam...”Amira keluar dari dalam kamar mandi menuju meja makan. Rumah sangatlah sepi. Sedikit melongok keluar jendela, mobil milik Keenandra sudah tak lagi berada di halaman. Pasti kekasihnya itu sudah pulang pagi tadi.“Selamat pagi, Citra.” sapa Amira. Citra yang sedang mengaduk minuman menoleh ke samping lalu tersenyum. “Hari ini saya mau kerja dari rumah. Ada yang bisa dikerjakan?” Amira mengambil cangkir teh yang sedang dipegang oleh Citra lalu meneguknya.“T
"Sebaiknya kamu jangan pergi menemuinya," cegah Keenandra saat Andrinof berjalan keluar dari ruangannya. Andrinof menghentikan langkahnya sejenak. "Dia tak akan mau menemuimu sekarang." "Atas perintahmu?" Keenandra mengangguk. "Apa hakmu melarangnya?" "Aku punya hak." Keenandra menaruh pena yang sedang dipakainya lalu mendongak dan wajah mereka saling bertatapan. "Aku calon suaminya." Andrinof mendengus lalu terkekeh. "Calon suaminya? Mimpi saja sana." Andrinof rupanya meremehkan peringatan dari Keenandra. Sepupunya itu selalu saja mengklaim semua yang disukainya dari kecil. Dulu, mereka pernah berkelahi karena memperebutkan seorang gadis kecil saat masih duduk di bangku sekolah dasar dan kini mereka juga melakukan hal yang sama. "Jangan meremehkan aku." "Dengar, aku tahu apa yang kamu lakukan pada Amira bukanlah hanya cinta semata. Tapi juga obsesi." Andrinof berjalan pelan mendekati meja Keenandra kembali dan kali ini ia membungkuk berhadapan dengan wajah dingin sepupunya itu.
Amira menghela napasnya sedikit kasar dan terdengar tak rela. Dengan perasaan tersiksa serta terpaksa, ia harus membubuhi tanda tangan penyerahan kepemilikan rumah beserta isinya kepada keluarga Winata. Rumah yang sebenarnya telah sah menjadi miliknya, diambil paksa oleh keluarga Winata yang telah membesarkannya.Sebelum melangkah keluar dari dalam rumah itu, Amira memberanikan diri bertanya pada Sonia dan Ardiwira yang ikut hadir di sana. Ia menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan."Saya punya satu permintaan." suara Amira memecah keheningan ruangan. Sonia dan Ardiwira menoleh ke arahnya. "Bolehkah saya dipertemukan dengan keluarga orangtua saya? Kalau memang benar kalian mengadopsi saya dari seseorang di luar sana.""Kenapa kamu mau tahu?" ketus Sonia. Amira mendongakkan wajahnya berusaha menatap lurus wanita yang membencinya kini. "Kamu ada maksud tertentu atau—""Seorang anak yang diadopsi harus tahu latar belakangnya. Andaipun saya tak jelas asal-usulnya, bolehkah say
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul