“Siapa kalian?” tanya Nathan dengan bingung.“Kami ditugaskan oleh tuan besar Wilson untuk melayani tuan muda dan Nona.” Salah seorang dari ketiga orang tersebut menjawab dengan sopan. Nathan dan Nina saling berpandangan, Nathan mengedikkan bahu, ia segera mengeluarkan ponselnya.“Halo, Kek. Apa kakek mengirimkan pelayan untuk aku dan istriku?” tanya Nathan begitu terdengar suara sang kakek menjawab panggilannya.“Benar, Tan. Aku mengirim tiga orang pelayan. Satu kepala pelayan yang akan mengatur berbagai urusan di rumah, satu yang akan bersih-bersih dan satu lagi juru masak.”“Ya ampun, Kek. Aku ini tinggal di appartemen, bukan di istana sepertimu. Aku rasa aku belum butuh pelayan. Kalau untuk bersih-bersih, aku bisa menggunakan jasa cleaning service yang disediakan pihak pengelola. Untuk makan aku bisa pesan dari luar, atau istriku akan masak. Ingat istriku adalah putri seorang Chef terkenal, jago masak juga.”“Istrimu tidak boleh terlalu lelah atau mengurusi urusan rumah, ingat ka
Wanita itu berjalan ke atas panggung, lalu mengambil mic yang dipengang pembawa acara, sontak seluruh mata tertuju padanya. Nathan tertegun, ia tidak melanjutkan sambutannya, ia tahu, pasti wanita itu akan membuat kekacauan, namun laki-laki tampan itu tetap bersikap tenang. “Selamat malam semuanya, mohon maaf jika saya sedikit mengganggu acara ini.” Perempuan itu berdiri, dan tanpa ragu-ragu mengucapkan beberapa kata, membuat seluruh yang hadir menjadi bingung. Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa dia sangat berani dan begitu percaya diri? Mereka juga memperhatikan Nathan, nampak sang bos terlihat tenang. “Perkenalkan saya adalah Sonya Carter. Anda pasti bertanya-tanya siapa saya? Baiklah, saya akan memperkenalkan diri.” Sonya melirik Nathan, yang tetap tak bergeming, bahkan tidak ada keterkejutan sama sekali. “Saya adalah wanita yang terikat pernikahan dengan Mr. Nathan Wilson, CEO Wils yang terhormat.” Terdengar bisik-bisik gemuruh para hadirin, sungguh mengejutkan, karena merek
“Miss Nina? Tidak! Tidak mungkin!” Sonya terpekik, matanya membulat, namun tidak ada yang menghiraukannya. Nathan segera menyambut sang istri, wajahnya berseri-seri, ia tersenyum manis, lalu mengulurkan tangannya menuntun Nina. Keduanya saling bertatapan mesra, lalu berciuman hangat.Nathan membawa Nina ke tengah panggung, kakek Wilson memeluk Nina dan mencium kening cucu menantunya itu. “Maafin kakek ya, Nina.” Kakek Wilson mengusap kepala Nina lembut, wanita muda itu tersenyum dan mengangguk. Nathan memang sudah menceritakan semua mengenai tawaran kesepakatan yang dimaksud kakek, kalau itu hanya untuk menguji Nina. sekarang, Nina sudah diterima di keluarga Wilson dan menjadi menantu kesayangan sang kakek.Tepuk tangan bergemuruh memenuhi ruangan, semua hadirin yang merupakan karyawan Wils itu dibuat terkaget-kaget sekaligus terkagum-kagum pada pemandangan di atas panggung. Mereka tidak pernah menyangka jika karyawan jenius yang telah mengharumkan nama Wils adalah istri sang bos sen
“Tidak! Tidak mungkin! Kalian Penipu! Kalian penipu!” Tubuh Sonya bergetar menahan kemarahan yang memuncak di ubun-ubunnya, matanya nyalang menatap Nina dan Nathan yang masih dalam wajah Karl. “Sory Sonya, untuk menghadapi perempuan licik sepertimu aku harus menggunakan sedikit trik ini,” ujar Karl sambil tersenyum, ia segera membuka wig di kepalanya, lalu membuka topengnya. “Pengecut! Menghadapi seorang perempuan saja menggunkan trik!” “Well, bukannya kamu suka bermain-main, anggap saja ini sebuah permainan kecil.” Sonya benar-benar meradang, ia sudah benar-benar terbakar oleh kemarahan. “OK, kita lanjutkan permainan ini!” Suara Sonya bergetar, napasnya memburu karena kemarahan yang mendesak, ia menatap Nina dengan tajam dan penuh kebencian. “Dan kau perempuan jalang! Aku akan membuat hidupmu seperti di neraka!” Sambil berkata, Sonya melemparkan mic di tangannya ke arah Nina, refleks Nathan menarik Nina ke pelukannya dan memblokir mic itu dengan lengannya, hingga mic itu jatuh
“Apa kamu tidak mau balas dendam, Sonya?” tanya lelaki itu tanpa menoleh pada Sonya, dengan santai ia meneguk minuman di gelasnya.Sonya terperanjat, ia menoleh pada lelaki yang duduk di sampingnya. Tentu saja Sonya mengenali lelaki berparas rupawan dan bertubuh atletis itu, Sonya sudah beberapa kali menyewa lelaki itu untuk memanaskan ranjangnya. “Kamu ...”“Aku sudah tahu semua Sonya, kamu sekarang sudah bukan Nyonya Nathan lagi, bukan?” ujar lelaki itu masih tetap tak menoleh pada Sonya.“Bagaimana kamu tahu? Apa kamu masih bekerja di sana?”“Tentu saja aku tahu, Sonya. Meskipun aku sudah tidak bekerja di sana, tapi aku tahu kalau sumber keuanganmu sekarang sudah kering, bukan.”Sonya tidak menjawab, ia mendengus, napasnya berpacu dengan cepat. Tiba-tiba lelaki itu memutar tubuhnya menghadap Sonya. Tangan kirinya mengelus-elus paha Sonya, sementara tangan lainnya mengelus wajah wanita itu. “Tenanglah, cantik. Aku akan meyervismu supaya kamu rileks, gratis!” bisik lelaki itu sambil
Nina dan Nathan menghentikan langkahnya, segerombolan orang yang terdiri dari para paparazi dan pemburu berita mengepung keduanya. Bill dan Emi berusaha menghalangi agar mereka tidak mendesak Nathan dan Nina. “Mr. Wilson dan Nyonya, boleh kami meminta waktunya sebentar?” tanya salah satu dari mereka. Nathan tak bisa mengelak lagi selain mengangguk dan tersenyum pada mereka. “Mengapa Anda merahasiakan pernikahan Anda berdua?” “Ya untuk menghindari pihak-pihak yang tidak menginginkan pernikahan kami,” jawab Nathan santai. “Maksud Anda?” “Jika Anda mengikuti insiden kecil yang terjadi pada acara tadi, Anda pasti mengerti.” Sebenarnya Nathan malas membicarakan tentang perempuan itu lagi, oleh sebab itu ia mengingatkan kembali insiden yang dilakukan Sonya pada acara yang baru saja berlangsung. “Maksud Anda Nyonya Sonya Carter?” tanya mereka, Nathan hanya mengangguk sambil tersenyum. “Menurut Anda, mengapa Nyonya Sonya ingin menghalangi pernikahan Anda?” desak mereka lagi. Nathan men
“Nathan ....” Wanita itu bergumam sambil menatap layar kaca tanpa berkedip, tatapan matanya rumit, binar netra coklat wanita itu berpendar sendu, ada sesal berpadu dengan kekesalan. Sampai acara itu berakhir wanita itu masih termangu, ia menyandarkan tubuhnya di sofa, ingatannya mengembara pada masa lalu, saat-saat dimana ia telah mengambil keputusan yang salah.Sonya, semua gara-gara Sonya yang sudah mempengaruhinya. Tiba-tiba ia kembali merasakan kerinduan pada sosok yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Ingin sekali ia menemui sosok yang dulu sangat mencintainya, lelaki yang dulu selalu memanjakannya. Namun wanita itu tidak mempunyai keberanian, karena ia pernah menorehkan luka pada laki-laki itu.Wanita itu menatap gambar pasangan yang sangat mesra dan berbahagia yang fotonya banyak beredar di media-media entertaintmen maupun di jejaring sosial. Ia menatap lekat pada wanita di foto itu, tatapannya dipenuhi kecemburuan dan kebencian.“Harusnya aku yang di samping Nathan, bukan k
“Apa itu, Sayang?” Nathan bertanya penasaran, wajahnya berubah serius, ia sangat khawatir sesuatu mengganggu istri tercintanya.Nina menghela napas, sebelum akhirnya dia berkata, “Nathanny, kemaren kita melakukan wawancara dengan berbagai media, foto kita tersebar kemana-mana, aku khawatir akan menimbulkan dampak negatif pada kita, aku khawatir membangkitkan amarah dan kecemburuan orang-orang yang selama ini mendambakanmu.”“Ya ampun, sayang. Siapa juga yang mendambakan laki-laki dingin, angkuh, arrogant dan kejam kayak Nathan ini, plus impotent lagi, hehe.” Nathan terkekeh sambil mencium pipi istrinya.“Aku serius Nathanny, selain yang kamu sebutkan tadi, kamu adalah pria idaman setiap wanita, tampan, gagah, pengusaha sukses yang kaya raya. Wanita mana yang tidak menginginkan hidup berkecukupan, dan menjadi wanita terhormat.”“Nyatanya ada, kok wanita yang seperti itu,” kilah Nathan.“Oh, ya? Siapa?” tanya Nina polos.“Namanya Nina Alice Maxwell Evans, seorang putri bangsawan keturun
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka