“Masuk!” bentak Shadan lagi sambil mendorong Kavita hingga perutnya membentur kursi penumpang dengan keras. Dia terbelalak ketika Kavita memekik tertahan, lalu tidak lama setelah itu keluar cairan merah yang membasahi kakinya. Shadan tidak mengira jika tenaganya terlalu berlebihan saat mendorong Kavita tadi, sedangkan dia tidak berniat untuk melenyapkan anak Ezra secepat itu. “Ceroboh!” rutuk Shadan, mau tidak mau dia harus bertindak dengan mengubah arah tujuan mereka. Kavita bersandar lemas di bodi mobil, dia bisa merasakan sesuatu yang basah itu masih merembes. Wajahnya semakin pucat di tengah rasa sakit yang mendera, hingga dia tidak mampu lagi mempertahankan kesadaran dirinya. “Merepotkan!” Shadan terus mengumpat saat dia harus putar arah untuk menuju rumah sakit terdekat. Seandainya Kavita bukanlah senjata untuk menghancurkan Ezra, tentu dia lebih memilih membayar orang untuk mengurus Kavita. Namun, rencana sudah telanjur berantakan. Mau tak mau Shadan harus tetap membawa Ka
Logikanya jika Shadan kecelakaan, pasti Monic sudah heboh sejak awal Ezra datang. “Kemungkinan masih ditangani di IGD, Pak. Lurus saja,” imbau petugas itu. Ezra langsung bergegas pergi menuju IGD. Selang beberapa detik setelahnya, Shadan muncul dari arah berlawanan. “Cari siapa, Pak?” Salah seorang petugas medis menanyai Ezra yang tampak kebingungan. “Saya ... saya sedang mencari korban ibu hamil yang mengalami pendarahan,” jawab Ezra terus terang. “Saya dengar di depan sana tadi kalau ada pasien hamil yang sedang ditangani.” “Anda siapanya pasien, Pak?” “Saya suaminya, jadi di mana pasien itu?” tanya Ezra tidak sabar. “Saya mau melihatnya langsung untuk memastikan ....” “Tenang, Pak. Untuk kasus ibu hamil sudah mendapatkan perawatan intensif, Anda tidak perlu khawatir.” “Kalau begitu di mana ruangannya? Saya harus memastikan pasien itu istri saya atau bukan!” Ezra nyaris frustrasi, dia merasa ada yang aneh dengan mobil Shadan. Dia nyaris oleng karena staminanya sedang tidak
Kavita mengangguk dan tidak berkata apa-apa.“Kenapa kamu ikut keluar?” tegur Pasha. “Seharusnya kamu di dalam, temani Kavita ....”“Apa menurut kamu, dia sudah tahu kalau dirinya keguguran?” potong Ezra segera.“Kelihatannya belum, Zra. Apa kamu berencana untuk memberi tahu Kavita sekarang?”Ezra tidak menjawab, dia sendiri bimbang harus memberi tahu Kavita atau tidak. Ada rasa khawatir jika istrinya akan merasa curiga atau justru menuduh yang bukan-bukan.“Kamu lihat mobil Shadan?” tanya Ezra mengalihkan topik. “Ya, tapi aku Cuma lihat sekilas karena takutnya Shadan tiba-tiba muncul.” “Apa pendapat kamu soal darah di pintu mobil itu?” Pasha berpikir sebentar. “Ini Cuma dugaan aku, tapi ... kemungkinannya ada dua. Shadan datang ke sini karena kecelakaan, atau dia justru mengantar orang korban kecelakaan.”Ezra menatap Pasha dengan tatapan menyipit.“Bagaimana caranya kita membuktikan salah satu dari dua kemungkinan itu? Menginterogasi Shadan? Mana mau dia bicara jujur. S
“Pasti orang itu, apa dia membawa teman?” tanya Shadan menyelidik. “Tidak Bos, dia sendirian.” Bagus! Shadan berkata puas dalam hati. Untuk sementara dia akan bermain halus sambil menunggu tindakan yang akan dilakukan Ezra. “Kavita!” Miranti menyambut kedatangan Kavita dengan rona muka bahagia, dia peluk istri cucunya dengan begitu erat. “Nenek apa kabar?” “Seharusnya nenek yang bertanya seperti itu sama kamu! Ke mana saja kamu selama ini?” Kavita diam, dan Ezra segera menengahi. “Nek, Kavita harus istirahat karena aku menemukannya di rumah sakit ....” “Oh ya? Kalau begitu suruh dia istirahat, Zra! Kita ngobrol lagi kapan-kapan ya?” Miranti menatap Kavita yang menganggukkan kepalanya. “Maaf ya, Nek?” “Tidak apa-apa, kesehatan kamu juga lebih penting.” Kavita lantas meneruskan langkahnya menuju kamar diiringi Ezra yang berjalan di belakangnya tanpa bicara sepatah kata pun. “Saya minta kamu jujur.” Setibanya di kamar, Kavita berbalik dan menatap Ezra dengan dalam. “Soal a
“Saya minta kontrak ini diperpanjang lagi kalau begitu,” kata Ezra tanpa ragu. “Saya tetap akan mempertanggungjawabkan status saya sebagai suami.”“Tapi saya ....”“Tidak ada tapi-tapi, lebih baik kamu istirahat. Setelah itu kita bisa bicara lagi.”Melihat ketegasan Ezra, Kavita tidak ingin berdebat lagi. Dia lelah setelah satu mingguan Shadan membatasi kebebasannya, belum lagi Monic yang berusaha memberi serangan tanpa peduli pada kondisinya yang sedang berbadan dua.“Ezra, apa yang sebetulnya terjadi sama Kavita?” Miranti melontarkan pertanyaan itu setiap kali bertemu dengan cucunya.“Nenek tidak perlu khawatir, aku bisa mengatasinya.”“Nenek tidak bertanya apakah kamu bisa mengatasinya atau tidak, tapi nenek tanya apa yang sebetulnya terjadi?” tegas Miranti karena Ezra terus saja menghindar untuk menjawab pertanyaan itu.“Nek, aku cuma tidak mau Nenek jadi banyak pikiran. Percaya saja sama aku, aku pasti bisa ....”“Bisa apa? Kenyataannya Kavita kena penyerangan di depan ma
Ezra menggelengkan kepala. “Kenapa kamu merendahkan diri kamu seperti itu?”“Saya tidak merendahkan diri, bukankah kehadiran saya sudah tidak ada fungsinya lagi?”Ezra memegang keningnya lagi.“Jangan bicara dulu, kamu pasti mengonsumsi vitamin dengan teratur.” Kavita berlalu untuk mengambilkan sebotol vitamin yang biasanya Ezra minum.“Saya tidak sempat minum karena harus membagi waktu antara pekerjaan dan juga pencarian kamu.”Kavita tidak banyak berkomentar dan tetap menyiapkan botol vitamin Ezra dan juga segelas air putih yang sudah tersedia.Ezra langsung merebahkan diri setelah meminum vitamin, berhari-hari dia kurang tidur dan kali ini dia ingin tidur semaksimal mungkin.Kavita tertegun ketika melihat Ezra yang tertidur hanya dalam waktu singkat saja.“Vit, ada paket untuk kamu.” Adya memberi tahu ketika tanpa sengaja bertemu Kavita yang sedang mengambil minum di dapur.“Paket apa, Ad? Aku tidak pesan barang online apa pun,” komentar Kavita bingung.Adya mengangkat ba
“Kalau tidak, kamu mau apa? Aku cuma mau tahu di mana Deryl berada, aku tahu kalau dia terlibat dalam beberapa kejahatan yang Vita alami!”“Jangan bicara sembarangan kamu! Deryl dan Vita sudah tidak ada hubungan lagi, jadi jangan seenaknya mengaitkan masalah Vita sama suami aku!” tegur Yura dengan nada tidak suka.Siska tidak kehilangan akal, dia mencari-cari sesuatu di ponselnya dan kemudian menunjukkan layar itu tepat di depan mata Yura.“Mau kalau ini aku sebarkan dan wajahmu jadi terkenal?”Yura terbelalak ketika Siska menunjukkan foto lawas Kavita dengan Deryl yang saat itu masih jadi suami istri. Setelah itu Siska juga menunjukkan foto Yura dan Deryl yang berpose mesra.“Apa yang akan kamu lakukan dengan foto itu?” tanya Yura tajam. “Memfitnah aku?”Siska tersenyum lebar.“Siapa bilang aku mau memfitnah kamu? Aku justru mau menyuarakan kebenaran, kalau kamu itu adalah pengambil suami orang ....”“Kalau ngomong hati-hati ya? Aku sama Deryl menikah, bukan selingkuh. Sejak
“Lama tidak bertemu!” Kavita dan Siska berpelukan erat, sementara suami mereka memilih untuk bicara di taman depan.“Tidak ada kemajuan?” “Belum Zra, entahlah ... si Yura berbelit, Deryl sendiri juga tidak terlacak.”Ezra berpikir keras. “Seperti ada seseorang yang sengaja melindunginya kan?”“Aku tahu siapa yang kamu maksud, tapi kita tidak punya bukti.” “Tidak ada cara lain, mungkin kali ini aku harus menggunakan jasa pembunuh bayaran.”“Apa kamu bilang?”Ezra hanya mengangkat bahunya.“Jangan sembrono, tidak ada manfaat kalau kamu menghabisi dia. Kita jadi tidak tahu motif di balik penyerangan Kavita kemarin, itu yang kamu mau?”“Aku sudah bisa menebak, bukan hal yang mustahil kalau Shadan punya banyak orang yang satu frekuensi sama dia. Apalagi Deryl adalah mantan suami Kavita, wajar-wajar saja kalau mereka berdua saling kerja sama untuk menyerang Kavita kan?”Pasha menggeleng tegas. “Kali ini aku tidak sependapat sama kamu, Zra. Dari ucapan kamu tadi, seakan-akan Sha
Sebagai ayah pun dia sudah berusaha untuk tidak menghujat takdir yang menimpa putri mereka. “Divta sayang, kamu melamun?”Kavita menunduk dan mendaratkan kecupan di atas kening putrinya yang berbaring di sampingnya.Kepada Divtara sedikit miring ke kanan meskipun Kavita sudah sering membetulkannya dengan perlahan.Setiap kali melihat paras cantik putrinya itu, hati Kavita teriris perih. Dia memiliki kekhawatiran tersendiri tentang masa depan Divtara, terlebih jika sang anak tampil di depan umum.“Ibu sayang kamu, kita hadapi sama-sama ya?” bisik Kavita dengan penuh cinta. Tangan kecil Divtara bergerak-gerak, dan Kavita lantas menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi di pipinya yang menggemaskan.“Anaknya Siska sudah sebesar apa, ya?” gumam Kavita setelah dia selesai menyusui anaknya.“Sebenarnya kapan hari itu Pasha menelepon, dia bilang kalau Siska ingin datang berkunjung.” Ezra memberi tahu. “Tapi aku bilang kalau kamu masih baby blues, jadi belum bisa menerima kunjungan u
“Bisa jadi penyebabnya karena belum bisa menerima kehadiran si kecil sepenuhnya ....” “Tidak, Dok. Kemarin-kemarin istri saya masih bersikap normal dan tetap memperlakukan putri kami dengan baik.” Dokter Amel berpikir sebentar. “Meskipun tidak semua ibu yang baru saja melahirkan mengalaminya, tapi kemungkinan baby blues bisa terjadi, Pak.” “Lalu bagaimana cara mengatasinya, Dok?” “Peran Bapak sangat penting untuk menjaga kestabilan mental Bu Kavita yang baru saja melahirkan, jangan biarkan istri Bapak merasa bersalah terkait dengan kondisi putrinya ....” Ezra mendengarkan penjelasan Dokter Amel dengan saksama. Kavita berubah menjadi pendiam sejak keributan yang terjadi di rumah sakit, Ezra sempat khawatir jika dia akan bersikap tak acuh terhadap putri mereka. Namun, ternyata dugaan buruk Ezra sama sekali tidak terbukti. Kavita tetap memperhatikan bayi mereka dengan penuh kasih sayang, sama sekali tidak terlihat mencurigakan. “Istirahatlah sebentar, kita gantian.” Ezra mengusap
“Dasar istri tidak berguna, ibu yang melahirkan anak cacat sama sekali tidak pantas untuk menyentuh kulitku!” Wajah Kavita terasa perih, tapi itu belum apa-apa jika dibandingkan dengan pedihnya hati akibat kata-kata kejam Yura. “Masih saja kamu mengusik hidupku, apa mau kamu sebenarnya?” bisik Kavita supaya putri kecilnya tidak terbangun karena suara pertengkaran yang tidak semestinya. “Mauku? Aku mau membuat hidup kamu hancur, seperti kamu menghancurkan hidup aku sama Deryl!” Kavita terperangah. “Lihat saja, kamu pasti akan diceraikan suami kamu. Atau ... setidaknya kamu pasti akan diduakan karena anak cacat kalian tidak akan bisa jadi kebanggaan orang tua.” “Tutup mulutmu!” desis Kavita dengan tangan terkepal. “Kamu pikir Pak Ezra akan tahan melihat keturunannya yang cacat?” “Jangan sebut anakku cacat!” “Lalu apa? Tak sempurna?” ejek Yura sinis. “Persiapkan saja diri kamu, Vit. Aku akan menjadi wanita kedua suami kamu dan memberikan keturunan berkualitas untuknya, aku akan m
Kavita meremas kedua tangannya ketika Ezra berlalu pergi dari hadapannya. Seorang perawat masuk sambil mendorong kereta bayi diikuti Ezra yang berjalan di belakangnya. Kavita bangun dan dengan susah payah duduk di tepi ranjang saat perawat itu semakin dekat. “Ini bayinya, Bu. Perempuan,” kata perawat itu sembari mengangkat seorang bayi yang dibungkus rapat dengan selimut dan memberikannya kepada Kavita. “Perempuan ya, Sus?” “Betul Bu, perempuan.” Kavita dan Ezra saling pandang, sementara perawat itu membantu membetulkan letak perlekatan antara ibu dan bayinya. “Coba disusui bayinya dulu, Bu.” “Baik, Sus.” Sampai di titik ini, Kavita tidak melihat ada yang aneh dengan putrinya. Bayi itu menyesap air susunya dengan perlahan, sementara matanya terpejam rapat. “Sebenarnya ... keistimewaan apa yang kamu maksud?” tanya Kavita ingin tahu selagi putri mereka masih menyusu, sementara perawat tadi sudah pergi. “Dokter bilang kalau keistimewaan yang tentunya berbeda dengan bayi kebanya
“Tidak apa-apa, Ad. Cepat sedikit,” pinta Kavita dengan wajah pias. Rasa sakit di perutnya berangsur reda, sehingga dia bisa duduk dengan tenang sementara mobil yang dikemudikan Adya melaju ke kantor Ezra. Bos pemilik Dyaksa Company itu nyaris berlari dan melompat ke dalam mobil ketika Tantri memberi tahu bahwa Adya akan mengantar Kavita ke rumah sakit. “Kamu kenapa? Sudah mau melahirkan sekarang?” tanya Ezra buru-buru sambil mengusap kening Kavita yang berkeringat. “Tidak tahu, tapi ... perut ini sudah sakit ....” “Adya, bisa kamu ngebut sedikit?” Ezra menoleh ke arah Adya yang sedang fokus mengemudi. “Bisa Pak, saya usahakan!” Ezra kembali menoleh ke arah Kavita yang memejamkan mata karena menahan rasa sakit yang sesekali timbul. Tangan Ezra diremas dengan kuat setiap kali Kavita merasakan sakit yang teramat sangat. “Kamu bertahan dulu ....” “Ini sakit sekali, aku ... mau cepat melahirkan ....” “Tunggu sebentar, kita akan sampai rumah sakit.” Ezra mengusap-usap perut buncit
Kavita mengangguk paham. “Tidak apa-apa Dok, yang penting sehat dan tidak berisiko seperti kemarin.” “Kita akan memantau bersama-sama, jangan lupa untuk tetap mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin yang saya resepkan.” Ezra tidak berkata apa-apa dan hanya menyimak percakapan yang berlangsung antara dokter dengan Kavita. “Mau mampir ke mana?” tanya Ezra sambil melirik Kavita yang sedang mengunyah roti. “Ke rumah Pak Pasha, aku mau bertemu Siska. Sudah terlalu malam belum?” “Aku akan telepon Pasha sebentar,” sahut Ezra sementara Kavita menunggu dengan antusias. Itu karena dia sudah lama tidak bertemu Siska yang sama-sama sedang mengandung buah hati. “Pasha bilang kalau Siska belum tidur, jadi kita masih bisa mampir sebentar.” Ezra memberi tahu. “Kalau begitu, ayo.” Kavita menyimpan kembali rotinya dan meraih sebotol air mineral untuk melicinkan tenggorokannya. Setibanya di rumah Pasha, Siska menyambut kedatangan Kavita dengan senyum merekah di bibirnya. Mereka berdua berpelukan
“Aku tidak jijik,” katanya sambil memeluk Kavita erat. Pada awalnya Kavita enggan menanggapi, tapi pelukan Ezra yang hangat dan nyaman tak urung membuatnya bahagia sehingga dia balas memeluk dengan erat. “Besok aku akan kerja lagi untuk kalian ....” “Kalian?” “Kamu dan calon anak kita.” Kavita melepaskan diri dari pelukan Ezra. “Kaki kamu bagaimana?” “Kamu lihat kan kalau aku sudah bisa berjalan? Tinggal masa pemulihan saja sambil beraktivitas normal seperti biasa, jadi aku akan secepatnya kerja. Kasihan juga Pasha karena harus membagi fokusnya di dua tempat,” ujar Ezra panjang lebar. Dua bulan kemudian .... “Bagaimana hasilnya, Dokter?” “Istri Anda positif hamil, Pak. Saya ucapkan selamat!” Sepasang suami istri itu saling tatap. “Dugaan aku benar kan, Mon? Kamu itu hamil, aku lega sekali.” Monic berdecak, dia sendiri tidak mengerti kenapa dirinya justru merasakan enggan berbahagia dengan kabar gembira ini. “Aku sempat takut kamu tidak bisa hamil lagi setelah
Mata Ezra mengintip sedikit. “Itu pakai urine?” “Iya ....” “Jorok sekali, singkirkan sana.” Kavita memukul bahu Ezra karena tidak terima dengan komentarnya. “Perkembangan kaki kamu bagaimana, Zra?” tanya Miranti ketika Ezra muncul di kamarnya. “Sudah jauh lebih baik, Nek. Meskipun aku belum bisa berlari, setidaknya sudah bisa berjalan dan tidak perlu kursi roda lagi.” “Syukurlah ... Oh ya, kapan itu kamu teriak-teriak kenapa? Nenek sudah tanya Rita, katanya Kavita pingsan karena kelelahan ....” Ezra mengangguk pelan, dia ingat bahwa dirinya belum memberi tahu kabar kehamilan Kavita kepada Miranti. Baru juga dia akan bercerita, dari sudut matanya Ezra melihat Kavita yang keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga. “Kavita sepertinya mau pergi, Nek. Nanti saja aku cerita!” pamit Ezra sambil berlalu meninggalkan kamar Miranti untuk menyusul kepergian istrinya. Ketika menuruni tangga, Ezra tidak ingin bertindak ceroboh dengan memaksakan kakinya untuk melangkah terburu-buru.
“Rita, aku seperti mendengar sesuatu.” Miranti menatap wanita yang sudah merawatnya bertahun-tahun itu. “Saya tidak dengar apa-apa, Nyonya.” “Rita, cepat ke sini!” Miranti langsung menggoyang lengan Rita. “Itu suara Ezra!” Atas desakan Miranti yang begitu khawatir terhadap cucunya, Rita cepat-cepat berlari menuju kamar Ezra. “Maaf, Pak Ezra ... Ada apa?” “Kavita pingsan, saya tidak tahu apa yang terjadi ....” Rita buru-buru mendekati Kavita yang tergeletak di lantai kamar Ezra, dia berusaha membangunkannya dengan mengguncang bahu dan pipi Kavita bergantian. “Vita, bangun. Vita?” Ezra hanya menyaksikan bagaimana Rita masih berjuang untuk membangunkan Kavita. “Apa dia masih bernapas?” tanya Ezra ragu. Rita mendongak. “Tentu saja, Pak. Mungkin Vita kelelahan atau kurang istirahat ....” Ezra menyipitkan mata, sikap abainya sedikit terbentuk gara-gara melihat Kavita bersama Adya di dapur tadi. Egois? Memang. Rita meminta izin Ezra untuk mencari botol minyak kay