“Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan?” Sonya berteriak sambil meronta, namun kedua pelayan itu mencekalnya dengan kuat.“Maaf Nona, Anda tidak diperkenankan mendekati tuan,” ujar salah satu dari pelayan itu. Sonya tertegun, ia menatap kakeknya seakan tak percaya dengan semua itu.“Kakek ...” ucap Sonya lirih.“Untuk apa kau datang ke mari, pintu rumah ini sudah tertutup untukmu.”Kata-kata tuan Carter diucapkan dengan datar, namun terdengar sangat tajam di telinga Sonya. Seketika air mata tumpah di wajah wanita yang selama ini terlihat keras dan angkuh.“Kakek ... Mengapa kau tega mengatakan itu pada cucu kandungmu sendiri,” ucap Sonya lirih, suaranya terbata-bata disela isak yang mulai merangsek.“Cucu?” ulang tuan Carter, “Aku tidak mempunyai cucu seorang pelacur, keturunanku adalah orang baik-baik dan terhormat.”Seketika Sonya merasakan tubuhnya lemas, perlahan ia berlutut, tubuhnya bergetar.“Maafkan aku, kek. Aku terpaksa melakukannya, kakek tahu kan, biaya hidup di New York
“Mengenaskan? Mengenaskan bagaimana?” tanya kakek Wilson penasaran.“Penampilannya mengenaskan, Dad. Rambutnya acak-acakan, dia duduk di pinggir jalan sambil menangis, pokoknya beda jauh dari penampilannya sebelumnya yang sombong dan angkuh.” Nyonya Barbara mendeskripsikan kondisi Sonya yang dilihatnya.“Ah masa sih, Auntie? Apa Auntie yakin itu si nenek sihir Sonya? soalnya aku dan Mom serta kakak ipar baru bertemu dia bebebrapa waktu sebelumnya, saat kami di mall.” Christy menyela penjelasan tantenya.“Benar lah Chris, mata auntie mu ini belum rabun, uncle kamu juga lihat.” Nyonya Barbara menoleh pada suaminya yang direspond dengaan anggukan, mengiyakan ucapan istrinya. “Tadi, aku hampir turun untuk menyapanya, tapi manakala aku ingat kelakuan dia selama ini, terutama sama kamu Tan, aku jadi muak. Mungkin itu hukuman Tuhan buat dia.”“Hm, mungkin dia sudah bertemu kakeknya.” Tuan Wilson mengomentari.“Loh, memang kenapa, Dad? Harusnya kalau habis bertemu kakeknya dia senang, kan?”
“Tante ...” terdengar suara gadis kecil yang menggemaskan. Sonya tertegun, ditatapnya wajah imut itu, sepasang mata kecil itu begitu jernih, bersih dan damai. “Tante kenapa menangis?”Terdengar kembali suara kecil itu, Sonya tersenyum, digenggamnya kedua tangan mungil yang sedang menghapus air matanya. Sonya mencium kedua tangan mungil itu.“Hai sweetie, siapa namamu?” tanya Sonya dengan suara serak, ia segera meraih gadis cilik itu ke pangkuannya.“Aku Lily, tante.” Gadis itu menyebutkan namanya.“Lily, nama yang manis, melambangkan kesucian dan ketulusan.”“Semua orang bilang begitu, tapi kata Mom aku adalah lambang ketulusan dan kesucian cinta Mom dan Dad.”“Hm, benarkah? Itu artinya kamu memang sangat spesial.”“Itu benar, Tante. Aku memang spesial buat Mom dan Dad. Dan karena aku adalah lambang cinta Mom dan Dad, maka aku akan selalu memberikan cinta dan kasih sayang pada semua orang, meskipun mereka tidak menyukaiku.”“Oh begitu? kamu akan tetap menyayangi orang yang tidak menyu
“Tamu? Siapa?” Nathan bertanya pada Jim, pelayan kepercayaan kakek Wilson. “Tuan Daniel Carter,” jawab Jim. Sontak semua yang ada di ruangan itu tertegun, Daniel Carter adalah putera kedua tuan Carter, ayah kandung Sonya dan Bob, mau apa dia menemui tuan Wilson malam-malam begini. “Ya sudah, aku akan menemuinya.” Kakek Wilson segera berdiri, lalu melangkah menuju ruang tamu diikuti oleh Jim. “Kek, jangan terlalu lama ya, kakek harus segera beristirahat.” Nathan mengingatkan kakeknya, kakek Wilson tersenyum sambil mengangguk. “Kira-kira mau ngapain ya bapaknya Sonya menemui kakek, malam-malam begini lagi.” Mike tidak bisa lagi menyembunyikan penasarannya. “Sepertinya sangat penting, kalau tidak dia bisa menundanya besok, kan?” Chris ikut berkomentar. “Hmm, lumayan pinter juga adikku ini, tapi kira-kira masalah penting apa?” cecar Mike, Chris hanya mengedikkan bahu. “Yang pasti, ini berkaitan dengan tuan Carter.” Nathan menimpali. “Apa mungkin ada kaitannya dengan Sonya?” Kali i
“Terima kasih, Dad. Tapi aku sudah punya rencana sendiri.” Sonya berkata dengan lembut sambil tersenyum pada ayahnya.“Rencana apa, sayang? Apa kamu ... akan kembali ke New York?” tanya tuan Daniel dengan hati-hati, namun Sonya menggelang sambil tersenyum.“Tidak, Dad. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku akan meninggalkan dunia glamour yang selama ini sudah membutakan mata dan hatiku, aku akan memulai dengan kehidupan yang lebih sederhana yang lebih dekat dengan alam.”“Maksudnya, bagaimana, Son?”“Tadi, aku disaat aku benar-benar merasa putus asa, aku bertemu dengan malaikat kecil, yang sudah merubah pandanganku tentang hidup ini, lalu aku berdiskusi panjang lebar dengan sahabatku, Jenny.Akhirnya kami sepakat, aku dan Jenny akan membuka sebuah usaha peternakan, sebelumnya aku akan belajar dulu pada pamannya Jenny yang sudah menjadi pengusaha peternakan yang sukses di Texas, Jenny sudah menghubungi pamannya dan beliau welcome, beliau akan membantu, tinggal menunggu kapan aku
“Di mana kamu, Sonya? Jangan coba-coba mengkhianatiku.”Wajah Richard merah padam, sudah berkali-kali ia menghubungi Sonya, namun nomor wanita itu tidak aktif. Richard memang sudah beberapa waktu memutuskan komunikasi dengan Sonya, hal itu untuk sementara waktu sampai situasi sudah aman.Sekarang, ia mendengar berita bahwa keluaarga Wilson akan mengadakan pesta besar-besaran di Philly, itu berarti fokus Nathan dan keluarganya adalah pada acara tersebut, sehingga ia merasa pengawasan terhadapnya mulai sedikit longgar. Richard juga sudah mempunyai rencana, namun Sonya yang akan menjadi ujung tombak rencananya. Sialnya, wanita itu tidak bisa dihubungi, apa dia ganti nomor?Di sisi lain, Bob sudah menerima informasi dari ayahnya mengenai Sonya, ia juga sudah mendaptkan penjelasan secara detail serta akses untuk masuk ke apartemen Sonya.Bob sangat senang mendengar berita tentang kakaknya, ia berharap sonya sudah benar-benar sadar, dan mau merubah dirinya menjadi lebih baik.Bob segera meme
“Mau apa dia kemari?” Tuan Carter terbelalak, matanya tak berkedip menatap seorang wanita diantara para tamu undangan. Sontak tuan Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya.“Sonya?” gumam tuan Wilson.“Apa kamu mengundangnya, Wil?” tanya tuan Carter. Tuan Wilson menggeleng, bagaimana mungkin ia mengundang Sonya, sedangkan hubungan antara kakek dan cucu itu saja sedang tidak baik, selain itu, Sonya juga membenci Nathan dan Nina, jadi sangat tidak mungkin dia mengundangnya.“Dasar tidak tahu malu! Datang tanpa diundang, berpakaian tidak pantas lagi.” Tuan Carter menggerutu sambil menatap Sonya, wanita itu memang memakai pakaian casual. Sonya mengenakan celana jeans dan t-shirt yang dipadankan dengan jaket denim dan sepatu kets, sangat kontras dengan pemandangan para tamu yang mengenakan busana formal, hampir semua tamu wanita yang datang mengenakan gaun malam, hanya Sonya sendiri yang mengenakan jeans.Kakek Wilson hanya terdiam, sepertinya ada yang aneh pada penampilan Sonya. Sudah
“Sonya, tunggu!” panggil seseorang yang suaranya sudah sangat dikenal Sonya. Wanita itu pun menghentikan langkahnya, perlahan ia membalikkan tubuhnya, seorang lelaki bergegas ke arahnya, Sonya pun segera menghambur ke arah lelaki itu, keduanya berangkulan erat, air mata Sonya tak terbendung lagi. “Dad, kakek sudah benar-benar membenciku, bahkan mengangkat wajahnya pun untuk melihatku dia tak mau.” Sonya tak kuasa lagi memendam kesedihannya, tuan Daniel pun merasa sangat berat, bahkan kedua mata lelaki paruh baya itu pun basah. “Sabar, Son. Sabar,” hibur tuan Daniel sambil mengelus putrinya. “Seiring dengan berjalannya waktu, hati kakekmu pasti akan luluh. Tadi, saat kamu menuju ke tempat pengantin, kakekmu mengangkat wajahnya dan matanya tak pernah lepas dari memperhatikanmu.” “Benarkah, Dad?” Sonya mengangkat wajahnya, tuan Daniel mengangguk. “Itu artinya masih ada kepedulian di hati kakek padamu, mungkin beliau gengsi dan masih ingin melihat sejauh mana kesungguhanmu untuk berub
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka