Di sebuah kamar hotel, seorang lelaki tampan duduk sambil memperhatikan beberapa foto di layar smartphone nya, foto-foto itu baru saja dikirim oleh orang-orang kepercayaannya. Ia melihat dengan teliti foto-foto itu, tatapannya tertuju pada foto wanita yang sedang bersama seorang pria. “Hallo, Bos. Bagaimana? Apakah itu wanita yang Anda cari?” sebuah panggilan masuk dari orang yang tadi mengirimkan foto-foto itu. “Apa mereka suami istri?” “Sepertinya begitu, mereka seperti pasangan muda yang sedang berbulan madu.” “Coba kamu cari kesempatan untuk mengambil foto wanita itu lebih jelas lagi, sendiri dan full body. Close up wajahnya. Foto-foto yang kau kirimkan tidak terlalu jelas.” “Siap, boss!” Setelah menutup panggilan, lelaki muda itu terdiam, ia membuka foto lainnya, foto seorang pria dan wanita cantik yang nampak tersenyum bahagia. “Hmm, memang sedikit ada kemiripan.” Lelaki itu bergumam. Kemudian ia pun mendial sebuah nomor. “Hallo Tuan muda,” terdengar suara berat seorang
“Bagaimana kalau kamu menikah saja.” Nathan berkata dengan serius.“Maksudnya gimana, Tan?” tanya Mike bingung.“Ya kamu nikahin Laura, Mike. Dengan begitu Laura ada yang melindungi.”Nina segera duduk di samping Nathan, ia memperhatikan dengan serius percakapan suaminya, karena itu terkait dengan sahabatnya.“Ck. Apa sih, Tan. Aku dan Laura baru saling mengenal, disamping itu tentu nggak mudah bagi Laura untuk membuka hatinya kembali, butuh proses.”“Sebenarnya, cinta itu nggak butuh waktu lama untuk tumbuh kok, Mike. Meskipun ada yang bilang, cinta bisa tumbuh seiring waktu, cinta butuh waktu, tapi cinta juga bisa datang cepat tanpa butuh waktu. Yang penting kalian sudah ada saling ketertarikan satu sama lain. Tinggal bagaimana nanti kalian memupuknya supaya makin subur. Contohnya aku dan istriku.”“Itu beda kasus, Tan. Kamu dan Nina sudah saling mengamati selama hampir 6 bulan, meskipun dengan cara yang gak ada manis-manisnya, justru di sanalah cinta kalian tumbuh. Selain itu, pos
“Shit! Kita ditipu!” teriak salah satu anak buah Sonya, tepatnya orang yang disewa Sonya untuk memata-matai Nathan. Pria itu memperhatikan sebuah foto seorang lelaki yang sedang ia cari, dan di caption tertulis “Nathan Wilson, bos tampan itu tertangkap kamera sedang berlibur di Hawaii bersama seorang gadis cantik.”Sonya segera diberitahu, sontak wajah wanita itu menjadi gelap, berarti selama lima hari ini Nathan berada di Hawaii, pantas dicari-cari di tempat-tempat lain tidak ditemukan. Sonya segera fokus pada foto-foto itu, sayangnya wajah gadis yang terlihat mesra bersama Nathan itu tidak terlalu jelas, ia mengenakan masker dan kaca mata hitam serta topi lebar. Sepertinya foto itu diambil secara diam-diam saat mereka berada di bandara.Dengan jengkel Sonya menghubungi Victoria, mereka telah tertipu. Victoria tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya tertegun memperhatikan foto-foto Nathan, dan gadis yang bersama Nathan itu ... dari postur tubuhnya sepertinya ia pernah melihat, tapi siap
Nina tertegun melihat perubahan ekspresi suaminya, ia jadi merasa bingung, apa yang salah?“My king, ada apa?” tanya Nina dengan lembut, “apa ada yang salah dengan pertanyaanku?”Nina mengangkat wajahnya, ia menatap wajah suaminya lekat-lekat, sedangkan Nathan, pandangannya menatap langit-langit kamar, menerawang jauh, ada kesenduan pada sorot mata yang selalu menjadi penyemangat Nina itu.Nathan menghela napas panjang, ia mengalihkan tatapannya pada wajah istrinya yang sedang kebingungan dengan sikapnya. Nathan mencoba tersenyum, lalu menyentuh wajah Nina dengan kedua tangannya.“No, my queen, tidak ada yang salah dengan pertanyaanmu,” jawab Nathan sambil tersenyum, namun tiba-tiba ia menatap Nina dengan penuh kesungguhan.“Sayang, seandainya aku terlebih dahulu dipanggil Tuhan, apakah kamu ...”Belum sempat Nathan melanjutkan kata-katanya, jari Nina sudah memblokir bibirnya, kedua bola mata coklat itu berkaca-kaca. “Jangan katakan itu, Nathany. Membayangkannya saja aku tidak akan sa
“Hey, tua bangka. Ada apa dengan wajahmu. Sudah setua ini masih belum bisa berdamai dengan hidup?” goda tuan Wils sambil tersenyum, ia meneguk conti wine yang baru saja dituangkan pelayannya. Tuan Carter menghela napas, lelaki itu juga meneguk whisky dari gelasnya, lalu menatap sahabatnya. “Kamu mudah saja bilang begitu, anak cucumu semua sudah sukses, memenuhi semua harapanmu. Tapi itu tidak berlaku padaku.” Ada kegetiran pada kata-kata tuan Carter. Karena perilaku anak cucunya masih jauh dari harapannya. Sehingga di usianya yang sudah lansia itu, ia masih belum juga mengenal kata pensiun. “Yah, hanya Nathan yang bisa aku andalkan. Mike agak susah diatur, dia mau melakukan hanya yang dia suka." “Tapi Mike sukses dengan firma hukumnya, kan?” “Ya, benar. Itu memang bidang yang dia pilih, aku hanya menantang dia untuk membuktikan hasil dari bidang yang dipilihnya. Dan mengenai firma hukumnya, itu tak lepas dari campur tangan Nathan juga.” Tuan Wilson tersenyum, ada rasa bangga pada
“Diam! Bisa gak kalian serius!” bentak tuan Wilson, wajah sang kakek berubah menjadi serius. Sontak tawa Nathan dan Mike pun terhenti, keduanya saling bersitatap. Tiba-tiba wajah tuan Wilson menghangat, ia teringat lagi semua masa lalu yang telah terjadi di rumah besar itu.Dulu rumah itu selalu ramai, setiap akhir pekan ia dan istrinya memerintahkan anak menantu serta cucu-cucunya berkumpul. Mereka masak-masak, makan bersama dan anak-anak bermain bareng. Nathan dan Mike selalu bikin keributan, kadang mereka berantem tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. Bahkan di meja makan saja sering bikin gaduh, kalau sudah begitu hanya bentakan sang kakek yang bisa membuat mereka diam.Sekarang mereka sudah dewasa dan masing-masing punya kehidupan sendiri-sendiri, mereka juga tinggal jauh di kota lain. Rumah besar ini menjadi sepi, hanya dia dan para pelayan. Sesekali cucu-cucu perempuan dan anak menantunya datang, namun tidak seintens dulu.Nathan dan Mike tahu apa yang dipikirkan kakek mereka,
“Tunggu!”Tuan Wilson berseru, membuat Nathan, Mike dan tuan Carter terkejut. Ketiganya menatap sang kakek dan menunggu apa yang akan dikatakan kakek Nathan selanjutnya. Tuan Wilson menatap Nathan tajam, namun Nathan sama sekali tidak terpengaruh, wajahnya tetap terlihat tenang. Ia memang sudah siap menghadapi apa pun.“Menikah, kamu bilang? Apa semudah itu kamu bicara pernikahan? Apa kamu kira pernikahan itu hanya sebuah permainan?” tegas tuan Wilson sambil menatap Nathan, namun Nathan menanggapinya dengan tersenyum.“Yang bilang menikah itu sebuah permainan siapa, kek? Bukankah kakek-kakek ini yang membuat pernikahan sebagai permainan dulu, dengan membuat pernikahan kontrak yang palsu?”Kata-kata Nathan itu diucapkan dengan santai dan dihiasi senyuman, namun kata-kata itu penuh sarkas dan tajam menusuk. Wajah tuan Wilson menjadi gelap, namun ia tidak bisa berkata apa-apa, karena apa yang dikatakan cucunya itu benar. Untung saja Nathan sangat berbakti sehingga mau menerima begitu saj
“Syarat? Syarat apa?” tanya tuan Wilson bingung, ia menatap cucunya nyaris tak berkedip, begitupun dengan tuan Carter, ia sudah menduga kemungkinan jika Nathan tidak bersedia, andai pun ia mau pasti karena terpaksa, sebab Nathan sangat tidak bisa menolak permintaan sang kakek. Nathan meraih gelas dan meneguk minumannya, ia menghela napas lalu menatap kakeknya dan tuan Carter secara bergantian. “Kalau memang ingin aku melatih cucu Anda, ada beberapa syarat yang tidak boleh di langgar.” Nathan berkata sambil menatap langsung tuan Carter. “Katakan,” sahut tuan Carter. “Pertama, Bob harus mendengarkan kata-kataku, apa pun yang aku katakan, ingat aku tidak suka dibantah,” ujar Nathan. “Kedua?” tanya tuan Carter. “Yang kedua harus disiplin, mempunyai kemauan keras, bersungguh-sungguh dan tidak mudah mengeluh.” Nathan berhenti sejenak, ia menatap lurus pada tuan Carter yang sedang menyimaknya. “Dan yang ke tiga, yang sangat perlu Anda garis bawahi adalah tidak boleh ada intervensi kelu
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka