Menyesal, Keenandra menyesal telah meninggalkan Amira yang membutuhkannya saat itu. Mengapa pula ia langsung terlibat dalam perjodohan yang seharusnya tak terjadi di kehidupannya. Melihat kesedihan di wajah Amira tadi, ia yakin bahwa wanita yang dicintainya itu masih sangat mengharapkan dirinya.
Takdir begitu bodoh telah menghancurkan semua yang ia miliki.Pukul sebelas malam, Keenandra baru masuk ke dalam kamar tidur menyusul Aletta yang telah lebih dulu masuk. Tak ada yang istimewa, Keenandra hanya melihat ruangan putih yang telah dihias dengan bunga dan wewangian parfum yang menusuk hidung.Begitu ia masuk, Aletta yang sejak tadi bersembunyi di balik pintu kamar mandi tiba-tiba datang dan melonjak memeluk pinggang Keenandra dari belakang.Bibirnya tersenyum. Sedikit berjinjit, ia berbisik di telinga Keenandra. "Sayang, aku sudah tunggu dari tadi. Kamu lama banget. Aku—""Panggil aku kak." Keenandra melepas tangan yang melilit pinggangnya, menghempasnya ke bawah. "Kita tidak pernah terikat dengan rasa sayang sebelumnya. Jadi, jangan harap panggilan itu akan jadi panggilan keseharian kita.""Kenapa?" Aletta menunduk sedih. "Bukankah kita telah menjadi pasangan? Itu kan berarti berbagi kasih sayang. Kita kan—""Kita? Hanya kamu."Keenandra merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Belum sempat ia melepas jas dan kemeja pengantinnya, rasa lelah telah memburunya.Aletta yang tak peduli dengan rasa kecewanya membungkukkan badannya membuka sepatu dan segala barang yang melekat di tubuh suaminya. Namun, saat ia akan melepas ikat pinggangnya, suara mendesah terdengar lirih keluar dari bibir Keenandra."Amira..." ucapnya lirih.Aletta terdiam sejenak. Nama Amira rupanya telah menjadi nama kesayangan di hidup Keenandra. Sepertinya begitu sulit untuk dihilangkan secepat mungkin."Kak, kak Keenan." Aletta menepuk bahu suaminya. Tak bergeming, ia menarik kaki sebelah kiri yang menjuntai agar naik ke atas ranjang. Kaki Keenandra sangat berat, hingga Aletta yang mendorongnya terengah-engah dan tak sengaja tangannya menepuk bagian tubuh Keenandra yang sensitif."Unghh..." Keenandra melenguh. Saat ia merasa ada seseorang yang menyentuh bagian tubuh itu, matanya terbuka dengan senyum melingkar di bibirnya. "Amira? Kamu disini sayang?"Aletta terdiam membeku di tempatnya. Apa yang baru saja terlontar dari mulut suaminya adalah kenyataan pahit di malam pertama pernikahan mereka. "A-amira? Aku Aletta, istri kak Keenan." Tak peduli dengan apa yang diucapkan oleh Aletta, Keenandra menarik tangan mungil istrinya itu hingga terjatuh di atas dadanya. Keenandra mengusap wajah cantik Aletta hingga senyum di bibirnya merekah."Amira, aku merindukanmu." Keenandra berbalik, merebahkan tubuh Aletta perlahan di atas ranjang lalu mendekapnya. Aletta terasa sesak, tubuh Keenandra yang besar mengukungnya dari atas. "Amira, jangan tinggalkan aku."Keenandra terus mengucap nama Amira, bahkan saat mereka saling berpagutan mesra selalu saja nama itu yang diucapkan olehnya. Disela ciuman yang dilakukan Keenandra, ia sempat berbisik di telinga Aletta dengan sangat lembut. "Aku masih mencintaimu, Amira."Setetes air mata meleleh hingga jatuh ke pipi Aletta. Di mata Keenandra, sosoknya masih belum bisa menggantikan Amira. Suaminya itu masih terus membayangkan nama mantan kekasihnya."Kak Keenan...""Mari kita bercinta hingga pagi Amira."***Keenandra membuka satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya, begitu pun dengan Aletta. Kini keduanya sudah sama tak mengenakan selembar kain pun di tubuh mereka.Keenandra menatap sendu wajah Aletta, jarinya yang besar menelusuri setiap inci wajah itu. Wajah cantik yang baru ia lihat sedekat ini tanpa berkedip. Jarinya terus turun hingga akhirnya berhenti di satu titik yang membuat napas Aletta tersengal. Keenandra tanpa aba-aba tetiba mengecup dan menggigit dadanya."Arrghh..." Aletta menggeram tertahan. Titik itu membuat seluruh syaraf di tubuhnya merespon dengan cepat. Rasanya bagai candu, ia menagih ingin Keenandra terus menyentuhnya."Kamu cantik," bisik Keenandra di telinganya."Kak Keenan..." Aletta melenguh. Rupanya ia menginginkan lebih dari sekedar kecupan dan gigitan yang memabukkan itu.Keenandra tak berhenti sampai disitu. Sambil terus mengecupi bibir manis istrinya, tangannya tak berhenti meraba dan menyentuh bagian tubuh sensitif Aletta lainnya."Bagaimana rasanya? Hmm..." Aletta tak langsung merespon. Dua jari Keenandra bermain-main di pusat tubuhnya hingga dirinya terbuai. Wajah Aletta memerah, ia malu melihat Keenandra terus menerus memainkan jarinya disana."Kak Keenan, aku—"Keenandra merapatkan tubuhnya, menindih tubuh mungil Aletta dan menahan tangannya di samping bahu istrinya. Kaki Aletta ditinggikan dan kembali tanpa aba-aba, ia menghujamkan sesuatu di bawah tubuhnya. Menekan lebih dalam hingga membuat Aletta memejamkan matanya."Aarghh..." Keenandra terus bergerak sambil menggeram penuh nikmat. Aletta terus memejamkan matanya menahan rasa gejolak yang sama dengan Keenandra.Lima belas menit berlalu, Keenandra akhirnya melepaskan kenikmatan yang ia rasakan tertahan di tubuhnya. Matanya terpejam dan tubuhnya bergetar mengeratkan kakinya yang menjepit erat tubuh Aletta."Uhhmm.." Aletta menghela nafas lega. Keenandra telah selesai dengan pelepasannya walau ia tak terlalu menikmatinya."Amira, i love you."Brukk..Keenandra pun ambruk dan tertidur di samping Aletta yang masih menahan nyeri."Amira?"***Tubuh lelah Aletta setelah berhubungan intim semalam membuat dirinya terlambat bangun pagi ini. Saat terik matahari masuk ke celah jendela kamarnya, ia terperanjat memaksa bangun walau seluruh tubuhnya masih terasa kaku.Perlahan setelah membuka matanya, ia terduduk sejenak di atas ranjang dengan punggung bersandar ke dinding. Tangannya meraba bagian tubuh yang tertutupi selimut tebal, ingatannya pun melayang beberapa jam ke belakang. Ternyata, yang semalam itu bukanlah mimpi. Ia dan Keenandra bercinta hingga pagi dan baru terlelap menjelang subuh."Semalam nyata?" gumamnya.Ah, Aletta ingat. Saat dirinya tengah membuka pakaian Keenandra, suaminya itu sempat menyebutkan nama Amira dalam keadaan mata setengah terbuka. Keenandra sepertinya tak melihat dengan jelas siapa yang tengah diajaknya berhubungan intim."Amira ahh..." Keenandra terus menyebutkan nama Amira. "You are so beautiful."Hanya itu yang teringat di dalam kepala Aletta karena detik selanjutnya, ia tak mengingat apapun."Eunghh...sudah pagi?" Keenandra terbangun. Satu dua detik ia tersadar, ia baru teringat sesuatu setelah melihat pakaiannya yang berserakan di lantai. Sedikit mengintip dari balik selimut, ia pun sepenuhnya sadar. "Semalam, apa yang terjadi?""K-kita—""Kamu sengaja kan?" tuduh Keenandra tiba-tiba. Jari telunjuknya menuding ke arah Aletta yang masih terdiam di tempatnya. Aletta mengerutkan dahinya. "Ternyata kamu memanfaatkan kelemahanku untuk kepuasan sendiri.""Apa maksud kamu?" Aletta terburu-buru mengenakan pakaiannya yang terserak di atas ranjang lalu mengejar suaminya yang lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi. "Kak Keenan. Apa maksud kamu?"BrakkKeenandra menutup pintu kamar mandi dengan kencang hingga suaranya terdengar keluar ruangan. Aletta yang berdiri di depannya hampir saja terjatuh, beruntung tangannya berpegangan pada tepian dinding."Apa maksud kamu berkata seperti itu kak? Kita ini suami istri, wajar saja jika melakukan hubungan intim setelah menikah. Tidak ada kesalahan di dalamnya," teriak Aletta mendebat Keenandra yang tengah membersihkan tubuh.Suara air terdengar jelas. Pastinya suara Aletta tak sampai hingga ke dalam. Kembali, tetes air mata jatuh mengalir di pipinya. Rasanya sakit, seperti kehadirannya tak dikehendaki oleh suaminya.Aletta menangis. Lelah, tubuhnya merosot dan kini teronggok di samping pintu kamar mandi. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan pernikahannya yang masih berumur satu hari. Keenandra telah mencampakkannya dalam satu malam.KlekkAletta bangkit dari duduknya. Tangannya mengusap kasar wajah yang berhiaskan air mata tadi. Senyum terpaksa pun menguar dari bibirnya, menyambut suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi."Mau kubuatkan sarapan?" Keenandra tak menjawab. Matanya hanya menatap datar Aletta, menelusuri penampilannya dari atas hingga ke bawah. "A-aku mandi dulu.""Aletta, anggap saja yang tadi malam adalah kesalahanku. Jangan dimasukkan perasaan," ucap Keenandra ketus.Aletta membalikkan tubuhnya yang selangkah lagi masuk ke dalam kamar mandi. "Apa maksudmu? Kejadian tadi malam?""Iya, anggap saja itu kesalahanku.""Tapi kita sudah menikah. Kita sah sebagai suami istri. Kejadian tadi malam bukanlah kejadian yang patut disesali." Aletta meledak. Entahlah, karena apa dia merasa perlu meluapkan semuanya pada suaminya saat ini."Iya kita sah. Tapi perasaanku tak pernah berubah. Aku, masih menginginkan Amira.""Tapi aku istrimu, kak. Tak bisakah kamu menghargai aku?""Menghargai kamu? Ya, aku menghargai kamu dengan batasan tertentu. Cepat mandi, siapkan aku sarapan."Keenandra keluar dari kamarnya setelah selesai berganti pakaian. Tak ada ciuman hangat, tak ada sambutan selamat pagi, tak ada kata-kata menenangkan untuk Aletta. Ia membiarkan istrinya berdiri membatu terdiam di depan kamar mandi dengan linangan air mata."Ternyata, ia masih mencintai Amira."Pukul sepuluh pagi, Keenandra sudah berada di kantornya setelah berdebat cukup panjang dengan Aletta yang marah saat dirinya menyinggung tentang hubungannya dengan Amira. Istrinya itu terus saja memaksa dirinya untuk menerima kenyataan jika tak seharusnya ada nama orang lain hadir dalam pernikahan mereka. Tak ingin melewatkan waktu berharganya, Keenandra memilih menyibukkan dirinya dengan bekerja. Sebelum ia memulainya, seseorang yang tak diharapkan muncul membuang sia-sia eksistensinya di dunia pekerjaan. "Pertemuan dengan estetique group tidak dibatalkan kan?" tanyanya tanpa basa-basi ataupun ucapan selamat pagi. Seseorang yang tak diharapkan itu duduk di kursi putar tepat di depan Keenandra yang masih sibuk membuka surelnya. "Jangan karena masalah pribadi, jadinya—" "Aku cukup profesional, Andrinof Sebastian." Keenandra menggertak pria itu, pria yang tak disukainya sejak kedatangannya enam bulan yang lalu. Andrinof menyeringai puas. Selama ini, ia paling senang dalam urusan men
Berapa aku harus membayar?” ketus Amira. Andrinof menggelengkan kepalanya. Tersenyum perlahan lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. Sebuah kertas persegi empat berbentuk seperti kartu. Amira kembali mengernyitkan dahinya. Satu lembar kartu nama ia pegang dan ia baca. Amira menggumam pelan menyebutkan nama lengkap Andrinof. “Andrinof Sebastian, wakil direktur SUN TV. Ingin mengajukan kerjasama? Tapi sepertinya anda salah sasaran.” Andrinof tertawa. Terburu ia meneguk lemon tea dan menelan semua makanan yang ia kunyah. “Aku ada tampang marketing? Aku kasih kartu nama ini supaya kamu bisa tahu siapa aku dan pekerjaan aku. Ah, sorry aku manggilnya aku-kamu,” tutur Andrinof. Amira merapatkan bibirnya, berpikir sejenak maksud ucapan Andrinof yang seakan ingin sekali dikenal olehnya. “Jangan judes gitu dong. Senyum, lebih cantik.” Andrinof menarik pinggiran bibir Amira hingga naik beberapa senti. Amira menepis tangan Andrinof lalu memasukkan kartu nama itu ke dalam dompetnya. “M
Keenandra membanting kasar pintu mobil, meluapkan segala amarah yang menerpa dirinya di hari ini. Kesal dan emosinya yang meluap seakan tak cukup untuk menambal masalah yang merundungnya dari hari ke hari. Senyumnya hilang. Tepat saat ia memasuki kamar tidurnya hingga Aletta yang sedang duduk merias diri ikut terjungkal dari kursinya karena ulah sang suami. “Kak Keenan sudah pulang?” tanya Aletta Ia melepas masker di wajahnya lalu terburu menghampiri suaminya yang berdiri di depan lemari pakaian miliknya. “Siapkan air hangat. Aku mau mandi,” ujarnya ketus. Aletta mengangguk. Ia pun berlari memasuki kamar mandi dan segera menyiapkan bak mandi untuk suaminya. Ini sudah tugas Aletta setiap hari sebagai istri yang baik. Namun belum sampai lima menit, Keenandra berteriak hingga Aletta hampir terjungkal kembali. “Cepat!! Aku mau mandi.” “Iya, sebentar.” Aletta menjawab teriakan Keenandra. Tak sabar, ia memaksakan dirinya sendiri masuk ke dalam kamar mandi dengan keadaan bertelanjang dada
Andrinof tersenyum bahagia melihat balasan pesan dari Aletta yang baru saja diterimanya. Dirinya seperti tertimpa durian yang amat sangat besar. Kali ini bukan buah, melainkan jalan menuju kehidupan cinta yang lebih cerah, pikir Andrinof. "Sedang apa kau?" Andrinof terkesiap mendengar suara berat Keenandra yang baru saja masuk ke dalam ruangan besarnya. Cepat-cepat ia menyembunyikan ponselnya ke dalam laci meja lalu tersenyum lebar yang mengundang kecurigaan dari Keenandra. "Aku butuh daftar siapa saja yang akan datang meeting bersama estetique kosmetik besok." Andrinof mengernyitkan dahinya. Seketika tangannya sibuk membuka notebook yang bertuliskan jadwal pertemuan selanjutnya dengan salah satu tekanan bisnis mereka. "Bukannya lusa?" tanya Andrinof memastikan. Ia masih mencari jadwal penting untuk pertemuan yang Keenandra bicarakan. "Jadwalnya dimajukan. Ini sangat urgent." "Siapa yang berani memajukan jadwalnya?" tanya Andrinof dengan alis yang menukik tajam. "Sekretaris Amir
Amira menggerutu cantik di pagi hari yang seharusnya membuatnya tertawa. Tidak, ini sulit. Cuaca pagi hari yang terlihat muram membuatnya resah karena harus bergelut dengan waktu agar tak terjebak macaetnya Jakarta. Tapi, membayangkan itu semua ia harus menghela napas kuat-kuat karena ia paling benci dengan kemacetan. Ingin sekali Amira menundukkan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya sambil menikmati film romantis sepanjang hari. Hanya saja, alarm dan panggilan dari sekretarisnya memaksanya bangkit dari sana untuk memulai aktivitas rutinnya. “Pukul berapa pertemuan dengan TV SUN?” teriak Amira menjawab panggilan dari loudspeaker ponsel yang sengaja ia setting. Omong-omong, ia sedang mandi saat ini. “Pukul satu siang. Mereka tetap memaksa perpanjangan kontrak dengan kita kali ini,” jawab sekretaris cantik Amira yang bernama Citra. Sekretaris yang merangkap asisten pribadinya juga. “Apa alasannya?” tanya Amira.Tangannya sibuk mengoleskan krim pelembab di seluruh t
Pertemuan siang itu berjalan dengan lancar. Pihak Amira dan pihak Keenandra selaku salah satu klien penting yang sering memakai jasa dan produk milik perusahaan Amira, terus memaksa si pemilik menandatangani kontrak yang seharusnya berakhir tiga bulan lagi. Entah apa yang pria itu inginkan, ia malah sengaja meminta hak eksklusif khusus untuk perusahaannya. "Bukankah sepuluh tahun itu termasuk kontrak jangka panjang? Setahu saya, kita semua sudah sepakat mengakhiri kontrak di tahun kelima lalu—" "Tidak!" Keenandra menghentikan pertanyaan yang diajukan oleh Amira. Seluruh peserta rapat tiba-tiba membungkam mulutnya, terasa seperti seseorang sedang mengkomandoi mereka tanpa aba-aba. Suara Keenandra terasa mengintimidasi. Amira tak bisa berkata apa-apa setelah mendengarnya. Seakan semua harus disetujuinya tanpa perlu membantah. "Apa-apaan ini?" gumam Andrinof berbisik pada asistennya yang berada di sampingnya. "Saya yang memutuskan semua perihal kontrak kerja sama. Anda sebagai pemil
Amira tak dapat menyembunyikan rasa kantuknya akibat malam panjangnya yang berakhir panas di atas ranjang bersama Keenandra. Pria itu berhasil memaksanya setelah mengantarkannya pulang dari kantor. Seolah tak ada kepuasan, Keenandra terus menerus memaksa Amira melayani nafsunya semalam penuh. Akibatnya, kini Amira harus absen kerja. Kepalanya pening, tulang di sekujur tubuhnya pun terasa nyeri. Satu jam yang lalu Keenandra izin pulang ke rumah setelah mendapatkan sarapan paginya. Tinggallah Amira yang masih bermalas-malasan di atas sofa ruang tengah sambil menggenggam makanan ringan yang tadi ia ambil dari dapur. Sedang asiknya menonton film kesukaan, atensinya teralihkan oleh suara bel pintu. Jelas ini bukan Keenandra ataupun Citra sekretarisnya. Amira pun beranjak sambil berteriak dari dalam rumah. "Ya, sebentar." "Selamat pagi, kak Amira." sapaan lembut menyapa indera pendengaran Amira. Bibirnya pun menyunggingkan senyum menawan untuk tamu yang menyapanya di pagi ini. "Boleh ak
Amira berencana mengambil mobilnya hari ini ke bengkel langganannya. Kebetulan sekali dirinya mengambil cuti hari ini dan hari pun cerah. Amira berdiri di dekat kompleks perumahannya yang sepi, menunggu taksi online yang lewat karena jarak dari dalam hingga ke jalan raya cukup jauh. Sambil menunggu, ia membuka ponselnya. Ada sebuah surel masuk, tepatnya sebuah undangan pertemuan. Tinn tinn Sebuah mobil berhenti tepat di depan Amira. Wanita itu membuka kacamata hitamnya lalu melirik ke bawah, bagian plat. Ah, nomornya sama. Ia pun langsung masuk tanpa bertanya lagi. "Ke bengkel sesuai map ya," perintahnya tanpa ragu. Ia tak menoleh sedikitpun ke arah supir. Tangannya sibuk membalas pesan yang masuk ke surel pribadinya. Amira tak sadar jika seseorang di sebelahnya alias sang supir taksi tersenyum sambil mengikik geli melihat dirinya. Amira mengernyitkan dahinya lalu menoleh ke arah si supir taksi yang tadi mengikik geli. “Kamu?” tunjuk Amira pada sosok di sebelahnya. Bibirnya terb
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul